Disclaimer:

Persona Series adalah milik Atlus.

Catatan:

Fanfiction keduaku dan yang pertama dalam fandom Persona Series. Sebenarnya rencananya fanfic keduaku berada di fandom lain. Tapi berhubung aku sedang stuck dalam fanfic itu, aku mencoba membuat karya lain untuk refreshing. Dan yang tercipta malah satu chapter yang siap publish. Jadi, daripada disimpan untuk menunggu fanfic yang sebelumnya sampai selesai, rasanya lebih baik ku-publish saja.

Ngomong-ngomong, aku belum pernah memainkan game ini sampai selesai. Mohon beritahu kalau ada kesalahan. Dan beritahu bagaimana yang benar. Akan kucoba perbaiki dan menyocokkan hal itu dengan fanfic ini.

Sekarang, kupersembahkan kisah ini pada para readers dan reviewers.


Why Did I Awake?

By Byzan

Minato membuka matanya perlahan. Meski dia merasa tertidur dalam waktu yang sangat lama, juga bayangan yang aneh itu, dia sama sekali tidak merasa kaku atau sulit dalam membuka matanya. Bahkan pandangan di matanya begitu jelas.

Namun, semua tampak hitam. Dan yang terpenting, hal yang pertama kali disadarinya setelah pandangan yang gelap adalah perasaan tidak menyenangkan. Perasaan yang mencekam ini, meskipun dia telah terbiasa dengan perasaan ini, tetap saja dia tidak pernah menyukai saat ini. Dark Hour.

Dia bangkit dengan tergesa, membuat selimut hitam yang menutupi sekujur tubuhnya terbuka. Benar saja, pemandangan yang terasa hijau di sana-sini seolah ada kabut hijau yang menyelimuti dunia dan seluruh langit, darah yang berceceran tidak beraturan, dan tentu saja perasaan bahwa dirinya akan diserang kapan saja ini hanya bisa dijelaskan dalam dua kata, Dark Hour.

Minato melihat kedua tangannya, baju dan celananya, terpasang seragam SMA Gekkoukan. Rasanya aneh sekali dia terbangun dalam keadaan begini. Seingatnya… gawat! Dia tidak begitu mengingat apa yang terjadi. Rasanya memori itu kabur. Meskipun rasanya jawaban itu sudah berada di ujung lidah, dia tetap tidak bisa mendeskripsikan apa yang telah terjadi.

"Bukan saatnya memikirkan itu," Minato bergumam pelan pada dirinya sendiri.

Dia bangkit dari kasur yang sama sekali tidak empuk–bahkan keras. Wajar saja, tempat dia berbaring tadi benar-benar terbuat dari besi. Lalu dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu, matanya terhenti ketika dia melihat sebuah lambing… bukan itu yang menarik perhatiannya, tapi tulisan yang terpampang di bagian bawah lambang itu.

"Strega?" sebut Minato. Bersamaan dengan itu dia merasa panik. Apa dirinya tertangkap oleh Strega? Tapi, rasanya aneh. Dia tidak merasa terancam. Lagi pula, sejak kapan Strega memiliki lambang perusahaan seperti ini? Apakah ini tempat dimana organisasi bernama Strega berada? Atau itu cuma kebetulan semata, ada organisasi yang bernama Strega selain kelompok pacar Junpei berada?

"Junpei?" guman Minato, "Yukari, Akihiko, Mitsuru, Fuuka, Aigis, Koromaru, Ken, dan Shinjiro…" Minato terus menyebut nama-nama yang dikenalnya.

"Aku mengingat mereka. Persona-user, teman-teman sekolahku, Iwatodai. Tapi, kenapa aku tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi padaku?"

Minato tersentak dari pikirannya, "Yang terpenting aku harus keluar dari tempat ini. Evoker dan senjata sudah ada, aku akan aman."

"Tidak ada kamera pengawas di sini, sejauh yang kutahu. Tapi, aku harus jaga-jaga kalau mungkin ada kamera pengawas lain."

Sebagian besar benda elektronik tidak berfungsi saat Dark Hour. Tapi melalui pengalamannya–yang sekarang ini kurang ingatan, Minato tahu kalau banyak benda elektronik yang masih bisa berfungsi saat Dark Hour.

"Aku bisa ketahuan jika keluar dari sini tanpa penyamaran," batin Minato. Berpikir sebentar, Minato kemudian mengambil selimut hitam yang tadi menutupinya, menyampirkannya di sekitar leher, lalu melubangi selimut pada bagian depan lehernya.

"Sekarang tali," gumam Minato sambil berkeliling mencari tali. Tapi hanya kabel yang ditemukannya. "Tidak masalah," Minato menggedikkan bahu.

Lalu lubang di selimut itu dia satukan dengan kabel yang ditemukannya. Jadilah jubah darurat yang memiliki tudung untuk menyembunyikan kepala dan tubuhnya. Sedangkan bagian yang berlebih yang menempel lantai dirobeknya dengan kasar, sehingga kakinya bisa bergerak bebas tanpa takut tersandung kain itu. Selesai. Lalu Minato mendekati pintu ruangan dan mencoba mendorong pintu ruangannya.

BRAK

Minato terkejut. Rasanya dia mendorong pintu itu tidak terlalu keras, tapi kenapa pintu itu sampai terbanting keluar? Dan lagi pintu itu terbuat dari besi padat dengan ketebalan 5 cm. Itu yang Minato tahu dengan menyentuhnya saja. Ada apa dengan dirinya. Dan kekuatan tangannya, apa–

"SIAPA DI SANA?!"

Suara teriakan lelaki itu–karena jelas itu suara laki-laki–membuat Minato berpikir cepat.

Lalu Minato menutup pintu ruangannya tadi dengan perlahan, hasilnya pintu itu malah tertutup cepat.

BRAK

"Crap!" umpat Minato.

DRAP DRAP DRAP

Suara langkah kaki membuatnya bereaksi langsung dengan rencana yang terbersit di pikirannya. Minato membuka beberapa pintu yang ditemuinya secara acak agar membingungkan orang-orang yang … dari langkah kaki yang terdengar, Minato tahu bukan satu orang yang mengejarnya dari ruang utama.

"Ruang utama? Bagaimana aku tahu mereka dari ruang utama? Bahkan aku merasa asing dengan tempat ini," gumam Minato masih berlari menjauhi pengejarnya sambil tetap membuka pintu-pintu dengan keras. Minato tidak ingin pengejar mengetahui dirinya keluar dari ruangan tadi, kalau mereka memeriksanya, jubah ini tidak akan ada gunanya. Jadi dia membuat pengalih perhatian dengan pintu-pintu yang dibukanya dengan kasar.

Lalu Minato terhenti di ruang … jelas ini ruang makan. Karena banyak kursi yang mengelilingi banyak meja panjang. Dan di ujung ruangan ada semacam tempat untuk mengambil makanan. Minato mencoba mencari jalan lain. Tapi hanya ada jendela yang sangat besar yang sepertinya mengarah kepada beranda. Mungkin ini lantai dua. Kalau memang begitu, Minato merasa yakin dirinya bisa melompat dari sana.

Jadi dia mendekati jendela… untuk terkejut. Persis di luar jendela, ada banyak laser yang dapat membunyikan alarm. Jika dia keluar lewat sini, pasti akan membangunkan semua orang yang ada di sini. Firasatnya mengatakan kalau yang mengejar mereka bukan satu-satunya yang dapat bergerak bebas saat Dark Hour. Berbalik? Langkah pengejarnya makin dekat. Tapi kalau diam di sini, mereka–

"Berhenti di sana," ucap sebuah suara pria–bukan suara pria yang meneriakinya tadi.

Minato terkejut, tapi sama sekali tidak berniat menghadapkan wajahnya pada mereka. Jadi dia membiarkan punggungnya menghadap para pengejarnya.

"Biar kubereskan!" suara itu lagi sambil mulai maju mendekat, terdengar dari suara langkahnya.

"Sabar!" kali ini suara wanita, "kita belum tahu dia itu apa atau siapa."

"Siapa kau?" masih suara wanita yang sama, namun dengan nada yang terkesan berkuasa, "sebutkan nama dan kelompokmu!" nadanya tenang namun sangat menuntut. Minato ingat sekali dengan suara dan nada ini. Tapi dia tidak ingin mengambil resiko dengan menghadapnya. Bagaimanapun ingatannya sedang tidak bersahabat dengannya.

Minato memilih diam. Mungkin dengan begitu, kesan bahwa dirinya berbahaya akan muncul.

"Kau anak baru?" suara ini, suara wanita yang paling diingatnya. Tidak mungkin dia melupakannya. Tapi suaranya terkesan lebih dewasa. Jadi Minato tetap tidak mau membalikkan badannya. Masih teringat pikirannya yang kacau.

"Rasanya tadi semua orang sudah ada di kamarnya saat kita berdiskusi di ruang utama," kali ini suara berat, Minato yakin ini suara yang meneriakinya tadi.

"Jadi benar mereka datang dari ruang utama," batin Minato. Bagaimana dia tahu, dia tidak ingin bertanya pada orang yang ada di belakangnya.

"Kalau kau tidak menjawab, kami terpaksa menangkapmu," suara wanita berkuasa itu lagi.

"Tenang, Minato. Kau memiliki senjata dan evo…" batin Minato, "tunggu! Aku tidak memegang bahkan salah satunya," kali ini Minato mulai panik.

"Kalian bertiga, bantu aku menangkap anak itu," suara wanita yang berkuasa itu memerintah tiga rekannya.

"Kau yakin dia manusia?"tanya lelaki pemilik suara berat.

"Tidak ada Shadow yang setenang itu, Shadow selalu langsung menyerang atau langsung kabur. Kalaupun dia Shadow, kurasa kita berempat lebih dari cukup," balas wanita itu.

TAP TAP TAP

"Sial!" umpat Minato dalam hatinya. "Bagaimana aku bisa berpikir kalau aku punya senjata padahal aku tidak memegangnya."

"Kau bisa menyerah kalau mau," ucap seorang wanita yang suaranya hampir membuat Minato menoleh.

"Aku butuh senjata!" teriak Minato dalam hati. Seketika itu, dia merasakan kedua telapak tangannya mengeluarkan sesuatu. Seperti ada sesuatu yang mengalir begitu saja dari sana. Benda itu dingin, pipih, dan kokoh. Minato sangat tahu benda itu, dulu dia sering sekali menggunakannya. Senjata yang merupakan pilihan utamanya, pedang untuk satu tangan. Dan kini ada di setiap genggaman tangannya.

Yang mengejutkan, Minato tidak merasa terkejut. Seolah itu merupakan hal yang sepantasnya. Tidak ada reaksi dari belakang, kecuali bunyi pedang yang dikeluarkan dari sarungnya secara perlahan. Dua pedang. Lalu suara seseorang manarik tali busur panah. Namun, tidak ada tanda-tanda kalau mereka melihat pedangnya. Sepertinya pedang Minato tertutup oleh jubahnya.

Tubuhnya mengeluarkan pedang, tentu saja itu hal yang aneh. Dan siapapun akan memikirkan hal tak biasa ini. Namun, di saat terdesak begini, kau akan lebih memilih tidak protes dan menggunakan senjatamu untuk mempertahankan diri.

"Empat orang di belakang, dua orang sepertinya menggunakan pedang, satu menggunakan panah, satu lagi… aku tidak yakin. Aku mungkin bisa mengalahkan mereka. Terlebih dengan kekuatan yang kumiliki untuk membanting pintu-pintu itu. Tapi, mereka tampak sangat yakin akan diri mereka. Sebaiknya kugertak dulu mereka," batin Minato.

"Don't come any closer!" desis Minato,dia juga berusaha mencoba mengubah suaranya. Mungkin dengan menggunakan bahasa asing, suaranya akan makin tidak dikenali.

TAP

"Sukses!" sorak Minato dalam hati.

"If you're human, show us your face," ucap wanita dengan suara berkuasa itu, "We won't hurt you if you do so."

"Rupanya tidak," sesal Minato dalam hati, "Menyerang lawan yang ada di belakang tidak pernah merupakan keuntungan. Terlebih jarak mereka yang begitu dekat."

Minato menarik kedua pedangnya keluar dari persembunyiannya. Mengibarkan jubahnya ke segala arah. Suara terkejut terdengar dari belakang. Yang merupakan hal yang cukup membantu. Minato menerobos kaca di depannya tanpa ragu dengan bantuan tangannya. Alarm berbunyi dengan nyaring. Namun, Minato tidak peduli. Dia lebih memilih sepuluh orang di depannya dibanding empat orang di belakangnya.

"Tunggu!" seru seorang wanita dibelakangnya tadi.

Namun, Minato tanpa ragu sedikitpun, menginjak pagar beranda, kemudian melompat dari beranda itu. Ternyata bukan lantai dua, tapi lantai tiga. Namun, Minato tidak merasa ngeri atau takut akan terluka atau mati. Dia hanya merasakan bahwa dia bisa melewati ini dengan selamat.

"Baju SMA Gekkoukan!" teriak lelaki bersuara berat di belakangnya tadi.

Minato melupakan fakta bahwa bajunya sangat mudah , dia tidak bisa menyesali itu lagi sekarang. Dia sekarang harus fokus pada hal melarikan diri. Di bawah, dia melihat seseorang… wanita? Kira-kira seumuran dengannya. Mengejutkan. Alarm sekeras itu, yang keluar hanyalah seorang gadis yang seusia Minato sendiri. Dari instingnya, Minato menduga kalau gadis ini bukan gadis biasa.

"Mina-tan! Tolong tangkap orang itu!" ucap lelaki yang tadi ingin 'memberesi' dirinya. Cara panggil itu, Minato hampir tidak percaya ada orang sekonyol Junpei yang akan melakukannya dengan nada itu. Namun, itu tidak membuat Minato beralih pada orang itu. Nama Strega baginya jelas bukan merupakan sesuatu bagus.

Di bawah, gadis itu hanya mengangguk dengan wajah tegas yang… mengerikan.

TAP

"Jangan buat dia cedera parah! Dia bagian dari kita!" entah suara siapa. Minato sibuk dengan pendaratannya yang–dengan tak wajarnya sangat mulus.

"Apa maksudnya bagian dari mereka? Apa mereka juga murid SMA Gekkoukan? Tapi suara mereka terdengar terlalu tua untuk itu," batin Minato tanpa melepas penasarannya.

Gadis yang dipanggil 'Mina-tan' menyandang sebuah senjata yang dikenal dengan nama naginata. Namun, naginata itu terbuat dari kayu, bahkan bilahnya. Minato tahu bahwa bilahnya bahkan tidak tajam. Tapi itu tetap mengerikan jika kau melihat gadis itu yang sepertinya sangat akrab dengan senjata itu.

Minato 'menyarungkan' kembali pedang yang dipegangnya ke dalam tangannya. Tidak mungkin dia menggunakan pedang sungguhan untuk mengalahkan gadis di depannya. Jangan tanya bagaimana dia menyarungkan pedang itu. Dia hanya menginginkannya, dan itu terlaksana. Minato menyiapkan tangannya untuk menangkis naginata itu.

Gadis tidak nampak terkejut sedikit pun meski Minato menyarungkan pedangnya ke dalam tangannya. Mungkin dia hanya memikirkan itu sebagai keuntungan baginya. Dia tidak mempedulikan detail bagaimana manusia melakukan hal itu. Jenis prajurit yang berbahaya dan merepotkan. Terutama saat kau menjadi lawannya.

Saat berlari tepat ke arah gadis itu, Minato memperhatikan wajah serta postur gadis itu. Tingginya tidak mungkin lebih dari Minato. Gadis itu memiliki tubuh yang bagus. Minato bukan tipe laki-laki mesum. Tapi dia tahu, bahwa sudah banyak laki-laki yang terpesona dengan gadis di depannya ini. Rambutnya dibiarkan bebas ke bawah, warnanya coklat kemerahan. Berkulit putih dengan wajah manis. Matanya semerah Ruby. Minato sangat kagum atas pesona yang ditampilkan gadis di depannya ini. Namun, dia tidak berniat mengalah. Keselamatannya adalah hal yang utama saat ini.

Seharusnya dampak yang diterima tangannya tidak akan terlalu buruk dengan postur gadis itu. Namun, saat Minato berada dalam jarak serangan, dan betapa gadis itu mengayunkan naginata kayu itu, Minato tahu dia salah. Kecepatan ayunan itu bukan milik orang sembarangan. Dalam satu detik berikutnya, dia menerima sabetan naginata di tangan kirinya. Tidak sakit sama sekali, meski Minato merasakan benturan di tangannya. Tapi juga bukannya tidak menimbulkan demage.

Dalam satu serangan itu, Minato ingat betapa dirinya bisa meningkatkan kekuatannya dalam setahun. Bagaimana dengan gadis ini? Bagaimana kalau dia sudah lebih lama 'bermain' di Tartarus?

Teringat akan kemungkinan itu, Minato memilih menghindari gadis itu, dan langsung berlari menjauh. Saat berlari, Minato tidak mendengar langkah kaki 'Mina-tan' itu. Minato teringat akan hal lain, Dark Hour, Senjata, berarti… Minato menoleh ke belakang, mendapati gadis itu menatap padanya seolah tidak akan pernah melepasnya. Benda mirip pistol di tangan kanannya diarahkan ke kepalanya. Minato melihat gadis itu, tanpa keraguan sedikitpun menarik pelatuk itu.

"Thetis!"

Suaranya indah. Bahkan saat kau sedang berada dalam posisi diserang olehnya. Minato terkejut mendapati gadis itu adalah Persona-user juga. Muncul Persona milik gadis itu.

Sosoknya seperti Mermaid. Rambutnya sepanjang punggung berwarna hijau laut. Terdapat Tiara putih mutiara di kepalanya. Ekor ikannya berwarna biru langit. Sementara satu-satunya pakaian yang dikenakannya adalah armor berwarna biru laut yang menutupi perut, dada, dan punggungnya. Tangannya yang putih memegang tombak biru muda yang antara ujung tombak dan gagangnya dibatasi mutiara sebesar genggaman tangan berwarna merah Ruby.

"Bufu!"

Es mulai menyelimuti kaki Minato. Biasanya, Minato akan dengan mudah menghindari kecepatan es itu. Tapi karena sangat terkejut, dia bahkan tak sempat bereaksi saat dia jatuh. Entah kenapa, Minato tidak merasa bahwa gadis itu pernah mengalami hal yang segawat dirinya. Tenaganya memang besar. Kecepatannya juga. Tapi kekuatan batin yang diperlukan untuk membuat Persona semakin kuat, rasanya gadis itu tidak sekuat dirinya. Apalagi skill pilihannya hanya Bufu.

Saat Minato menyadari hal itu, bilah naginata yang tadi tidak nampak, sekarang dengan manis bersandar di lehernya. Dengan wajah hampir semua tertutup tudung, Minato melihat gadis itu tersenyum puas sambil mengedipkan satu matanya sambil menunjukkan kayu yang tadi menutup bilah naginata-nya. Senyumnya sungguh manis. Terutama dari sisi yang menyiratkan kau-baru-saja-dipecundangi-oleh-gadis.

Minato pasrah saat melihat empat orang yang sepertinya tadi mengejarnya menyusul gadis itu. Di depannya yang duduk tak berdaya di bawah belas kasih naginata Minako, berdiri empat orang. Setidaknya begitulah yang terlihat dari empat pasang kaki itu.

"Terima kasih, Minako-chan!" ucap sebuah suara lembut.

"Nah, Penyusup. Selamat datang," sambut 'Junpei' dengan… ke-junpei-annya, "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Kakak-kakak ingin aku membuka jubahnya?" tanya Minako dengan semangat dan ceria menengok pada pengejar Minato. Sangat kontras dengan tatapannya saat bertarung tadi. Manis sekali.

Kesempatan itu tidak disia-siakan Minato. Dengan sigap, dia menggapai pangkal bilah naginata Minako dengan tangan kanan, lalu dalam keadaan berjongkok dan kaki yang masih terbungkus es yang baru mulai mencair, dia memutar seluruh tubuhnya ke arah kanan, lalu tangan kirinya menampar gagang tengah naginata sehingga patah dua karena Minako juga beraksi menahan naginata-nya dengan sigap.

Namun naginata berbilah berada dalam kekuasaan Minato. Jadi Minato memutar tubuhnya lagi, dan dengan sukses mendaratkan bilah naginata pada leher Minako.

"Drop your weapon!" desis Minato ganas dengan mengubah suaranya lagi. Minato tetap memandang dengan dengan sebagian penglihatannya tertutup. Sehingga wajah keempat orang itu tidak terlihat.

Dengan segera, semua menjatuhkan senjatanya.

"Maaf, kak…" sahut Minako menyesal.

"Close your eyes!" sahut Minato.

Setelah yakin bahwa semua menutup matanya, Minato mengangkat sedikit tudungnya untuk melihat wajah-wajah pengejarnya. Minato terpukau dengan apa yang dilihatnya. Empat sahabatnya dalam sosok dewasa. Junpei, Mitsuru, Akihiko, dan kekasihnya… Yukari. Atau mungkin saat ini mantan kekasihnya?

Minato terhuyung ke arah balakang tak mengerti sambil memegangi sebelah matanya. Minako yang tidak lagi merasakan bilah menempel di lehernya segera membungkuk, mengambil pedang milik Mitsuru, dan menggunakannya untuk menampar belahan naginata-nya sendiri yang berada di tangan Minato. Namun, Minato tidak memiliki niatan untuk menahan hal itu.

Suara dentangan itu membuat yang lain membuka matanya untuk mendapati sasaran mereka tidak bersenjata dan memegangi sebelah kepalanya di bagian wajah.

"Siapa kau?" tanya Mitsuru. Sekarang jelas kenapa suara wanita itu terkesan sangat berkuasa. Dugaan Minato sejak awal benar.

"Junpei, Akihiko-senpai, Mitsuru-senpai, dan… Yukari-chan 'kan? Suara dan cara bicara kalian hampir tidak berubah," ujar Minato masih dalam tudungnya.

"Hei, yang sopan kalau bicara, mereka itu jauh lebih tua dari kau!" sembur Minako marah.

"H-hei, su-suara itu…" ucap Yukari terbata.

"Mu-mustahil," kali ini Akihiko.

"…" Junpei dan Mitsuru bahkan kehabisan kata-kata.

"Eh, ada apa?" tanya Minako bingung.

Minato mengarahkan jemarinya pada kabel yang menyatukan jubahnya. Menarik simpul itu dengan tenang dan tanpa ragu, membiarkan jubahnya terjatuh ke tanah. Menampilkan dirinya dengan seragam SMA Gekkoukan.

"Apa yang terjadi?" tanya Minato yang sekarang kembali kepada ketenangan wajah emotionless kesayangannya.

—X—

Yukari bahkan tidak tahu harus berbuat apa ketika melihat mantan kekasihnya ada di depan matanya. Matanya hanya ingin bisa mengalihkan perhatian kepada apapun selain Minato–meski sia-sia. Mitsuru, yang dulu merupakan salah seorang pengagumnya, mencoba menunjukkan wajah tegas terbaiknya. Tapi yang terjadi, dia malah menunjukkan wajah yang kacau. Akihiko bahkan hanya bisa membuka mulutnya tanpa ada kata-kata yang keluar.

"Bagaimana kau bisa ada di sini dalam wujud muda begitu?" tanya Junpei seolah memang itulah poin dari keterkejutannya.

"Stupei, apakah begitu reaksimu jika melihat seseorang yang seharusnya sudah mati?" sembur Yukari. Minato tersenyum. Itu Yukari yang dia kenal.

Junpei terdiam, bahkan Yukari juga diam, namun matanya tidak lepas dari Minato. Agaknya rasa rindu itu memang menguasainya. Dia ingin melihatnya, tapi saat Minato sudah ada di depannya, dia tidak tahu harus berbuat apa. Sama saja seperti Junpei, Mitsuru, dan Akihiko.

Rasanya suasana menjadi kaku. Minako yang tidak menyukai itu, mencoba bicara dengan Minato.

"Kau teman kakak-kakakku?" tanya Minako.

"Jika yang kau maksud mereka…" jawab Minato sambil menunjuk empat orang dewasa di depannya, "mungkin. Aku tidak yakin."

"Tidak yakin? Apa sih maksudmu?"tanya Minako.

"Entahlah," jawab Minato singkat.

"Kau aneh."

"Aku sering mendengarnya."

"I wonder why?" ejek Minako.

"Aku juga sering mendengar itu… namamu?"

"Begitu caramu bertanya nama wanita? Bukankah kau seharusnya menyebut namamu lebih dulu?" ejek Minako.

Minato hanya menggedikan bahunya. Terlihat tidak peduli.

Minako yang penasaran, malah menjawab, "Namaku Arisato Minako. Namamu, tuan sombong?"

"Arisato?" tanya Minato takjub, "kau dari keluarga Arisato?"

"Hey! Aku bertanya namamu!" balas Minako marah sambil berkacak pinggang.

"Maaf, dia hilang ingatan lima tahun yang lalu. Orang tuanya dibunuh Shadow. Kami tidak bisa mengetahui siapa dia. Jadi kami yang menemukannya, menamainya dengan nama itu untuk mengenang penyelamat kami," jawab Mitusru, "Maafkan kami karena egois."

"Bukan masalah," jawab Minato tanpa ekspresi.

"Memangnya apa hubunganmu dengan nama Arisato?" tanya Minako. Terlepas dari pertarungannya dengan Minato, rasanya mereka akrab dalam pertengkaran mereka.

"Arisato Minato," ucap Minato santai.

"Aku tahu dia, namaku terisnpirasi darinya. Semua warga S.E.S mengangguminya."

"S.E.S?"tanya Minato.

"Strega Execution Squad," jawab Minako seolah itu adalah hal yang seharusnya diketahui semua orang, "itu nama organisasi kami."

"Strega?"tanya Minato pada Yukari.

"Untuk menghormati jalan kematian orang yang kami kagumi, Chidori. Kami mengambil nama kelompoknya," jawab Mitsuru.

"Chidori juga memiliki hubungan dengan keluarga Kirijo," sahut Junpei, "dan karena kami sepenuhnya di dukung oleh Kirijo Grup, kami menghormatinya dengan ini."

"Kenapa memilih nama Strega bukannya Chidori? Dan kenapa tidak menggunakan nama S.E.E.S.? Dan lagi Strega terdengar berbahaya bagiku. Kalian pikir, kenapa aku lari-lari di lorong?"tanya Minato lagi.

"Chidori namanya, bukan nama organisasi. Lagi pula awalnya Strega dibentuk untuk menjinakkan Shadow, bukan sebaliknya," jawab Akihiko.

"Itu tidak menjadi beban kalian saat memberikan namaku pada gadis ini," jawab Minato.

"HAH?!" teriak Minako lepas.

"Apa?"tanya Minato.

"Orang aneh ini adalah inspirasi namaku? Lebih dari itu, dia pahlawan yang kami elu-elukan?" tanya Minako.

"Persis," ujar Mitsuru, "itupun kalau orang ini benar-benar Arisato Minato."

"Yaah… mungkin aku memang bukan dia, meski aku yakin kalau aku adalah dia," ungkap Minato.

"Aku selalu berpikir kalau dia orang yang keren," sahut Minako terduduk lemas.

"Tidak ada yang menganggapnya begitu dalam pertemuan pertama," jawab Yukari tersenyum pada Minako. Minato cemberut dalam hati mendengarnya. Meski Yukari berbalut tubuh dewasa, perasaan Minato belum berubah terhadapnya.

"He-Hey! Bukankah seharusnya dia sudah mati?" ucap Minako terkejut.

"Terima kasih," ucap Minato sarkastis, lalu menoleh pada Mitsuru, "Mitsuru-senpai, bisa beritahu aku apa yang sudah terjadi?"tanya Minato.

"Tidak. Kami harus memastikan bahwa kau benar-benar Arisato Minato," jawab Mitsuru tegas.

"Aku tidak mau menceritakan obrolan 'kecil' kita sebagai bukti," jawab Minato.

Semburat merah muncul di pipi Mitsuru, "Aku tidak menyuruhmu begitu." Akihiko memandang Mitsuru penuh minat.

"Jadi?" tanya Minato.

"Fuuka dan Aigis yang bertanggung jawab akan hal ini. Ikut kami," perintah Mitsuru, "Lagi pula kalau kau benar-benar Arisato Minato, kau bisa menceritakan bagaimana kau bisa hidup lagi."

"Maaf kalau nantinya mengecewakanmu," tanggap Minato.

Seiring mereka berjalan, Dark Hour pun usai.

—X—

"Ice Break-mu berhasil, huh?" ujar Minato pada Minako.

"Kau membuat lelucon dengan nama skill Persona?"tanya Minako.

"Tidak," jawab Minato dengan santai. Minako tidak ambil pusing dengan jawaban itu.

"Aku benar-benar merasa kalau dia Minato-kun, bahkan Juno juga memberikan reaksi yang sama. Tapi, dia rasanya agak berbeda," jelas Fuuka.

"Aku juga merasa berbeda," ujar Minato mengarahkan kedua tangannya ke samping, telapak tangan lurus dengan tangannya. Seketika, dua bilah pedang muncul dari kedua tangannya, lalu berputar sedemikian rupa hingga Minato dapat menggenggamnya dengan sempurna.

Semua terkejut, bahkan Minako. Minato menoleh pada gadis itu, dan merasa apa yang dipikirkannya tentang jenis prajurit tadi itu salah.

"Android?" komentar Aigis. Aigis memakai baju, dulu dia tidak akan menggunakannya jika berada di asrama. Dia terlihat lebih manusia. Kakinya seperti manusia–dia memakai sandal untuk alas kakinya sehingga jemari kakinya terlihat, benda mirip Headphone di kepalanya pun hilang. Meski tingginya masih tetap setinggi yang Minato kenal. Dia terlihat semanis yang Minato ingat. Mungkin lebih manis lagi karena dia terlihat tidak mengenakan sesuatu yang seperti robot. Lebih dari itu, wajahnya makin berekspresi. Bahkan lebih ekspresif dari wajah Minato yang… mantan manusia?

"Ukh!" Minato memegang kepalanya seketika, bukan sakit yang dirasakan. Hanya keterkejutan yang seolah ada memori yang diputar di otaknya. Dalam memori itu dirinya menggambarkan dirinya sesosok Android.

"Minato-kun?" tanya Yukari khawatir.

"Tidak apa," ucap Minato sambil menoleh pada Aigis, "Aku yakin bahwa aku seorang Android."

Minato merasa Mitsuru yang merupakan pemimpin Kirijo Grup dapat menjelaskan, tidak, mungkin semua kenalannya bisa. Tapi, memorinya belum pulih seutuhnya. Meski dia sekarang tahu kenapa dia merasa memiliki senjata serta Evoker.

"Aigis, bisa beritahu apa yang diperlukan?" tanya Minato mengarahkan seluruh jari tangan kanan menghadap ke atas dan telapak tangan mengarah pada Aigis.

Aigis menoleh pada Mitsuru, meminta persetujuan. Mitsuru mengangguk. Sekarang, Aigis yang nampak ragu untuk memberikan apa yang diminta oleh Minato.

"Ada apa?" tanya Minato bingung.

"Kau tahu, urusan manusia laki-laki dan wanita ketika berhubungan?" ujar Aigis tersipu, "Entah kenapa, aku tidak bisa memikirkan kalau yang akan kita lakukan mirip dengan hal itu."

Sekarang giliran semua orang yang tersipu, bahkan Minato merasa sedikit tidak nyaman. Semua tahu bahwa Aigis selalu terus terang, tapi pemikiran Aigis sama sekali tidak membantu mereka mengabaikan kesan Aigis. Meski hal yang akan dilakukan Minato dan Aigis adalah rahasia para Android dan Kirijo Grup, sepertinya orang yang ada di sini saat ini adalah orang yang dipercaya dapat menjaga rahasia itu. Sehingga mereka bisa tersipu karena mengerti.

"Jangan pikirkan itu," ujar Minato kembali pada poker face-nya. Meski hatinya–kalau dia memang masih punya hati–sangat terganggu. Lalu, dari kelima jari Minato, keluar besi-besi kecil yang tak lebih besar dari batang korek api.

Aigis mendekati lima jari kanan Minato dengan lima jari tangan kirinya yang membentuk lubang-lubang yang cocok dengan besi-besi kecil di tangan Minato.

Lalu terhubunglah sana, Minato mempelajari bahwa Shadow muncul lagi lima tahun lalu, diri Aigis yang dimodifikasi sehingga rupanya makin mirip rmanusia yang disebut Android. Sepuluh tahun lalu, bagaimana dia mati. Dan banyak hal lainnya, salah satunya perasaan Aigis pada Minato. Dan betapa dia bahagia melihat Minato lagi.

Minato menjauhkan jemarinya dari Aigis. Aigis pun terkejut, "Itu belum semua, Minato-kun."

"Aku sudah mengetahui apa yang butuh kuketahui," ujar Minato perlahan.

Minato melihat sekeliling ruang rapat yang mereka tempati. Saat masuk asrama S.E.S ini, semua orang melihat dirinya dengan senjata yang tersandang. Besar kemungkinan mereka terbangun karena alarm yang sengaja diaktifkan olehnya. Sampai di ruang utama, terpampang nama-nama pahlawan yang gugur dalam pertarungan melawan Shadow. Hanya nama tanpa foto. Dan itu sudah lebih dari dua puluh orang termasuk dirinya, Chidori, Shinjiro, dan Ayah Mitsuru.

Dia tahu bahwa lima tahun lalu, Minako ditemukan di depan Asrama Iwatodai saat kelompok S.E.E.S menyadari Dark Hour muncul lagi. Minato tahu bahwa Shadow yang sekarang terdapat beberapa jenis yang dibedakan dari cara memangsa makanannya. Ada yang memakan pikiran manusia, ada yang memakan manusia, dan ada yang melakukan keduanya. Parahnya, para Shadow tidak lagi hanya di Tartarus, Tartarus sudah menghilang. Shadow berkeliaran di mana-mana tiap Dark Hour. Bahkan Tartarus sudah tidak ada.

Dan yang terpenting, kemampuannya sebagai Android didapat karena tubuhnya diciptakan oleh Kirijo Grup atas permintaan anggota S.E.E.S. tepat lima tahun yang lalu. Saat dimana Aigis juga mendapatkan tubuh barunya yang lebih manusia. Yang menarik, mereka menghentikan proyek itu karena Minato versi Android tidak mungkin sama dengan yang asli. Selain itu, membuat Minato hanya akan menjadikan mereka melihat masa lalu terus. Saat proyek dihentikan, yang tidak dimasukkan ke dalam dirinya hanya program aktifnya. Sehingga seluruh program yang bersifat pasif dapat berjalan dengan baik.

"Apa lagi yang baru?" tanya Minato akhirnya.

"Junpei seorang pelawak yang sukses," celetuk Aigis tersenyum… aneh.

"Kau serius?" tanya Minato.

Aigis menggedikkan bahunya, "Kau bisa tanya langsung pada orangnya."

Minato agak terkejut. Meski cara bicaranya berubah, dia mengharapkan Aigis menjawab pertanyaannya. Lalu dia menoleh pada Junpei dengan tatapan bertanya.

"Yaah… aku cukup sukses di dunia karir. Tapi dalam percintaan bahkan aku masih memimpikan Chidori," jawab Junpei menggaruk belakang kepalanya.

Minato menoleh pada Mitsuru.

"Aku masih pemimpin Kirijo Grup, dan aku akan menikah satu bulan lagi. Aku sendiri masih bingung kenapa aku menyutujui hal itu," Mitsuru mengakhiri dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jangan bilang begitu, nee-chan. Lihat! Akihiko-nii jadi cemberut begitu," sahut Minako tepat di depan Mitsuru dengan wajah iseng.

Minato menoleh pada Akhiko.

"Aku akan menikahi Mitsuru bulan depan, meski aku hanya seorang Polisi," ucap Akihiko.

Minato tersenyum, "Kau seorang inspektur 'kan? Bukan jabatan yang rendah."

Minato melirik pada Yukari yang… sepertinya menghindari Minato. Yukari memandang ke mana saja asal bukan Minato.

"Mungkinkah…" pikir Minato.

"Aku bersekolah lagi, di Gekkoukan sebagai murid SMA. Tentu saja, data diriku yang dulu sudah dimusnahkan," ujar Aigis. "Bagaimana denganmu, Minato-kun?" tanya Aigis penuh harap. Tapi, Minato tahu, Aigis bertanya hanya untuk mengalihkannya dari menanyai Yukari.

"Tidak heran Nyx kabur lima tahun lalu…" ujar Minato, "ternyata ada Arcana milikku yang melemah."

"Apa?" tanya yang lainnya, "Nyx yang telah kau segel itu?"

"Jadi karena itu aku bisa kembali ke dunia ini?" tanya Minato pada diri sendiri. Suaranya menunjukkan emosi. Yang merupakan hal yang mengejutkan.

"Minato-kun…" ujar Fuuka cemas.

"Aku lebih memilih tidak kembali jika aku akan mengetahui kenyataan ini, meski aku akan menerimanya seperti biasa," Minato masih bergumam dengan dirinya.

"Kuharap kalian tidak pernah terpikir untuk membuat tubuh ini di masa lalu," ucap Minato diakhiri dengan air mata yang menetes juga deathglare pada semua orang.

Semua terkejut. Semua takut. Tidak ada yang lebih mengerikan dari pada seseorang yang tidak pernah menunjukkan emosi, sekarang sedang marah menatap kalian. Terlebih dia adalah sosok terkuat diantara mereka dahulu.

"Aku tidak memiliki niatan untuk membantu kalian kali ini. Silahkan bertarung dengan Nyx sampai sekarat," ujar Minato sambil menengok pada anggota S.E.S. tanpa melepas deathglare-nya.

Saat berada di depan pintu, Minato memcoba menarik gagang pintu untuk membukanya. Terkunci.

"Arisato, tolong jawab permintaanku sebelum kau pergi," ujar Mitsuru sambil mengeluarkan kunci yang dipegangnya.

"Pikirmu aku butuh kunci untuk pergi dari sini?" ejek Minato dengan wajah datar.

TOK….TOK

Minato mengetuk pintu dengan jari telunjuknya secara tidak ada orang di balik pintu. Dan dengan lambaian ke depan, dia memaksa pintu terbuka ke arah yang bukan semestinya. Pintu yang terbang itu tiba-tiba terbelah dua. Terlihat sosok dewasa dengan pedang satu tangan, membelah pintu tersebut.

Pria itu berambut abu-abu. Tatapan yang datar, hampir sama seperti Minato. Namun, ekspresinya menyiratkan ketidaksukaan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu datar.

"Keluar dari ruang rapat," jawab Minato tak kalah datar.

"Apa kau tidak tahu di sini banyak anak-anak?"

"Aku tidak peduli dengan Strega," lalu Minato menengok ke belakang, "sampaikan salamku untuk Ken."

Lalu Minato melangkah menuju tengah-tengah ruang utama. Melihat papan nama-papan nama pahlawan S.E.S. dengan tidak suka. Dalam satu lompatan, dia berhasil mencapai papan tertinggi–kurang lebih dua setengah meter, papan dengan namanya. Dia mencabut papan itu, dan saat sampai di bawah, dia melemparkannya ke arah mantan anggota S.E.E.S. dengan cepat.

TANG

Aigis menangkis lemparan itu, Minato tahu bahwa kecepatan reaksi Android diatas manusia, jauh diatas manusia. Yang membuat Minato terkejut adalah tatapan terluka dari Aigis. Namun, saat ini Minato tidak mau mempedulikan sahabat sebangsanya itu.

"HEI! APA YANG KAU LAKUKAN?!"

"KAU INGIN PERANG?"

"BERANI SEKALI MEMPERLAKUKAN ARISATO MINATO BEGITU!"

Teriakan itu dikeluarkan oleh orang yang berada di ruang utama. Sepertinya mereka serius, karena mereka menyiapkan senjata mereka. Dan itu hanya menambah kemarahan Minato.

"DIAM!" teriak Minato.

Poker face milik Minato bertahan–yang merupakan hal luar biasa dalam teriakan yang keras itu. Amarahnya tidak terbendung lagi. Rasa amarah yang berbeda. Tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Perasaan terluka karena dikhianati oleh Yukari. Rasanya… Minato tidak tahu. Sepuluh tahun dia menjaga perasaan untuk Yukari sambil bertarung dengan Nyx dalam keabadian, tanpa harapan usai. Sekarang setelah kembali, dia hanya mendapati Yukari sudah memiliki pasangan.

"Arisato Minato? Pahlawan yang menyelamatkan kalian dari Nyx itu kah?" desis Minato. Rasa kesalnya dia tumpahkan pada hal lain. Seolah itu akan menyembunyikan alasan yang sebenarnya.

"Dia menyelematkan dunia! Jangan kau pikir kau sekarang masih ada jika bukan karenanya!"

"Nyx terbebas," balas Minato, "Jangan memujanya terlalu tinggi."

"Apa-apaan–"

"Jika kalian masih ingin bertarung melawan Shadow, bersiaplah menghadapi Nyx. Tentu saja jika kalian memiliki kemampuan untuk menyegel makhluk itu, kalian harus cukup berani," ujar Minato dengan wajah sedatar mungkin. Kemudian melangkah pergi tanpa menunggu balasan dari mereka.

"Kembalilah kapanpun kau ingin, Mi–" suara itu terputus sesaat, "Kembalilah! Kami akan membutuhkanmu," ujar Yukari dari belakang Minato.

Minato hanya mendengus dan tetap berjalan membiarkan semua orang yang menatap dengan permusuhan. Bahkan pembelah pintu berambut abu-abu pendek itu membiarkan Minato melewatinya.

—X—

"Kenapa kakak membiarkannya pergi?" tanya seorang anak seusia SD pada Mitsuru yang terkenal tegas.

"Tidak apa, dia bukan orang jahat," ujar Mitsuru ramah.

"Tapi–"

"Tidak apa. Kita percaya pada mereka saja. Segalanya selalu berjalan baik ketika kita melakukan itu bukan?" ujar pria berambut abu-abu.

"Terima kasih, Narukami," ucap Akihiko tulus.

"Semua, silahkan istirahat," ujar Fuuka pada semua orang.

Dalam keadaan orang-orang yang beranjak menuju kamarnya, ada saja berkasak-kusuk.

"Manusia macam apa yang menerbangkan pintu seperti tadi?"

"Dia itu siapa sih? Kok bisa lompat setinggi itu?"

—X—

Minato keluar dari asrama S.E.S. dan melihat bahwa bangunan itu tepat berada di sebelah SMA Gekkoukan. Hal yang tidak diperhatikannya saat keluar dari asrama saat bertemu Minako. Kemudian, dia berjalan menuju sekolah itu. Nostalgia? Bukan, rasanya tidak tepat disebut begitu. Lebih seperti ingin menyendiri di tempat dimana tidak ada orang. Sekolah jam seperti ini pasti tidak ada orang.

Sesampainya di gerbang, dia tidak repot memanjat atau menghancurkan gerbang untuk menarik perhatian. Dia langsung melompati gerbang tanpa ancang-ancang. "Sepertinya menjadi Android tidak begitu buruk," batin Minato menghibur diri.

Sesampainya di depan sekolah, dia memilih untuk duduk bersandar pada dinding sekolah. Mencoba tidur. Dia tidak merasa dingin. Saat Minako menyerangnya, dia tidak merasa sakit. Mungkinkah 'kulit'-nya tidak dapat merasakan sesuatu lagi? Minato tidak tahu dan memilih tidak begitu memikirkannya. Ada hal lain untuk dipikirkan.

"Kenapa aku hidup kembali?" gumam Minato.

"Kenapa aku terbangun dari takdirku?" batin Minato sambil menaruh tangannya pada lututnya, dan wajahnya pada tangannya.

Why did I awake?

Bersambung


Bagaimana?

Um… agak janggal kurasa. Dan masih kurang jelas ya? Jadi, cobalah tanyakan padaku hal apa yang kurang jelas itu dalam review kalian. Jadi, mungkin nanti bisa kujawab dalam chapter berikutnya. Atau mungkin itu bisa jadi bahan untuk chapter atau cerita berikutnya.

Oh, aku akan mencoba meneruskan fanfic sebelumnya juga. Meskipun aku ragu tentang progress-nya. Bagaimanapun, fanfic yang stuck itu butuh seminggu untuk mencapai enam halaman. Sedangkan fanfic ini butuh semalaman untuk mencapai lebih dari itu. Umm… intinya, aku minta maaf kalau nanti update-nya akan makan waktu.

Akhir kata, Review, Please!