DON'T MAKE HER CRY !
WARNING : gaje, death chara, garing, gag jelas, abal-abal,
Tombol back menanti anda,
RnR please . . . .
Apakah kau tahu ?
Seberapa besarnya rasa sayangku padamu ?
Hingga aku melakukan segalanya hanya untuk melindungimu,
Akan kubunuh. . .
Akan kubunuh semuanya,
Akan kubunuh orang yang membuatmu terluka,
Saksikanlah dengan tenang hingga akhir permainan ini,
Putri manisku..
Suara binatang malam terdengar sayup-sayup diluar sana. Hembusan angin malam membuat suara derak pada jendela kamarnya yang tidak tertutup dengan benar. Meniup perlahan gorden transparan yang juga hanya asal-asalan ditutup. Dari kegelapan malam itulah, tampak seorang gadis berambut tosca yang sedang duduk diatas kursi sambil menatap sebal pada layar handphone di hadapannya saat ini. Entah berapa lama dia seperti itu, tapi yang jelas, dia tidak pernah mengalihkan pandangannya dari benda persegi itu barang sedetikpun.
"Argh! Menyebalkan!"
Tidak hingga kesabarannya sudah mulai menipis. Dilemparkannya benda itu keatas tempat tidurnya dan disusul dengan direbahkan tubuhnya sendiri disana. Tepat disamping handphone miliknya sendiri.
Ah,Tuhan! Menunggu itu bukanlah hal yang menyenangkan! Dan itu benar-benar terasa seakan mencekikku saat ini!
Gadis itu mulai menggerutu dan mengacak-acak surai tealnya dengan geram. Sepertinya dia mulai sedikit frustasi dengan keadaannya saat ini.
"Kenapa Mikuo-kun tidak membalas e-mailku,sih!"
Gadis itu mendesah panjang dan mulai memejamkan mata perlahan. Dia ingin mengistirahatkan dirinya barang sejenak saja setelah berlama-lama menatap layar handphone miliknya itu. Dan disaat itulah, sebuah firasat buruk menyergapnya. Membangunkannya dari tidur sesaatnya dengan sebuah sentakan kaget pada tubuhnya sendiri. Sebuah firasat buruk tiba-tiba menghantui pikirannya. Dia berusaha menepis firasatnya jauh-jauh, mencoba membuang segala kemungkinan terburuk mengingat tidak pernah ada firasatnya yang meleset sejauh ini.
"Mikuo-kun . . . "
Gadis itu memalingkan tubuhnya ke kanan, untuk sejenak tatapan matanya tertuju pada sekumpulan boneka yang tersusun rapi di salah satu sudut tempat tidur. Tangan mungilnya meraih sebuah boneka kucing warna putih dengan corak totol cokelat di sekujur tubuh dan kepalanya. Boneka kucing yang sedang membawa kotak berwarna biru dengan pita kecil di atasnya. Terukir dengan jelas sebuah nama disitu. Mikuo. Dengan tangan yang gemetar, gadis itu mengambil sesuatu dari balik kotak si kucing.
Sebuah kalung pemberian kekasihnya, Mikuo. Kalung dengan bandul bintang yang nampak sederhana, tapi penuh dengan makna.
" Kau adalah bintang yang bersinar di kala malam tiba, juga bintang yang tertidur di kala terik matahari menghadang. Walaupun begitu kau selalu mencoba untuk tetap bersinar. Berusaha mengalahkan teriknya matahari. Sang sinar yang sudah menyembunyikan kecantikanmu selama ini dan menurutku seperti itulah dirimu." Jari jemari Mikuo dengan terampil mengambil barang yang disimpannya dalam boneka itu. Sebuah kalung yang mampu membuat mata gadis itu berbinar.
"Lihatlah.." Mikuo mengangkat kalung itu tinggi. Sebuah kalung dengan bandul bintang. Mata gadis yang ada di hadapannya kini berbinar. Membuat pemuda itu tersenyum kecil sambil menunjukkan sebuah trik kecil yang tersimpan pada kalung itu. Dengan perlahan dan hati-hati, dipisahkannya kalung itu menjadi 2 bagian. Sang gadis hanya bisa memiringkan kepalanya sambil menatap takjub ke arah pemuda itu.
"Aku adalah bintang yang ada diluar, bintang yang tampak sederhana dari luarnya, tapi penuh akan makna ketegasan, kesetiaan, dan penuh wibawa dari kesederhanaanya itu, bintang yang akan selalu menjaga jiwanya yang tertidur. Dan aku pun, akan selalu melindungi, Miku-chan." Pemuda itu mengucapkannya dengan riang sambil memasang senyum lebarnya. Ternyata dia terlalu acuh untuk memperhatikan wajah kekasihnya yang kini sudah mulai bersemu merah.
"Dan kalung yang di dalamnya ini, adalah kau, dengan permata yang tidak terlihat norak ataupun jelek. Tapi terlihat ada kehangatan yang tersembunyi di balik cahayanya. Dan ini untukmu." Dengan perlahan, tangan gadis itu terulur menerima pemberian dari sang kekasih. Matanya memancarkan kebahagiaan yang besar saat menatap kalung yang ada dalam genggamannya saat ini.
"Terimakasih,Mikuo-san"
Sebuah memori yang indah untuk diingat bukan? Yah, setidaknya hal itu berhasil membuat sebuah kurva manis terbentuk dari bibir sang gadis, yang kini sedang memeluk bonekanya dengan gemas.
Suasana malam ini terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya. Terasa seperti ada hawa dingin yang cukup mengusik. Ah, seperti seolah-olah akan diterkam oleh sesuatu yang tidak diketahui. Oke, itu tadi terlalu berlebihan. Tapi kali ini, suasananya memang benar-benar berbeda jauh. Dan hal itu cukup membuat si gadis nampak makin gelisah.
Gadis itu bergegas bangun dari tempat tidurnya dan engan perlahan tangannya membuka gorden tipis jendela miliknya. Matanya menangkap siluet sesosok pria yang sedang berdiri di bawah tiang lampu di depan rumah. Dari cahaya lampu yang cukup terang, dia melihatnya. Melihat pemuda itu berdiri disana dengan sebuah ekspresi yang sulit dijelaskan. Rambutnya yang berwarna biru kehijauan tampak berantakan dan pudar karena cipratan darah di sekujur tubuhnya. Mantel birunya basah karena tersiram darah yang cukup banyak, syal yang dipakainya pun tampak asal-asalan seperti habis ditarik oleh orang. Hal yang sama terjadi juga pada baju dan celananya yang penuh darah. Pria itu tampak tersenyum menyeringai seolah puas dengan apa yang barusan dilakukannya. Gadis itu bergidik ngeri melihatnya. Tanpa harus memikirkan apapun lagi, si gadis langsung melangkahkan kakinya.
"Mikuo-kun!" Gadis itu berteriak dengan nyaring. Dia tidak peduli lagi dengan nafasnya yang terasa berat ataupun tubuhnya yang bermandikan keringat. Yang terpenting baginya saat ini, hanyalah sang kekasih, Mikuo, yang ternyata adalah sosok siluet yang dilihatnya tadi.
Pemuda itu menolehkan wajahnya perlahan, dengan sebuah senyuman yang tidak mencapai matanya, dia menatap gadis itu lekat-lekat. Mata emerald yang tampak begitu kosong dan dingin, seolah-olah akan menelanmu bila kau memalingkan wajahmu barang sedetik saja.
Tidak, jangan seperti ini lagi Mikuo-kun….
Gadis itu kembali meneruskan melangkahkan kakinya, menuruni setiap anak tangga dan segera berlari keluar rumah. Mulutnya selalu mengucapkan kata 'sial!' setiap dia mengingat betapa luasnya rumah yang dihuninya seorang diri. Seorang anak dari keluarga terpandang yang hidup dalam kemandirian.
Dia mendobrak pintu depan dengan keras. Menabrak beberapa pot bunga miliknya dan menjatuhkan peralatan kebun yang dia taruh di halaman rumah. Dia tidak peduli dengan apa yang sudah dilewatinya. Dia tidak mau memperdulikannya untuk saat ini. Gadis itu terus melangkahkan kakinya mendekati sang pemuda. Dengan tangan yang gemetar, gadis itu menjatuhkan dirinya di dalam pelukannya
"Sudah cukup ... Aku mohon ..." Ucap gadis itu sambil meraih kerah baju si pemuda yang terasa hangat karena darah. Dia menangis sesenggukan di dada bidang sang pemuda. Yang justru tidak membalas pelukannya ataupun sekedar menenangkan si gadis. Dia mengacuhkannya.
"Mereka semua harus merasakan akibatnya." Pemuda itu berbicara dengan sangat dingin, nyaris tanpa ekspresi diwajahnya. Tapi tangannya bergetar pelan saat membelai rambut sang gadis yang berantakan. Setidaknya dia tidak mengacuhkanmu, nona.
"Tidak! Aku ...Aku mohon ... Aku tidak ingin melihatmu seperti ini,cukup ... Mi- ... "
BRUKK!
Ah, lihatlah. Gadis itu terjatuh begitu saja dalam pelukan sang pemuda. Dia sudah gagal menahan dirinya dari aroma darah yang menguar dari tubuh pemuda itu. Dia gagal menahan gejolak perutnya yang ingin memuntahkan kembali makan malamnya. Dia terlalu lemah untuk menghadapi semua ini seorang diri.
Walaupun begitu, gadis itu selalu mengingat satu hal dalam pikirannya. Pemikiran yang kadang membuatnya ketakutan setengah mati setiap saat,"Siapa yang jadi 'bonekamu' kali ini?"
Re-Make!
