Halo-halo. . . . saya hidup kembali. Akhirnya setelah sekian lama hiatus hehehe. . .
Maaf ya kalau ceritanya tidak seperti yang diharapkan.
Disclaimer : Mashashi Kishimoto
Rated : T
Warning : AU, typo, ooc, gaje, dll
Wehehe...
Tanpa banyak cingcong mending langsung baca aja deh.
Sungguh menyedihkan nasibku. Mengapa semua pria tidak menginginkanku sebelum aku mengatakan bahwa aku lebih tidak menginginkan mereka. Memuakan sekali mereka itu. Apakah semua pria seperti mereka yang hanya berkata manis pada orang-orang yang mereka sukai? Jika aku ini sebuah bom, pasti aku meledak. Jika aku seekor singa, pasti aku mengaum. Jika aku seorang bayi, pasti aku menangis sekencang-kencangnya. Dan jika aku adalah mereka, lebih baik kutenggelamkan diriku di laut. Tapi semua itu tidak akan terjadi karena aku hanyalah seorang Hinata, seorang gadis bodoh yang merasa dirinya paling menderita.
Semua itu berawal dari sebuah dentingan bel di Konoha Junior High School.
"TEET TEET"
"Wah, sudah bel masuk. Sial, aku belum mengerjakan PR biologi," ucap seorang gadis berambut pink.
"Selamat pagi, Sakura-chan," sapaku.
"Pagi. Hinata, aku boleh mencontek PR Biologi tidak, please?"
"Boleh. Ini."
"Terima kasih, ya. Maaf merepotkan."
"Iya tak apa-apa kok. Kau ini tidak berubah ya. Dari kelas satu sampai kelas tiga begini masih saja lupa mengerjakan PR."
"Kemarin aku sibuk," elaknya.
"Sibuk memikirkan Sasuke si sang idola gadis-gadis itu?"
"Hehehe kau memang sahabat terbaikku Hina-chan. Kau selalu tahu kebiasaanku," katanya sambil berkonsentrasi dengan PR-nya.
Tak sampai 5 menit Sakura sudah selesai menyalin PR-ku. Tak lama kemudian, Kurenai-sensei, guru biologiku yang menurut Sakura-sok-cantik-itu datang.
"Selamat pagi," ucap Kurenai-sensei.
"Pa-" belum sempat kami membalas salamnya ia sudah membuka mulutnya itu, "Kumpulkan PR kalian," ucapnya tanpa basa-basi. Sakura hanya tersenyum ke arahku.
"Hari ini kita ulangan," ucap Kurenai-sensei tiba-tiba. Suasana kelas yang awalnya ramai langsung hening seketika.
Senyum Sakurapun luntur seketika berganti dengan pandangan memohon.
"Hina-chan..."
"Baiklah. Aku tahu," ucapku yang sudah tahu keinginannya.
Baru saja lima menit ulangan berlangsung, Sakura nampak gelisah.
"Sabar, sebentar lagi," bisikku padanya.
Lima menit kemudian, sepertinya Sakura sudah sangat frustasi dengan soal-soal di depannya. Aku heran dengannya. Apa dia tak pernah belajar? Setiap ulangan dia selalu mengandalkanku. Aku memang tidak keberatan dengan hal itu namun aku khawatir dengan masa depannya. Terutama pada mata pelajaran biologi ini.
"Ayolah, Hina..."
"Sabar, satu nomor lagi."
"Cepat..."
"Baiklah, ini," kugeser sedikit lembar jawabanku ke arah Sakura.
Dengan sigap ia menyalin jawabanku. Tak sampai lima menit ia sudah selesai. Tepat waktu sekali karena waktu yang disediakan Kurenai-sensei pada ulangan kali ini hanya lima belas menit.
"Kumpulkan sekarang!" perintah Kurenai-sensei.
Sesegera mungkin murid-muridpun mengumpulkan hasil kerja mereka. Begitu pula denganku dan Sakura.
"Terima kasih banyak, Hina-chan."
"Huuh kau ini. Katanya kau ingin jadi suster mendampingi Sasuke yang akan menjadi dokter."
Ya, semua murid di sini sudah tahu kalau Sasuke adalah pewaris ke dua setelah kakaknya untuk mewarisi rumah sakit ternama milik keluarganya.
"Iiihh... Aku kan sedang dalam proses belajar."
"Belajar katamu?"
"Kau ini kenapa marah, sih?"
"Aku tidak marah, Saku-chan. Justru aku sayang padamu. Aku ingin kau bisa menggapai cita-citamu itu."
"Aku memang tak pandai dalam pelajaran IPA. Bagaimana aku bisa mendekati Sasuke?"
"Kau kan pandai memasak dan menari. Kau gunakan saja kemampuanmu itu."
"Huuuh... Kau tahu kan kalau Sasuke itu orang yang kaku. Dia tak mungkin mau menari bersamaku."
"Hmm.. Terserah kau sajalah."
"Hinata."
"Hn?"
"Kau kan pandai dalam pelajaran IPA, bagaimana kalau kau mengajariku? Sebagai imbalannya, aku akan mengajarimu memasak. Kau tahu kan kalau Naruto itu suka makan ramen? Aku akan mengajarimu resep ramen spesial."
"Sst... Jangan sebut namanya di sini. Aku malu," bisikku. Terlihat guratan merah di pipiku.
"Sudahlah, semua orang sudah tahu kalau kau menyukai Naruto."
Memang sih, semua murid bahkan guru di sekolah ini-minus-Naruto sudah mengetahui kalau aku menyukai Naruto. Anehnya, aku masih agak canggung bila orang-orang mengatakan hal itu. Dan lebih anehnya lagi, Naruto belum sadar juga kalau aku menyukainya. Padahal sudah 3 tahun kami sekelas. Huuh, apa dia sebodoh itu, ya? Hn... Aku jadi terbuai dalam lamunanku.
"Hei, Hinata! Bagaimana?" tanya Sakura.
"Hmmm. Baiklah," jawabku.
"Ok. Kita mulai misi kita nanti malam di rumahku."
"Misi?"
"Iya. Kita mulai dengan belajar IPA. Setelah itu, kita belajar memasak."
"Baiklah."
TEEET TEEET
Bel pulang sekolah berbunyi. Para murid berhamburan ke luar sekolah. Aku segera menuju gerbang sekolah untuk menunggu Neji-nii yang biasa menjemputku. Neji-nii adalah kakak sepupuku. Usia kami hanya terpaut dua tahun. Rumah kami bersebelahan, jadi setiap hari dia mengantar-jemputku.
Sepuluh menit sudah aku menunggu Neji-nii. Huuh, dia kemana sih? Kurogoh kantong seragamku untuk mengambil ponsel. Dengan segera aku mengetik sms.
To : Neji-nii
Nii-san di mana?
Tak lama kemudian, Neji-nii membalas smsku.
From : Neji-nii
Maaf, Hinata. Aku lupa memberitahumu kalau aku tidak bisa menjemputmu. Aku ada kencan dengan seorang gadis. Kau pulang sendiri saja. Dan jangan meng-smsku lagi. Aku sibuk. ^^v
"Huuuh... Dasar Neji-nii. Menyebalkan sekali!" teriakku kesal.
Kutendang kaleng bekas minuman yang ada di depanku.
"Aduh!"
Eits, tunggu dulu. Aku berusaha mencerna bunyi yang dihasilkan kaleng yang kutendang tadi. Tiba-tiba seorang anak laki-laki berambut merah bata menghampiriku sambil membawa kaleng bekas minuman yang sepertinya kutendang tadi.
"Kau yang menendang ini?" tanya anak itu sambil menunjukkan kaleng itu.
"Ma-maaf. Aku ti-tidak sengaja," jawabku gugup.
"Hn. Maaf katamu?" katanya setengah membentak.
Aku hanya diam tertunduk. Tak kusangka anak ini benar-benar galak. Eits, tunggu dulu. Kalau aku lihat pin di kerah bajunya, dia itu anak kelas satu. Berani sekali dia membentakku. Aku ini seniornya.
"Hei, memangnya kau pikir kau ini siapa hah!" kataku membentak.
"Aku korban atas aksi brutalmu!" katanya balas membentak.
"Brutal?" kataku mulai emosi.
Berani sekali anak ini. Memangnya dia bisa melawanku? Tingginya saja lebih pendek setengah inchi dariku. Eits, kok aku jadi emosi begini? Aku kan biasanya lembut dan ramah. Yah, inilah sisi lain dari diriku. Hinata yang terkenal akan kelembutanya itu bisa brutal juga.
"Maaf ya, kau terluka? Aku antar ke ruang UKS, ya?"
"Tidak perlu."
"Lalu, bagaimana aku harus menebus kesalahanku? Aku sungguh menyesal melakukan hal itu. Maaf," kataku sambil memelas.
"Baiklah, kalau begitu kau ikut aku sekarang," anak laki-laki itu menarik tanganku.
Dia menarikku ke lapangan basket. Untuk apa dia melakukan ini?
"Kau pegang semua ini. Aku harus latihan basket dulu," katanya sambil memberikanku tas olah raganya.
"Untuk apa aku melakukan ini?"
"Untuk menebus kesalahanmu."
"Hei! Tunggu dulu. Kau tidak tahu siapa aku?"
"Kau? Tidak," jawabnya enteng.
"Aku ini seniormu, tahu. Kau tidak pantas memperlakukanku seperti ini."
"Aku ini juniormu. Kau tidak pantas menindasku seperti tadi."
"Menindasmu? Kapan aku menindasmu?"
"Kaleng yang kau tendang tadi adalah buktinya. Masih mau mengelak?"
"Haaah... Ya sudahlah. Kuturuti keinginanmu," kataku pasrah.
"Baguslah. Kalau begitu, kau tunggu aku sampai selesai latihan."
"Ok. Akan aku lakukan. Ngomong-ngomong, siapa namamu?"
"Aku Gaara. Kau?"
"Hinata."
"Baiklah, Hinata. Aku harus ganti baju. Kau jangan ke mana-mana."
"Kau harus memanggilku dengan sebutan senpai. Aku seniormu."
"Tidak mau," katanya langsung pergi.
TBC
