EPILOG
PAIRING : KAISOO AND
WARNING : BL, VERY SLOW UPDATE
Disclaimer : The characters are not mine
Entah sejak kapan hatiku mulai membuat dinding semipermiabel. Beberapa perasaan kuizinkan masuk, beberapa tertahan di dinding, beberapa bahkan hancur. Syarat untuk perasaan yang bisa lewat adalah tidak terdeksi kemungkinan menggangu, mengacau, apalagi menyakiti. Tapi, beberapa perasaan terlalu kecil hingga lolos seleksi.
Tak tahu bahwa perasaan itu perlahan akan tumbuh besar dan mengacaukan sistem pertahanan. Tak tahu bahwa perasaan itu akan memiliki akar yang menguat hingga tak bisa terusir keluar. Tak tahu bahwa perasaan itu datang akan membuat perasaan-perasaan lain mulai bisa masuk. Dan sistem pertahanan bukan hanya kacau tapi hancur.
Aku pertamakali melihatnya saat di sebuah buku baru kehidupanku, tepat di halaman pertama. Halaman ini akan sempat terlupakan sebelum beberapa kejadian kecil membawaku membukanya kembali. Di halaman itu tertulis bahwa latar tempatnya adalah ruangan kecil yang terisi sekitar lima puluh orang, kemungkinan memulai buku baru juga. Latar waktunya adalah pagi hari yang cerah. Latar suasananya sulit dijelaskan, sebab sang tokoh utama bahkan tidak mengindahkan untuk merasakan ketertarikan sedikitpun.
Saat itu, aku duduk di ujung meja-meja yang tersusun membentuk U, dekat dengan pintu, dan juga dengan dosen-dosen yang bercerita banyak hal, tentang riwayat pendidikan yang justru terdengar seperti riwayat kesombongan bagiku. Atau tentang pengalaman mereka sekolah di luar negeri, yang lagi-lagi terdengar seperti pengakuan keangkuhan. Meskipun sebenarnya tidak jika aku membaca ulang halaman ini.
Seorang dosen, jika tidak salah Prof. Kangin bertanya tentang motivasi kami memasuki department ini, International Relation. Pikiranku yang harus kuakui terkadang naif spontan membayangkan tentang berkeliling dunia, menjadi seorang diplomat atau duta besar yang tinggal di negara orang, atau bekerja di organisasi internasional dan tinggal di negara orang, dan semua hal yang sesungguhnya hanya berpusat pada ide melarikan diri sejauh-jauhnya.
Motivasiku terdengar lebih seperti tujuan meski keduanya berbeda. Tapi aku tidak terganggu untuk memikirkannya. Seperti yang kukatakan, semua hal tentangku hanya berpusat pada ide melarikan diri sejauh-jauhnya. Masuk departemen ini bukanlah langkah jauh, tapi langkah terjauh yang bisa kuambil saat itu.
Di saat aku hanya diam tanpa niat menjawab apapun, seorang lelaki berkulit tan berkacamata mengangkat tangannya. Prof. Kangin nampak antusias. Bagaimana lagi, para mahasiswa baru masih malu-malu menunjukan dirinya, tapi lelaki berkulit tan itu mengangkat tangan tanpa ragu. Orang-orang di sampingku berbisik memuji jawaban lelaki itu.
Tapi tak ada yang bisa menarik atensiku, pertahananku sekokoh baja ketika berhubungan dengan distraksi. Kecuali tata bahasanya yang bisa diberikan nilai excellent, tak ada hal lain yang menarik. tak ada sedikitpun. Kupikir dia hanya lelaki kelewat pintar yang jago berbicara, kemampuan yang tidak kumiliki, sebab aku lebih suka menulis.
Itu adalah halaman pertama. Halaman-halaman selanjutnya sama sekali tidak menyinggung lelaki itu kecuali beberapa hal tentang betapa irihnya aku akan kecerdasannya. Itu hanya beberapa kalimat dari lembaran-lembaran yang sudah lebih dari seratus halaman. Tapi, tanpa kau sadari, sebenarnya sebagian besar cerita lembaran-lembaran itu selalu memuat tentangnya, hanya saja kebanyakan tidak tertulis.
Dia ada, tapi hanya sepintas lalu mengisi latar. Ibarat figuran yang bahkan wajahnya tak tertangkap kamera. Saat aku menceritakan tentang kekejaman senior yang berlagak memiliki hak atas hidup juniornya, tak ada nama ataupun hal yang mengenai dia yang tertulis. Tapi saat aku membaca ulang halaman-halaman itu, aku menjadi ingat tentangnya.
Di halaman-halaman buku itu, nama yang paling banyak disebut ―selain teman-teman "dekatku" ― mungkin adalah Suho, leader tepilih yang memiliki perangai gentle. Suatu hari, teman-temanku yang terkadang kelewat tidak memiliki kesibukan bermain truth or dare. Mulut botol mengarah kepadaku.
Baekhyun, temanku yang jahil bertanya "Di antara teman-teman seangkatan kita, menurutmu, siapa yang paling mendekati ideal future husband?" Aku tidak pernah berpikir untuk menikah, dan keluargaku adalah alasan utama untuk itu. Tapi ini bukanlah pertanyaan sulit sebab aku hanya perlu menyebutkan satu nama. Dan yang terlintas di pikiranku saat itu adalah Suho. Tidak perlu dijelaskan sebab dia memiliki semua hal yang orang-orang inginkan. Tipe lelaki yang akan membuat wanita manapun merasa berharga. Ia lelaki yang baik, pemimpin yang baik, karena itulah namanya cukup banyak disebutkan.
Atau ada nama lain, Sehun, si tampan bertubuh model. Tipe lelaki yang akan membuat wanita menggila karena ketampanannya. Aku tidak akan ragu menyebutkan namanya saat teman-teman kurang kesibukan-ku bertanya siapa yang paling tampan. Raut wajahnya datar sedatar tembok, tapi aku tahu bahwa ia orang yang peduli.
Suatu waktu aku pernah berada dalam satu kelompok dengannya. Aku merasa merasa ingin melarikan diri lagi sebab tugas begitu sulit, terutama untukku yang bukan berlatar ilmu sosial tapi teman-teman kelompokku bahkan tidak terganggu untuk membantuku. Tapi Sehun membantuku, dia berlatar ilmu sosial dan membuatku banyak terbantu, meskipun memang seharusnya dia ikut bekerja.
Kupikir waktu itu dia hanya terlalu kasihan melihatku, tapi di kemudian hari ia cukup banyak membantuku bahkan secara tidak langsung. Karena itulah ia cukup banyak mengisi cerita di bukuku. Kami tidak bisa dikatakan dekat tapi ia bahkan pernah menceritakan, entah sadar atau tidak bahwa ia menyukai salah satu temanku, Luhan.
Jika ditanya nama lain, tentu itu adalah Chanyeol. Alasan nama Chanyeol sering muncul di bukuku adalah karena sifat happy virus-nya. Tingkahnya yang lucu selalu membuat orang tergelak. Ia jelas tahu aku bukan orang yang gampang tersenyum, tapi dia selalu berusaha membuatku tertawa. Alasan lain adalah karena Baekhyun menyukainya. Tiap "percakapan" kami, jika bisa dibilang begitu sebab nyatanya aku lebih banyak diam, selalu nama Chanyeol tidak pernah absent.
Si cerewet Baekhyun menceritakan ini-itu tentangnya bahkan yang sudah sepuluh kali ia ceritakan. Jika sudah seperti itu, aku hanya diam dan Luhan sesekali memutar bola matanya dan mencibir sesekali. Mereka berdua biasanya akan berkahir beradu argument sementara aku hanya menatap setengah putus asa setengah datar.
Masih banyak nama-nama lain, tapi nama Jongin atau pun Kai tidak pernah disebutkan. Halaman pertama pun tidak menyebutkan namanya, hanya ciri-cirinya. Setidaknya sampai cerita memenuhi seperembat buku, tepat di halaman pertama bab baru, saat memasuki semester dua perkuliahan.
Hal ini berawal dari keputusanku mengambil eskul jurnalistik, hanya karena peminatnya paling sedikit. Hal yang kutahu adalah hanya tiga orang dari departemenku yang mengambil jurnalistik, dan ketiganya tidak dekat denganku. Luhan memutuskan mengambil tari sementara Baekhyun memilih paduan suara.
Tapi toh tidak masalah, aku hanya akan melulusi eskul ini dan terbebas dari segala hal memuakkan tentangnya. Jika ada hal yang kubenci tentang memulai buku baru, itu adalah kemiripan dengan buku sebelumnya. Eskul mengingatkanku tentang masa-masa SMA dan aku tidak suka sebab rasanya seperti pelarianku tidak begitu jauh.
Pembimbing eskul jurnalistik adalah senior dari departemen ilmu komunikasi, dia cantik melupakan fakta bahwa ia lelaki. Namanya Kim Heechul, dua tahun di atasku. Pembimbing sedang menjelaskan dasar-dasar jurnalistik saat dua orang masuk ke kelas, laki-laki dan perempuan, Jongin dan Hyuna.
Aku hanya menatap datar meski sempat bertanya-tanya sebab aku tidak melihat nama Jongin di kertas pendaftaran saat itu. Namanya bahkan tidak disebutkan saat pembukaan eskul. Tapi toh itu tak akan ada pengaruhnya untukku.
Hyuna ternyata gadis periang yang baik dan mudah bergaul. Aku tidak tahu karena aku tidak pernah memperhatikannya, aku bahkan belum pernah berbicara dengannya sebelum itu. Satu-satunya hal yang kutahu tentangnya adalah hal menyangkut Jongin. Mereka selalu bersama, masuk kelas bersama, keluar kelas bersama, setiap aku melihat mereka selalu bersama. Aku berpikir mereka pacaran tapi sepertinya tidak karena hubungan mereka benar-benar terlihat hubunganku, Luhan, dan Baekhyun, pertemanan.
Jongin pun sebenarnya cukup ramah dan cepat berbaur dengan anggota lain. Ia sering tersenyum, mungkin karena menyadari ia memiliki senyum yang "bagus". Meski namanya sudah mulai muncul sesekali dalam halaman bukuku, kami belum pernah berbicara bahkan setelah dua minggu menjadi anggota jurnalistik.
Tidak sampai, projek membuat majalah dimulai. Hal ini sempat membuatku menyesal memasuki jurnalistik sebab itu berarti aku akan semakin sibuk. Tugas menulis satu berita saja sudah cukup membuatku repot kesana-kemari, mencari topik dan wawancara. Padahal eskul hanya bernilai sepertiga dari satu mata kuliah, mengapa justru menjadi hal yang paling merepotkan.
Proyek membuat majalah membuatku berakhir satu tim dengan Jongin, dia adalah pemimpin redaksi dan aku menjadi editor. Pimpinan redaksi dan editor adalah ibarat rima dan bait dalam puisi, selalu mengikuti satu sama lain. Kesuksesan tim ditentukan keduanya. Meski pun terlalu jauh membandingkan keduanya dengan puisi yang sarat akan romansa. Tapi toh puisi tidak selalu tentang cinta, meskipun selalu tentang perasaan yang kuat.
Selama Eskul berlangsung, aku menjadi cukup dekat dengan Jongin dan Hyuna. Kupikir itu karena keadaan. Jadwal padat membuat kami sering bersama, rapat, hunting berita, menulis berita, bahkan hal diluar jurnalistik seperti makan siang bersama. Aku bahkan pernah menginap di apartement Hyuna untuk mengejar deadline. Aku dan Jongin ternyata memiliki ketertarikan yang sama, kami sama-sama sangat menyukai Detective Conan. Rasa suka sampai ke titik kami menghafal semua pemain utama maupun figuran, rasa suka sampai kami mengingat tiap kasus. Di sela-sela kesibukan, kami menjadi sering berbagi cerita, dari yang serius sampai lelucon garing. Semuanya hanya berputar sekitar Conan.
Seperti aku memulai kesibukan di jurnalistik, Baekhyun dan Luhan juga sibuk dengan eskul mereka. Kami hanya bertemu di kelas dan chatting di group. Aku dan mereka terpecah dalam satu hal, mereka memilih untuk mengikuti tahap keanggotaan senat fakultas, sementara aku yang memang dari awal tak peduli memilih untuk tidak melanjutkan. Hal ini membuat kami semakin jarang bersama. Tapi itu bukan seperti kami saling menjauhi, ini hanya masalah waktu. Setelah eskul berakhir, semua akan kembali seperti awal.
Eskul berakhir, yang berarti semester dua berakhir, yang berarti memulai bab baru. Halaman pertama berisi tentang libur panjangku. Ada yang berubah dari warna ceritaku, saat membaca ulang bab ini, aku sadar bahwa itu adalah pemainnya meskipun sebenarnya aku tidak ingin terang-terangan mengakui. Aku masih sering bertukar pesan dengan Hyuna, dia menceritakan tentang liburannya di Jepang yang membuatku iri. Mungkin karena Hyuna selalu bersama Jongin, sulit untuk mengobrol dengan Hyuna tanpa teringat Jongin. Dan tanpa sadar aku merindukan berbagi cerita dengan Jongin tentang Conan. Setiap selesai menonton episode baru, aku selalu berpikir tentang bagaimana reaksinya. Aku juga membayangkan wajah antusiasnya saat bercerita tentang movie terbaru.
Itu tidak menggangguku, penjaga dalam dindingku tidak bereaksi sebab ini hanyalah tentang rasa senang menemukan orang dengan hobby sama. Tapi siapa sangka, zat kecil itu akan bermutasi menjadi perasaan yang cukup mengganggu. Lebih mengganggu ketimbang sad ending sebuah novel. Meski pada akhirnya novel itu akan ku buang jauh jauh di sudut rak perpustakaan kota. Lebih mengganggu ketimbang efek sebuah lagu sedih yang tiba-tiba mengingatkanku pada kesedihan. Meski pada akhirnya lagu itu akan ku hapus dalam playlist.
Sesuatu yang orang sebut sebagai takdir sepertinya tidak berteman baik dengan ego. Bahkan keduanya tak pernah bertemu dalam sebuah pemikiran sejak perkenalan. Mungkin terkadang ego sedikit melemah, tapi percayalah aku adalah orang paling keras kepala. Mungkin saja takdir yang akan berbelok ke arah lain. Aku baru mempelajari belakangan, melarikan diri adalah jalan paling mudah tapi juga jalan yang paling sepih. Jalan sepih ini mulai terganggu dari sini. Aku Do Kyungsoo dan ini ceritaku. Jangan terlalu banyak berharap tentang romance, sebab ini hanya cerita tentang melarikan diri.
TBC ..
