Maehara menghela nafasnya berkali-kali, ia menyingkirkan gelas jus yang sudah habis dari tadi untuk tempat mendekamkan kepalanya.
"Kenapa hanya aku?"
"Keenam kalinya Mae, kau sudah mengatakan itu, jangan terus diulang."
"Kau tidak mengerti penderitaanku Kataoka."
"Aku juga belum mendapatkan pekerjaan Maehara, kenapa kau merasa jadi yang paling menderita?"
Maehara mengangkat kepala. "Tapi kau sudah dipanggil untuk interview, sedangkan aku? Tidak ada satu perusahaan pun yang meneleponku."
"Interview itu tidak menjaminku diterima atau tidak, mereka hanya sedang mempertimbangkanku saja. Secara resmi aku masih belum mendapatkan pekerjaan," jelas Kataoka.
"Tetap saja..."
Maehara menatap ke pintu masuk, harusnya dua orang yang ditunggu sudah bergabung dengan mereka sekarang.
"Masih kurang sedikit lagi Mae, sabarlah. Apa kau tidak sabar menunggu gadis kesayanganmu itu?"
"Tidak ada gadis kesayangan yang sedang kutunggu. Aku menunggu Isogai."
"Kalau belum lupa Isogai bekerja di sini, dia tidak akan masuk dari pintu masuk karena dia belum keluar," ujar Kataoka. Ia tersenyum menang dan Maehara hanya bisa memalingkan wajahnya malu.
Kling!
"Irrashaimase!"
"Yo Isogai!"
"Okano, kau baru pulang?" sambut pemuda berpucuk itu.
Gadis itu mengedikkan bahu. "Well... seperti yang kau lihat. Kau sendiri? Apakah shift-mu belum selesai?"
Isogai mengamati jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia menunggu beberapa detik. "Baru saja selesai," ujarnya diiringi senyum cerahnya.
"Kau bahkan sudah mengganti pakaianmu sebelum jam kerjamu habis," komentar Okano. "Kataoka dan Maehara masih di sini?"
"Ya." Isogai menunjuk salah satu sofa di belakangnya. "Sebaiknya kita bergabung, Maehara terlihat tidak sabar menunggumu."
"Ahahaha... mana mungkin." Okano menarik selempang tasnya, ia berjalan sedikit tertatih karena berat tas itu.
"Maaf sudah menungguku," ujarnya sebagai ganti ucapan salam.
"Duduklah. Sepertinya tasmu berat." Kataoka menepuk sofa di sampingnya.
"Yah, ditambah kakiku terkilir saat latihan tadi. Ah, dan jangan tanyakan bagaimana keadaanku—aku baik-baik saja. Tambahan untuk Maehara, kau tidak perlu menawarkan diri mengantarku pulang."
"Aku tidak akan mengatakan itu," sanggahnya. "Kau bilang ahli dalam hal itu, kenapa bisa terkilir eh?"
"Karena aku hanya profesional biasa Maehara, aku manusia, aku masih bisa membuat kesalahan."
"Mau kuantar pulang? Agar kau tidak mengulangi kesalahan keduamu karena jalan kaki dengan beban berat saat kakimu terki—"
"Kau kontradiksi dengan kalimatmu sebelumnya Mae."
"Upsie."
Kataoka menyeringai. "Jelas sekali kau menyukainya Mae."
"Hentikan. Aku tidak datang dengan kaki sakit hanya untuk mendengarkan perasaan Maehara terhadapku," ucap Okano.
"Penolakan tidak langsung," celutuk Kataoka.
Maehara memalingkan wajahnya. "Di mana Isogai?"
"Di sini, membawakanmu makanan Tuan."
"Aku tidak memesan."
"Ya. Tapi akan," ungkap Isogai. Ia menata semua makanan dan minuman yang biasa teman-temannya pesan ke atas meja. "Aku tidak mau kau merengek memintaku mempercepat pesananmu diantar saat kita tengah mengobrol nanti."
"Kenapa kau berkata seperti itu?"
"Karena kau biasanya seperti itu Mae." Ketiga temannya mengatainya. Pemuda itu manyun.
"Jadi, apa yang akan kita bicarakan di sini?"
"Ada yang memiliki pekerjaan untukku? Atau setidaknya perusahaan di mana aku bisa mendaftar?"
Mereka menatap Maehara heran, pasalnya baru minggu lalu pemuda itu meminta hal yang sama dan mereka sudah memberi saran.
"Aku tidak diterima di semua perusahaan itu," ungkap Maehara sebelum pertanyaan-pertanyaan meluncur padanya. "Jadi?"
"Aku tidak tahu lagi," jawab Okano.
Isogai menggeleng.
Maehara tidak perlu bertanya pada Kataoka karena gadis itu sudah bilang tidak tahu saat mereka mengobrol berdua tadi.
"Kenapa hanya aku yang bernasib begini?"
"Kau berlebihan menanggapinya Maehara."
"Kau tidak tahu kalutnya perasaanku Okano, karena kau masih kuliah."
"Kau menghinaku Maehara."
"Faktanya. Salahmu sendiri kau terlalu fokus pada kegiatan klubmu dan mengesampingkan belajar."
Okano meringis.
"Kau setelah lulus nanti pasti juga mudah mendapatkan pekerjaan karena kemampuanmu, menjadi guru olahraga atau pelatih di gym."
"Aku memang merencanakan itu."
"Isogai juga. Bahkan sebelum kau kuliah pemilik kafe sudah menawarkanmu menjadi manajer. Kenapa hidupmu enak sekali?"
"Sebenarnya aku disuruh kuliah agar bisa menjadi manajer," ungkap Isogai.
"Isogai sudah bekerja keras Mae. Dan Isogai dinilai cocok mengemban tanggung jawab itu," kata Kataoka. "Sudah sepantasnya Isogai mendapat jabatan itu, ia sudah sepuluh tahun bekerja di kafe ini sejak SMP."
"Oke, oke, tapi kenapa hanya aku yang sulit mendapatkan pekerjaan?" keluh Maehara entah untuk keberapa kalinya.
"Kau juga bisa gunakan kemampuanmu Maehara," saran Isogai.
"Yang mana? Keahlianku bertarung menggunakan pisau?"
Semua menggeleng.
"Tapi kau baik hati Mae, itu jadi kelebihanmu kan?"
"Baik hati bukan sebuah bakat atau kemampuan Okano. Tidak ada yang memperkerjakan seseorang hanya karena ia baik hati," balas Maehara. "Sepertinya aku tidak memiliki kemampuan apa pun."
"Ada! Satu, menggoda wanita," jawab Kataoka. "Kau juga menyukainya. Ada juga pekerjaan untuk itu, sebagai host."
Maehara nyengir. "Itu list keduaku."
"Harusnya kau meletakannya di urutan terakhir bukan, Maehara?"
"Hora Okano, apa kau cemburu jika aku menggoda perempuan lain?"
Okano merotasikan bola matanya. "Yang benar saja."
"Maehara, ada yang ingin kau lakukan? Minatmu mungkin?" tanya Isogai.
"Duduk manis dan uang berdatangan sendiri."
Kataoka menatapnya horor. "Mati saja sana!"
Pemuda bersurai langit jingga itu terkekeh pelan. Ia menyeruput kopi yang dihidangkan Isogai tadi.
"Nagisa begitu lulus langsung menjadi guru magang. Karma juga dipanggil bekerja di kantor pemerintahan. Nakamura yang mengambil kelas hubungan diplomatik luar negeri dan bahasa Inggris juga sudah melamar dengan kemungkinan tinggi diterima. Kenapa aku tidak bernasib sama dengan mereka?"
"Mungkin karena kau berperilaku buruk Mae, itu bisa jadi karma."
"Lalu Akabane itu luput dari daftar karma? Dia jauh lebih buruk dari pada aku. Jauh." Maehara menekankannya dua kali.
Isogai tertawa kecil. "Bukannya karma sudah melekat padanya sejak dia lahir?"
"Hanya sebatas nama." Maehara mendengus. "Chiba, Okajima, Sugaya, Takebayashi, Okuda, Kanzaki, Hazama, Itona, Muramatsu, Yoshida, mereka sudah mendapatkan apa yang ingin mereka kerjakan. Dan bahkan Terasaka, kenapa aku tidak?"
"Dosa di masa lalu Mae. Mungkin kau melakukannya terlalu banyak," ucap Kataoka.
"Mungkin aku dulunya pangeran culas yang suka main wanita."
"Oh, kukira itu dirimu yang sekarang Maehara," kata Okano. Dia menyeringai kecil.
"Terima kasih sudah mengingatkanku Okano. Mungkin gara-gara kau di masa lalu yang menolak cintaku yang membuatku seperti itu."
Okano mengerutkan dahi. "Memang apa hubunganku denganmu sampai aku harus ada di setiap kehidupanmu?"
"Calon istriku, mungkin?" Maehara menambahkan senyum.
Okano berlagak muntah.
"Kita tidak di sini untuk membicarakan hubungan kalian berdua. Masih ingat ada yang bilang itu tadi?" ujar Isogai. "Mae, sebenarnya aku punya ide."
"Apa?" tiga orang yang menyahuti.
Isogai menyuguhkan senyuman terlebih dulu, sedikit terlihat tidak yakin. "Menjadi... model?"
"Ah!"
Lagi, mereka bertiga menjentikkan jari secara bersamaan.
"Kenapa tidak terpikirkan?"
"Mungkin itu yang paling cocok."
"Aku sudah memikirkan itu sejak lama sebenarnya," ucap Isogai.
Hanya si tokoh pembicaraan yang tampak tidak yakin. Ia menatap teman-temannya ragu. "Kalian yakin aku bisa? Sepertinya aku tidak pandai berakting."
"Kenapa pesimis Mae? Kau bisa jika kau mau." Isogai menenangkan.
"Coba saja, kau mungkin cocok di bidang itu," dukung Kataoka. "Bukan aktor, kau hanya perlu bergaya di depan kamera. Tidak ada akting atau menghafal naskah."
Maehara tampak berpikir. Ia menatap semua sahabatnya satu-satu secara bergantian.
"Kau bisa Mae."
"Coba saja, kami akan membantu."
Maehara tersenyum. Ia mengangguk.
"Ne Okano, kau tidak mauendukung suami masa depanmu ini?"
Okano melotot. "Aku bahkan belum menerima perasaanmu Mae."
"Jadi ada kesempatan diterima ya? Belum bukan berarti tidak kan?"
Okano membisu.
"Okano?"
"Jika itu tidak membuatmu menjadi host, lakukan saja. Berjuanglah."
Maehara tersenyum lebar. Ia memberi hormat pada Okano. "Siap komandan!"
.
.
.
Finished
.
.
.
Fic ringan dengan obrolan biasa. Nggak ada niatan khusus, cuma pengen buat aja. Dan MaexOka nyempil-nyempil dikit :D
