Story and Plot – Star_Bening

Warning – OC, OOC, Angst, Weird Phrasing, Author is still a noob please bear with it

.

.

Hari-hari di Kikunoji dari perspektif asisten seorang Saniwa.

.

.

.

Pertama kali aku menginjakkan kaki di Kikunoji, aku berusia 19 tahun.

Aku bukan seorang Saniwa, bukan –hanya rakyat biasa- tapi ia mendapatkan sebuah kehormatan untuk menjadi asisten seorang Saniwa.

"Saniwa-sama masih duduk di bangku kuliah karena itu Anda diminta untuk menjadi asisten beliau dalam menjalankan tugasnya sebagai Saniwa. Tentu saja, Anda akan mendapat bayaran yang sama dengan Saniwa-sama." Hanya itu yang dikatakan oleh petugas pemerintah saat aku datang menjawab surat mereka.

'Kau lupa aku juga sedang dalam umur anak kuliah, heh? Meskipun aku tidak kuliah...' aku merutuk dalam hati.

Jepang di tahun 2205 telah berubah banyak. Semenjak Perang Dunia ke-3 di tahun 2114, Jepang mulai memberlakukan lagi sistem titel bangsawan. Meskipun para bangsawan itu tidak memiliki kekuatan nyata, posisi mereka diturunkan secara turun-temurun dan memiliki prestige yang cukup tinggi di masyarakat. Titel bangsawan itu diberikan pada orang-orang yang dianggap telah memberikan sumbangsih besar pada negara. Tidak hanya satu orang saja, tapi dibutuhkan penilaian dari 3 sampai 4 generasi untuk mendapat gelar bangsawan itu. Sampai saat ini, ada sekitar 15 keluarga bangsawan yang telah dilantik dan terbagi dalam beberapa tingkatan.

Hal lain yang terjadi yaitu pemberontakan sekelompok orang yang menamai mereka dengan Time Retrograde Army di tahun 2198. Dari yang aku [maksudku orang awam] tahu, mereka adalah sekelompok orang yang berusaha untuk pergi ke masa lalu dan mengubah sejarah Jepang karena mereka kurang puas dengan keadaan Jepang yang sekarang. Kelompok ini telah dibasmi oleh pasukan militer Jepang di tahun 2203, tapi siapa yang menyangka bahwa konflik ini belum selesai? Penjelasan yang aku terima dari pihak pemerintah adalah sisa-sisa dari Time Retrograde Army melarikan diri melalui alat penembus ruang dan waktu. Karena itulah pihak Pemerintah Jepang berusaha untuk membuat alat yang sama dari yang ditemukan di markas utama Kementerian Pertahanan dan membentuk regu Saniwabito untuk membangkitkan pedang-pedang legendaris Jepang dan melawan pasukan Time Retrograde Army. Keberadaan regu Saniwabito ini juga dirahasiakan oleh negara seingga semua Saniwa yang terdaftar tidak akan diakui sebagai Saniwa secara publik.

Aku sendiri tidak sengaja mendaftarkan diri untuk menjadi asisten Saniwa. Saat itu ayahku baru saja dipecat dari pekerjaannya dan aku terpaksa putus kuliah karena tidak ada biaya. Adikku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas jadi aku terpaksa harus mencari kerja sambilan. Aku sudah berulang kali melamar pekerjaan paruh waktu tapi selalu saja ditolak. Aku memutuskan untuk duduk-duduk di taman dekat tempat terakhir aku melamar karena putus asa. Saat memikirkan kemana aku harus melamar berikutnya, seorang pria paruh baya mendatangiku dan memberiku secarik kertas. Ia menyuruhku untuk datang ke sebuah tempat keesokan paginya. Aku menjalani interview singkat dan dinyatakan lulus. Aku tidak menyangka bahwa tempat itu adalah kantor pemerintah untuk mengurus keanggotaan Saniwabito. Jadi, disinilah aku sekarang.

Setelah mengurus berbagai hal, hari ini resmi menjadi hari pertama aku bekerja sebagai seorang asisten Saniwa. Kadang aku bertanya-tanya kenapa mereka tidak langsung menjadikanku Saniwa saja. Tapi petugas yang kini berjalan di depanku ini mengatakan bahwa seorang Saniwa dipilih oleh pemerintah dengan kriteria-kriteria tertentu. Sementara aku, mereka bilang aku belum lolos persyaratan untuk menjadi Saniwa. Setelah melewati lorong yang panjang sekali dari ruang perjalanan waktu, aku sampai di depan pintu shoji dengan lambang Saniwa di depannya. "Saniwa-sama, saya Yamada Mai dari pemerintahan Jepang. Saya bersama Hisao Kimura-san yang akan menjadi asisten Anda." Kata petugas itu. Terdengar jawaban dari dalam beberapa saat kemudian, "Tentu saja. Silakan masuk Yamada-san, Hisao-san."

Petugas pemerintah itu, Yamada-san, membuka pintu shoji dan mempersilakanku masuk duluan. "Shitsureishimasu." Kataku. Sebuah tirai berwarna putih bersih menutupi figur sang Saniwa. Dari tempatku duduk, yang terlihat hanyalah siluet seseorang yang sedang duduk dan siluet meja pendek. 'Serasa menghadap kaisar di zaman Heian atau semacamnya.' Batinku. Aku mengedarkan pandangannya kesemua sudut ruangan. Beberapa kaligrafi, vas bunga, lukisan, globe dengan berbagai macam ukuran, perapian, rak buku. Cukup sederhana mengingat yang aku hadap adalah [katanya] ketua dari Saniwabito dan salah satu dari lima Saniwa pertama di Jepang. Aku mendengar pintu shoji ditutup sebelum Yamada-san duduk disebelahku.

"Saniwa-sama, Hisao Kimura-san disini akan menjadi asisten Anda." Kata Yamada-san. Siluet itu berdiri, lalu perlahan terlihat mendekati tirai yang memisahkan mereka. Yamada-san menyenggol lenganku dan menyuruhku untuk membungkuk sedikit. Kemudian, tirai itu terangkat.

Aku hanya melihat sekilas wajah sang Saniwa, namun aku tahu bahwa sang Saniwa masih sangat muda. Aku tidak akan percaya sang Saniwa sudah duduk di bangku kuliah jika Yamada tidak memberitahunya. "Ara... Yamada-san, Hisao-san, tolong jangan membungkuk seperti itu... Saya bukan orang dengan titel yang sangat tinggi atau apa. Tolong angkat kepala Anda." Kata sang Saniwa. Saat aku dan Yamada mengangkat kepala mereka, sang ketua Saniwa sudah kembali ke tempatnya duduk, namun tirai itu tidak lagi menutupi figurnya. Karena itulah, aku tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Nama saya Sadaharu. Salam kenal, Hisao-san."

Sadaharu, seorang figure skater dunia dan pemenang Olimpiade Musim Dingin tahun lalu adalah ketua Saniwabito? Sadaharu yang dijuluki Pangeran Es dari Dunia Fantasi itu? Sadaharu yang itu? Satu-satunya atlet yang tidak mencantumkan nama keluarganya hanya Sadaharu dari cabang figure skating. "Ah... Apa ada yang salah, Hisao-san?" Tanya sang Saniwa. Aku tergagap menjawab pertanyaan tiba-tiba Sadaharu –maksudku, Saniwa-sama. "A-ah... saya... saya hanya tidak menyangka bahwa seorang figure skater terkenal bisa menjadi seorang Saniwa." Jawabku terbata-bata. Sang Saniwa muda terbelalak, lalu tertawa. "Sou ka? Aku rasa hal ini memang tidak biasa ya?" Kata Saniwa dengan nada bercanda.

Yamada mengeluarkan satu map kertas berwarna coklat dengan stempel bertuliskan "RAHASIA" –ya, dengan huruf balok besar berwarna merah- dan menyerahkannya pada Saniwa. "Ini adalah file milik Hisao Kimura-san. Saya mohon Anda membacanya dan memberikan jawaban–" kata-kata Yamada dipotong oleh Saniwa. "Tidak perlu, Yamada-san. Saya rasa Hisao-san disini pasti mampu dan mumpuni untuk menjadi asisten saya. Saya tidak akan meragukan rekomendasi Perdana Menteri." Kata sang Saniwa. Wanita paruh baya itu hanya menghela nafas pasrah, "Baiklah, Saniwa-sama. Saya akan memberi tahu Perdana Menteri tentang hal ini. Hisao-dono, silahkan mengobrol lebih lanjut dengan Saniwa-sama. Saya permisi dulu." Kata Yamada sebelum bangkit berdiri dan meninggalkanku sendirian bersama Saniwa.

Aku menatap Saniwa di depanku dengan seksama. Melihat ia menari dengan anggun di atas es sudah biasa bagiku. Tapi, untuk melihat sang Pangeran Es di luar habitat aslinya –maksudnya diluar ice rink- adalah pemandangan yang asing untukku. Sang Saniwa muda mengenakan kimono biru muda dengan haori biru tua dan hakama berwarna putih bersih. Gaya rambutnya pendek rapi. Aura yang dikeluarkan oleh sang Saniwa sangat berwibawa dan tenang. Di tembok belakang tempat Saniwa duduk, terlukis lambang keluarga yang cukup asing ia lihat. Sepasang sayap dengan lambang tiga bangun hexagonal ditengahnya. Dalam bangun hexagonal itu terdapat bentuk bunga yang Kimura tidak tahu namanya. 'Lambang tiga hexagonal itu terasa familiar...' pikir Kimura.

"Baiklah–

"Pertama-tama, aku ucapkan selamat untuk Hisao-san yang telah terpilih untuk menjadi wakil Saniwa di citadel ini. Yoroshiku onegaishimasu." Kata beliau. "Karena itu, saya– tidak. Aku ingin Kimura-san bisa memanggilku dengan namaku. Aku tidak terlalu suka dengan formalitas-formalitas yang tidak penting. Jadi... mohon bantuannya, Kimura-san." Kata sang Saniwa dengan tersenyum. Aku sedikit terhenyak, tapi, aku membalas senyumnya. Mungkin hingga saat ini aku masih memiliki stigma bahwa sang Saniwa adalah orang yang sombong dan hanya melihatku sebagai bawahannya, Aah... betapa bodohnya aku ini.

"Tentu saja, Sadaharu-san." Jawabku. Sang Saniwa tersenyum dan mengibaskan tangannya pelan, "Sadaharu-kun juga tidak apa-apa. Aku lebih muda dari Kimura-san, kok." Sanggahnya. Aku ikut tersenyum mendengar pernyataannya. "Baiklah, Sadaharu-kun."

Sepertinya...

Aku akan menikmati momen-momen seperti ini...