A Naruto Story by DanDless

Naruto by Masashi Kishimoto

NaruSaku, ShikaIno, NejiTen, SasuHina.

T-rated, romance, humor maybe, adventure?, high school fic, AU, OOC maybe

Special thanks for Tisa's Flower: thanks for your amazing idea...! Maaf ya kalau aku nggak pinter bikin humor kayak kamu... :p Ini sih kita bisa dibilang collab bukan ya?

.

.

Target and Strategy

Seorang wanita paruh baya berambut pirang tengah duduk di kursi kebesarannya. Matanya tak lepas memandangi langit yang berwarna biru bersih tanpa awan satupun, sehingga cuaca hari itu juga terasa amat sangat panas membakar kulit.

Wanita yang diketahui bernama Tsunade itu mendesah pelan, menandakan kalau ia lelah sekali. Meskipun sudah berusia hampir 50 tahun, Tsunade masih terlihat cantik dan awet muda layaknya wanita berusia 25 tahun, aneh memang. Tak ada satupun yang tahu rahasia awet muda wanita itu, entah jamu-jamuan, pil tertentu, atau ramuan jamu, atau operasi plastik, atau jamu lagi...

Tsunade memberesi map-map yang berserakan di meja kerjanya. Oh ya, Tsunade ini adalah kepala sekolah di tempat ini, tepatnya Konoha Gakuen Putri, sekolah khusus anak perempuan. Sudah lama ia ingin menjadi kepala sekolah di tempat ini. Dulunya Tsunade juga bersekolah di sekolah ini, karena itulah ia ingin agar KG Putri bisa menjadi sekolah yang lebih terkenal dan unggulan.

Setelah selesai merapikan map-map yang berserakan, wanita itu duduk menghadap jendela, di mana ia bisa bebas mengamati murid-muridnya yang sedang bermain tenis di lapangan tenis bawah.

Senyum kecil tergambar jelas di sudut bibirnya. Tsunade menyukai tenis sejak dulu, karena itu ia senang sekali saat melihat anak-anak didiknya bermain tenis. Mereka selalu mengingatkannya pada masa mudanya yang tidak mungkin terulang lagi.

Tiba-tiba sebelah alis Tsunade terangkat ketika dilihatnya segerombolan anak laki-laki masuk ke kawasan murid-muridnya yang sedang bermain tenis itu dan terpaksa atau terdesak, siswi-siswi KG Putri mulai tak terlihat, mungkin mengalah dan pergi.

"Apa-apaan?" gumam Tsunade sambil berdiri. Tiba-tiba pintu ruangan diketuk dari luar. "Masuk!"

Seorang wanita dengan rambut diikat masuk ke ruangan Tsunade. Dia adalah Anko, guru olahraga KG Putri.

"Tsunade-sama..."

"Ya, aku tahu," jawab Tsunade memotong ucapan Anko. "Soal lapangan tenis itu lagi, kan?"

Anko mengangguk. Raut wajahnya terlihat agak cemas. Tsunade terduduk di kursinya.

"Mereka terlalu mendominasi. Padahal seharusnya kita bisa berbagi," keluh Anko.

Tsunade menggigit kuku jempolnya, "Aku masih belum bisa memikirkan apapun! Kenapa kita tidak bisa merebut lapangan itu dari mereka? Cih..."

Yang diajak bicara hanya menggelengkan kepala pelan. Memangnya apa yang bisa ia lakukan lagi?

KG Putri bersebelahan dengan Konoha Gakuen Putra, sekolah khusus anak laki-laki yang juga sama tersohornya dengan KG Putri. KG Putra dikepalai oleh Jiraiya, pria berambut putih yang merupakan sahabat Tsunade sewaktu muda dulu. Yeah, dulu.

Sewaktu jaman Tsunade masih bersekolah di KG Putri dan Jiraiya bersekolah di KG Putra, kedua sekolah yang bersebelahan dan hanya di batasi oleh lapangan tenis itu terlihat sangat harmonis. Para siswa dan siswi dari kedua sekolah itu saling membantu dan hampir tidak pernah ada cekcok sama sekali antar kedua sekolah, malah sebaliknya.

Namun itu dulu. Dulu ya dulu, masa yang sudah lalu. Kenangan hanya tinggal kenangan. Kedua sekolah unggulan di Konoha ini semakin lama malah semakin menjadi-jadi. Bukannya menjadi semakin harmonis melainkan malah jadi semakin membenci. Dan alasannya hanya satu, yaitu gara-gara lapangan tenis yang sudah tua namun masih indah.

Tsunade sudah tidak bisa sabar lagi untuk yang kesekian kalinya, mungkin sudah ratusan kali dalam hidupnya. Ia selalu mendengar laporan dan keluhan dari guru-guru kalau murid KG Putra selalu menyabotase lapangan tenis yang seharusnya dipakai untuk bersama. Bersama artinya berbagi, atau bermain jadi satu...? Entahlah.

"Tidak ada yang bisa kita lakukan," suara Anko memecah keheningan.

Tsunade kelihatan sedang berpikir. Ia juga sudah lelah dengan semua ini. Ia ingin menjadikan lapangan tenis itu milik Konoha Gakuen Putri, titik. Hh... Ternyata menjadikan sesuatu milik bersama memang sulit.

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak sang kepsek secara mendadak. Ia tidak yakin ide itu bagus, tapi apa salahnya dicoba?

"Aku akan memberitahu pada Sarutobi-sama kalau Konoha Gakuen Putra menyabotase lapangan tenis maka lapangan tenis itu akan jadi milik kita, hehe," ujar Tsunade dengan seringai jahat. Ia segera mengambil kertas dan mulai menulis surat untuk pemilik kedua Konoha Gakuen yang sudah tua dan sekarat itu.

Anko tercengang. Bukannya menulis surat langsung pada pemilik sekolah ini bisa amat berbahaya? Kenapa tidak dirundingkan dulu saja dengan kepala sekolah KG Putra? Bagaimana kalau kepala sekolah KG Putra mengetahui hal ini dan berbalik menuntut Tsunade? Ini benar-benar hal yang penuh resiko. Atau mungkin Tsunade memang terlalu berani.

"Tsunade-sama, apa ini tidak apa-apa? Bagaimana kalau Jiraiya-sama tahu?" tanyanya was-was.

Tsunade selesai menulis surat dan segera dimasukannya ke dalam amplop berwarna cokelat. Di pojok kiri atas amplop tersebut tertulis 'SS' yang artinya: sangat rahasia.

"Makannya jangan sampai si tua itu tahu. Aku akan mengirimkan surat ini diam-diam." Tsunade menggoyang-goyangkan surat di tangannya tersebut. Namun karena tidak hati-hati, angin kencang berhembus dan menerbangkan surat yang terlepas dari genggaman tangan Tsunade, menerbangkannya keluar jendela dan turun ke kerumunan anak-anak yang sedang bermain tenis di lapangan.

Di kantor Tsunade, lantai 2, kedua orang itu sedang terdiam. Cengo. Barusan telah terjadi sesuatu, kan?

"ANKO, CEPAT AMBIL KEMBALI SURAT ITU! JANGAN SAMPAI SESEORANG MENEMUKANNYA LEBIH DULU!" teriak Tsunade panik.

"Ba-baik!" sahut Anko seraya turun ke lantai bawah. Tsunade yang bingung langsung ikut di belakang Anko.

Di lapangan tenis...

"Aduh, capek sekali...!" Seorang siswa KG Putra tampak kelelahan setelah bermain tenis. Anak itu duduk di sebuah kursi di pinggir lapangan tenis sambil matanya jelalatan, siapa tahu ada siswi KG Putri yang bisa digodai. Biasalah, anak laki-laki memang begitu!

Tapi tahu-tahu pandangannya malah terarah pada sebuah benda yang tersangkut di dahan pohon. Anak itu mendekatinya dan mengambil benda yang ternyata adalah amplop berwarna cokelat.

Anak laki-laki itu memperhatikannya sekilas, "Apa ini? Apa isinya uang ya? Hm..." Kemudian matanya membulat ketika melihat tanda SS di pojok kiri atas amplop tersebut. "Wah, isinya pasti sangat rahasia... Mungkin rancangan roket luar angkasa! Harus kuserahkan pada Jiraiya-sama, nih!" serunya dengan bodohnya.

Lalu anak itu memanggil teman-temannya perihal penemuannya yang hebat, meskipun kebanyakan dari mereka kelihatan tidak begitu tertarik. Mereka lalu kembali ke gedung sekolah mereka untuk ganti baju.

Tsunade dan Anko sampai di lapangan bawah sambil ngos-ngosan.

"Mana suratnya...?" Tsunade menjelajah seisi lapangan. Semua anak laki-laki sudah kembali ke gedung mereka. Hanya ada beberapa anak perempuan di sana.

Anko mendekati salah seorang anak perempuan yang sedang duduk di salah satu bangku di pinggir lapangan.

"Apa kau melihat sebuah amplop berwarna cokelat di sekitar sini?" tanya Anko berharap.

"Ah," anak perempuan itu tertegun. "Rasanya tadi anak-anak dari KG Putra ramai membicarakan penemuan amplop yang katanya sangat rahasia itu. Sepertinya salah satu dari mereka menemukannya dan akan diserahkan ke kepala sekolah mereka. Memangnya ada apa, Sensei?" tanya gadis itu. Air muka Anko berubah agak horor. Dan sadis, kok bisa?

"Ti-tidak ada apa-apa kok, terima kasih ya!"

Setelah itu Anko kembali pada Tsunade, masih dengan tatapan yang horor.

"Bagaimana?" tanya Tsunade antara cemas dan takut, juga gelisah. Awalnya kan ini memang idenya.

Anko menelan ludah susah payah, kemudian menatap Tsunade lekat-lekat.

"Anak itu bilang..."

.

.

Sekarang mata Tsunade tampak memerah. Kepalanya berdenyut-denyut kencang. Nafasnya maju mundur tidak teratur.

"Shizune..." gumamnya pada sang asisten yang kini tengah berdiri di sampingnya.

"Ya, Tsunade-sama?" tanya Shizune cemas. Ia sudah mendengar perihal yang terjadi beberapa saat yang lalu. Ia turut... takut, terutama takut dituntut. Yang lainnya sih tidak begitu takut. Bagaimana kalau pihak KG Putra mengambil tindakan yang mengancam KG Putri?

"Tolong panggilkan tim intel kita kemari," ucapnya pelan.

Shizune menaikkan sebelah alisnya, "Anda yakin?"

"Ya, cepatlah."

"Baik."

.

.

Tsunade melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya menatap lekat ke arah tiga orang muridnya yang sekarang sudah berdiri dengan bingung di hadapannya.

"Hm... Yamanaka Ino?"

Seorang gadis berambut pirang kuncir kuda dan beriris biru aqua menjawab dengan malas.

"Ada, Tsunade-sama."

"Hyuuga Hinata?"

"Ada, Tsunade-sama," jawab seorang gadis berambut panjang indigo.

Tsunade menatap ke muridnya yang ketiga. "Dan... Tenten?"

Tenten yang rambutnya dikucir bulat dua hanya mengangguk, "Ya, Tsunade-sama."

Dahi Tsunade berkerut, "Lho, mana Sakura?"

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, dan munculah seorang gadis berambut pink pendek sambil membawa-bawa raket tenis yang besarnya... Yah, pokoknya besar. Keringat bermunculan dari pori-pori kulitnya.

"Maaf aku terlambat! Barusan aku berlatih tenis di belakang... Biar tidak diganggu anak-anak sebelah..." ucap Sakura sambil berkumpul bersama ketiga temannya yang sudah lebih dahulu di sana.

Sang kepala sekolah KG Putri itu hanya menghela nafas pelan. "Ya sudah, tidak apa-apa. Kalian pasti sudah mendengar tentang kejadian beberapa saat yang lalu, bukan?"

Keempatnya mengangguk.

"Shizune-san sudah memberitahu kami," jawab Tenten sejujurnya.

Raut wajah Tsunade berubah amat serius. "Nah, sekarang kalian akan mendapat tugas dariku. Kalian tim intel sekolah, jadi mau tidak mau kalian harus melakukan tugas yang kuberikan ini, mengerti?"

Meskipun agak ragu-ragu, namun keempatnya mengangguk. Mereka mendengarkan setiap kata yang dikeluarkan dari bibir Tsunade.

"Kalian harus menyusup ke Konoha Gakuen Putra dan mengambil surat rahasia tersebut!"

"HAH!" seru Sakura, Ino, Tenten, dan Hinata bersamaan. Mereka saling berpandangan dengan raut wajah ngeri.

"M-maksudnya masuk secara diam-diam?" tanya Hinata tidak percaya. Memangnya mereka maling apa disuruh-suruh menyusup begitu? Lagipula mereka sama sekali tidak profesional dalam hal begituan. Harusnya sekolah menyewa FBI saja.

"Bukannya sama saja masuk ke sarang macan?" kilah Tenten sambil cemberut.

"Eh tapi siapa tahu di sana banyak cowok cakep," ucap Ino, satu-satunya yang kegirangan dan kecentilan. "Aku sih tidak masalah."

Giliran menunggu jawaban Sakura. Gadis itu tampaknya tidak mau melakukan tugas itu, terlihat dari raut wajahnya yang amat kusut, cemberut, dan kelihatan tidak rela.

"Sakura, kau tidak mau kan terus-terusan berlatih tenis di halaman belakang? Kalau lapangan tenis itu jadi milik kita, kau bisa menggunakannya sepuasmu. Kau bisa berlatih dengan intensif karena bulan depan kau akan mengikuti kejuaraan tenis! Bukankah kau ingin menang?" tukas Tsunade, berusaha menumbuhkan benih-benih amarah pada diri Sakura.

Dan Sakura pun mulai terpancing, "Oh ya, benar juga. Kalau lapangan tenis itu milik kita, aku tidak akan gatal-gatal lagi berlatih di lapangan bulu tangkis yang sudah tidak terawat dan banyak ilalangnya itu! Baiklah, teman-teman, ayo kita lakukan!" seru Sakura semangat. Tsunade tersenyum licik.

Akhirnya semuanya setuju setelah Sakura dan Ino membujuk-bujuk Hinata dan Tenten.

.

.

Ino, Hinata, dan Tenten berkumpul di ruang pertemuan khusus intel. Mereka bertiga sedang menunggu Sakura yang tengah keluar entah ke mana. Anak itu memang tidak bisa ditebak ke mana arah perginya dan juga pikirannya.

"Kok aku jadi bingung?" tanya Tenten sambil menarik-narik dasinya.

Ino sedang berdandan dengan pedenya. Gadis itu tidak bisa kalau sebentar saja tidak berdandan. Di kelompok ini, dialah yang paling centil.

Sementara itu Hinata sedang membaca buku pelajaran. Dia kan gadis yang paling rajin di antara mereka berempat.

"Aku datang!" teriakan Sakura menggema di dalam ruangan. Ia membawa beberapa potong baju di tangannya.

"Apa itu?" tanya Ino penasaran.

"Baju seragam," jawab Sakura.

Tenten dan Hinata mengambil baju tersebut. Mereka kaget.

"I-ini kan seragam KG Putra?" tanya Hinata sambil menatap Sakura dengan bingung.

"Mau kita apakan seragam ini?" tukas Tenten.

Sakura tersenyum sekilas, "Buat jaga-jaga, siapa tahu ada yang memergoki kita."

Ketiga sahabatnya hanya ber-oh ria. Mereka enggan-enggan membawa pakaian anak laki-laki, tapi sekali Sakura memerintahkan, ia harus dituruti. Kalau tidak begitu, pasti akan repot. Akhirnya mereka membawa baju tersebut di tas mereka masing-masing satu set yang berisi kemeja, celana, dasi, dan juga topi.

"Sudah siap?" tanya Sakura. Ketiga temannya mengangguk. "Jadi begini, Hinata masuk lewat pintu darurat sebelah kiri, dan Tenten masuk lewat pintu darurat sebelah kanan."

"Ya," jawab Hinata singkat.

"Oke," balas Tenten seraya menyibakkan poninya yang menusuk mata.

"Nah Ino, kau masuk lewat pintu belakang, dekat dapur sekolah," titah Sakura.

Ino tercengang, "Apa? Aku tidak mau... Di sana kotor dan bau. Lagi pula nanti aku jadi gatal-gatal kalau lewat kebun belakang..."

"Ino..." Sakura menatap tajam pada sahabatnya yang super centil itu. Sebentar saja Ino sudah merasakan aura membunuh di hadapannya. Ia tidak mau sampai benar-benar terbunuh hanya karena ditatap Sakura, sungguh menyia-nyiakan hidup.

"Iya deh. Sudah, jangan menatapku seperti itu," sungut Ino sambil manyun.

Sakura tersenyum senang. "Kalau begitu beres! Aku akan naik lewat atap. Menurut Shizune-san, Jiraiya-sama sedang ada tugas keluar kota dan baru pulang 2 hari lagi. Ini agak menguntungkan kita. Aku tahu persis ruangan-ruangan di KG Putra karena nyaris sama persis dengan sekolah kita. Pukul 10 tepat kita sudah harus bertemu di ruang kepala sekolah karena biasanya ruangan kepala sekolah itu kosong karena ditinggal. Kita bisa menyusun strategi lebih lanjut di sana untuk mendapatkan kembali surat kita." Sakura menjelaskan panjang lebar. Mereka berempat kemudian keluar dari sekolah mereka dan menatap gedung lain yang sama persis seperti gedung sekolah mereka.

Tenten menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku nanti..." Ino langsung menyikutnya keras.

"Aku punya firasat buruk," gumam Hinata agak merinding.

Sakura segera mengambil alih keadaan. "Ah sudah, jangan berkata seperti itu. Cepat kita laksanakan, maka cepat juga selesainya."

"Sakura benar, sebaiknya jangan buang-buang waktu," tambah Ino yang sepertinya kelihatan sangat bersemangat. Tujuan utamanya sih memang mencari surat penting, tapi masih ada tujuan sampingannya yaitu mencari cowok cakep. Dan biasanya khusus untuk Ino, ia lebih mementingkan tujuan sampingan daripada tujuan utama.

"Lima belas menit lagi murid-murid KG Putra istirahat. Kita harus sampai ke ruang kepsek sebelum bel istirahat berbunyi." Sakura memperingatkan.

Mereka mulai berjalan menuju tempat yang sudah ditentukan.

"Hati-hati ya...!" teriak Ino dengan ceria.

"Aku malah lebih mengkhawatirkan dirinya..." gumam Tenten yang dibalas anggukan setuju oleh Hinata.

"Yeah, kalian semua hati-hati dan jangan lupa pakai baju yang kita bawa dan menyamarlah jadi cowok kalau kepepet! Oh ya, kalian bawa jam yang itu?" teriak Sakura hampir lupa. Untung ia terus memakai jam hitam berwalkie talkie itu di pergelangan tangan kirinya.

"Sip!" sahut ketiganya. Sakura menghirup nafas lega. Setelah berapa lama akhirnya mereka sudah tidak melihat satu sama lain.

Sakura membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah tali berpengait untuk memanjat. Baginya memanjat itu tidaklah begitu sulit karena sewaktu kecil ia pun sering memanjat pohon, meskipun pernah suatu kali gadis itu jatuh sampai pingsan sih...

'Memalukan. Jangan diingat!' batin Sakura agak kesal. Pipinya sedikit merona. Ia siap-siap melempar pengait tersebut ke tepi atap yang tinggi.

CRAK

Setelah memastikan tali mengait dengan kuat, Sakura segera mengikatkan tali ke pinggangnya dengan kencang.

Tiba-tiba ada yang mengganggu di benak Sakura. "Ng... Kok perasaanku jadi tidak enak begini...? Ah sudahlah, aku tidak peduli!"

Sakura mulai melangkahkan kaki ke tembok sambil berdoa supaya tidak ada apa-apa. Soalnya tidak mungkin ia membiarkan ada anak KG Putra yang menolongnya kalau ia jatuh nanti. Masa mereka mau menolong penyusup?

Sakura memegang talinya dengan sangat erat. Ia yakin rencananya akan berhasil. Tapi tunggu, masalah sepertinya sudah menanti untuk menantang mereka di Konoha Gakuen Putra.

TBC

Aduh, aneh nggak ya? Mudah-mudahan nggak bikin readers kecewa deh, kalau kecewa ya maaf ya :)

Oh ya, Naru dkk bakal DanDless munculin mulai di chap. depan. Oh ya lagi, mungkin ntar sewaktu-waktu (sewaktu-waktu, lho) ratednya bisa berubah semi-M atau malah M, tapi nggak janji juga sih :)

BTW, thanks for reading ^^

With Love,

DanDless.