Disclaimer: Riichiro inagaki & Yusuke Murata
Pairing: HiruMamo
Warning: OOC akut, OC, abal, jelek, feel ga kerasa, typo (buat jaga-jaga)
A/N : hallo minna-san ini fanfic pertama Yumi maaf ya mungkin jelek, salah penulisan atau apapun. Mohon beri saran ya para senior-senior ^o^
-HiruMamo story-
"Heh, manager sialan!" panggil Hiruma pada gadis berambut auburn yang sedang menyapu ruang klub amefuto yang sudah kosong. Hanya ada dia dan gadis berambut auburn yang sedang sibuk beres-beres.
"Apa Hiruma-kun?" jawab Mamori sambil melihat ke arah Hiruma yang sedang menenteng AK-47 di bahunya sambil mendekat.
"Apa kau sudah tahu tentang masalah yang menimpa ayah dan ibumu?" Hiruma berhenti di depan Mamori. Mata emeraldnya memandang mata sapphire Mamori lekat-lekat.
"Memangnya ada apa dengan tou-san dan kaa-san?" tanya Mamori dengan penasaran.
"Oh, Jadi kau belum tahu? Ya sudah lah." dengan santainya Hiruma meninggalkan Mamori yang masih memperlihatkan Hiruma dengan wajah penasaran.
Mamori segera menarik tangan kiri Hiruma. Ia masih penasaran. Baru pertama kali Hiruma bertanya tentang orang tuanya. Ada apa memangnya? Apakah ada kejadian buruk?
"Ada apa sih Hiruma-kun?" tanya Mamori penasaran.
Drrtt.. drrtt..
Tiba-tiba saja handphone yang ada di saku Mamori bergetar. Tanpa menunggu lama Mamori segera menggambil handphonenya lalu mengangkat telpon itu tanpa melihat siapa yang menelpon.
"Moshi-moshi. Hai, saya Anezaki Mamori... apa? Tou-san dan kaa-san ku?... tidak mungkin.. kau bercanda kan tuan?.. kaa-san dan tou-san tak mungkin meninggal.. hiks.."
Handphone Mamori pun terjatuh ke lantai bersamaan dengan cairan bening yang keluar dari mata sapphire Mamori. Gadis berambut auburn itu langsung terjatuh di lantai dan menutup muka dengan kedua telapak tangannya. Dia mulai terisak dengan hebat setelah mendengar bahwa orang tuanya mengalami kecelakaan pada saat mereka (baca: orang tua Mamori) dalam perjalanan menuju Amerika. Pesawat yang di naiki oleh pasangan anezaki ini tercebur ke laut. Kabarnya tak ada yang selamat dari kecelakaan ini di karenakan pesawat tidak di temukan.
"Hiruma-kun. Jadi tadi kau mau memberitahu ku tentang ini?" Mamori bicara di tengah isakannya dengan pelan. Hiruma hanya bisa melihat Mamori dengan tatapan dingin karena dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Hiruma tak tega atau merasa kasihan pada kejadian yang menimpa kekasihnya itu. Ya, Mamori dan Hiruma memang berpacaran. Ya sekitar 7 bulan yang lalu mereka telah berpacaran.
"Hiks.. hiks.. ini pasti mimpi buruk. Benarkan Hiruma-kun? Aku pasti akan terbangun dan melihat okaa-san dan otou-san lagi di rumah ku" isakan Mamori mulai terdengar. Sepertinya gadis itu tidak percaya apa yang telah menimpa kedua orang tuanya. Ini sangat mendadak.
"Sudahlah manager sialan. Tangisan mu itu merusak telinga sialan ku. Kau tau?" Hiruma menutup telinganya dengan kedua tangannya. Seolah suara tangisan Mamori itu sangat berisik sekali.
"Kau tak tau perasaan ku sekarang Hiruma. Di tinggal orang tua ku dengan mendadak begini." Isak Mamori sambi menghapus air mata yang mengalir di pipi putihnya.
"Kau masih bisa hidup walaupun tanpa orang tua sialanmu tau!" jawab Hiruma dengan tatapan dingin sambil membuat balon dari permen karet yang ia kunyah.
"Kau tahu kehilangan orang tua secara mendadak itu sangat menyakitkan! Apa lagi di tinggal oleh ibu sendiri! Ibu yang selalu menemani dan mengurus ku!" Mamori meledak. Ia tak mengerti mengapa dengan entengnya Hiruma menjawab seperti itu.
'Apa yang manager sialan bilang? Sakit di tinggal oleh orang tua? Apa lagi ibu sendiri?' Hiruma terdiam lalu ia teringat oleh masa lalunya pada saat ibunya meninggal di saat ia masih kelas 5 SD. Sakit? Ya memang sakit sekali rasanya. Ia mengerti apa yang di rasakan Mamori.
Hiruma melihat Mamori dengan tatapan dingin namun terlihat ada kesedihan dan rasa kasihan pada mata emeraldnya itu. Pria berambut spike pirang itu segera berjongkok di depan Mamori dan langsung mengelus rambut auburn Mamori.
"Sudahlah. Tak ada gunanya kau menangis manager sialan. Orang tuamu tak akan kembali jika kau menangis seperti itu." Ucap Hiruma sambil menatap Mamori yang masih terisak hebat.
"Tapi Hiruma.. hiks.. hiks.." Mamori menghentikan kata-katanya. Terlalu sulit untuk mengucapkan kalimat berikutnya. Ia malah menangis makin dalam.
"Sudahlah manager sialan. Kau jangan menangis terus. Menangis tak ada gunanya." Hiruma menarik tubuh malaikatnya. Mendekap tubuh mungil kekasihnya dengan erat.
Mamori membenamkan wajahnya di dada bidang Hiruma, menghirup aroma mint khas Hiruma yang memabukan. Aroma yang membuatnya lebih tenang. Hiruma bisa merasakan bagian depan baju seragamnya basah. Mamori menangis dengan hebat. Hiruma diam, ia hanya mengeratkan pelukannya sambil mengelus lembut rambut malaikat kesayangannya.
Beberapa menit yang terdengar di ruangan klub amefuto hanya suara isakan Mamori yang memilukan. Akhinya Hiruma melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata Mamori dengan jarinya.
"Mamori aku tau perasaan mu saat ini. Dulu waktu ibuku meninggal. Aku merasakan hal yang sama sepertimu." Kata Hiruma pelan sembari mengelus rambut Mamori. Malaikat itu mendongakan kepalanya melihat wajah tampan sang setan. Mamori kaget, ternyata masa lalu Hiruma pahit juga. Akhirnya ia pun mulai berhenti menangis karena serius mendengarkan cerita Hiruma.
"Saat itu aku kelas 5 SD. Ibuku meninggal karena kecelakaan mobil karena ayahku lalai pada saat mengendarai mobil. mobil yang ayah dan ibuku kendarai masuk jurang. Ayahku selamat dan ibuku tidak. Sejak kejadian itu aku sebatang kara. Aku tidak tahu apa tujuanku hidup. Akhirnya aku berjuang sendiri untuk hidup." Lanjut Hiruma menceritakan masa lalunya.
"Lalu ayahmu kemana?" tanya Mamori.
"Cih, aku tidak sudi hidup dengan uang dari orang tua sialan itu yang telah membunuh ibuku. Jadi aku berjuang sendiri untuk hidup. Aku tak peduli dengan hidup ayah sialan itu." Ucap Hiruma datar. Sebenarnya Hiruma malas membicarakan masa lalunya yang kelam. Namun ya bagaimana lagi, ini demi malaikatnya.
"Ah, kau tegar sekali ya Hiruma-kun" lirih mamori sambil menatap kosong ke langit-langit klub amefuto.
"Jelas, tak seperti kau. Cengeng!" ledek Hiruma sambil menyeringai seperti biasa.
"Mou.. aku tak cengeng Hiruma-kun." Mamori menggelembungkan pipinya karena kesal. Lalu setelah itu raut mukanya berubah lagi menjadi sedih dan cairan beningpun mengalir lagi dari kedua mata sapphirenya. "Tapi ini benar-benar sedih kau tau? Di tinggal selamanya oleh orang tua sendiri.. hiks.."
"Sudahlah manager sialan. Aku tau kau ini kuat. Jangan menangis terus. Kau tahu muka sialanmu itu jelek sekali saat menangis." Ucap Hiruma pelan sambil mendongakan kepala Mamori. Melihat wajah malaikatnya yang cantik.
Mamori tersenyum pahit. Ia berterima kasih karena di saat ia sedih Hiruma selalu ada menemaninya. Ya, walaupun tetap mengejeknya namun Mamori merasa tenang dan aman jika ia di samping Hiruma.
"Arigatou Hiruma-kun." Lirih Mamori dengan pelan sambil memeluk erat kekasihnya. Seakan tak mau kehilangan orang yang sangat di cintainya.
"Hn." Gumam Hiruma singkat. Setan itu membalas pelukan malaikat tercintanya. Orang yang sangat penting di dalam hidupnya saat ini.
Beberapa menit mereka berpelukan di dalam klub amefuto yang sepi dan dingin. Ya, mereka setidaknya tidak kedinginan karena sedang berpelukan. Dan tiba-tiba Mamori melepaskan pelukannya dan menatap Hiruma dengan alis berkerut tanda ia sedang berfikir.
"Apa yang kau pikirkan manager cengeng?" tanya Hiruma malas.
"Mou.. aku tak cengeng Hiruma-kun." Bentak Mamori yang mengelembungkan pipinya lagi tanda kesal.
"Ya, ya, apa yang kau pikirkan manager sialan?" Hiruma mulai mengunyah permen karet kesukaannya. Entah sejak kapan permen karet itu sudah ada di mulutnya.
"Mm.. kalo tak ada orang tuaku bagaimana aku hidup?" Mamori tampak berfikir. "Harus kah aku ke rumah nenek dan kakeku di Amerika? Ah tidak, aku tidak bisa meninggalkan Saikyoudai. Tapi, bagaimana lagi aku tak punya keluarga di sini. Haruskah aku numpang di rumah tetangga? Atau aku cari uang sendiri saja ya?" Mamori bingung bagaimana kehidupannya selanjutnya.
Hiruma melepaskan diri dari Mamori kemudian berdiri. Mamori melihat Hiruma berdiri lalu akhirnya ia berdiri mengikuti Hiruma.
"Tinggal lah bersamaku manager sialan." Ucap Hiruma pelan sambil menatap mata mamori dengan lekat. Suaranya tak terlalu terdengar jelas karena pria berambut spike itu mengatakannya sambil mengunyah permen karet.
"Apa katamu Hiruma-kun?"
"Tak ada siaran ulang manager sialan. Makanya kau pake telinga sialanmu itu." Bentak Hiruma pada Mamori.
Mamori mengelembungkan pipinya. Yang membuat Hiruma berfikir kalau managernya itu terlihat err—imut.
"Ayolah apa yang kau katakan?" bujuk Mamori.
"Tak ada siaran ulang. Kau tak mendengarnya manager sialan? Atau telingamu sudah tak berfungsi?" Hiruma melihat pada Mamori dengan tajam.
Setelah mendengar bentakan dari sang kekasihnya, hati Mamori tiba-tiba saja sakit entah kenapa. 'Mengapa Hiruma membentakku? Yah, walaupun sudah biasa. Namun mengapa pada saat baru saja aku kehilangan orang tuaku. Tadi ia sangat baik padaku. Mengapa ia berubah dratis? Ah ya aku baru ingat kalau dia itu Hiruma Youichi. Jika dia tidak seperti itu pasti dia sakit jiwa.' Pikir Mamori. Wajahnya berubah tampak sedih, mata sapphirenya memancarkan kekecewaan.
Melihat muka Mamori berubah tampak sedih dan kecewa Hiruma akhirnya mengalah. Ia tak ingin malaikatnya sedih kembali dan teringat orang tuanya. Padahal tadi malaikatnya itu sudah seperti biasanya.
"Baiklah aku mengalah. Kau ingin tau apa yang aku bicarakan tadi?" seru Hiruma dengan malas.
Mamori menganggukan kepalanya dengan cepat dan mata sapphirenya tampak berkilat-kilat memandang Hiruma.
"Jangan memandangiku seperti itu managaer sialan kau tampak sangat menjijikan." Ucap Hiruma sambil memalingan mukanya.
Mamori mendegus kesal. "baiklah, tadi apa yang kau katakan Hiruma?" tanya Mamori yang masih penasaran.
Hiruma menarik nafasnya sambil melaju selangkah di hadapan Mamori. Mata emeraldnya melihat mata sapphire di depannya lekat-lekat. "tinggalah bersamaku Mamori." Ucapnya pelan.
DEG!
Jantung Mamori berdegup dengan kencang, otaknya yang sejenius tiba-tiba terhenti, wajahnya memerah semerah tomat segar. Malaikat itu tidak tahu apa yang harus dia kata 'kan. Ia hanya bisa menatap mata emerald yang kini menatapnya penuh harapan. Jiwanya seakan melayang.
"Kau mau tidak manager sialan?" Hiruma bertanya lagi.
"Apa kau gila?Perempuan dan laki-laki yang tinggal serumah sebelum menikah dan tidak mempunyai darah yang sama kan tidak boleh serumah. Apa kau tahu?" omel Mamori dengan tatapan kesal.
"Ya aku tahu itu. Gampang kita menikah saja. Apa susahnya sih?" jawab Hiruma santai. Namun terlihat semburat merah sedikit menghiasi wajah tampannya.
Mata Mamori membulat tak percaya dengan perkataan Hiruma. 'Apakah tadi sang setan itu sedang melamarnya? Ah tidak mungkin.' Pikir Mamori. Jantung gadis itu berdegup bertambah cepat.
"A-apa yang kau katakan? M-m-me-nikah?" ucap Mamori dengan terbata-bata. Wajahnya memerah semerah kepiting rebus sekarang.
"Iya menikah. Memangnya kenapa? Kenapa kau terbata-bata seperti itu? Mau apa tidak kau menikah denganku pacar sialan?"
Blush. Wajah Mamori bertambah merah karena Hiruma memanggilnya dengan sebutan 'pacar' ya walaupun masih dengan embel-embel 'sialan'. Tapi itu berhasil membuat wajah Mamori bertambah merah apa lagi Hiruma bertanya mau apa tidak ia menikah dengannya.
"Apa? Semudah itu kau bilang menikah Hiruma? Persiapannya pernikahan itu kan tidak main-main dan juga kehidupan berumah tangga itu susah untuk di lewati. Kau pikir kau sudah bisa sekarang? Kita ini masih kuliah Hiruma. Memangnya kau sanggup menanggu hidupku? Dan juga.." kata-kata Mamori terputus karena bibir Hiruma mengunci bibir Mamori dengan cepat. Mata Mamori terbelalak. Gadis berambut auburn itu hanya diam masih belum bisa mencerna apa yang Hiruma lakukan pada dirinya.
Setelah beberapa detik Hiruma melepaskan bibirnya. Memandang jahil kepada Mamori yang terkaget dengan muka yang sudah merah padam. Setelah menyadari apa yang Hiruma lakukan Mamori segera mundur 1 langkah dengan cepat sambil menyentuh bibirnya.
"Apa yang kau lakukan padaku Hiruma?" teriak Mamori kaget.
"Menciummu manager cerewet." Jawab Hiruma datar dan tanpa ekspresi.
Mamori hanya melihat kaget ke arah Hiruma yang masih melihatnya dengan tanpa ekspresi.
"Ada apa?" tanya Hiruma sambil membuang muka.
Mamori hanya menggeleng dengan cepat. Ia masih tak bisa bicara karena perbuatan Hiruma yang tiba-tiba dan di luar dugaan ini.
"Jika kau memang mau menikah denganku 2 hari lagi kita bisa langsung menikah. aku sanggup menanggung hidupmu manager sialan. Aku bisa berkerja, kuliah, dan bermain amefuto sekaligus. Menurutku tidak susah jika istriku adalah dirimu, aku bisa menjalani dan bertanggung jawab untuk rumah tangga kita. Bagaimana?" ucap Hiruma mantap.
Mamori terkejut dengan perkataan Hiruma, jantungnya berdegup keras "Ba-bagaimana jika aku bilang tidak?"
Hiruma memasang muka dingin "Ya sudah, Hidup saja sendiri aku tak akan mengurusimu jika kau tak mau!" langkah kaki Hiruma pun berbunyi, meninggalkan Mamori.
Mamori menahan tangan Hiruma "Chotto matte Hiruma!"
Hiruma menoleh pada mamori "Apa?"
Wajah Mamori bersemu merah "Aku...akan menikah denganmu." Ucapnya malu-malu.
Hiruma mengeluarkan seringainya "Kekeke, aku sudah tahu jawabanmu pasti mau, manager sialan. Persiapkan mentalmu dalam 2 hari, kekekeke!"
Mamori hanya memerah dan tersenyum simpul "baiklah kapten." Ucap Mamori sambil meninggalkan ruang klub amefuto menuju rumahnya meninggalkan Hiruma sendirian di ruangan klub.
-skip perjalanan Mamori-
Mamori melangkahkan kaki masuk menuju rumahnya yang sepi, dan gelap. Pada saat Dia membuka pintu yang terlihat hanyalah ruangan yang gelap gulita dan sunyi.
"Aku pulang" teriak Mamori entah pada siapa, karena kaa-san dan tou-sannya sudah tidak ada di dunia ini. Mamori merasakan hal yang berbeda biasanya kaa-sannya Mami Anezaki selalu menyambut kepulangan Mamori dengan senyum hangat. Namun sekarang yang menyambut datang Mamori hanyalah ruangan gelap gulita yang sunyi tanpa kehangatan.
Perasaan sedih dan kesepian menyelimuti diri Mamori. Gadis berambut auburn itu menyalakan lampu sambil melangkah gontai menuju ruang keluarga, di mana dia selalu bercanda dan bercerita kepada kedua orangtuanya. Ruangan terhangat untuk saling bersosialisasi bersama keluarga.
Malaikat itu melempar tas ke sofa dan menghempaskan diri menuju sofa yang sama. Melihat langit-langit rumahnya yang berwarna biru langit dengan tatapan kosong. Tanpa malaikat itu sadari sebulir cairan bening keluar dari mata sapphire indahnya.
"Kaa-san, tou-san mengapa kalian pergi meninggalkanku sendirian di sini? Aku kesepian di sini. Kumohon kembalilah kaa-san, tou-san." Kata-kata terlontar dari mulut Mamori di tengah isakannya.
Tiba-tiba telepon rumah Mamori berdering dengan kencang. Mamori segera mengusap air matanya dengan kasar lalu mengangkat telepon itu dengan suara yang masih sedikit terisak.
"Moshi-moshi"
"Mamori, kau tidak apa-apa? Apakah kau sudah mendengar tentang orang tuamu?" terdengar suara seorang wanita tua di sebrang sana. Suara yang di kenal Mamori, yaitu neneknya.
"Ah, nenek. Aku tidak apa-apa. Ya, aku sudah tau tentang ayah dan ibu." Jawab Mamori pelan.
"Kau yakin? Suaramu bertanda kau sedang menangis. Ya, nenek tau ini berat sekali Mamori, nenek juga shock setelah mendengar berita itu. Nenek juga sangat sedih sekali. Mamori yang sabar ya nenek yakin kau kuat mengalami hal ini." Suara nenek di sebrang sana mulai pecah akan tangisan.
Mamori tersenyum miris dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya "terima kasih nek. Nenek juga sabar ya di sana. Aku kuat kok nek menjalani semua ini tenang saja."
"Semoga orang tuamu cepat di temukan ya Mamori. Jika sudah di temukan nenek akan segera ke jepang." Ucap nenek Mamori yang sudah mulai tenang.
"Iya nek." Hanya itu yang terlontar dari bibir Mamori.
"Jadi bagaimana hidupmu di sana? Kemari lah Mamori hidup dengan nenek. Nenek akan senang jika ada kau di sini."
"Ah, kurasa aku tidak bisa ke sana nek. Aku sudah betah di sini." Kata Mamori pelan.
"Lalu di sana kau bagaimana? Sendirian? Bagaimana kau mendapatkan uang?" cemas Nenek Mamori.
"Begini nek, 2 hari lagi aku akan menikah dengan pacarku. Aku meminta restu nenek boleh kah? Ya mungkin aku telat meminta restu pada nenek dan langsung memutuskan untuk menikah, tapi lelaki yang akan menikah denganku ini bersedia menanggung hidupku nek. Aku begitu mencintainya ku yakin kaa-san dan tou-san akan setuju." Mamori tersenyum simpul di tengah isakan kecilnya.
"Apa kau yakin? Kau kan masih sekolah Mamori. Siapa memang lelaki itu?" nada di sebrang sana terdengar kaget akibat perkataan Mamori.
"Aku yakin nek. Lagi pula aku ini sudah dewasa mungkin ini saatnya aku mempunyai keluarga baru yang akan membuat aku bahagia dan melupakan kematian kaa-san dan tou-san. Hiruma Youichi namanya nek." gumam Mamori pelan.
"Ya, jika katamu seperti itu nenek hanya bisa mengikuti saja semoga kau bahagia ya Mamori. Kabari lagi nenek sesudah kau menikah. Maaf nenek tidak bisa datang ke jepang untuk melihatmu menikah."
"Terima kasih nek. Tidak apa-apa aku bahagia nenek sudah merestui hubunganku." Seulas senyum terpancar dari bibirnya.
"Ya sudah. Selamat malam Mamori. Hati-hati dan selamat berbahagia ya." Ucap nenek sembari memutuskan sambungan telepon.
Mamori langsung menutup teleponya dan melangkahkan kaki menuju kamarnya yang berada di atas. Setelah ia sampai di kamarnya gadis berambut auburn itu segera menganti bajunya dan menghempaskan diri di atas kasur sambil memejamkan mata mencoba merilekskan pikiran dan perasaannya yang bisa di bilang sangat kacau.
Baru akan memasuki alam tidurnya tiba-tiba saja handphone Mamori berdering pertanda ada e-mail masuk. Mamori mengumpat kesal "Kenapa ada e-mail masuk pada saat aku sudah tenang seperti ini? Menyebalkan." Dengan malas ia membuka e-mail dan matanya langsung terbelalak melihat e-mail yang ternyata dari Suzuna.
e-mail itu bersubjek 'selamat Mamori-nee' dan isinya adalah :
"Benarkah Mamo-nee akan menikah dengan You-nii 2 hari lagi? Aku tidak percaya akhirnya Mamo-nee akan menikah secepat ini dengan You-nii. Selamat ya! ^o^"
"Apa? Bagaimana suzuna bisa tahu?" teriak Mamori kaget. Da segera bangkit dari kasurnya dan berfikir keras. Akhirnya Mamori membalas e-mail Suzuna.
"Tau dari mana suzuna?"
Beberapa menit kemudian e-mail Mamori di balas oleh Suzuna. Dengan cepat mamori membuka e-mail itu dan langsung mengumpat kesal.
E-mail itu berisi.
"Aku tau dari undangan yang sudah ada di depan rumahku. Undangan pernikahan You-nii dan Mamo-nee."
"Dasar Hiruma. Pasti ini kerjaanmu." Umpat Mamori kesal sambil memandangi handphone yang ada di genggamannya.
Semenit sesudah perkataan Mamori itu tiba-tiba saja banyak e-mail yang masuk ke handphonenya semua isinya sama yaitu ucapan selamat untuk pernikahan yang akan di selenggarakan 2 hari lagi. Oh, ini membuat Mamori sangat pusing, e-mailnya sebanyak ini. 'Dasar Hiruma!' pikirnya.
Di saat banyaknya e-mail yang masuk ke handphone Mamori ada telepon masuk yang membuat handphone gadis berambut auburn itu bergetar dengan panjang. Dengan malas dia melihat layar handphonenya. Ternyata yang menelpon adalah Hiruma, dengan cepat ia meangkat teleponnya itu.
"Hiruma." Ucapnya langsung.
"Manager sialan cepat kau keluar." Kata Hiruma yang tidak menghiraukan ucapan Mamori.
"Ada apa memangnya?" tanya Mamori heran. "Oh ya, kau ini sudah menyebarkan undangan ya? Bahkan kau belum melamarku. Huh dasar! Kau tahu handphone ku bergetar terus gara-gara ulahmu." Lanjut Mamori sambil mengomel.
"Ya ya, cepat keluar atau ku bom rumahmu manager sialan! Ada sesuatu yang penting." Ucap Hiruma agak sedikit membentak.
"Memangnya ada apa? Jawab dong pertanyaanku." Omel Mamori kesal.
"Nanti saja jika kau mau mengomel padaku. Sekarang keluar lah." Ucap Hiruma dengan nada malas.
"Huh! Baiklah" akhirnya Mamori mengalah. Mamori menutup handphonenya dengan cepat lalu meraih jaket yang berada di belakang pintu dan segera berlari menuju keluar rumahnya dengan tergesa-gesa.
Saat sang gadis berambut auburn itu keluar ia melihat Hiruma dengan jaket hitam tebal sambil mengunyah permen karet sedang berdiri di depan gerbang rumahnya. dia menatap heran ke Hiruma sambil melangkah menuju tempat Hiruma.
"Ada apa kau memanggilku?" tanya Mamori heran.
"Ayo ikut aku." Ucap Hiruma sambil menarik tangan Mamori dengan paksa. Menyeret Mamori yang tak berdaya menuju lapangan SMU Deimon. Tempat dulu ia dan anggota devil bats sering latihan.
"Tunggu, ada apa kau membawaku kesini malam-malam begini?" teriak Mamori.
"Diam dan lihat apa yang terjadi manager sialan. Kekeke" terdengar seringai ala Hiruma.
Lapangan Deimon malam itu begitu gelap. Entah mengapa hanya ada satu lampu saja yang menerangi, yaitu lampu yang menerangi tengah lapangan. Tumben sekali lampu di Deimon hanya menyala satu, Biasanya ada lampu yang hanya sekedar menerangi supaya sekolah ini tidak terlihat seram.
Mamori terlihat bingung. Mengapa Hiruma membawanya ke Deimon? Apa yang akan ia lakukan malam-malam begini? Banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di pikiran Mamori. Namun gadis itu tidak mau menanyakannya pada Hiruma, pasti hiruma tidak akan menjawabnya. Lebih baik dia diam saja lah.
Langkah kaki Hiruma terhenti tepat di tengah lapangan tempat biasa tim devil bats dulu latihan. Otomatis langkah Mamori pun ikut terhenti juga. "lihat lah ke langit manager sialan." kata Hiruma datar.
Mamori segera mendongakan kepalanya melihat langit malam yang penuh dengan bintang. "ada apa memangnya Hir..ruma.." belum sempat menanyakan apa yang akan terjadi mata Mamori terkagum melihat kembang api di langit malam itu.
Apakah yang di liat Mamori? Bagaimana kelanjutannya? Tunggu di chapter 2 ya~~ ^^
Alhamdullilah fanfic pertama Yumi udah di publish~~ *sujudsyukur
Bagaimana minna fanfic pertama Yumi? Apakah aneh? Jelek? Atau yang lain? Silahkan review. Yang mau kasih kritik, saran, pujian (semoga ada) silahkan Yumi menerimanya dengan senang hati. Kalau ada salah juga kasih tau ya, biar di fanfic selanjutnya Yumi bisa lebih baik lagi :D
~arigatou~
