No One Come
Hyukjae menghela nafasnya perlahan, mendudukkan dirinya di pinggiran jendela rumahnya, merapatkan cardigan yang ia pakai dan menyesap sedikit coklat panas yang ia buat sebelumnya. Menyingkap sedikit gordyn yang tadi sudah di tutupnya karena hari sudah beranjak malam, dan menatap sebentar halaman depan rumahnya yang sepi, dan hanya terdengar suara hujan yang menemaninya malam ini.
Hyukjae kembali mendesah. Menaruh mug yang tadi baru diminum sedikit ke pinggiran jendela, dan kembali menutup gordyn itu lalu beranjak meninggalkan jendela menuju sofa, meraih remote di meja depannya kemudian menekan tombol powernya. Menatap tidak minat pada layar televisi di hadapannya. Beberapa menit kemudian dia kembali mematikannya dan kembali duduk di dekat jendela. Kembali menyingkapkan gordynnya, dan menumpu kepalanya diatas kedua lengannya, menatap air yang berjatuhan di luar sana.
Malam ini dingin.
Tapi tidak dipedulikannya. Dia terus menatap hujan dan membawa pikirannya ke kejadian beberapa tahun lalu.
-FLASHBACK ON-
Hyukjae kecil duduk di beranda kamarnya, menunggu kedua orang tuanya yang tidak kunjung pulang meskipun jarum pendek sudah menunjukkan pukul 11 malam, yang artinya kedua orang tuanya telat.
Tidak dipedulikan tubuh kecilnya yang sudah menggigil karena udara yang semakin dingin di luar, dia hanya ingin menunggu orang tuanya pulang. Kalau kata eommanya kemarin di telepon, appa dan eommanya akan sampai di Seoul pukul 7 malam, dan seharusnya sekitar pukul 9 tadi mereka sudah tiba. Tapi entah kenapa sampai sekarang mereka juga belum sampai dirumah.
Bohong kalau Hyukjae tidak khawatir, dia amat khawatir tentu saja.
-CKLEK-
Pintu beranda Hyukjae terbuka, menampakkan sesosok yeoja paruh baya yang mengenakan baju kepala maid yang menatap sedih tuan mudanya yang tertidur di beranda dalam keadaan yang sudah dingin seperti ini.
Yeoja itu masuk kembali dan mengambil selimut Hyukjae guna untuk menyelimuti tubuh mungil itu dan mengangkatnya ke kamar.
"Ngh…"tepat saat yeoja itu menidurkan tubuh Hyukjae diranjang miliknya, Hyukjae terbangun dan membuka matanya.
"Ahjumma… apa appa dan eomma sudah sampai?"Tanya Hyukjae dengan suara seraknya.
Yeoja itu menatap sedih Hyukjae, matanya berkaca-kaca dan akhirnya menetes.
"Ahjumma kenapa menangis?"Tanya Hyukjae polos, meletakkan tangan mungilnya di pipi yeoja itu mengusap air mata yang mengotori pipi yang sudah mulai keriput itu dengan lembut.
"Hiks, tuan muda Hyukjae… tuan besar.. dan hiks.. nyonya…kecelakaan saat mereka hendak pulang…dan..mereka..hiks…sudah tiada tuan muda.."ujar yeoja itu sesenggukan.
Hyukjae terdiam. Dia bukanlah anak kecil yang tidak mengerti arti 'tiada'. Dia tau, karena dulu ia juga pernah merasakannya, saat anjing kesayangannya telah 'tiada' dia tau arti itu.. sangat tau.
"Tuan muda.."panggil yeoja itu saat melihat Hyukjae yang hanya terdiam dengan sinar mata yang meredup dan pandangan yang kosong.
"Tuan muda…tuan mudaaa"panggilnya berkali-kali, tapi tetap tidak ada sahutan, Hyukjae hanya terdiam. Tidak menyahut maupun merespon.
Selama pemakaman pun Hyukjae terus terdiam, saat semua orang memeluknya, mengucapkan turut berduka cita, tetap diam dan hanya menatap kosong serta datar kedua gundukan yang ada dihadapannya.
-FLASHBACK OFF-
Sekarang Hyukjae sudah kembali seperti semula berkat seseorang yang sudah menariknya keluar dari lubang keterpurukan yang sudah ia gali sendiri. Orang yang sudah mengubah hari-hari kelam Hyukjae menjadi lebih indah dari sebelumnya.
Dia adalah Lee Donghae, murid pindahan baru di SMA Hyukjae dulu, yang selalu mengusik ketenangan Hyukjae yang selama SMA selalu menghabiskan waktu istirahatnya di bawah pohon maple di belakang sekolah. Melakukan hal-hal konyol sehingga Hyukjae mampu menarik kedua bibirnya untuk tersenyum kembali setelah lama tidak pernah tersenyum. Terasa kaku, tapi untuk ahjumma Song yang merupakan kepala pelayan rumah Hyukjae sudah amat bersyukur dan amat berterima kasih pada Donghae.
Hingga saat Hyukjae sudah kuliah, ia kembali merasakan kehilangan, ahjumma Song yang selama ini menemaninya kembali 'tiada' karena sudah berumur. Hyukjae kembali menggali lubang itu. membuat Donghae geram sendiri, mendatangi Hyukjae yang kembali duduk dengan menatap kosong sekelilingnya. Menarik lengan Hyukjae dan menamparnya. Membuat orang-orang yang berada di sekelilingnya terkejut dan hendak menghentikan Donghae, tapi terdiam saat Donghae mengeluarkan kotak cincin dari saku jas hitam yang ia pakai.
'kalau kau tidak ingin sendiri, tinggalah bersamaku! Mungkin aku memang belum memiliki penghasilan, tapi aku mencintaimu dan aku berjanji akan membahagiakanmu dan tidak akan meninggalkanmu sendirian. Untuk itu menikahlah denganku!'seru Donghae dengan lantang saat itu.
Memang itu bukanlah lamaran yang romantis, malah buruk menurut semua orang, tapi toh Hyukjae menganggukkan kepalanya dan langsung memeluk erat tubuh Donghae tanda ia menerimanya.
Mereka menikah seminggu setelah lamaran itu, bukan pernikahan mewah, tapi bukan itu intinya kan? Yang penting janji suci mereka. Dan Donghae bekerja paruh waktu sampai dia mampu membangun rumah ini, dan sekarang dia sudah menjadi direktur di perusahaan appa Hyukjae dulu. Tidak buruk bukan?
Hyukjae kembali menolehkan kepalanya untuk melihat jam, pukul 11, Donghae belum pulang. Membuat perasaan khawatir menyelinap kembali ke relung hati Hyukjae.
Tanpa sadar, Hyukjae tertidur, sampai ia tidak tau kalau ada sebuah taxi yang berhenti didepan rumahnya, menurunkan seseorang dengan setelan jasnya berlari menggunakan payung dan langsung masuk rumah.
"Ceroboh"gumam orang itu yang ternyata adalah Donghae, saat menyadari ternyata pintu rumah mereka tidak terkunci. Dia melipat payung tadi dan menaruhnya di tempatnya, lalu melepas kedua sepatunya, memakai sandal rumah dan masuk dengan perlahan takut membangunkan istrinya yang mungkin saja sudah tertidur.
Terkejut saat melihat ternyata sang istri tertidur di kursi dekat jendela dengan kepala menelungkup di kedua tangannya yang bersender di pinggir jendela.
"Kalau kau sakit bagaiamana,.."desis Donghae, menaruh tas kerjanya di sofa, melepas jasnya dan menyelimuti tubuh Hyukjae kemudian dengan perlahan mengangkat tubuh Hyukjae dan membawanya ke kamar mereka di lantai atas.
"Nggg.."Gumam Hyukjae terbangun dari tidurnya saat Donghae menidurkan tubuhnya di ranjang mereka.
"Maaf, aku membangunkanmu"ujar Donghae mengelus pucuk kepala Hyukjae, Hyukjae menolehkan kepalanya kesamping dan menatap Donghae lama. Kemudian memeluknya erat.
"Hae…hiks…hae…"racau Hyukjae sambil terisak.
"Eh? Kau kenapa baby?"Tanya Donghae bingung mengelus-elus punggung sempit Hyukjae.
"Hiks, kau tidak pulang-pulang… di luar hujan. Hiks, kau tidak memberikan kabar apa-apa… aku takut.. hiks, takut kalau kau tidak pulang seperti…seperti…hiks.. appa..dan eomma.."ujar Hyukjae sambil terisak. Mendengar itu membuat Donghae tersenyum kecil dan menepuk-nepuk punggung Hyukjae.
"Mianhe… mobilku mogok ditengah jalan. Dan handphoneku mati. Jalanan sudah sepi jadi aku menunggu taxi"jelas Donghae membuat Hyukjae melepaskan pelukannya dan menatap Donghae yang sedang berdiri dengan lutut di bawah ranjangnya.
"Jeongmal?"Tanya Hyukjae dengan bekas air mata di kedua pipinya.
"Eum.. mianhe, ne"Donghae mengusap kedua pipi itu, mengecup kedua mata Hyukjae, hidung, dan berakhir di bibir pouty Hyukjae.
"Dan aku sudah berjanji tidak akan meninggalkanmu, hm? Jangan takut ne?"Donghae kembali mengecup bibir Hyukjae.
"Eum, saranghae."ucap Hyukjae di sela-sela kecupan-kecupan Donghae di bibirnya.
"arraseoyo.. aku lebih lebih lebih lebih lebih dari mencintaimu"ucap Donghae sebelum mencium bibir itu lebih dalam.
-THE END-
No comment, thanx for reading.
