Saat terjebak hujan, biasanya hal romantis akan terjadi antar kekasih. Tetapi, ini bukan komik romantis.
"Makeu-ya, sudah kubilang berkali-kali jangan terlalu sibuk dengan ponselmu. Ajak aku bicara!"
"Kita kan sudah bicara, tadi."
"Bicara kepalamu! Dari tadi hanya aku yang bermonolog."
Mark menghela nafas "Setidaknya aku mendengarkanmu."
"Kalau begitu ceritakan kembali apa yang aku katakan." Lelaki berambut hitam itu tidak bisa berkilah "Maafkan aku."
"Begitu dong, jujur."
Setelah itu, hening. Tak ada lagi pembicaraan. Bahkan Haechan yang notabenenya pintar mencari topik kehilangan bakatnya. "Jika saja ponselku tidak mati..."
"Ingin pinjam ponselku?"
"Aww, manis sekali!" Semburat merah tipis mewarnai pipi Mark.
Haechan pun asik bermain ponsel pintar Mark yang tidak pernah diganti itu. "Ahhhh, aku baru ingat ponselmu terlalu jadul untuk bermain LoL."
"Kau kan bisa menjelajah internet dengan itu."
"Cih, kau saja masih mengangkat-angkat ponselmu demi mendapatkan sinyal."
"Ya udah kembalikan."
"Gak mau aku mau main."
"Katanya ponselku tidak bisa kau mainkan."
"Tapi kan aku bosan."
"Terserah kau saja"
Haechan pun kembali melakukan aktivitasnya, memainkan ponsel Mark tanpa tujuan. Kekasihnya hanya memperhatikannya dalam diam.
Kalau diperhatikan tangan Haechan memiliki tangan yang indah. Mark tidak pernah tahu seperti apa tangan yang indah itu. Namun menurutnya, Haechan memiliki tangan yang indah seperti sosoknya. Dia beruntung memiliki kekasih seperti lelaki itu dan mulai berpikir apa rasanya menggenggam tangan itu. Dia belum pernah memegang tangan itu bahkan dalam mimpinya.
Haechan hanya membuka galeri foto yang sebagian besar berisi fotonya. Kekecewaan sedikit timbul karena Mark bukan orang yang suka berfoto. Namun, rasa kecewa terbalas saat dia menyadari Mark memperhatikannya. Lebih tepat, tangannya yang sedang memegang ponsel. Haechan menampakkan senyuman tipis lalu memegang tangan Mark.
Lelaki berambut hitam itu terkejut bukan main. Rasanya seperti terkena arus pendek listrik. Jantungnya berdetak lebih kencang dan Haechan hanya tersenyum "Bukankah kau menginginkannya?"
"D-d-darimana kau tahu?"
"Tatapanmu mengatakan semuanya."
"O-oh begitu."
"B-bu-bukankah kau juga menginginkannya juga? Seperti di film romantis." Ungkap Mark yang masih gugup tapi cukup membuat Haechan tersipu malu.
"Ya, tentu saja! Kau bisa menggenggamnya kapanpun kau mau."
"Kalau begitu aku tidak akan melepasnya."
"Dengan senang hati, Tuan."
