Bloody Doll

by -Mirupii-

.

Kuroshitsuji © Yana Toboso

.

.

.

Percaya padaku

Maka kau akan bisa melihatku

Melihat sosok yang tak bisa ditangkap oleh mata biasa

.

.

.

.

Cecillia yang sedang duduk-duduk sambil membaca buku terusik oleh Sebastian yang datang bersama teman-temannya.

'Pembuat onar datang. Habis sudah waktu tenangku!' pikirnya.

"Ayolah, Cecil, aku tau kau menganggapku pembuat onar, kan? Terlihat dari caramu menatapku lho." Sebastian langsung mengambil posisi untuk duduk di samping Cecillia, mengelus pelan helaian panjang rambut kelabu itu dan mencium pelan pipi halus perempuan disampingnya.

Cecillia tetap diam, meskipun wajahnya sedikit memerah sekarang, sedikit, hanya sedikit.

"Sebastian Michaelis, diamlah sedikit, aku ada ujian nanti, ajak saja teman-temanmu untuk pergi, jangan ganggu aku dulu, ok?" Cecillia menepis tangan Sebastian yang ada dirambutnya.

"Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Nanti aku jemput seperti biasa, jam berapa kamu pulang?"

"Jam 4 mungkin? Jemput saja jam 5." Cecillia menjawab tanpa melihat Sebastian sedikitpun, perhatiannya tetap pada buku yang ia pegang.

"Baiklah, jam 5. Telpon aku jika selesai lebih cepat."

Cecillia hanya mengangguk kecil.

Merasa tak mendapat perhatian, Sebastian mencoba cara lain, ia berlutut di depan Cecillia dan memperhatikannya dengan seksama.

Cecillia yang merasa terganggu mengangkat wajahnya, dan langsung saja, Sebastian menempelkan bibirnya di bibir Cecillia. Tapi hanya sebentar, Cecillia langsung mendorong Sebastian yang tersenyum tak jelas.

"Bodoh!" Cecillia langsung kembali konsentrasi kepada bukunya. Bukan, hanya alasan untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah, ditambah lagi mereka mendapat siulan tak jelas dari teman-teman Sebastian.

"Jangan marah, kau sendiri yang tidak memberiku perhatian," Sebastian berdiri dan menepuk pelan kepala Cecillia, "Jangan lupa makan, ok? Sukses dengan ujiannya." ia pun berlalu sambil melambaikan tangan.

Cecillia hanya melihat sebentar dan kembali menekuni bukunya sambil tersenyum.

.

.

.

.

Sebastian tersenyum ketika ia mengemudikan mobilnya. Undertaker yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Sebs, kau benar menyukainya? Dia terlihat dingin, walau cantik memang."

Sebastian tersenyum, "Ia mempunyai sisi manis tersendiri. Tak mudah mendapatkannya. Kau akan meleleh kalau melihatnya tersenyum."

Sebastian ingat benar bagaimana perjuangannya selama 2 tahun hanya untuk mendapatkan Cecillia. Cerita lama, lupakan saja.

"Apa katamu saja, yang penting kau senang."

.

.

.

.

Sudah jam 6.30 p.m ketika terakhir kali Cecillia melihat jamnya. Sebastian terlambat menjemputnya.

"Bodoh, kalau tau dia akan telat menjemput begini lebih baik aku naik taksi, pasti aku sudah sampai." gerutunya.

Memang, tadi ia sempat menelepon Sebastian, dan lelaki itu mengaku sedang dalam perjalanan. Cecillia juga bilang kalau tak bisa menjemput dia bisa pulang sendiri, tapi Sebastian tetap berkeras akan menjemputnya.

Ia menatap bosan kearah sekelilingnya, gedung universitas itu nampak sepi, memang, kelas Cecillia adalah kelas terakhir hari itu. Hanya nampak beberapa orang, tapi mereka berjalan kearah parkiran untuk mengambil motor atau mobil mereka. Sempat sesekali mereka menyapa Cecillia dan bertanya mengapa belum pulang, jawabannya tentu saja, Sebastian terlambat menjemputnya.

.

.

.

.

Sebastian berlari menghampiri Cecillia yang mengaduk capucinnonya dengan bosan. Ia berpindah ke sebuah cafe setelah jenuh menunggu seorang diri, karena lapar juga tentunya.

"Oh, dear, maaf aku terlambat." Sebastian menghampiri Cecillia, yang ditatap? Ia kembali menatap Sebastian dengan jenuh.

"Ya, tak apa."

"Ayolah, Cecil, kau marah padaku?"

"Tidak, Sebastian, aku hanya sedikit lelah dan lapar," Cecillia mengelus pipi Sebastian dan tersenyum, "Apa yang membuatmu terlambat?"

"Kecelakaan kecil," Cecillia terbelak kaget. Sebastian tertawa, "Grell mabuk, aku mengantarnya pulang dulu, tak mungkin aku membiarkannya menyetir dalam keadaan seperti itu bukan?"

Cecillia tersenyum, "Kita pulang sekarang?"

"Tidak, bagaimana dengan dinner? Sudah lama kita tidak pergi berdua."

"Terserah padamu, dear.."

.

.

.

.

Langkah kaki mereka mantap, seolah yakin kalau dapat mengalahkan apapun yang ada di depan mereka.

Tapi..

Apa mereka tau kalau bahaya yang menunggu lebih besar dari yang mereka perkirakan?

.

.

.

.

Liburan.

Satu kata itu sangat ditunggu oleh Cecillia dan kawan-kawannya. Setelah penantian panjang, mereka mendapatkan itu.

Kalian tau ekspresi mereka?

Aku yakin kalian tau, kalian pasti pernah merasakan hal yang sama bukan?

Sebastian tersenyum kecil ketika melihat Cecillia melambai sambil tersenyum kearahnya. Elizabeth yang ada di sampingnya juga melambai kecil. Sebastian balas tersenyum, ia merangkul Cecillia begitu perempuan cantik berambut kelabu panjang ada di sebelahnya.

"Michaelis, halo." Elizabeth tersenyum menyapa.

"Lizzie, halo." Sebastian juga tersenyum.

"Baiklah, Michaelis, bagaimana dengan liburan kita?" Cecillia tertawa.

"Jangan panggil aku Michaelis, Phantomhive," Sebastian mengelus pipi Cecillia, "Kita akan menginap di villa itu bukan?"

"Sebastian, hentikan acara mengelus dan mencium pipi Phantomhive, kau dilihat banyak orang, bodoh." Agni menghela nafas melihat kelakuan Sebastian.

"Tenang saja, biar mereka semua tau kalau Natasha Cecillia Phantomhive itu milikku."

Cecillia langsung memerah wajahnya, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil menunduk. Sebastian langsung memeluknya dengan erat. (Author: Sebby, saya juga mau di peluk, hiks~ T _ T)

"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang? Kalian bisa melanjutkan acara mesra-mesraan kalian di villa nanti, ok?" Undertaker menyahut sambil tertawa.

"Baiklah, ayo, dear.." Sebastian mengecup pipi Cecillia pelan sebelum menggandengnya masuk ke mobil.

.

.

.

.

Dua mobil hitam itu membelah jalanan. Sebastian, Cecillia, Elizabeth, Alois, dan Undertaker ada di satu mobil, sementara Agni, Soma, Grell, Claude, dan Lau ada di mobil yang lain.

Tentu saja Alois dan Elizabeth tidak mau ada di mobil yang berbeda dengan Cecillia bukan?

Dua mobil itu berhenti di depan sebuah villa. Bukan, lebih tepat di sebut kastil dari pada villa. Villa itu bergaya istana Versailles, besar dan megah.

Mereka langsung menurunkan semua bawaan mereka, masuk, dan membereskan kamar yang akan mereka gunakan.

.

.

.

.

-Cut To -

Cecillia sedang tertidur di sofa ketika Alois dan Elizabeth datang menghamipirinya.

"Ceciiiil~" Alois langsung menepuk pelan pipi Cecillia.

"Nggh~" Cecillia mengerang, lalu membalikkan badannya.

"Hihi, dia tak bangun. Bagaimana ini Lizzie? Pesta kita tak akan lengkap tanpa sang ratu."

"Kita panggil Sebastian, dia pasti tau bagaimana caranya membangunkan Cecil."

Alois mengangguk dan berlari menghampiri Sebastian yang ada di halaman belakang. Tak lama, Alois berhasil membujuknya untuk ikut.

Kau tau alasan Sebastian mau ikut dengan Alois padahal ia sangat tak suka pada Alois?

Karena kata-kata Alois tentunya.

Kata-katanya? Tentu akan kuberitahu, tapi tak sekarang (minta ditabok banget ini Author sableng *plak*)

Alois berkata pada Sebastian sambil tersenyum manis, "Sebas, Cecillia sedang tertidur, dan kamu bisa melakukan apa saja untuk membangunkannya."

Kata 'apa saja' itulah yang di sukai Sebastian.

Elizabeth sedang mengelus rambut Cecillia ketika dilihatnya Alois berhasil menggandeng Sebastian.

"Ini dia, Sebastian Michaelis kita." Alois tertawa. Elizabeth hanya tertawa kecil, ia berdiri dan berjalan kesamping Alois.

"Ayo bangunkan dia, Michaelis."

Sebastian mengangguk, ia duduk di samping Cecillia dan mengelus rambut panjang kelabu itu, "Sleeping Beauty bangun karena ciuman dari pangeran, eh?" Sebastian tersenyum sambil mencium leher Cecillia, "Bagaimana, dear? Kau mau coba?"

"Kurasa tidak, Sebastian. Kau sudah terlalu banyak menciumku hari ini, ingat?" Cecillia tersenyum sambil menjauhkan muka Sebastian dari mukanya, "Aku bisa keracunan." Cecillia tertawa.

"Tuan putri kita sudah bangun! Baiklah, kita bisa memulai pestanya!" Alois menggandeng tangan Cecillia, Elizabeth mengikutinya dari belakang, "Sebastian, aku pinjam tuan putri dulu, ok? Akan ku kembalikan saat dia sudah semakin cantik."

"Tak perlu kau dandani pun dia sudah cantik, Alois Trancy." Sebastian tersenyum.

.

.

.

.

Cecillia keluar dari kamarnya setelah di dandani oleh Alois dan Elizabeth, gerutuannya hanya di balas oleh tawa teman-temannya.

"Ayolah, Cecil, kau terlihat cantik! Sekali-kali buatlah Sebastian senang." kata Alois.

"Al, kau membuat Sebastian senang dengan menyiksaku," Cecillia menghela nafas, "Aku harus mencoba lebih dari 20 gaun, eh? Padahal yang kupakai hanya satu."

Alois tertawa, "Sekali-kali senangkan juga temanmu ini."

"Biarkan saja Alois sinting itu, dear. Kau terlihat cantik."

"Sebastian.."

"Halo," Sebastian mencium punggung tangan Cecillia, "Tuan putri, sudikah Anda menemani saya?"

"Ayolah, Sebastian, ini bukan drama," Cecillia tertawa, "Aku akan menemanimu, karena hanya aku yang boleh."

.

.

.

.

-Cut To-

Cecillia terduduk di sofa, dia terlihat lelah. Dansa, melakukan beberapa permainan, dan terakhir mengadakan pesta BBQ sungguh membuatnya lelah.

Ia mengarahkan pandangannya kepada teman-temannya yang masih semangat, bernyanyi dan tertawa. (Author: kegiatan gue banget - , -)

Dia mencari Elizabeth, berharap dapat mengajaknya untuk kembali ke kamar, tapi tak dapat di temukannya sosok berambut pirang panjang itu. Ia putuskan untuk kembali sendiri, walau agak takut, tapi ia sudah sangat mengantuk, dengan langkah gontai ia berjalan, menjauhi kerumunan orang yang masih tertawa-tawa dengan hebohnya.

.

.

.

.

Aku punya sebuah boneka

Boneka cantik berambut pirang panjang

Matanya hijau, dan senyumannya manis

Apakah kalian dapat melihatnya?

Ia semakin cantik dengan gaun merah yang kubuat

Gaun merah yang kubuat dari darah

.

.

.

.

Cecillia baru akan melangkah kedalam kamarnya ketika Grell menepuk pundaknya. Otomatis, Cecillia berbalik, wajahnya terlihat sedikit lega ketika melihat Grell yang menepuk pundaknya.

"Cecil? Kenapa?" tanya Grell. Oh, ya, sudah pasti sikap Grell ke Cecillia berbeda dengan sikapnya terhadap Sebastian, jika dihadapan Sebastian dia bersikap feminim, maka di depan Cecillia dia bersikap sebagaimana seharusnya sikap seorang lelaki.

"Tidak, aku.. Kau tau, Grell, berada di villa yang lebih mirip kastil berumur ratusan tahun membuatku tak tenang," Cecillia menghela nafas sambil tersenyum, "Aku takut."

"Harusnya kau bilang pada Sebby, pasti, jika kau yang meminta dia akan mengganti villanya."

"Aku ingin, dari awal sejak aku melihat villa ini beberapa hari yang lalu, aku sudah merasa tak enak. Tapi aku tak ingin Sebastian kecewa jika kubilang aku tak suka villa ini, ia menunjukkan padaku dengan sangat ceria, Grell."

"Kau memang baik, Cecil," Grell menepuk pelan kepala Cecillia, "Kau ingin tidur, eh? Tidurlah, aku akan berjaga di depan pintu kamarmu sampai Lizzie kembali, kurasa ia masih berpesta bersama Al."

"Terima kasih, Grell." Cecillia tersenyum.

"Jangan terlalu sungkan, Nona." Grell membungkuk. Cecillia hanya tertawa kecil melihatnya.

Serta merta, Grell membukakan pintu untuk Cecillia, mereka berdua dapat langsung merasakan sesuatu yang aneh. Bau amis darah tersebar di kamar Cecillia.

"Grell, kamarku tak mungkin bau darah kan?"

Grell mengangguk, "Mau masuk? Atau aku saja yang periksa?"

"Aku ikut." Cecillia mengikuti Grell dari belakang, mencari sumber bau darah itu.

"Kurasa dari arah kamar mandi." ujar Cecillia.

Grell hanya mengangguk, mereka berjalan kearah kamar mandi. Perlahan, Grell membuka pintunya.

Dan, voila !

Pemandangan sadis menjadi sambutan yang mereka dapat.

Seorang gadis berambut pirang panjang terkulai lemas di bath tub, tubuhnya di selimuti darah, mengubah warna gaun putihnya menjadi sangat merah. Kedua mata hijaunya tertusuk besi tajam, tangan dan kakinya terikat rantai berduri, sebagian kepalanya pecah, kuku-kuku indahnya tercabut sebagian, dan jari-jarinya patah.

"Lizzie!" Cecillia merasa mual, kakinya gemetar, tak sanggup berdiri.

Elizabeth, sahabatnya di bunuh dengan cara yang sangat sadis.

.

.

.

.

Kakak berambut kelabu di sana

Bisakah kakak melihatku?

Aku ingin bermain dengan kakak

Panggil namaku, kak!

Aku akan terus ada bersama kakak

Terus, sampai aku bisa mendapatkan kedua safir biru itu

Untuk menggantikan kedua mataku

.

.

.

.

Curcolaan :

Alohaaa ~

Saya balik lagi lho ke fandom ini, setelah menyelesaikan fanfic Naruto saya. Ada yang mau review di sana? Saya sangat berterimakasih *plak! *promosi

Cerita kali ini, horror, romance, tragedy.

Saya masih baru dalam bikin adegan bunuh-membunuh, jadi, buat yang lebih senior, saya mohon bimbingannya (bows)

Chapter pertama ini juga bertele-tele, karena panas dari siang, otak ero(r) saya jadi pengen bikin romance, horror tragedynya malah belakangan, padahal harusnya fokus di horror tragedy (Readers: elu sableng sih!)

Jangan kabur dulu, saya akan bikin horror tragedy di chapter depan :D

Buat adegan pembunuhannya, sepertinya saya masih harus banyak belajar, tapi saya akan berusaha sekuat tenaga (gaya-gayaan - , -)

Lalu, saya baru sadar kalau selama ini saya bikin readers yang gapunya akun FFn atau males log in gabisa review, maafkan keteledoran saya (nangis gaje)

Tapi sudah saya perbaiki, jadi untuk fanfic ini, readers yang gapunya akun FFn, atau yang males log in tetap bisa review fanfic saya.

Jadi, saya mohon reviewnya, jangan diam saja :D

Terakhir, saya rasa, saya tidak akan melanjutkan fanfic ini jika reviewnya kurang dari 15, jadi mohon kerja samanya untuk mereview fanfic saya ^ ^

Karena sudah terlalu panjang, saya sudahi sampai sini. Terima kasih sudah menyempatkan membaca fanfic saya yang satu ini.

Ada keluhan, kritik, saran, cacian, makian, atau kiriman uang? Tulis semua itu di kotak review (sampe akhir tetep dah promosi - . -)

Sign,

-Mirupii-