Kesempatan Kedua?

Chapter 1

Cast : Levi , Mikasa , Erwin , Hanji .

Genre : Romance, Drama, Hurt/Comfort

Warning : Typo, Cerita gaje

Happy Reading

.

.

Wajahnya dingin menatap bosan gulungan hitam pekat yang menggantung di cakrawala. Diselingi rintik hujan yang membuat suara tik tak. Serta kilatan cahaya menyilaukan dengan bunyi memekakan telinga. Sudah hampir lima jam hujan turun, namun belum juga reda. Membuat banyak genangan coklat muda terbentuk ditaman. Ruangan terasa dingin dan lembab.

Beranjak menghampiri secangkir kopi hitam yang nangkring di meja kerjanya. Berantakan. Penuh kertas berserakan. Buku-buku ensiklopedi tentang anatomi manusia setebal lima inci tertupuk tanpa aturan. Si empunya ruangan mendecih sebal, alisnya bertaut. Siku-siku terbentuk di dahi.

"Apa yang kau cari Hanji?." katanya datar. Kembali mengambil cangkir kopi dengan gerakan absurd. Meninumnya hingga tandas.

Tak tahan dengan keadaan meja kerjanya yang berantakan bak diterjang badai. Melepas jas putih panjang dan menggantungnya di kursi. Lengan kemeja biru langit digulung hingga siku. Dan memulai rutinitas bebersih.

"Levi?." sesosok manusia tinggi kekar , alis tebal klimis, rambut blonde disisir licin menunggunya di pintu.

"Si kacamata sialan itu menghancurkan ruanganmu lagi huh?." ungkapnya sambil menahan tawa.

"Ingatkan aku untuk memukulnya nanti Erwin." dengusnya sebal. Inilah yang selalu terjadi saat Hanji nyelonong masuk keruangannya tanpa pengawasan. Sebenarnya apa yang sedang dicari perempuan satu itu.

"Kau menyembunyikan sesuatu kan?, apa itu?." Erwin mulai mendekat menelusuri tiap inci meja kerja.

"Apa maksudmu?."

"Majalah dewasa? JAV?." tanya Erwin.

"Cih, kau tahu aku tak punya waktu untuk hal seperti itu. Lain dengan mu." Sanggah Levi.

"Kau tak perlu mau Levi, hal seperti itu sangat lumrah bagi lelaki bukan?. Mau kupinjamkan beberapa untukmu?."

"Tidak, dasar otak mesum."

"Hahaha, jangan anggap serius." diliriknya jam tangan mewah import miliknya. "Sudah waktunya follow up pasien sekarang, aku pergi dulu." Erwin berlalu meninggalkan Levi. Masih sibuk membereskan kekacauan.

Terbesit dibenaknya dengan sikap teman kuliahnya Hanji Zoe. Dokter gigi yang selalu terobsesi untuk menjodohkan dia sengan sepupunya Perta Rall. Saat Levi menolak mentah-mentah rencana kencan dengan Petra yang sudah dibuat Hanji dengan susah payah. Hanji mulai bertanya apakah ada wanita lain dihati Levi. Rasa penasaran menbuatnya mendatangi ruangannya setiap kali Levi tiada, dan mengacak-acak guna mencari bukti tentang wanita itu.

Levi merogoh sebuah notes coklat dari dalam saku jas kerjanya. Membolak-balik halaman, sampai selembar foto terjatuh dilantai. Nampak seorang wanita muda dengan rambut hitam sebahu, sorot mata tajam dari manik mata obsidian tersenyum merekah. Levi menunduk untuk memungutnya.

"Bagaimana kabarmu hari ini Mikasa?." seringai tipis terukir diwajah dingin miliknya.

Foto itu membawanya terkenang dengan dirinya tujuh tahun lalu. Saat masa kuliah, saat masih bersama Mikasa, saat dimana dia masih memanggil Mikasa dengan panggilan sayang mesra. Namun itu hanya kenangan pahit yang ingin jauh dia pendam. Tujuh tahun belum cukup menghilangan ingatannya tentang Mikasa. Bahkan perasaannya masih sama seperti dulu, mencinta Mikasa. Namun setelah memutuskan jalin kasih sepihak dengannya, Mikasa menghilang entah kemana.

Jam sudah menunjukan pukul 8 malam. Dikenakan lagi jas putih yang mengantung di kursi, merapikan tatanan rambut belah tengah yang lepek karena keringat. Menenteng draft data pasien dan berjalan menuju bangsal ortopedi.

Dokter ortopedi bernama Revaille Ackermann. Umurnya sudah tiga puluh satu tahun dan masih single. Bekerja di rumah sakit pusat distrik Trost. Dokter yang sering menjadi buah bibir diseantero rumah sakit.

Setiap mata yang memandang tidak menyangkal kalau dia memang tampan. Sepasang manik kelabu bagai blackhole yang mau tak mau memang menarik perhatian. Garis wajah tegas dan hidung bangir. Kulit mulus bak wanita. Wajah sempurna. Berbanding terbalik dengan sikap dingin dan jarang tersenyum. Juga postur tubuh setinggi 160 cm, pendek jika dibandingkan dengan postur pria rata-rata. Cukup adil , bayangkan saja bila sifatnya ramah dan sering tersenyum. Berapa banyak wanita yang akan mengantri padanya, menawarkan sejuta cinta milik mereka hanya untuknya. Sekarang saja banyak suster yang sudah menyatakan cinta padanya. Berharap mendapat balasan cinta yang setimpal , namun hanya berakhir kecewa karena ditolak.

Lorong panjang rumah sakit menuju bangsal masih ramai. Suster, dokter, serta penjenguk pasien masih lalu lalang.

"Bengkaknya sudah reda, apakah masih terasa sakit?." tanya Levi pada seorang lelaki paruh baya yang tengah diperiksanya. Lain cerita saat menangani pasien, sisi lembutnya muncul. Dengan hati-hati raih lutut kanan pria bernama Hannes itu. Menampakan bekas jahitan melintang.

"Ukkh, tolong jangan sentuh bagian itu." rintih Hannes

"Lukanya hampir kering, dalam beberapa mingu lagi anda bisa pulang. Dan jangan terlalu banyak menggerakan lutut anda pak." Tersenyum lebar , lalu beralih ke suster yang mendampinginya.

"Pasien selanjutnya?."

Tik. Jentikan jari Levi di depan muka sang suster, membawanya kembali dari lamunan. "Suster?, pasien selanjutnya?."

"Itu pasien terakhir anda untuk hari ini dokter." jawab suster itu. Memalingkan wajah, menahan malu karena menatap wajah Levi terlalu lama.

"Baiklah, aku akan kembali keruanganku." Berlalu meninggalkan bangsal menuju ruang pribadinya.

Bisa dibilang Levi adalah seorang clean freak. Dipicu kejadian kelam saat ayah nya meninggal. Dan ibunya Kuchel James menikah lagi. Kala itu Levi masih berumur sembilan tahun. Namun pernikahan itu tidak berjalan lancar, hanya menorehkan luka dan kenangan pahit pada bocah itu.

"Levi manis, tolong ambilkan koran." bentak sang ayah tiri. Bocah polos itu hanya bisa menurut.

"Baik paman."

Tenggorokan pria itu tercekat, mendengar kata 'paman' meluncur mulus dari mulut Levi kecil. Terbakar amarah pria itu membanting cangkir teh ke lantai. Dan potongan kecil beling itu menyasar alis kanan Levi. Menorehkan luka permanen diwajah serta hati kecilnya. Merintih kesakitan.

"Paman?." bentak pria itu dengan nada tinggi. "Paman katamu?. oi,oi bocah, aku ini ayahmu. Ingat? ayah kandungmu sudah mati!!." Wajah pria itu menakutinya, mundur perlahan menuju pintu.

Levi kecil ketakutan, darah merembes dari luka dialisnya. Ingin rasanya dia menangis, memanggil sang ayah.

"Kau tahu kenapa ayahmu meninggalkan mu bocah?." Ayah tirinya perlahan mendekati. Kemudian cuiihhhh. Meludah di wajah anak itu, meraih kerah bajunya.

"Karena kau kotor, bau dan menjijikan. Makanya dia meninggalkanmu." tawa menggema diseluruh ruangan.

Aku kotor, ayah jadi meninggalkanku.

Ayah meninggalkan ku.

Aku kotor.

Kotor.

KOTOR.

K O T O R.

Levi tersentak kaget, tebangun dari mimpi buruk yang selama ini menghantuinya. Peluh bercucuran , napasnya memburu. Masih berada di ruanganya, terduduk dikursi. Inilah yang selalu terjadi saat Levi jatuh tertidur tanpa mandi sebelumnya. Diliriknya jam, sudah hampir jam 10 malam. Levi mengemasi barang barang miliknya. Menenteng tas, kemudian pulang dengan menggunakan taksi.

Apartemen sederhana dipinggiran distrik trost. Lantai tiga, kamar nomor tiga ratus empat. Tiba dan langsung menuju kamar mandi, melepaskan satu persatu pakaian yang menempel di tubuh atletisnya. Otot kotak kotak terbentuk jelas diperutnya, dada bidang lengan dengan bisep dan trisep yang tebal. Tingginya boleh saja pendek, tapi lihat otot-otot yang menonjol di tubuhnya. membuat fangirl hamil online, plakkk.

Kemudian jatuh terlelap diranjang empuknya.

Ohayou Minna!!!!!... Fanfic pertama buat Aot lovers. Kadang aku ngebayangin levi jadi dokter hot yah...hamil online. Fanfic gaje yang nyelonong gitu aja dan iseng aku tulis. Mikasa nya aku simpen buat chapter selanjutnya. Terima kasih sudah menyempatkan membaca, see ya.

Next?

Yay or Nay?

뽀뽀