Warn! BL/Yaoi, Alternate Universe, uncotrollable typo(s), OOCness.


Inspired: from EXO's Monster and Lucky One M/V. Grand comeback 090616. Akan ada banyak hal kesamaan di dalam cerita dengan sumber inspirasi, juga banyak yang diubah jauh berbeda. DLDR, please~


.

.

.

[Contrast]

ByAlea

Non-profitable newbie fanwork

HunHan fanfiction

©2016.

.

.

.


Luhan mendongak ke langit-langit jelaga. Lampu neon panjang berkedap-kedip diatas kepalanya dan menimbulkan sensasi pada leher belakangnya yang berkontraksi. Lorong memanjang dengan dinding serta lantai sedingin danau beku, suhunya bahkan masuk menggigit tulang Luhan yang padahal sudah dilapisi kemeja flannel ditimpa jaket parka. Papan dada berada dalam sebelah lipatan lengannya. Hembusan napasnya menyerupai uap tipis lalu hilang di udara. Dia baru tiba disini seperempat jam lalu dan langsung mendapat wejangan untuk segera memulai tugasnya. Koper-kopernya terpaksa ditinggalkan di pelabuhan yang nantinya harus di ambilnya sebelum kembali ke barak.

Jendela persegi setengah meter menampilkan lanskap laut bersama debur ombak menabrak karang beralga, serta matahari perlahan masuk dalam horizon membiaskan warna oranye ke air laut berombak. Terlihat seperti larutan jeruk dalam cawan raksasa. Bulan sabit samar-samar terlihat diujung lain. Indah. Jika saja pekerjaannya juga sama indahnya.

Luhan mendesah masif sebelum mengambil belokan di lorong bercabang. Dia berharap tugasnya dapat terselesaikan secara cepat. Sebelum menyeberang lautan selama berjam-jam dia hanya sempat menghabiskan sekotak susu low fat dan roti kacang merah dan, demi Tuhan! Perutnya telah bernyanyi sedari tadi.

Tapak karet sepatu kanvasnya berdecit bergesel lantai, dihadapannya terdapat pintu baja yang diperkirakan memiliki multi lapisan. Disisi pintu, kotak persegi bertombol-tombol angka berada. Mirip seperti intercom di apartemennya di kota sana.

Setelah memasukkan passcode, pintu tersebut terbuka. Luhan menarik napas dalam ketika kontradiksi suhu menimpanya.

Kubikel ruangan berdominan abu-abu mengkilap selayaknya besi—menjauhi ekspektasinya—memiliki suhu lebih hangat. Meski tidak sehangat ruangan lazimnya. Bulatan iris Luhan menjilati keseluruhan ruang, pintu dibalik punggungnya telah tertutup otomatis setelah dia masuk.

Meja, kursi, tempat tidur single, dan sebuah pintu—yang Luhan yakini sebagai kamar kecil. Nampak normal, terkecuali rak aluminium berisi botol-botol kaca disudut kiri ruangan, atau, kamar ini.

"Profesor Lee?"

Luhan berjengit, tubuhnya dibalik lalu mundur teratur sebanyak tiga langkah. Matanya menatap was-was dalam posisi kuda-kuda stabil. Bersiap menyerang. Dia sempat belajar beberapa gerakan bela diri saat sekolah menengah dan tendangannya tidak main-main. Papan dadanya terangkat tinggi-tinggi, yang akan berubah menjadi pemukul bila seseorang itu berniat macam-macam.

Si pemilik suara mengangkat dua tangan di depan wajah, seolah mengatakan dia tidak akan berbuat jahat. Melihat Luhan melepaskan kuda-kudanya, orang itu juga menurunkan dua tangannya. Satu alisnya naik, menatap Luhan dari kepala sampai ujung sepatunya.

"Siapa?"

Dan Luhan mengutuk dirinya yang sedikit bergetar karena suara dalam itu. Dia berdeham, memperbaiki imej sebab telah bersikap konyol di depan tugas-nya. "Saya pengganti profesor Lee selama beliau rehat untuk penelitian lebih lanjut. Nama saya Luhan, dan kau pasti R-94?" Luhan mengintip laporan di papan dadanya sebentar. Memastikan ucapannya benar.

"Jangan panggil aku dengan nama itu! profesor Lee tidak memberi tahumu namaku, heh?"

Luhan merunduk pada laporannya lagi, bibirnya terkatup tidak yakin menyebutkan nama yang memang telah diberikan profesor Lee untuk anak kesayangannya.

"Baik, Sehun. Saya akan memanggilmu Sehun."

Sehun tersenyum puas, lalu beranjak menuju tempat tidurnya lantas mendudukkan diri disitu. Mata Luhan mengikuti gerak-geriknya hingga mereka bertemu pandang. "Bisa kita tidak berbicara formal? aku tidak suka cara bicara seperti petinggi negara yang suka bermain-main kesini dengan wajah hipokrit mereka yang sok tertarik padahal mata mereka menunjukkan rasa jijik." Luhan setuju dengan anggukan.

"Kau bisa mulai pekerjaanmu, Luhan." dan begitu, Luhan menurut dalam diam. Dia bergerak mendekati rak aluminium dan memeriksa isi botol-botol kaca disana, memeriksa kadar komposisinya tepat, menyeleksi mana yang akan dipakai, kemudian membuka laci terbawah untuk mengambil alat injeksi. Selama itu, dia tahu mata Sehun mengait pada pergerakannya.

Dia mendekati Sehun yang masih duduk di lateral tempat tidur bersama sebuah dari botol-botol di rak dan alat injeksi steril. Sehun sudah terbiasa dan hapal apa-apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang mengunjunginya, lantas menarik lengan bajunya yang hampir serupa baju tahanan penjara. Bedanya, miliknya berwarna biru gelap dan selebihnya sama. Bernomor pengenal warna putih di punggung dan dada kiri.

"Kukira hanya orang seumuran profesor Lee yang dapat masuk ke kamarku." Sehun bersuara persis saat ujung jarum injeksi mulai merobek kulit bagian dekat nadinya. Luhan mendengung selagi jempolnya menekan sisi atas jarum injeksi. "Kuanggap sebagai pujian kalau begitu. Trims,"

"Kau juga cantik untuk seorang pemuja obat," seringaian itu ditangkap Luhan. dia mendengus kesal setelah itu, "Aku lelaki jika matamu bermasalah." Desisan marah dari Luhan sebelum dia menambahkan, "Dan aku bukan pemuja obat, tapi peneliti. Citra orang-orang sepert kami ternyata dipandang begitu olehmu." Laci rak ditutup dengan keras akibat emosi, Luhan benci dikatakan cantik. Dan tidak suka profesinya digunjingkan.

"Kau berasal darimana?"

"Bukan urusanmu."

"Kenalan profesor Lee?"

"Perlukah kujabarkan dengan rumus—jawaban tepat didepan matamu!"

"Aku suka warna rambutmu, mirip kastanya. Itu, lho, makanan sejenis kacang—"

"Aku tahu!"

Dibelakangnya Sehun tertawa, suara rendahnya memenuhi ruangan dengan cara hangat. "Wow, kau menarik! Sebelumnya aku yakin kau pasti akan mendiamiku dan menunduk seperti orang berjas lab dan membawa papan laporan lainnya." Tawanya berderai kembali. "Aku tidak akan keberatan jika kau berkunjung setiap lima jam sekali mulai sekarang."

Luhan memberi tatapan bengis pada Sehun yang masih tertawa, "Aku yang keberatan." Pintu dibuka, dan Luhan menghilang dibaliknya.

Sehun masih tersenyum miring.


.

.


Dua minggu genap Luhan berada di quarantine island sebagai pengganti profesor ketua penelitian bagian A, bagi objek penelitian yang sudah mulai berkembang dan mudah dikendalikan. Hari-hari pertamanya, banyak pasang mata peneliti dan ilmuwan lainnya menatap skeptis kearahnya. Mengira-ngira kenapa malah peneliti muda yang terlihat seperti mahasiswa tahun pertama yang menggantikan profesor jenius nyaris lima dasawarsa. Luhan acuh, meski mengakui dirinya terlihat mencolok dengan kaus oblong, jeans, dan sepatu karet adidas dibalik jas labnya.

Kring! Kring!kring!

Weker bundar bentuk karakter bebek disney menderingkan nada beruntun dipagi buta. Adalah sebuah kewajiban bagi Luhan untuk memantau keadaan Sehun pada jam enam pagi. Dia memakai sepatunya, menarik sebuah hoodie dan jas lab putih bertag nama miliknya. Menyentak selot pintu dan kenopnya yang sebelumnya merapikan tempat tidur.

Begitu pintu vinyl itu terbuka, senyum Park Chanyeol menyambutnya sekejap mata. Keduanya bertukar sapa 'selamat pagi' dan saling tersenyum. Chanyeol memegang keranjang plastik penuh pakaian, dan pastinya pria itu sedang melakukan cuciannya. Rambut merah eksentriknya tempiar dan pipinya mencetak garis-garis bantal.

Alis Luhan bertaut. Dia sempat melirik penampilan Chanyeol dan langsung mengakui bahwa pria itu cukup gila; memakai celana pendek dan sandal di suhu menyentuh minus jam enam pagi. Reflek Luhan bergidik seolah dia yang merasakan.

Chanyeol adalah salah satu peneliti tim controller dari Korea Selatan di bagian A. Dia menangani objek penelitian yang masih hijau yang membutuhkan perhatian lebih dan tingkat pengendaliannya rendah. Dia mengawasi objek penelitian kode R-88; Luhan diberitahu Chanyeol bahwa dia nyaris terbunuh sebab objek pengawasannya melempar pecahan gelas kearahnya. Mereka berdua sama-sama dipandang sebelah mata oleh peneliti lainnya, tak lain karena penampilan serta umur muda mereka. Chanyeol datang dua minggu lebih awal dan dia cukup membantu Luhan dalam hal bersosialisasi.

"Mau patroli pagi?" Chanyeol menyentak keranjang ditangannya, Luhan mengangguk. "Setelah selesai segera ke ruang makan, tadi aku melihat regu masak sedang membersihkan kalkun hadiah thanksgiving dari kepala departemen untuk para ilmuwan dan peneliti. Dan Kudengar nanti malam mereka juga akan mengeluarkan sampanye! Bukankah kedengarannya bagus." Dia tersenyum sangat lebar. "Oh, ya, siang ini aku akan pergi ke kota seberang untuk mengambil surat dan paket dari Baekhyunie-ku. Kau ingin pesan sesuatu, Mungkin sebungkus hershey drops cookies n creme drops?"

Dan satu lagi dari Park Chanyeol, dia memiliki orientasi seksual menyimpang. Menurut informasi dari Chanyeol, dia memiliki seorang kekasih pria di Korea. Setelah melihat foto selca kekasihnya Chanyeol itu, Luhan berpikir kalau Baekhyun memang imut. Luhan sendiri tidak keberatan, dia sempat mengambil S2 di LA dan beberapa teman-temannya juga memiliki orientasi serupa. Jadi Luhan cukup nyaman,—Chanyeol sudah punya kekasih omong-omong.

"Sepertinya Baekhyun sangat merindukanmu sampai-sampai mengirimi surat seminggu tiga kali." Luhan terkekeh saat mendapati Chanyeol tersipu, "Dan soal pesanan, hmmm... belakangan ini aku kepikiran milka terus. Aku pesan tiga, deh."

"Oke. Akan sampai saat makan malam, karena aku akan memuaskan diri dengan internet super cepat dan video call dengan Baekhyunie. Lama-lama ponselku tidak bisa dihidupkan lagi sebab tidak terpakai selama berbulan-bulan."

"Unduh permainan baru juga ya!" Luhan menyengir mendapat tanda 'oke' berupa pertemuan jari telunjuk dan jempol. Dia melipir jam digital Chanyeol sekilas, kemudian berseru kencang,

"Duh, aku harus cepat! Dah, Chan-ah!"

Luhan menembus dingin dengan kecepatan bervelositas tinggi. Berlari menjauhi barak bak terbang menuju gedung isolasi. Napasnya terengah saat sampai di depan kamar Sehun, dia memasukkan passcode yang telah dihapal diluar kepala dan masuk tanpa basa-basi.

"Lil'deer! Kau sudah datang!"

Sehun melompat dari tempat tidurnya lalu menghampiri Luhan cepat-cepat. Luhan menjawab sekenanya juga tersenyum simpul. Mengenai panggilan kelewat manis itu, Sehun yang membuatnya seminggu lalu. Entah dari mana dia tahu arti nama Luhan dalam etimologi Cina. Luhan tak terlalu tertarik mencari tahu lagipula.

Walau terkadang dia juga kesal bila sehun memanggilnya dengan kata 'deer' yang terdengar sekilas seperti 'dear' beserta senyum miringnya. Luhan akan membuang muka sejauhnya jika itu terjadi.

"Bagaimana perasaanmu Sehun?" Luhan bertanya seraya membuat tanda centang di laporannya menggunakan bolpoin basah. Sehun duduk di tempat tidurnya seraya melipat kaki. "Baik, like always." Gumam Sehun. Dia mengatupkan bibir saat jari telunjuk dan jari tengah Luhan menempel lembut pada kulit lehernya, sedang memeriksa denyut nadinya. Peneliti muda itu telaten mengecek setiap bagian tubuhnya, sesekali membubuhkan tulisan pendek pada kertas bawaannya.

"Hei, kau belum mandi, ya?" todong Sehun, matanya menyipit curiga. Aroma lautan tropis berbaur keringat tidak tercium saraf sensorisnya. Sehun semakin yakin. Lambaian papan dada beserta kertas laporan menghilangkannya, dia memundurkan kepala menghindar. "Aku tidak punya waktu untuk mandi, yang penting bajuku tidak bau keringat sudah lebih dari cukup," jawab Luhan. tetap berfokus pada aktifitasnya.

Sehun mengerutkan hidung, "Apa ini satu dari kebiasaanmu atau suatu hal yang suka kau lakukan?"

Sebuah tamparan kecil di bahu membuat Sehun mengaduh. "Manja." Sembur Luhan, dan dia tertawa geli. "Pertanyaanmu berbelit, intinya, ini bukan kebiasaan maupunhal yang suka kulakukan." Matanya mengawas sekeliling, "Lebih ke tuntutan pekerjaan."

Sehun tetap menyipit skeptis. Dan memilih mengabaikannya jelang detik kesepuluh.

"Rasa penasaranmu semakin parah dari hari ke hari. Tim konsumsi memberikanmu makan aneh-aneh lagi? Jangan bilang kau minum jus itu lagi. 'kan sudah kubilang jus itu tidak baik untukmu!"

Sehun menggeleng, "Tidak. Tapi, bukankah aku terlihat lebih manusia jika begini," alisnya bertaut bingung. "Bukankah ini adalah sifat manusia?"

"Jadi menurutmu kau bukan manusia?"

"Manusia tidak selamanya yang berkaki-tangan dua, dan bisa bicara bukan. Aku tidak tahu benar memang. Aku yakin beribu eksistensi di dunia dengan ciri-ciri bagai manusia tidak bisa disebut manusia. Instingku membisikkannya."Dua tangannya terlipat di dada. Rongga toraks dibusungkan penuh percaya diri, seringai bangga sekaligus sesumbar tak pernah pudar. Seringai nakalnya bertransformasi, melebar kesisi wajah, dia menyengir. Luhan menahan diri agar tangannya tak bergerak menarik pipi kurus entitas berkode seri R-94 dihadapannya.

Susunan silabel Sehun membuktikan betapa cerdas dan potensi besar dimilikinya. Pemikirannya jauh kedepan, berbanding kontras dengan sifat nakalnya yang ditunjukkan hanya pada Luhan seorang. Kesepuluh jemari meremat kencang disisi tubuh, Luhan tersenyum. Senyuman biasa namun berarti jutaan. Biji hazel kembarnya bergetar karena luapan emosi. Dirinya meletup-letup.

Kekehan kecil keluar dari belahan bibir oranye alami miliknya. Kemudian cepat disembunyikan di balik punggung. Menyibukkan diri bersama setumpuk laporan juga denting botol kaca. Alat injeksi berada di tangan kanannya.

Kini pandangan Sehun dipenuhi oleh punggung sempit berlapis jas lab Luhan. dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba peneliti yang menanggungjawabkan dirinya itu tertawa. Sehun belum pernah mendengar tawanya sejauh ini, dan dia senang. Senang karena berkesempatan mendengar suara tawa peneliti cantiknya.

Luhan berbalik. Sebelah sudut bibirnya dicepit gigi kelincinya. Dia bersuara seperti berbisik, Sehun dapat mendengar jelas kalimat yang dilafalkan diatas dahinya.

"Kalau kau bukan manusia kaleng. Kau adalah manusia, sama seperti yang lainnya, sama sepertiku, Sehun." Dia meniup sehelai rambut hitam di puncak kepala Sehun. "Kemarikan tanganmu!"

Sehun menarik lengan bajunya lantas menyodorkannya. Tersenyum lebar bak anak-anak yang baru saja dilimpahkan pulau istana permen dan kado.

"Kau tahu aku percaya padamu."

Cengiran Sehun membuat Luhan kembali tertawa.

.

.

.

.


TBC(?)


NOTE!

Adakah yang kuat baca sampe sini?(gak). Oke. Dimaklumi.

Ummm... hai? Pantaskah fiksi ini untuk dipubliskasi? Tidak! Tapi saya bermaksud mengosongkan folder fanfiksi dengan menyimpannya di akun saya untuk beberapa alasan. Fiksi pertama(?) ini sendiri ditulis setelah comeback "Monster" dan akan berlanjut sampai yang kesekian sampai folder benar-benar kosong, jadiiii... mohon maaf apabila pembaca sekalian terganggu dengan fiksi-fiksi absurd saya nantinya. I can't help it ohmaigosh! T_T

Sekali lagi maaf dan...Terima kasih telah membaca! \:D/

.

.


Vielen dank,

C.Azalea