Jimin/Taehyung | AU | drabble | Trigger Warning | I don't take any profit with this chara
.
Do not plagiarize.
.
Enjoy!
.
.
.
.
Dalam sebuah ruangan di suatu waktu hanya ada aku dan dia; seorang pemuda bermarga Kim yang sangan asing namun terasa begitu dekat denganku. Asing karena aku baru pertama kali melihatnya dan terasa dekat karena dia menyatakan dirinya sebagai keturunan keluarga Kim yang terhormat.
Taehyung, Kim Taehyung akunya. Jangan salah paham aku merasa dekat dengannya karena kami satu keturunan. Tetapi sungguh, aku adalah pewaris keluarga Park. Dan itu jelas kami sama sekali berbeda.
Karena pemuda itu diutus hingga muncul dihadapanku tak lain hanyalah...
...sebagai Tunanganku.
Tanpa kusadari dirinya telah berada tepat di sampingku. Aku terkesiap untuk sedikit melangkah lebih jauh darinya. Namun, dengan cepat lengan rampingnya melingkar di lenganku.
Jantungku berdegup kencang. Ini pertama kalinya aku berada dekat dengan seorang pemuda seumuranku. Terlebih dia adalah seorang anggota keluarga Kim...
Iris cokelat terang melapisi kedua bola matanya, hidungnya yang bangir dan mancung menyeimbangi kedua pipinya yang tampak kemerahan, bibirnya merah laksana kuncup mawar. Sebuah pahatan Tuhan yang sempurna itu kini menatapku. Mungkin lebih tepatnya mencuri tatapanku. Memaksaku untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya. Aku seperti telanjang di hadapannya.
.
"Sudahlah, aku terlalu banyak bercerita denganmu."
Tak kusangka waktu bergulir cepat semenjak aku berada dalam ruangan ini bersamanya. Dan dia masih saja tak beranjak se-inchi pun dari tempat dimana dia melingkarkan lengannya padaku dan aku terus bercerita tentang bagian diriku yang seharusnya tak perlu di ceritakan.
Ah lidah ini mungkin perlu asahan yang lebih kecil lagi. Tetapi, kurasa Taehyung menikmatinya. Dia terus bertanya dan mengagumiku.
Taehyung menghembuskan nafasnya dengan berat dan semakin mendekatkan dirinya padaku hingga aku memeluknya karena tak dapat beranjak dari tempatku berdiri. Dengan nada lemah layaknya seorang putri—jika ia perempuan—ia mulai bertanya lagi untuk yang ke sekian kalinya.
"Lalu bagaimana akhirnya dengan Kim Seokjin yang ternyata kakakmu itu?"
Aku mendesah pelan. Terlalu banyak yang sudah kuceritakan. Bahkan sampai mendekati akhir cerita.
"Tidak, aku menyesal telah menceritakannya padamu. Aku tak pernah cerita bagian itu pada siapapun." aku menolaknya.
"Jangan menyesal. Jadi bagaimana akhirnya?" Taehyung memiringkan kepalanya dan tersenyum manis menghadapku.
"Tidak, berhentilah bertanya."
"Aku tahu kau mau menceritakannya."
"Aku tak pernah menceritakannya pada siapapun."
"Sungguh, kau bisa percaya padaku, Jimin."
Aku sedikit terperanjat. Aku benci perkataan itu. Jangan pernah percaya pada orang yang mengatakan dirinya dapat dipercaya.
"Ayolah." kembali Taehyung membujukku. Dia membujukku dengan kelembutan mengiris-iris. Kelembutan yang membuatku sedih dan ingin menangis. Taehyung kemudian memelukku, dan kamipun berpelukan.
Sesaat aku menghirup aroma madu yang lembut dari rambut pirangnya yang memesona. Tangan kiriku memeluknya. Sedangkan di tangan kananku menggenggam benda kesayanganku yang selalu kubawa setiap saat di sisiku. Sebilah belati lipat panjang pemberian ayahku yang baru kusadari belum kuceritakan pada Taehyung dan merupakan penghantar akhir dari cerita.
Dengan cekatan kutarik belati kesayanganku itu dari tempatnya tepat di pinggang kananku. Kemudian dan tanpa ragu kubenamkan ujungnya pada punggung kiri Taehyung yang memelukku sampai sekiranya ujung belati itu muncul kembali menembus jantung pada dada kirinya.
Selanjutnya kami terduduk berdua, sementara tubuh Taehyung terkulai lemah di pangkuanku. Dirinya yang lemah terlihat sangat lemah. Kucabut perlahan belatiku yang menancap di punggungnya. Taehyung masih mendesah kesakitan. Mungkin rasanya linu. Kemudian aku menatap pada luka di dadanya dan mengusapnya perlahan hingga darah hangatnya melumuri jari- jariku dan tuxedo khaki yang dikenakannya. Dan Taehyung masih mendesah kesakitan sampai suaranya makin melemah.
Aku tersenyum. Senyumku melebar menjadi tawa. Tawaku bersuara dan menggema di ruangan ini. Aku merasa lega.
"Inilah yang terjadi selanjutnya pada Kim Seokjin. Meski sedikit berbeda karena belatiku ini menyentuh lehernya."
Aku kembali tersenyum dan tertawa. Tubuhku terasa melayang-layang seperti burung di antara deruan nafasnya yang kesakitan.
Sementara suara tawaku makin terdengar oleh telingaku. Aku tak mengenali suara tawaku. Hei suara tawa siapa ini?
.
.
.
.
End.
.
.
Nb : ada riset (jangan terlalu percaya juga) yang bilang kalo orang keranjingan selfie itu bisa jadi cenderung psiko. Tiba-tiba keinget 95z yang hobi selca dan yeah...
well ini reka-ulang fanfic punya sendiri yang pernah dipublish jaman baheula taun 2011 ._. Iseng aja sih malem jumat.
Oke, terima kasih sudah membaca sampai sini. Apalagi yang sempet komentar :'3 hihi
.
.
This story © by Phylindan.
