Look at Me

Look at me one last time
Smile like nothing's wrong,
so when I miss you I can remember.
So I can draw your face in my mind.

.

.

Prolog

Choi Siwon tau, semua yang di lakukannya akan percuma. Tanganya perlahan mengepal menahan amarah yang mengalir deras. Entahlah, dia sudah berusaha melupakannya. Menahan amarah yang ada. Kalu bisa membuangnya jauh-jauh. Namun semua terasa percuma saat melihat wajah orang yang di cintainya tersenyum untuk orang lain. Bukan untuknya.

Tapi, pada kenyataannya, dia bukan siapa-siapa.

Terkadang, dia merasa menyesal karena mempertemukan mereka hari itu. Membuat mereka saling tertarik dan membiarkan mereka memiliki ruang untuk bicara satu sama lain. Membuat dia kehilangan kesempataan untuk kesekian kalinya.

Saat ini, dia hanya berharap hubungan mereka tidak berjalan mulus.

.

.

Selama ini, Siwon hanya menganggap sahabat masa kecilnya itu sebagai adik-nya yang berharga. Lahir dari keluarga kaya raya dan hanya memiliki satu adik perempuan membuat Siwon merasa sangat kesepian. Tapi, sejak anak itu datang dalam hidupnya, semuanya terasa berubah. Dia bisa kembali tertawa dengan lepas dan menikmati harinya. Temannya itu memang agak sedikit manja -mungkin karena dia anak bungsu di keluarganya- tapi, sifatnya yang periang dan wajahnya yang manis membuat Siwon tidak mempermasalahkan sifat temannya. Bahkan siwon merasa, bersahabat dengan anak itu seperti memiliki adik lagi.

Siwon menjaga sahabatnya seperti menjaga benda berharga. Entah karena dia terlalu sayang atau karena penyakit sahabatnya yang membuat Siwon begitu over. Selama ini dia pikir, itu adalah reaksi yang wajar. Tapi, untuk saat dia meragukan dirinya sendiri.

Apa pantas seorang kakak mencium bibir adik laki-lakinya?