A/N: OOC dimana-mana. Dan jelas-jelas AU. Ini yang terakhir, kalau aja Naruto punya UQ, gak mungkin UQ merana mikirin besok makan apa #curhat.
Aku di dunia ini untuk apa ya?
Untuk disiksa dan meilhat tawa mereka di tengah-tengah penderitaan yang kualami?
Kalau begitu, kenapa mereka tidak membeli boneka saja?
Kan lebih murah.
Dari pada harus membeli pada Tuhan dengan taruhan surga atau neraka, hidup atau mati.
Benar begitu bukan?
Chapter1
Keberadaanku
Jika ibu peri itu benar-benar ada
Aku ingin ia membantuku keluar dari kegelapan dan memasuki dunia yang penuh cahaya untuk bertemu seorang pangeran tampan seperti halnya Ciderella?
Jika 7 kurcaci itu juga benar-benar ada
Aku ingin mereka juga membantuku
sama halnya dengan apa yang mereka lakukan untuk Snow White
Membantuku pergi menuju dunia yang selama ini aku impikan
Dunia yang penuh kebahagian
bersama-sama orang yang aku cintai
Jika aku adalah Belle
Aku ingin memiliki ayah yang sangat sayang padanya
Merelakan dirinya sebagai tahanan untuk Belle
dan merasa bersalah ketika Belle yang harus menjadi tahanan
Tapi apa hal itu benar-benar bisa terwujud?
Apa hal-hal yang berakhir bahagia akan terjadi di dunia yang kelam seperti ini?
Yang kulakukan hanya menangis
seperti yang dilakukan Ciderella di loteng
nyaris mati seperti Snow White
dan juga tidak memiliki siapa-siapa seperti Beast sebelum ia bertemu Belle.
Aku juga tidak bisa mengingat orang-orang yang pernah kucintai
seperti apa yang dirasakan oleh pangeran
ketika terkena sihir dari ibu tiri sehingga ia melupakan Cinderella
Dan juga tidak bisa mengutarakan isi hatiku melalui kata-kata
Seperti Little Mermaid
Ia terus menggerakan jari jemarinya di atas keyboard komputer di kamarnya. Mengetik semua harapan-harapan yang terdengar kekanak-kanakan yang keluar dari isi pikiran seseorang yang sudah kelas 1 SMA di blog-nya. Terkadang ia tertawa sendiri membaca isi tulisannya itu sambil mengeluarakan air mata. Aneh atau gila, entah sebutan apa yang cocok untuknya. Ia mulai membuat postingan keduanya.
Hari ini aku tidak sengaja menyenggol kepala Moegi adik perempuanku
Apa seharusnya aku sebut dia iblis kecil di dunia ku?
Tetapi orang-orang keji itu mengira aku sengaja melakukannya
Kalau aku sengaja melakukannya
mungkin aku akan menghancurkan kepalanya itu
Mereka berkata itu bisa membuatnya bodoh
Aku tidak sengaja berkata "kalau memang pada awalnya sudah bodoh ya tak ada gunanya," sambil tersenyum atau bahkan tertawa?
Akhirnya mereka memukul kepalaku dengan sebuah tutup tempat sendok yang terbuat dari plastik namun begitu tebal.
Aku kali ini menangis bukan karena rasa sakit di punggungku ini,
melainkan rasa sakit yang saat ini menggerogoti hatiku
"Ia akan menjadi bodoh"
kata-kata itu terus menggema di otakku
Kau tahu kenapa?
Mereka tidak mempedulikanku bila aku menjadi bodoh atau terkena penyakit yang lebih parah
Kali ini bukan tawa ataupun air mata, melainkan mata yang yang penuh kebencian, dendam, keinginan untuk membunuh, dan juga kesepian. Ia merasa hari ini sudah cukup baginya karena hari ini dia sudah membuat dua posting-an di blog-nya. Ia berjalan menuju tempat tidurnya dan membaringkan badannya.
Pada pagi harinya saat ia berangkat ke sekolah berbeda dengan adiknya Moegi yang selalu diantar menggunakan mobil, ia harus berjalan dengan jarak yang cukup jauh menuju sekolahnya. Kepala bagian belakangnya masih terus berdenyut, matanya yang bengkak karena semalaman menangis membuat pandangannya agak kabur, badannya menjadi dingin karena semalaman ia tidak bisa tidur dan terus menangis. Ia berjalan sempoyongan sepanjang jalan. Saat ia berjalan di depan pertokoan, kaki kecilnya tidak mampu menahan beban tubuh lagi dan ia pun terjatuh.
Ia perlahan membuka matanya.
'Aku dimana?' Ia terus-terus bertanya di dalam hati.
Ruangan bercat putih dengan bau obat-obatan menyeruak di indera penciumannya. Ia mengarahkan matanya ke tangan kanannya, ia melihat alat infus menempel pada tangan mulusnya itu. Ia juga mendengar suara laki-laki yang familiar.
'Srek'
Pintu ruangan itu terbuka, menampakan seorang laki-laki berambut perak masuk ke dalam ruangan itu sambil menyunggingkan senyuman khasnya. Dia adalah Kakashi-sensei, guru biologi di sekolahnya yang sangat terkenal di kalangan murid perempuan.
"Rupanya kamu sudah bangun, sekarang kamu ada di rumah sakit dekat sekolah. Kalau saja tadi aku tidak lewat, mungkin kamu akan terkapar di sana." Ia tersenyum dan berbicara seakan-akan bisa membaca isi pikirannya.
"Terima kasih banyak Sensei,"
"Aku akan ke sekolah untuk mengurus surat izinmu, oh iya aku belum sempat menelpon orang tuamu nanti jangan lupa mengabari orang tuamu ya." Kakashi-sensei pergi meninggalkan ruangan.
'Orang tua? Tidak penting, sesekali aku juga butuh liburan.'
Ia pun membuka ponselnya dan mengecek blog-nya, mungkin saja ada yang memberikan beberapa komentar. Ternyata ada dua orang yang telah mengomentari postingannya yang berjudul 'Jika aku..'
Lavender girl :Huwa.. aku mau jadi Cinderella biar di layananin sama ibu peri!
Umn, salam kenal ya..
Aku panggil kamu apa ya? Fle-chan? Liur? Atau apa?
Sakura mengangkat sebelah alisnya, kok bisa dia dipanggil Liur. Fleurs de cerisier itu nick Sakura di blog-nya. Artinya adalah bunga sakura. Dari pada ia pusing memikirkan asal usul Liur, ia langsung membalas komentar dari Lavender Girl.
Fleurs de cerisier:Kasian dong ibu perinya, turun pangkat jadi pembokat..
Liur? Fle-chan, bagus ... bagus ...
Ia menghela nafasnya dan membaca komentar keduanya.
Cocktail :Jangan cuma nangis atau diam...
Cinderella menangis bukan bererti dia nyerah,
buktinya dia tetep ngelawan ibunya dengan cara baik-baik
Kalau gak bisa melalui kata-kata ya lewat tindakan..
Eh, aku juga baca postinganmu yang satunya lagi...
Kenapa gak lawan? Nanti kamu bisa digituin terus lho
Aku pangil kamu Keris gak apa-apa kan?
'Tadi liur, sekarang Keris... pasrah aja deh.' Pikir Sakura
Fleurs de cerisier: Sayangna fisikku terlalu lemah untuk melakukan hal-hal seperti itu..
3 lawan 1, bisa-bisa jadi ayam panggang...
Keris? Err.. ya udah deh..
Sekitar jam 3 sore, Sakura meminta suster yang saat ini ada di ruangan itu untuk pulang. Suster itu keluar untuk bertanya pada dokter, dan kata dokter Sakura sudah boleh pulang karena ia hanya kurang istirahat dan makan saja. Ia pun berjalan di koridor rumah sakit sambil memanggul tas berwarna pink-nya itu. Ia melewati sebuah ruangan yang bertuliskan 205 yang di dalamnya terlihat seorang anak laki-laki dengan rambut hitam dengan kulit yang pucat—seperti tidak pernah terkena sinar matahari—sedang duduk di atas ranjangnya dikelilingi oleh anggota keluarganya. Mereka sepertinya sedang membicarakan hal yang seru.
Sakura yang berdiri di balik pintu ruangan itu sepertinya dapat merasakan kehangatan sebuah keularga. Keluarga yang sesungguhnya. Penuh kehangatan, seperti apa yang ia lihat saat ini. Tanpa ia sadari air matanya mengalir di pipi poselennya itu. Iri adalah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Ia juga senang, walaupun ia tidak bisa merasakan apa itu keluarga yang sebenarnya ia tetap senang karena ia bisa melihat sebuah keluarga yang saat ini ia lihat, seakan-akan ia juga bisa merasakan kehangatan itu.
Ia pun menghapus air matanya itu dan lanjut berjalan keluar rumah sakit.
Setibanya di rumah, orang tuanya bersikap acuh tak acuh padanya. Lebih baik seperti ini dari pada tubuhnya harus memar-memar lagi. Ia pergi menuju kamarnya dan langsung menyalakan komputernya.
Akankah aku mendapati wajahku menjadi merah merona
karena aku sedang malu ketika melihat seseorang yang aku cintai menyapaku
seperti di buku-buku yang aku baca?
Bukan karena tamparan atau pukulan?
Akankah jantungku berdetak lebih cepat
Karena orang yang aku sukai tersenyum padaku
seperti apa yang sering aku lihat di komik-komik?
Bukan karena aku takut disiksa
Akankah seseorang memanggil namaku dengan lembut dan penuh cinta
Bukan memanggil namaku dengan sangat kasar
dan di tambahkan kata-kata kasar pula di akhirannya
Akankah seseorang tersenyum ramah kepadaku
Menghiasi hari-hariku dengan senyumannya
Dengan kata-kata manisnya
Dan juga mengecup keningku setiap malamnya sebelum aku terlelap
Akankah aku bisa membuat seseorang tersenyum
Bukan menampilkan ekspresi wajah seperti yang mereka selalu tunjukkan kepadaku
Ekspresi yang membuatku takut
seakan-akan akulah yang menjadi tokoh antagonis setiap saat
Dan akankah ada seseorang yang melakukan hal itu untukku
Untuk seseorang yang bukan apa-apa
Untuk seseorang yang menyebut dirinya sebuah sampah
Sampah yang tak ada gunanya
Sampah yang seharusnya dibuang dan dilenyapkan
TBC
