Classic Ballad
A Sengoku Basara Fanfiction
Rate: T
Genre: General and Romance
Pairing: Keiji x Hanbei
Language: Bahasa Indonesia
Chapter 1
(Hanbei's POV)
London, 18 Desember 2005, 07.00 AM,
Kubuka tirai jendela di kamarku. Kamar dengan wallpaper ungu dengan motif ombak yang menyejukkan hati. Terlihat jelas pemandangan di luar jendela. Bersalju. Ya, salju mulai turun sejak kemarin. Ah, senangnya melihat salju menghujani jalanan. Pasti rasanya menyenangkan bermain di antara salju-salju itu. Setelah membuka jendela, merapikan tempat, aku bergegas menuju dapur dan membuat cokelat panas. Aku senang sekali dengan cokelat panas, rasanya yang manis dan bisa menghangatkan tubuh. Kubawa gelas kesayanganku yang berisi cokelat panas dan berjalan pelan menuju meja kerjaku yang berada di ruang tamu. Kutarik kursiku dan duduk sambil meminum cokelat panasku. Kuletakkan gelasku tepat di sebelah laptop VAIO milikku dan siap untuk mengetik.
Namaku Takenaka Hanbei. Aku baru saja memasuki usia 22 tahun. Sekarang aku bekerja sebagai novelis. Ya, memang bukan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang banyak. Tapi karena aku suka sekali menulis, jadi aku memilih karierku sebagai novelis. Pengarang favoritku adalah William Shakespear dan J.K. Rowling. Aku lulusan Universitas Cambridge jurusan Sastra. Aku lulus dari universitas ketika usiaku 20 tahun. Aku pindah ke Inggris ketika SMA. Dan sekarang aku tinggal di sebuah apartemen, yang beralamat di 221C Baker Street.
Saat aku SMP kelas 2, aku mengikuti program percepatan ke kelas 3 pada semester 2. Banyak guru yang berkata bahwa pengetahuanku sangat luas, makanya mereka memindahkanku. Tak hanya para guru, banyak juga orang yang memberiku beasiswa pada saat itu. Aku telah merilis 3 novel, yaitu Umbrella under the Dark, Tears of the Eldest dan Le Cafe. Ketiganya memiliki satu genre yang sama, yaitu klasik, dan dibuat dengan kedua tangan yang dimiliki H.T.; pen name ku.
(POV ends)
Hanbei terus menatap layar laptopnya. Ia tak tahu apa yang harus dia ketik selanjutnya. Ia terus meremas rambutnya dengan resah. Imajinasinya belum bisa ia jalankan dengan lancar. Suhu ruangan yang dingin membuatnya tak bisa berkonsentrasi. Akhirnya, Hanbei mengeluarkan iPod dari kantong bajunya, dan memasangkan earphone di kedua telinganya. Hanbei men-scroll layar iPod nya dan memilih lagu "Cascada-Night Nurse" untuk didengarkan.
"It's critical, cuz' your body gonna rock just like a chemical ~" Hanbei mulai bernyanyi.
Ah, akhirnya, imajinasinya bisa kembali berjalan dengan lancar. Ia mulai mengetik dan menumpahkan seluruh ide yang sudah ia susun ke novel terbarunya itu. Sambil mengetik, Hanbei menggerakkan kepala dan kakinya yang berdansa akibat lantunan lagu Cascada yang ia dengarkan sekarang. Selama ia mengetik, ia tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang membaca hasil imajinasinya itu dibelakang dirinya.
"Hayoo! Lagu apa itu?" Mitsunari berseru dari belakang.
Hanbei pun terkejut sampai ia loncat dari kursinya. Mitsunari yang melihatnya langsung tertawa kencang. Suara tawanya yang bagaikan suara bass berdentum ke seluruh sudut ruangan.
"Aduh...Mitsunari..! Jangan membuatku terkejut dong..." Hanbei pun berdiri sambil mengusap kepalanya dan melepas kedua earphone yang menyangkut di kedua telinganya.
"Haha, maaf ya, kak Hanbei." Mitsunari pun berhenti tertawa dan tersenyum.
(Hanbei's POV)
Perkenalkan, dia Mitsunari Ishida, teman satu apartemenku. Kami sudah lama berteman sejak kecil, jadi kami saling mengerti perasaan satu sama lain. Tahun ini, dia akan lulus S3 jurusan Arkeologi di Universitas Newcastle. Sungguh luar biasa, bukan?
(POV ends)
"Cascada, Night Nurse. Guess who's on the night shift?" Hanbei pun melucu. Mitsunari hanya tertawa.
"Bagaimana dengan novelnya?" Mitsunari bertanya.
"Masih di chapter 5." jawab Hanbei sambil menghela nafas. Terlihat uap keluar dari bibirnya yang hampir kering itu, menandakan bahwa suhu ruangan saat ini dingin.
"Chapter 5? Itu masih terlalu jauh!" Mitsunari berteriak dan memasang wajah 'Y U NO' dan 'ME GUSTA' di hadapan Hanbei. Dan sekarang, giliran Hanbei yang tertawa.
Hanbei pun kembali duduk dan mulai mengetik. Mitsunari pun mengambil kursi dan duduk di sebelah Hanbei sambil meminum hot mocca kesukaannya.
"Mau kubantu?" tanya Mitsunari.
"Ya, silahkan saja." jawab Hanbei sambil terus mengetik. Ia tak boleh melepas pandangannya dari layar, atau tidak ia bisa saja melakukan kesalahan.
"Jangan lupa masukkan namaku dalam credits ya~" Mitsunari berseru dan tersenyum bahagia. Hanbei pun kembali tertawa.
Cukup lama mereka tertawa, tiba-tiba saja...
RRRRRRRRRRRRRRRR
Itu bunyi getaran handphone-nya. Mitsunari pun langsung mengambil handphone dibalik kantong celananya.
"Ada sms dari Kasuga-san."ucap Mitsunari. Hanbei pun tersenyum.
"Apa katanya?" Hanbei berhenti mengetik dan menghadap Mitsunari.
"Dia menanyakan tentang keadaanmu."
"Kita baik-baik saja, balas padanya seperti itu."
Mitsunari pun mulai mengetik keypad Blackberry Gemini miliknya untuk membalas sms dari Kasuga.
"Kakak ini...kakak kan fiancée-nya. Masa gak mau balas?" ejek Mitsunari. Hanbei hanya tersenyum.
(Hanbei's POV)
Kasuga adalah fianceeku. Kami pertama kali bertemu di sebuah cafe di Australia. Dia memang cantik, ukuran dan bentuk dada yang diinginkan, rambut pendek di belakang dan panjang di sisi kiri dan kanannya, pirang dan mata cokelatnya yang terlihat indah. Ah..para pria pasti iri. Aku baru mengetahui bahwa dia adalah anak angkat dari keluarga Toyotomi. Keluarga Toyotomi lah yang mempunyai gedung percetakan tempat dimana aku merilis novel-novelku, Toyotomi Publisher. Aku ditunangkan oleh Kasuga bukan karena cinta, namun karena kedua orang tuaku ingin mempunyai menantu anak orang kaya. Lagipula, kami tidak saling mencintai. Kami hanya 'berakting' romantis agar orang tua kami tidak kecewa. Dasar orang tua zaman sekarang, dimana-mana hidup seseorang akan bahagia bila dipenuhi cinta, bukan harta...
(POV ends)
Hanbei pun membalikkan badan mengarah pada laptop dan kembali melanjutkan novelnya. Batasnya tinggal 2 hari lagi, dia harus segera memberikan hasilnya pada editornya sebelum ia bisa melanjutkan chapter berikutnya.
Canterbury, 18 Desember 2005, 10.00 AM,
(Hanbei's POV)
Senang rasanya sudah menyelesaikan sebagian cerita! Bersantai keliling Canterbury bisa membuat pikiranku jernih . Pergi melihat Marlowe Theater, University of Kent Students' Union's T24 Drama Society, The Canterbury Players dan Kent Youth Theater.
Setelah mengelilingi beberapa theater, aku pergi ke mall untuk membeli beberapa kebutuhan dan pakaian, terutama denim dan syal, kau bisa merasakan kelembutan dan hangatnya mereka itu. Dan tak lupa, membeli cokelat bubuk dan kopi untuk menghangatkan tubuh. Tampaknya aku akan membawa banyak belanjaan, Mitsunari...cepatlah pulang...memang di McDonald ada acara apa sih...?
Setelah berbelanja cukup lama, paling tidak 5 jam, aku pun keluar dari mall dengan membawa 5 tas plastik yang berisi barang belanjaan. Memang berat, tapi inilah yang harus kulakukan. Kupanggil taksi, taksi itu menghampiri dan aku langsung masuk ke dalam. Selama perjalanan pulang, terlihat seluruh jalanan diselimuti oleh salju yang lembut dan dingin. Aku terus memandangi salju-salju itu dari dalam taksi, rasanya menyenangkan ya? Bisa bermain di luar sana tanpa harus mengejar deadline novel...
(POV ends)
221C Baker Street, 18 Desember 2005, 15.00 PM,
Sesampainya Hanbei di apartemennya di alamat 221C Baker Street, ia pun langsung membayar dan bergegas keluar dan lari menuju pintu masuk dan menaiki tangga. Kamar Hanbei dan Mitsunari terletak di lantai 4, jadi hanbei harus bersabar dan harus bisa menggunakan seluruh 'sisa' kekuatannya untuk menaikki tangga. Sesampainya di depan kamar, Hanbei mulai mengeluarkan kunci dari kantung bajunya dan memasukkannya ke dalam lubang kunci di gagang pintu. Ketika ia mendengar suara dari gagang pintu, Hanbei langsung membuka pintu dan masuk ke dalam kamar dengan sempoyongan karena kecapekan. Ia melihat Mitsunari sedang mengunyah kentang gorengnya.
"Fafah felaf...(Kakak telat...)" ucap Mitsunari sambil menelan kentang gorengnya.
"Hhh...hh...aku sudah miss call 2 kali lho...Kok gak diangkat...?" tanya Hanbei dengan nafas yang terputus-putus. Dia harus menenangkan dirinya agar nafasnya teratur. Ia pun menaruh barang belanjaannya di kursi ruang tamu. Hanbei berjalan menuju kulkas dan segera mengambil botol air minum dan meminumnya.
"Aku bertemu dengan teman kuliahku, beda jurusan, sudah 6 bulan tidak bertemu, makanya kita ngobrol-ngobrol sebentar." Mitsunari pun menjawab. Dia mulai merapikan barang belanjaan karena ia tahu teman sekamarnya sedang kecapekan. Ia tahu temannya butuh istirahat.
"Siapa?" Hanbei bertanya. Ia segera duduk di kursi ruang tamu.
"Tokugawa Ieyasu, Sastra Perancis. Teman dekat Dr. Takeda Shingen, dokter bedah yang satu-satunya orang Jepang, bekerja di St Thomas' Hospital." Mitsunari menjawab sambil menyimpan bungkusan kopi di lemari atas di dapur.
Hanbei hanya diam. Bukannya karena ia mempunyai dendam pada orang itu, ia sedang berusaha mencari oksigen untuk dihirupnya agar nafasnya teratur. Mitsunari yang sudah selesai membereskan barang belanjaan langsung duduk di sebelah temannya dan menepuk pundak temannya itu. Hanbei pun menengok ke arah Mitsunari, tampaknya nafasnya sudah mulai teratur kembali.
"Malam ini mau ke Starbucks gak? Ada live music, lho. Ieyasu magang di sana bareng teman-temannya, sekalian aja kak Hanbei sama Ieyasu dan teman-temannya kenalan, siapa tahu ada yang punya kegemaran yang sama." Kelihatannya Mitsunari berusaha mengajak Hanbei untuk datang.
"Boleh saja..." jawab Hanbei, walau masih terlihat lemas, tampak bahwa nafasnya sudah mulai teratur kembali.
Mitsunari kembali menepuk pundak Hanbei.
Starbucks Coffee, 18 Desember 2005, 22.00 PM,
(Hanbei's POV)
Disinilah kami, Starbucks Coffee. Mitsunari, selamat datang di surga para pecinta kopi. Bukannya aku tidak menyukai kopi, tapi aku lebih suka minum Nescafe. Kami duduk tepat di depan panggung kecil dimana biasanya pertunjukkan band-band dilakukan. Setelah 2 menit, akhirnya ada satu band yang maju ke atas panggung. Mungkin sudah waktu mereka untuk tampil. Terlihat 5 mahasiswa dan 2 remaja yang kelihatannya masih SMA. Sang vokalis berambut cokelat yang rambutnya menyentuh kedua pundaknya dan memakai eyepatch disebelah kanan. Lalu, seorang gadis berambut putih yang hampir mirip dengan warna salju, dikuncir kepang dua. Kelihatannya gadis itu menjadi backing vocalnya. Kemudian, dua gitaris, yang satu berambut abu-abu dengan rambut yang mirip seperti bajak laut, memakai eyepatch di mata kirinya, sementara satunya mempunyai bentuk rambut yang aneh, dia menguncir poninya. Dan bassis berambut cokelat bergaya mohawk yang juga berotot, para wanita pasti banyak yang menyukainya. Kemudian, drummer yang kelihatannya terlihat sangar, dia mempunyai bekas luka di pipi kirinya, rambutnya seperti diberi gel rambut agar tidak berantakan. Kelihatannya mereka semua mempunyai warna mata yang sama, yaitu cokelat. Kecuali untuk si rambut bajak laut itu, warna matanya biru. Rasanya aku sudah menganalisa seluruh anggota—Tunggu, kenapa ada keyboard disana?
Lalu datanglah seseorang dengan rambut panjang yang dikuncir dengan kunciran yang unik dan hiasan bulu yang memperindah rambutnya. Mata dengan warna cokelat yang begitu menggoda. Tubuhnya yang besar dan berotot, idaman seluruh wanita. Sepertinya ia tidak sendirian, terlihat ada seekor monyet kecil yang menyangkut di pundaknya. Aku...terus menatap dirinya...Kenapa aku terus menatapnya? Tak kupalingkan saja pandanganku darinya?
(POV ends)
Sang vokalis pun mencabut mic dari pot-nya an mulai berbicara.
"Malam ini, kami, Aluminium, akan mempersembahkan lagu The Ballad of Monalisa yang dipopulerkan oleh Panic at the Disco."
Lagu diawali dengan bunyi khas xylophone yang memainkan nada riang khas dari lagu, dilanjutkan dengan alunan bunyi instrumen yang lain.
"She paints her fingers with a close precision
He starts to notice empty bottles of gin
And takes a moment to assess the sin she's paid for..."
Mitsunari menoleh ke arah Hanbei. Ia hanya menatap temannya yang sedang menatap seseorang.
"Vokalis itu bernama Masamune Date, jurusan musik, dia mengambil vokal. Lalu bassis, Ieyasu tokugawa, yang baru saja bertemu denganku pagi ini, jurusan Sastra perancis. Lalu gitaris pertama, yang berambut abu-abu, Motochika Chosokabe, jurusan Akuntansi. Gitaris kedua, Ranmaru Mori, kelas 3 SMA Westminster School, Science streaming. Lalu, backing vocal, Itsuki, kelas 3 SMA Westminster School, Social stream. Kemudian, drummer mereka; Kojuuro Katakura, kakak sepupu dari Masamune Date, jurusan Animal Behavior. Dan yang terakhir, keyboardist mereka, Keiji Maeda, jurusan musik, dan dia mengambil piano klasik." Mitsunari menjelaskan secara panjang lebar dan menengok ke arah hanbei.
Hanbei tak merespon Mitsunari. Ia terlalu sibuk dengan urusannya. Menatap seseorang yang tampaknya menarik perhatian Hanbei. Mitsunari yang mengerti apa yang terjadi pada Hanbei, memutar kepalanya dan kembali menonton pertunjukkan band Aluminium itu.
"Keiji...Maeda..."
"Kelihatannya selera kalian berdua sama, menyukai sesuatu yang klasik seperti Mozart, Beethoven, lalu Shakespeare.." Mitsunari terus melanjutkan ucapannya.
Hanbei merasa sangat kagum ketika Mitsunari bercerita kepada Hanbei bahwa ada seseorang yang setipe dengannya.
("Aku..harus mengenal dirinya.")
To Be Continued
Don't ask me kenapa ceritanya abal gini, ini tuh cerita cliche!
Reviews, okay. Favourites, fine. Bad reviews, it's okay. Critics, well help me.
