Phantomhive manor, Afternoon Tea, 15.01 AM
"Ini panganan anda hari ini, tuan muda," ujar butler perfect bertail-coat hitam itu seraya menghidangkan makanan berbentuk bulat hijau kecil yang di balut dalam parutan kelapa yang lembut. "Untuk teh, saya menyiapkan yang berbeda dari biasanya agar dapat di pasangkan dengan panganan hari ini,"
Ciel Phantomhive memasang ekspresi wajah datar mendengar penjelasan Sebastian. Ia kelihatan tidak tertarik. Ia menusuk-nusuk pelan panganan di hadapannya. Terlihat biasa dan tidak menggugah selera.
"Kenapa kau tidak membuatkan panganan seperti biasa saja sih? Gateau Chocolate atau Cheese Cake dan yang semacamnya? Ini tidak seperti makanan, tapi ini seperti mainan," komentar Ciel masih terus menusuk-nusuk panganan bundar itu. Sebastian tersenyum lebar melihat tingkah laku majikannya. Ia membungkuk sedikit dan mengambil panganan bundar itu lalu menawarkan diri untuk menyuapkannya pada Ciel.
"Manusia itu memang selalu melihat dari penampilannya saja, kenapa anda tidak mencobanya terlebih dahulu dan mulai berkomentar, tuan muda?" ucap Sebastian. Ciel menepis tangan Sebastian. Ia sedang tidak mood untuk bertengkar dengan iblisnya hari ini.
"Aku bisa makan sendiri," ujarnya. Akhirnya Ciel mengulurkan tangannya mengambil panganan bundar itu dan memakannya. Ciel membelalakkan matanya. Ekspresi takjub terlihat jelas di wajahnya.
"Sebastian, makanan apa ini?" Tanya Ciel heboh. Sebastian menyilangkan satu tangannya di bahu.
"Itu klepon, my lord," jawab Sebastian santun. "makanan dari pulau jawa,"
"Benar-benar hebat. Begitu di gigit rasa manis meledak luar biasa di dalam mulut, belum lagi kelembutan adonannya juga gurihnya parutan kelapa itu," ucap Ciel takjub. "Makanan yang langka. Bagaimana kau membuatnya Sebastian?"
"Apa jadinya kalau butler keluarga Phantomhive tidak bisa memasak panganan seperti itu," ucap Sebastian dengan gaya angkuhnya seperti biasa. "Klepon itu terbuat dari adonan berkualitas nomor satu, juga di isi dengan gula merah terbaik dan parutan kelapa kelas atas….." Ciel tersenyum senang mendengar penjelasan butlernya. Setiap pangannan yang di konsumsinya memang asli buatan Sebastian dengan bahan-bahan nomor satu yang pernah ada.
"…yang di jual oleh mang Udin di pasar kembang," lanjut Sebastian yang membuat Ciel serasa di tertimpa duren dari pohonnya.
"Jadi kau tidak membuatnya sendiri?" Tanya Ciel mengintrogasi.
"Tidak, my lord," jawab Sebastian formal. "Saya membelinya di pasar kembang saat berjalan-jalan dengan si manis tadi siang,"
"Si manis?" Tanya Ciel lagi. Ia tidak pernah tahu-menahu tentang si manis. Wajah Sebastian berubah sendu.
"Si manis berambut hitam berkilau bagaikan gadis sansilek , bermata bundar yang indah, tubuhnya yang gemulai….." Sebastian terus mendeskripsikan si manis itu pada majikannya, tapi Ciel sepertinya tahu siapa itu si manis.
"Kucing tetangga sebelah ya?" tebak Ciel to the point.
"Anda kenal, tuan muda?" Tanya Sebastian. Ciel membuang mukanya.
"Melihatnya saja aku tidak sudi," sahut Ciel. "Bagaimana dengan teh ini? Hmm, jasmine tea? Kau memetik bunga melati ya?"
"Tidak, my lord. Saya hanya mengambilnya saja dari tempat penyimpanan," jawab Sebastian di iringi senyuman mautnya. Ciel menatap butlernya itu sejenak, kemudian membuang muka. Ia tidak ingin memikirkan apa pun saat ini, yang penting Sebastian sudah menyuguhkan afternoon teanya.
"Ngomong-ngomong Sebastian, aku sudah membaca surat dari yang mulia ratu barusan,"
"Lalu, tuan muda?" Tanya Sebastian. Ciel tersenyum pada butler hitamnya itu.
"Sudah saatnya laba-laba dan anjing penjaga bertemu. Siapkan segala sesuatunya," perintah Ciel. Sebastian berlutut di hadapan Ciel dan menyilangkan satu tangannya di bahu.
"Yes, My Lord,"
"Oh iya, Sebastian," ucap Ciel yang membuat butler hitam itu mendongak. "Ada satu surat yang sepertinya di tujukan kepadamu,"
"Surat untuk saya?" Sebastian terlihat bingung. Ciel menyodorkan sebuah amplop dengan kiss mark di atasnya.
"Kau kenal pengirim surat ini?" Tanya Ciel. Sebastian merinding.
Trancy Household, afternoon tea, 15.01 AM
"Claude," panggil Alois Trancy dengan nada serius. Butler berkacamata itu menoleh kea rah majikannnya.
"Ada apa, Milord?" Tanya Claude formal, seperti biasanya. Ia memang butler bermuka datar.
"Aku ingin bertanya, kau harus menjawab dengan jujur, ini perintah," ujar Alois. Claude membungkuk dan menyilangkan tangannya di bahu.
"Yes, your highness,"
Trancy mengunyah cake afternoon teanya pelan dan memutar-mutar garpunya.
"Aku melihatmu menari-nari ga jelas kemarin sebelum menata meja makan," ucap Alois kemudian ia melanjutkannya dengan setengah berbisik. "Itu hobimu ya? Atau kebiasaanmu? Authornya penasaran tuh,"
Claude menghembuskan nafas panjang dan memperbaiki letak kacamatanya.
"pekerjaan butler itu seni, makanya harus di barengi dengan seni juga," jawab Claude. "selebihnya Tanya Yana Toboso saja. Saya juga tidak mengerti kenapa. Image saya kan jadi jelek kalau di bandingkan dengan makhluk itu,"
Alois nyengir melihat butlernya itu. Curhat nih yeee…
"Oh ya, apakah anda sudah membaca surat dari ratu?" Tanya Claude. Alois menaikkan kedua alisnya.
"Surat yang mana ya? Dari tadi pagi aku sudah menerima banyak surat. Oh ya, ada surat untukmu lho," ujar Alois, membuat dahi Claude berkerut.
"Surat untuk saya?" Tanya Claude. Alois mengambil sebuah amplop dari laci mejanya. Ia mulai membaca tulisan yang tertulis si amplop itu.
"Teruntuk cowo cakep yang mirip sama Will, boss-ku yang super galak apalagi sama akyu~" baca Alois. "Aneh sekali sih, siapa itu Will? Kau ken~AH! Kenapa kau ambil?" teriak Alois ketika butlernya mengambil amplop itu dan memasukkannya ke dalam sakunya.
"Perasaan saya tidak enak," ujar Claude. Alois cemberut.
"Kan aku mau baca isi suratnya. Jangan-jangan itu surat dari orang yang punya affair denganmu," tukas Alois kesal.
"Daripada itu, bagaimana kalau anda membaca surat dari ratu saja?" usul Claude. Alois berdiri dan menghadap kea rah jendela, membelakangi Claude.
"Aku sudah baca," ucap Alois. Ia mengunggingkan seulas senyum sinis. "Sudah saatnya aku bertemu langsung dengan anjing penjaga ternyata. Ratu yang menginginkannya,"
Claude menyimak perkataan majikannya dengan seksama. Alois menjilat bibirnya, memperlihatkan tanda kontraknya dengan Claude.
"Aku benar-benar sudah tidak sabar bertemu dengannya, Claude. Earl Ciel Phantomhive," ujar Alois. Ia berbalik, berjalan kea rah Claude dan bergelayut di lengannya. "Kau harus selalu berada di sampingku, Claude,"
"Milord, tentu saja aku akan selalu berada di sampingmu. Siang dan malam, gula dan garam, hidup dan mati, kotor dan murni, aku adalah pembantumu yang setia, baik kau menyadarinya atau tidak. Aku akan menemanimu sampai akhir,"
Alois menghela nafas panjang.
"Cukup," ucap Alois pelan. "Ngomong-ngomong, Claude,"
"Milord?"
"Tadi aku minta kau untuk menyuguhkan jasmine tea, bukan chamomile tea! Apa ini pekerjaan Hanna? Kurang ya, satu matanya di perban? Apa harus dua-duanya?"
"Milord,"
"Apa?"
"Mungkin saat ini earl phantomhive sedang meminum jasmine tea milikmu,"
"Eeehh?"
"Karena tadi butlernya berhasil kabur membawa sisa persediaan jasmine tea kita,"
"Eeeehhh?"
