Tittle :Cheesy Life
Cast :Do Kyungsoo, Kim Jongin/Kai
Warning and Disclaimer :
Cerita murni milik saya yang terinspirasi dari beberapa soal ujian sekolah sosiologi. Seluruh pemain adalah milik dirinya masing-masing, keluarga dan Tuhan.
Untuk cerita 'The Past' masih tetap dilanjut dan dalam perkiraan tidak akan terjadi hiatus. Hanya saja, saya ingin mencoba hal yang lain yang ekstrim yaitu NC/lemonade.
Ini ff ber-NC pertama saya, jikalau ada kekurangan terutama gak hot. Anggap saja bagian itu untuk bumbu-bumbu romansa yang tercipta atas keinginan author yang nista.
Buat yang gak suka NC atau yang ber-lemon, gak usah dibaca ne karena saya gak terima flame.
Please read and review.
Remang cahaya mentari menyeruak melalui celah jendela beserta dering weker yang memekakkan telinga. Walaupun begitu, hanya satu dari dua penghuni ruangan tersebut yang merasa terganggu. Perlahan tangan kecil itu meraih weker dan mematikannya.
Ia terbangun dan duduk di ranjangnya, mencoba mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal dalam dunia mimpi. Sebuah hari kembali terlewati, hari-hari kejam untuk pemuda-pemuda ini. Hari ini masih hari yang sama seperti kemarin. Aroma yang sama, lingkungan yang sama, orang-orang yang sama, kebisingan yang sama, dan aktivitas yang sama. Dan Kyungsoo yang tak pernah berubah
Kyungsoo bangkit dari ranjangnya, berniat mengambil seragam dan bergegas ke kamar mandi ketika ia menyadari keadaan wekernya. Jam 7.30
"TAO-YA!" pemuda itu segera menghampiri ranjang itu dan mengguncang penghuninya dalam panic. "TAO-YA! BANGUN! KITA TELAT!"
"Lima menit lagi, hyung!" elaknya yang diyakini Kyungsoo masih setengah tersadar.
"KAU BODOH ATAU LUPA KALAU HARI INI KAU PUNYA UJIAN SIWON SEOSANGNIM, EOH?!" Tao tidak bergerak sedikit pun dari posisinya. "TAO AKU TIDAK PEDULI KALAU KAU DIHUKUM NANTINYA. SEKARANG SETENGAH DELAPAN TAO-YA!" Teriaknya sembari meninggalkan Tao memasuki kamar mandi. Ia tak punya waktu untuk hanya menggosok giginya
. Sekitar lima menit kemudian, teriakan menggelegar Tao menyusul Kyungsoo ke kamar mandi. "KENAPA KAU TAK MEMBANGUNKANKU?" bentaknya sembari mengolesi pasta gigi.
"Aku sudah membangunkanmu dari tadi, sial." Jawab Kyungsoo ditengah kacaunya pagi dan bertambah parah ketika ritsleting celananya macet. "Tao-ya bantu aku."
"Maaf hyung, aku sedang sibuk" balasnya yang sedang mencuci muka dan ketiak.
Butuh sekitar 35 detik untuk Kyungsoo memaksa ritsleting celananya untuk tertutup setelah berdoa meminta pertolongan untuk paginya yang berantakan. Ia segera menggamit tasnya dan menuruni tangga menuju halte bis yang berjarak sekitar 65 meter dari apartemen, diikuti Tao yang berlari mengejarnya, berusaha memasukkan sekotak roti ke tasnya.
Sayangnya, perjuangan mereka harus bertambah ketika bis yang berada di halte telah berjalan dan mulai menjauhi mereka. tetapi mereka tetap gigih mengerjar satu-satunya bis yang berangkat sebelum sekolahnya menutup gerbang. Dan berterimakasihlah pada sang supir yang melihat ke spion dan mendapati dua pemuda sekolah berlari mengejar bus seperti memegang tali hidupnya ditepi jurang.
"Kau mengubah alarm-nya?" tuduh Kyungsoo pada Tao sembari melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher. Mereka berhasil memasuki gerbang yang hanya menyisakan tubuh ramping untuk melewatinya dan kembali berlari menuju kelasnya masing-masing.
"Aku tak segila itu jika masih berurusan dengan kebutuhanku." Elaknya sebelum berpisah di lantai 1 dimana kelasnya berada sementara kelas Kyungsoo berada dilantai 2. Cukup masuk akal mengingat sejail apapun Tao jika masih berurusan dengan kehidupannya ia akan berpikir dua kali.
"Kau baik-baik saja, Kyungsoo?" tanya Baekhyun ketika Kyungsoo berhasil duduk dengan selamat dengan selang waktu hanya beberapa detik saja sebelum Taeyeon seonsangnim memasuki kelas.
"Baik, biar…kan…aku..me..ngam..bil na…pas. ..Baek" ujar Kyungsoo terengah-engah sembari merutuki jam weker itu. ia harus mengingatkan dirinya untuk mengganti batterai atau weker itu agar hal seperti ini tak kembali terjadi. Baru saja Kyungsoo ingin mengambil buku di tas, menyadari pandangan Baekhyun "Ada yang salah Baekkie?"
"Hanya kemeja putihmu menerawang." Sahut Baekhyun jujur.
"Aku pria Baek," ujar Kyungsoo bingung. "Dan seingatku tak ada satupun dikelas ini yang gay, bukan?"
Baekhyun mengedikan bahunya tak acuh. "Aku." Akunya tanpa malu. "Dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa tahu."
Kyungsoo menghadap kedepan memperhatikan Taeyeon seonsangnim tanpa peduli apa yang dikatakan oleh Baekhyun yang mungkin merupakan curahan hatinya yang sedang dilanda kebingungan mengingat dirinya tak sekalipun dianggap oleh Park Chanyeol.
Pelajaran berlalu seperti biasanya, tak ada yang menarik dari kehidupan sekolah ini. Kyungsoo melangkahkan kakinya menuju atap dimana biasanya ia, Tao dan terkadang Baekhyun – jika sedang tidak mengejar pria idamannya – menghabiskan jam istirahat pertama bersama.
"Kau belum mendapatkan teman, Tao-ah?" Tao menggeleng dan mengambil potongan roti yang sempat ia bawa ditengah kacaunya pagi ini. "Ini sudah setengah tahun berlalu?"
"Tak ada yang mau berteman dengan anak miskin hyung?"
Kyungsoo menelan kembali semua ucapan yang biasanya terlontar otomatis jika ia menjawab bukan jawaban seperti tadi. "Kenapa kau tidak kembali ke keluargamu, Tao-ah?" ia kembali menggeleng. "Jika tak ada yang mau berteman dengan anak miskin, kau bisa mendapatkannya jika kembali."
Ia kembali menggeleng. "Hyung tahu kalau itu salah satu alasan mengapa aku kabur. Semua teman yang kudapatkan, semuanya karena uang yang dimiliki orangtuaku. Lagipula, aku merasa nyaman tinggal dirumah sederhana milik hyung, bekerja sambilan dan menghabiskan uang itu."
"Kau tahu, Tao?" tao mengangkat wajah hingga mata mereka bertemu. "Aku iri padamu, aku bahkan tak ingat bagaimana rupa orangtuaku? Aku lelah dengan semua pekerjaan sambilan yang kulakukan, aku selalu kebingungan ketika gaji-gaji itu tak mencukupi semuanya. Tapi kau malah membuang semuanya."
"Hyung?" ujarnya lirih.
Kyungsoo tersenyum dan menepuk kepala Tao lembut. "Aku tak marah atau pun benci padamu Tao. Kembalilah ke kelas, pelajaran akan dimulai beberapa menit lagi." Tanpa suara, Tao pergi meninggalkannya.
Sepeninggal Tao, Kyungsoo segera melakukan apa yang biasanya ia lakukan, sembari menangkupkan kedua tangannya dan menutup mata. Ia berdoa. "Terimakasih atas segala yang kau berikan Tuhan," ia tak memiliki waktu hanya untuk pergi ke rumah Tuhan. Ia harus bekerja dan bekerja untuk menutupi seluruh kebutuhannya. "Terimakasih atas kesehatanku dan Tao. Terimakasih atas rezeki yang limpahkan pada kami. Terimakasih." Ia merasakan bebannya seperti terangkat seperti diterbangkan angin yang menerpanya.
Apa yang tak diketahui Kyungsoo adalah seseorang telah melihatnya berdoa. Ia berdiri tak jauh dari Kyungsoo hingga membuatnya melihat wajah damai yang membuatnya ikut merasa damai.
Kyungsoo membuka matanya dan mendapati pemuda itu menatapnya dengan pandangan tak bisa diartikan. Ia harus menengadah mengingat ia masih dalam posisi duduk. Namun ia tak bisa melihat wajahnya karena ia menantang arah matahari "Kau sudah disini sejak tadi?" orang itu tak menjawabnya.
Kyungsoo berdiri dan kehilangan keseimbangan ketika berhasil melihat wajah asing dihadapannya. Rasanya seluruh oksigen tertarik keluar dari paru-parunya ketika menatap wajah tanpa cela itu balik menatapnya.
Tanpa kata, pria itu meninggalkan Kyungsoo yang masih terpaku, hingga dering bel menyadarkannya. "Ya Tuhan, adakah sosok sesempurna itu? bagaimana mungkin ia sangat tampan?' gumamnya, tangannya terangkat memegang dadanya yang berdegup cepat.
nnKYU
"Selamat datang, anda ingin pesan apa?" ujar Kyungsoo sembari membungkuk dan membeku ketika menganggkat kepalaku.
Keramah-tamahan satu-satunya yang diperlukan dalam pekerjaan ini. Tak perlu lulusan Strata 1 untuk mendapatkan gaji yang bisa membayar tagihan air. Tapi ia tak tahu, keramah-tamahan itu bisa membeku jika mendengar suara itu.
"Caramel Macchiato," ucapnya singkat, tanpa ekspresi.
Kyungsoo tak bergeming ketika menyadari pelanggan dihadapannya adalah pria yang ia temui di atap sekolah tadi. Ia berdiri cukup lama menatap wajah tampan itu. "Caramel Macchiato" ulangnya.
"Y..y..a, harap tunggu sebentar."
Suara itu membuat Kyungsoo kembali tersadar dan segera melaksanakan pesanan itu. namun kesadaran itu hanya sementara sebelum ia menemukan tangannya yang melepuh karena tersiram kopi panas. Dan yang paling dirutuki Kyungsoo saat ini adalah kecerobohan, tingkap lakunya, dan sikapnya yang membuatnya terlihat bodoh di hadapan pemilik wajah tampan ini.
"Akh!" Secepat mungkin Kyungsoo menarik tangan dan mendekapnya di dada. Sialan! Hanya memikirkan suaranya saja membuat Kyungsoo tersiram kopi panas.
"Kyungsoo, kau baik-baik saja?" seru manager yang langsung keluar dari kantornya. Ia segera memeriksa tangan Kyungsoo yang terlihat melepuh. "Aigo! Min Seok, kau gantikan Kyungsoo."
"Ini tidak apa-apa, Yi Fan-ssi." Elaknya.
"Aku tidak akan memotong gajimu," seperti membaca pikiran Kyungsoo yang memanglah tepat. Ia menggiringnya ke ruangan khusus karyawan dan memberikan seember air dingin. "Urus lukamu dan pulanglah. Mengerti?"
"Baik, Yi Fan-ssi. Maaf dan terimakasih." Yi Fan hanya tersenyum dan menutup pintu. Kyungsoo terus menerus menghela napas sembari membalut tangannya dengan handuk dingin. Hanya sebuah suara dan membuatnya pulang dengan tangan melepuh.
Dengan susah payah, Kyungsoo mengganti bajunya dan menuju halte bis yang akan mengantarnya pulang. Ia terduduk dalam penantiannya, pikirannya melalang buana terhadap pemilik suara serta wajah tampan yang membuat dadanya bergemuruh.
"Hah! Apa yang terjadi padamu, Do Kyungsoo?" rutuknya, memukuli kepalanya dengan tangan yang bebas.
"Kau baik-baik saja?" Suara itu lagi. Suara yang membuat Kyungsoo celaka. Suara yang membuatnya melompat kaget dengan tidak elit. Dan dia tertawa. "Maaf kalau mengagetkanmu?" Kyungsoo terdiam, tak mampu menjawab antara tersihir oleh suaranya atau senyumannya yang…yang… yang sekarang membuat perutnya tergelitik.
"Kyungsoo hyung bukan? Aku Jongin," Jongin, namanya menggelitik mulut pria polos disisi lain dunia. Setidaknya ia tak perlu bersusah payah mengingatnya.? "adik kelasmu dan bagaimana tanganmu?"
"Emm…hmm…err…tidak…terlalu..parah." jawab Kyungsoo yang menjadi kikuk secara mendadak. Matanya tak beralih dari bola mata Jongin ketika menemukannya. Seperti tersihir menjadi pemuda bodoh.
Jongin maju selangkah dan menarik tangan Kyungsoo yang masih terbebat handuk. "Sepertinya harus diberi salep hyung?" dalam hati, Kyungsoo terus merutuki bagaimana tangan Jongin masih terasa hangat ditengah dinginnya cuaca hingga memberikan sensasi menyengat dikulit mulus miliknya. "Hyung?"
"Y..ya. tenang saja, aku punya satu di rumah."
"Baiklah, biar kuantar. Aku tidak tega membiarkanmu pulang sendirian, apalagi dari tadi hyung melamun terus?" ujarnya, dan membuat Kyungsoo menyadari Lamborghini putih terparkir tepat dibelakang Jongin. Tanpa persetujuan Kyungsoo,Jongin mendorong Kyungsoo masuk ke kursi penumpang di samping pengemudi.
Ia memutari bagian depan mobil dan masuk disebelah pria yang tercengang sekarang, entah mengapa mata itu tak lepas dari sosoknya. "Hyung, sabuk pengamannya?"
"Oh..ya," Kyungsoo baru mau menarik sabuknya ketika mengingat tangan kanannya terbalut handuk yang cukup tebal hingga jemari kecil itu tertutup.
Tiba-tiba saja, tubuhnya berada dihadapanku. Membuat Kyungsoo mau tidak mau menghirup aroma maskulin yang menguar dari tubuhnya dan memasangkan sabuk pengaman. "Maaf, aku baru sadar tangan hyung terbalut." Ucap Jongin yang menjauhkan tubuhnya ketika tersadar bahwa Kyungsoo berusaha mempertahankan jarak mereka hingga membuatnya terpojok di kursi.
"Ye..ah, tak apa."
Jongin menyalakan mobil dan menoleh ke arah Kyungsoo lagi. Ada apa? "Rumah hyung dimana?"
Oh ya benar, Jongin tak tahu dimana rumah Kyungsoo. "Gyeonggi-do."
Kyungsoo tidak menghiraukan obrolan yang Jongin coba untuk hidupkan. Ia terus terdiam, memohon tuhan agar mendengar doanya sehingga Jongin tak mendengar detak jantungnya yang kini kian bertambah cepat. Rasa perih dan pedih yang menyerang tangannya sama sekali terlupakan, yang ada bagaimana turun dari mobil ini dengan kaki yang selembek jelly.
Ia sendiri tak habis pikir, apa yang membuatnya menjadi seperti ini? tapi satu-satu jawaban yang jelas terpampang di kepalanya adalah 'semua disebabkan oleh Jongin.'
"Hyung?"
"Hyung?"
"HYUNG?"
"Ya," sontak Kyungsoo menoleh ke arah Jongin. "Ada apa?"
"Ini rumahmu?"
kyungsoo melongok dari kaca depan dan mengangguk heran. Sepertinya ia tak memberi arah dimana rumahnya? Kenapa tiba-tiba saja sudah sampai. "Darimana kau tahu?"
Jongin mengeryit heran, "Kau memberitahuku."
"Oh, benarkah?" ia mengangguk dan melepaskan sabuk pengaman. "Terimakasih." Kyungsoo baru saja keluar dari mobil dengan punggung tegak, mencoba bersikap seperti biasa jika ia tidak salah dengar Jongin membalasnya dengan:
"Jangan sungkan, Kyungie."
"Tadi kau bicara apa, Jongin?" tanyanya, berbalik dengan kaget.
"Sama-sama hyung. Ada apa?" tanyanya, terkesan heran. Kyungsoo hanya menggeleng singkat, "Obati lukamu, hyung. Sampai besok?" ujarnya dan Kyungsoo yang menutup pintu mobil.
Kyungsoo tanpa sadar memiringkan kepalanya. Ia sangat yakin bahwa Jongin menyebutnya dengan 'Kyungie' dan membuat jantungnya berdetak diambang normal dan rasanya ingin meledak sekarang juga. Ia melangkahkan kakinya yang masih terasa lembek dan terjerembab kalau saja tangannya yang tidak sakit tidak berpegangan pada tangga.
"Ayo Kyungsoo. Kau bisa mencapai apartemenmu, dan pikirkan penyakit kakimu ini saat sampai dikamar." Ujarnya, memberi semangat pada dirinya sendiri.
Sepertinya Tao sudah kembali melihat seluruh lampu menyala. Kebiasaannya yang buruk. "Ya! Ya! Ya! Matikan lampu kalau kau tak memakainya." Makinya sembari mematikan lampu-lampu yang menganggur.
"Mian hyung!" balasnya dari dapur. "Mau ramen?"
"Eoh! Sekalian kau bawakan aku salep luka bakar,"
"Hyung terluka?" serunya yang langsung berlari keluar dapur dengan salep yang dimaksud. "Dimana? Bagaimana bisa? Aish, seharusnya kau lebih berhati-hati?"
"Iya, di lenganku. Bisa karena tersiram kopi panas. Aku sudah hati-hati." jawab Kyungsoo membalas rentetan pertanyaan Tao. Sebenarnya penyakit yang sebenarnya melanda dirinya adalah detak jantungnya yang tak kunjung normal dan kakinya yang lemas
Tao melepas handuk yang melilit dan mulai mengolesi salep itu. "Ini aneh, tak biasanya hyung teledor." Ungkapnya yang mulai meniupi tangan, Kyungsoo sangat bersyukur ketika bertemu Tao yang kabur dari rumahnya dan kini tinggal bersamanya. "Kau punya masalah?"
"Tidak, hanya saja" ia menarik tangannya yang sedang diperiksa Tao dan memandangnya lekat-lekat. "Ketika mendengar suaranya, seluruh fokusku menghilang."
"Siapa?"
"Jong..in," ucap Kyungsoo sedikit terbata ketika melihat rahang Tao yang turun. "Kau mengenalnya? Aku juga melihatnya di sekolah, siang tadi."
Tao tidak bergeming dan itu cukup membuat Kyungsoo was-was mengingat Tao tak pernah bisa diam. Ia menegakkan tubuhnya dan memincingkan matanya ke arah Kyungsoo. "Ini Jongin. Kim Jongin yang sedang kita bicarakan?"
"Memang ada berapa Jongin di sekolah? Dan untuk khususnya aku tak mengetahui marganya." Jawabnya ragu-ragu.
Tao segera menutup mulutnya dengan tangan, matanya menyorotkan ketidakpercayaan. "Hyung, kau tak tahu Kim Jongin?" tentu saja Kyungsoo menggeleng, baru siang tadi ia bertemu dengannya. "Dia pangeran sekolah, anak pemilik sekolah. Pewaris Kim Corporation. Model untuk Lies Magazine. Menantu yang diinginkan NO.1 Sosok pria idaman wanita. Model.."
Kyungsoo segera menutup mulut Tao dengan tangannya yang satu lagi. Ia cukup terkejut dengan tittle-nya dan tak perlu mendengarkan tittle yang terulang. Yang pasti, kini Kyungsoo tahu, Jongin sempurna.
"Bagaimana kalian bertemu?" tanya Tao yang histeris.
"Tao ramenmu bagaimana?" tanya Kyungsoo mencoba mengalihkan perhatiannya.
"Sudah kumatikan kompornya, jadi jangan mengalihkan perhatian." Tuntutnya tegas.
"Dia memesan kopi yang menumpahi tanganku hingga seperti ini," balasnya cuek sembari menunjukkan kulit tangannya yang memerah. Tao memandangku kecewa. "Memang apa yang kau harapkan, eoh?" Tao mendesah penuh kekecewaan. "Berhenti menonton drama, aku takut isi otakmu terkontaminasi." Tao bangkit dari hadapan Kyungsoo dan mengambil sepanci ramen lalu menyuguhkan itu di depannya.
Kyungsoo mengambil sumpit dan cukup menyukuri bahwa ia bisa menggunakan kedua tangannya dengan baik karena ia mantan kidal. Dan Tao masih terlihat kecewa ketika menyuapkan mie-mie itu kemulutnya. Sekarang Kyungsoo berada diantara 2 keputusan dimana memberitahu Tao tentang hal yang mengganggunya atau tidak?
"Tao," dia hanya bergumam. "Kau tahu, aku kehilangan konsentrasi hanya karena sebuah suara." Lihatlah matanya yang berkedip penasaran seperti anak kucing yang diberi susu. "Aku tak pernah tahu bahwa suara bisa melumpuhkan seseorang?"
Tanpa sengaja Tao menjatuhkan sumpit besinya hingga menimbulkan suara gaduh karena ia lebih memilih menutup mulutnya yang terbuka lebar. "OH MY GOD! YOU'RE FALLING IN LOVE."
Kyungsoo meletakkan sumpitku dengan geram. Apa kepalanya terbentur sesuatu? "Apa kau merasakan perutnya yang seperti terisi kupu-kupu?" bodohnya ia mengangguk secara spontan. "Ya Tuhan, apakah kau ingin terus menyebutkan namanya?" seperti sugesti Kyungsoo kembali mengangguk. "Siapa?"
"Jongin." Kyungsoo mengumpat dalam hati. Kenapa ia terus menjawab pertanyaannya seperti anjing sirkus. Dan lihatlah bagaimana ekspresi Tao berlebihan. "Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan sekarang, Tao-ya? Tapi cinta itu…"
"Ya, ya dan ya." Sahutnya terlihat malas dan mulai menyumpitkan mie ke dalam mulutnya. "Kau percaya tidak ada cinta di dunia ini. Cinta hanyalah nama lain dari nafsu. Aku ingat. Sangat ingat." Tao memandang Kyungsoo sebal dan menunjuk wajah teman serumahnya dengan tidak sopan menggunakan sumpit. "Dan suatu saat kau akan menjilat ludahmu sendiri, hyung!"
Kyungsoo menghela napas, sungguh tidak percaya bocah dihadapannya ini menceramahinys tentang cinta. Bahkan Tao sendiri tak yakin orangtuanya mencintainya, dan barusan ia mencela Kyungsoo. Kyungsoo membanting sumpit dan bangkit. "Terimakasih atas ramennya, aku mau segera tidur."
Kyungsoo terus melalui perdebatan dalam hatinya. Ia mengambil baju dan membasuh tubuhnya yang sejak pagi tak terkena air hangat. Namun ia terdiam ditengah air shower yang yang menyiramnya. "Tak ada cinta di dunia ini, Tao-ah. Cinta hanyalah nama lain dari nafsu. Ketika kau sudah bosan dengan sesuatu, kau akan membuangnya. Sama seperti orang tuaku, Tao-ah."
nnKYU
Satu hari kembali terlewati, hari yang biasa menurut Kyungsoo hanya dibumbui pertengkaran kecil dengan Tao yang kini telah kembali bersahabat. Tao dan Kyungsoo memutuskan untuk berjalan kaki menuju sekolahnya mengingat persedian uang mereka yang menipis dan menyebabkan mereka untuk bangun lebih awal.
Tak ada percakapan setengah perjalana menuju sekolah hingga seorang nenek yang terlihat kesusahan ingin menyeberang. "Tao-ah, tunggu sebentar"
"Oh, jangan lama-lama." Sahut Tao ketika menyadari arah pandangan Kyungsoo dan berjalan menuju bangku terdekat.
Kyungsoo sendiri segera membantu nenek itu untuk menyeberang. Sekalian membawakan barang-barangnya menuju rumah kecil yang tak jauh dari sana. "Kita sudah sampai?"
"Terimakasih anak muda." Nenek itu menyodorkan sebuah kalung yang dengan senang hati diterima Kyungsoo. "Sebagai hadiah untuk yang telah membantu nenek tua ini. ini jimat yang akan membawa kebahagian untukmu."
"Benarkah? Terimakasih nek." Ujar Kyungsoo, walaupun ia tak percaya dengan hal seperti ini.
"Kau hanya perlu memutuskan." Balas nenek itu yang kemudian memasuki rumah kecilnya.
Kyungsoo kembali menemui Tao yang memandang aneh kalung yang tersampir di lehernya. "Apa itu?"
"Hadiah nenek itu." sahutnya sembari memasukkan kalung itu dibalik kemeja sekolahnya. "Ayo, sebentar lagi bel berbunyi."
"Ada yang dikatakan nenek itu?"
"Darimana kau tahu? Ia hanya mengatakan kalung ini akan mengantarkanku pada kebahagian." Balas Kyungsoo terdengar merendahkan.
"Terdengar hyung tak menyukainya?" tanya Tao sarkastik.
"Aku menyukainya, tapi kau tahu aku yang tak mempercayai hal-hal seperti itu." kyungsoo mengelak, dan sebelum Tao bisa menjawabnya. Ia kembali berbicara. "Bagaimana perasaan jika seseorang menolak pemberianmu?"
"Iya, aku mengerti." Tao melambaikan tangannya ketika mereka mendekati kelasnya. "Sampai bertemu di atap."
nnKYU
"Kim Jongin"
"Kim Jongin"
"Ya, kenapa kalian memandangiku seperti itu?" tanya Jongin yang terlihat ngeri dipandangi oleh Baekhyun dan Tao yang seperti ingin menelannya bulat-bulat.
"Kyungsoo!" seru Baekhyun tak percaya. "Bagaimana kau mengenal pangeran sekolah?" Kyungsoo menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia ingin menjawab namun diurungkannya dan memilih memakan apel yang dibawanya dari rumah. "YAK! Kenapa kau tak menjawabku?" bentaknya dengan memukul pundak Kyungsoo.
"Yak! Kau tak perlu memukulku?" bentak Kyungsoo tak kalah keras dengan mengelus pundaknya. Pasti sangat sakit mengingat tenaga Baekhyun yang merupakan atlet Hapkido. "Aku tak terlalu mengenalnya."
Tao mencibir keras yang langsung dihadiahi Kyungsoo tatapan mengancam. Apa yang dikatakan Kyungsoo setengah berbohong, ia menghabiskan malamnya dengan mencari Kim Jongin di search engine dan menahan kakinya untuk tidak bergetar serta mencoba menetralkan detak jantungnya yang kembali tak normal.
"Hyung, kau mau menemaniku sepulang sekolah nanti?"
Kyungsoo ingin sekali menjerit 'iya' dilihat dari raut wajahnya yang segera cerah namun langsung muram seperti bohlam lampu yang mempunyai saklar. "Maaf Jongin, aku punya pekerjaan sambilan."
"Pergi saja hyung, aku bisa mengizinkanmu pada Kris gege?" sahut Tao santai, belum menyadari kesalahannya hingga ia melihat mata menggoda dari Baekhyun, pandangan bingung Jongin dan tatapan amarah dari Kyungsoo. "A…d..da ap…a hyung?"
"Kau mau menggoda Yi Fan gege?" ujar Baekhyun dengan alis yang naik-turun. Segera saja, Tao membungkam mulut Baekhyun dan berlari meninggalkan Kyungsoo.
"Tao!" teriak Kyungsoo namun di cegah oleh Jongin hingga ia kembali terduduk. "Jongin lepaskan aku, bocah itu terlalu muda untuk YiFan gege."
"Menurutku tak masalah jika mereka berdua serius." Sahut Jongin, membuat Kyungsoo menoleh kearahnya dan menyadari posisi mereka.
Kyungsoo mencoba bangun dari posisinya yang menduduki pangkuan Jongin dengan tangannya yang melingkari pinggang rampingnya. Ia mencoba bangun tapi tangan kekar Jongin menahannya. "Le..le..pa..s..kan a..ku Jong…jong…jong..in."
Jongin semakin mengeratkan pelukannya hingga wajah Kyungsoo mendekat ke wajahnya. tangannya naik dan mulai mengelus wajah tanpa noda milik Kyungsoo. "Kenapa kau terdengar gugup, hmm?" Kyungsoo menelan ludahnya penuh perjuangan ketika menyadari betapa dekat bibirnya dengan Jongin hingga ia bisa merasakan peppermint dari napas Jongin. "Hyung belum menjawabku, mau menemaniku?" Kyungsoo mengangguk membuat pelukan Jongin mengendur saking senangnya dan melepaskan diri dari Jongin. "Aku tunggu di parkiran hyung. Bye!"
Kyungsoo hanya bisa menangkup wajahnya yang merona, rasanya seluruh oksigen berkurang hingga ia berkeringat dingin. Ia mulai mengipasi dirinya dengan tangan, masih dengan posisi terduduk di lantai.
Ketika bel berdentang, Kyungsoo mencoba bangun tapi kakinya kembali menjadi jelly. "Hah!" desahnya tak karuan. Ia tak beranjak sesenti pun dari tempatnya dan meluruskan kakinya yang terlihat gemetar. Sepertinya murid baik-baik Do Kyungsoo akan membolos untuk pertama kalinya.
nnKYU
"Kupikir kau takkan datang hyung?" tanya Jongin yang segera menarik Kyungsoo memasuki mobilnya. Kali ini Kyungsoo bisa memasang sabuk pengamannya sendiri, tanpa bantuan Jongin.
"Kita akan kemana, Jongin." Kyungsoo menatap Jongin yang memacu mobilnya menuju pusat perbelanjaan dengan bingung.
"Oh, aku butuh baju baru. Dan seleraku cukup buruk."
Entah mengapa Kyungsoo merasa alasan Jongin tak masuk akal. Dari cerita Tao yang merupakan anak konglomerat China, ia memiliki penata pakaian dan rambut pribadi. Tapi ia tak bicara lebih lanjut dan membiarkan dirinya digiring seperti domba di tengah sabana.
Berulang kali Kyungsoo melepaskan tangan Jongin yang melingkar di pinggang atau pundaknya ketika ia disadarkan oleh bisik-bisik pengunjung lain. berulang kali pula, Kyungsoo melihat raut kecewa yang terlintas di wajah tampan Jongin.
"Cobalah ini, hyung!" Jongin menyodorkan pakaian kasual setelah berdiri cukup lama.
"Eh, kenapa aku harus mencobanya?"
"Aku sudah memiliki banyak baju, kupikir kenapa tak membelikanmu beberapa hyung?"
Kyungsoo tahu ada yang amis ketika Jongin mengajak berbelanja tapi ia tak ingin berhutang pada Jongin. Mereka baru saja kenal dan ia sudah membelikannya baju. "Jonginie, aku tak memerlukan baju."
Ada raut senang ketika Kyungsoo tanpa sadar memanggil Jongin dengan nama imut. Karena itu, ia terus memaksa Kyungsoo untuk mencoba beberapa baju.
"Bagus hyung, tapi coba yang ini." pinta Jongin sembari menyodorkan baggy pants dan kaos dengan belahan dada rendah serta jaket kulit hitam.
"Tapi Jongin, ini sudah yang keenam." Elak Kyungsoo yang mulai jengah dengan sikap Jongin. Ia tak mau merasa terbang tinggi dan terhempas sakit ketika Jongin mulai menemukan kebosanan dengannya.
"Sudahlah hyung, coba. Please!" rengek Jongin yang mengundang erangan napas tertahan beberapa pegawai wanita ketika melihat Jongin menampilkan wajah memelas.
"Aku lelah Jongin." Balas Kyungsoo tak kalah memelas.
Jongin menarik baju yang ia ulurkan tadi. "Baiklah hyung, maaf sudah memaksamu." Ketika Kyungsoo masuk dalam fitting room, Jongin beralih pada pegawai wanita yang sedari tadi berdiri di sampingnya. "Bungkus semua pakaian yang ia kenakan tadi dan ini juga."
Ketika Kyungsoo keluar dari fitting room, Jongin segera menarik Kyungsoo menuju restoran. "Jongin-ah, kau tak membayar pakaianmu?" tanya Kyungsoo heran ketika Jongin membawa banyak tas dari toko itu tanpa berhenti di kasir.
"Buat apa? Semua uang yang kukeluar dari kantongku akan kembali lagi ke kantongku." Jongin tersenyum manis dan senang ketika Kyungsoo tak menyadari lengan Jongin yang tersampir di pinggangnya. Sedangkan Kyungsoo terdiam, ia baru menyadari perkataan Jongin. Pusat perbelanjaan ini adalah miliknya.
"Kau mau pesan apa hyung?"
"Apapun boleh," dan setelah itu, ia menyesali kalimatnya. Satu hidangan, dua hidangan, tiga hidangan hingga meja untuk keluarga itu tak muat untuk meletakkan semua hidangan. "Kau mau menghabiskan ini semua, Jongin-ah?"
Ia menggeleng santai, dan mengambil sup iga untuk dirinya. "Aku tidak tahu harus memesankanmu apa hyung? Jadi, pilih saja!"
Kyungsoo memincingkan matanya. Ia akan benar-benar sakit dan hancur berantakan ketika Jongin menghempasnya. "Tidak apa-apa, Kyungsoo-ya. Anggap saja semua ini sebagai nafsumu yang tersalurkan oleh si kaya Jongin. Ketika ia memutuskan untuk melepasmu, setidaknya kau sudah merasakan apa yang tak pernah kau rasakan. Tak ada yang namanya, Cinta." Pikirnya, tidak peduli dan mengambil kepiting saus dan mulai memakannya.
Kyungsoo ingin sekali memakan seluruh makanan yang ada dihadapannya. Namun baru setengah dari kepiting yang dimakannya, ia sudah merasa kenyang. "Kau sudah selesai, Jongin-ah?" tanyanya sembari melirik jam murahannya. "Aku rasa Tao sudah mulai khawatir sekarang."
Jongin mengambil serbet dan mengelap mulutnya. Tidakkah kau tahu, sikapmu membuat Kyungsoo menganggap seperti raja abad pertengahan yang nyata. "Ok, kita ke rumahku dulu sebelum aku mengantarmu ke apartemenmu, hyung." Kyungsoo hanya bisa mengangguk kaku karena masih terpana.
Kyungsoo harus menelan salivanya bulat-bulat dan menjaga agar rahangnya tak turun terlalu jauh ketika mendatangi istana keluarga Kim. Tapi hanya ada para pelayan dan penjaga di rumah yang sebesar ini.
"Dimana orangtua Jongin-ah?"
"Dirumah utama, hyung. Kenapa? kau ingin bertemu mereka?" goda Jongin dengan senyuman yang membuat Kyungsoo harus bertahan untuk tetap berdiri dengan tegak. Kyungsoo mengikuti Jongin memasuki pintu rumah yang berukir KJ berlapis emas persis dengan yang terpatri di gerbang utama. "Tunggu disini hyung."
Jongin meninggalkan Kyungsoo di ruangan besar seperti ruang keluarga di lantai 2 sementara Jongin berbelok ke kiri menuju kamarnya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanya berkeliling disekitar perapian yang menyala dan melihat foto-foto Jongin dengan berbagai pose.
"Tuan ini minuman anda." Suara pelayan menyadarkan kegilaan Kyungsoo ketika melihat foto Jongin kecil. Ia mengangguk kecil sebelum pergi meninggalkannya lagi.
Ia kembali duduk dan menenggak minuman tersebut dan hampir menyemburkannya ketika pria bersurai pirang berdiri di sampingnya. Memandang curiga padanya. "Kau siapa?"
"A..ku.. Kyung…soo." Ia harus mengakui bahwa pria dihadapannya tak kalah tampan disbanding Jongin, walaupun kulit mereka bertolak belakang.
"Hmm, aku Sehun, sepupu Jongin." Balasnya, menampilkan senyuman yang entah mengapa terlihat miring dan mengerikan. Ia merunduk dan mendekat bibirnya ke cuping telinga Kyungsoo. "Nice to meet you and good luck."
Kyungsoo mencibir heran ketika Sehun kembali pergi. Ia melirik jam tangannya dan mendesah sebal. "Apa yang membuat Jongin begitu lama?" ia bangkit dari sofa, menenggak minumannya dan berjalan menuju arah yang dituju Jongin sebelumnya.
Dalam koridor itu hanya ada double door dengan desain putih yang elegan, menjulang tinggi hingga menyentuh langit-langit. Tangan mungil Kyungsoo mengetuk pintu itu beberapa kali hingga pintu itu terbuka menampilkan Jongin yang memakai bathrobe.
"Apa aku lama hyung? Masuklah." Pinta Jongin membuka pintu lebih lebar tanpa mendengar jawaban Kyungsoo. "Tunggu sebentar lagi, hyung."
Jongin menghilang dibalik pintu yang diyakini Kyungsoo sebagai lemari penyimpanan Jongin, mengingat ia adalah putra seorang konglomerat. Entah apa yang dilakukan Jongin hingga membutuh waktu lama dan membuat Kyungsoo kepanasan.
Tanpa izin, Kyungsoo menurunkan suhu ruangan lebih dingin dari biasanya ia butuhkan. Ia membuka ikatan dasinya dan membuka kancing teratasnya. Namun suhu AC sepertinya tidak bisa mengatasi rasa panas tubuhnya dan membuatnya mengambil buku pelajaran sebagai kipas manual dan membuka balkon, membiarkan suhu diluar masuk ke dalam kamar.
"Hyung," panggil Jongin sembari meletakan sebuah kotak di meja nakas ranjangnya. "Apa kau tidak merasa kedinginan?"
"Kenapa kau belum berganti baju?" maki Kyungsoo ketika Jongin masih memakai bathrobe-nya. "Entahlah, rasanya panas sekali."
"Hmm," Jongin mendekati Kyungsoo dan memeluknya.
"Jongin apa yang kau lakukan? Minggir, aku kepanasan tahu?" rutuknya sembari mencoba menjauhkan Jongin darinya.
Namun Jongin semakin mengeratkan rangkulannya dan meniup cuping telinga Kyungsoo hingga sang empu bergidik geli. "Biar aku yang mendinginkan tubuhmu, Kyungie." Belum sempat Kyungsoo bereaksi, Jongin menempelkan bibirnya dengan bibir Kyungsoo dan melumatnya pelan.
Kyungsoo bisa merasakan lidah basah dan hangat milik Jongin mencium, menghisap dan menggigit bibirnya untuk masuk ke dalam mulutnya. Tanpa ia sadari, Jongin telah melepas kemejanya dan mencubit putingnya.
"AKH!" kesempatan itu digunakan Jongin untuk mengabsen gigi-gigi Kyungsoo dan bermain dengan lidah. Sementara tangannya mengusap punggung Kyungsoo, tangannya yang lain mulai melucuti ikat pinggang Kyungsoo. "Jong…In, akh..hen…tik..kan."
Jongin melepaskan ciumannya dan membuat Kyungsoo tertidur. Bibir Kyungsoo terlihat merah dan membengkak, membuat Jongin terangsang. "Bukankah Kyungie kepanasan, hmm?" Kyungsoo mengangguk patuh sembari menghirup oksigen. "Biar aku membantumu, dear."
Jongin mengangkat tubuh Kyungsoo dan memposisikannya tepat ditengah ranjang. Ia mulai melepaskan celana tanpa perlawanan dari mangsanya. Ia menindih pria mungil di bawahnya dan menggesekkan kejantanan Kyungsoo telah mengacung tegak, membiarkan desahan tanpa henti mengalir dari bibir yang membuatnya kecanduan. Terlebih lagi, kini ia tak henti-hentinya memberikan tanda kepemilikan di tubuh yang terbaring lemas dibawahnya.
"Jong…aah..jang..an…menggo…AKH..da..ku." rintih Kyungsoo ketika Jongin mempermainkan salah satu putingnya dengan lidahnya. Seperti tuli, Jongin tak mendengarkan kata-katanya dan mencubit, memelintir puting kanan Kyungsoo sedangkan ia menyusu seperti bayi kehausan di sisi lain.
Ciuman dan hisapan Jongin perlahan turun mengikuti garis perut Kyungsoo yang ramping, meninggalkan bekas kemerahan di pinggul, perut dan tepat diatas kemaluannya. Ia duduk dibelahan kaki Kyungsoo yang terbuka lebar dan mengocok kejantanan itu.
"Jong…in…akh…akh…"
"Kau menyukainya hyung?" tanya Jongin ditambah seringaian sexy yang membuat Kyungsoo semakin terangsang dan mendesah keras.
Ia merunduk dan menciumin setiap inci penis Kyungsoo, membuat sang pemilik mengerang frustasi karena merasa di permainkan. Kyungsoo bisa merasakan miliknya berkedut ketika Jongin menghisap ujung kepala penisnya dan melahap buah zakarnya. Ia memijat, menghisap dan menjilat buah zakar milik Kyungsoo sembari menutup lubangnya.
"Jongin, lepaskan jarimu!" seru Kyungsoo yang mulai terisak ketika ia tak bisa mendapatkan orgasmenya sementara miliknya sudah sekeras batu. "Jongin, lepaskan!"
Jongin melepaskan bibirnya dari buah zakar Kyungsoo yang sedari tadi terus ia ciumi untuk menggoda hyungnya tanpa melepaskan jarinya. Dengan sengaja, ia menusukan kejantanannya yang setengah terbangun dibelahan bokong Kyungsoo, membuat pria itu mengerang tertahan.
"Memohonlah, Kyungie." Godanya, menjilat puting kemerahan milik Kyungsoo bergantian.
"Jongin lepa..skan ja…rimu d..ari peni..sku ya..ng berke..dut. " Teriak Kyungsoo tanpa sadar berbicara kotor dan menjerit ketika Jongin menggigit kecil putingnya. Ia tahu, Jongin kurang puas dengan permohonannya. "Jong..in akh…biarkan aku or..gas…me da..n ganti..kan jari..mu deng..an mulut..mu."
"As you wish, my Kyungie." Jongin menuruti permintaan Kyungsoo dan membiarkannya keluar di mulutnya. Menelan tanpa rasa jijik cairan cinta milik Kyungsoo. "Kau manis, Kyung." Komennya dan mencium puncak kepala penis lalu mengurutnya hingga menjadi tegak kembali.
Kyungsoo menyadari semua yang terjadi sekarang, tapi rasa panas dalam tubuhnya menggerogotinya. "Persetan dengan akal sehat" umpatnya ketika Jongin mengambil borgol dari kotak yang sedari tadi tergeletak di samping tempat tidur. Memenjarakannya dengan pose paling sensual yang bisa dibayangkannya.
Jongin kembali mencium Kyungsoo dalam, tangannya tidak tinggal diam dengan memanjakan puting Kyungsoo dan memijat lembut pinggul Kyungsoo hingga mendapatkan erangan kecil. Setelah puas dengan ciuman panasnya, Ia bangkit dan duduk ditengah kaki Kyungsoo yang terbuka lebar sembari menimang-nimang cock ring di tangannya.
Kyungsoo sendiri sudah sangat pasrah terhadap apa yang akan dilakukan Jongin padanya dan menerima tanpa kata ketika cock ring itu dipasangkan. "Jilat, Kyung" titah jongin, menyodorkan tiga jarinya dan segera dikulum olehnya.
"You're so fucking sexy, Kyung!" ungkap Jongin sembari mengocok penisnya sendiri sembari menatap wajah Kyungsoo.
Ia menarik tangannya menyebabkan Kyungsoo mengerang kecewa. "Jangan memasang wajah seperti itu, Kyung. Kau akan mendapatkan mainan." Jongin segera membuka bathrobe yang terasa mengganggu dan memaksa penis berukuran besar itu masuk ke mulut Kyungsoo.
Jongin mengulum penis Kyungsoo sembari memasukan satu-persatu jarinya memasuki lubang milik Kyungsoo hingga suara erangan itu tertahan oleh penisnya. Ia mulai memaju-mundurkan jari-jari itu, membuat Kyungsoo melepaskan penis Jongin dan mengerang kesakitan.
"AKH! SAKIT! SAKIT JONGIN!" pekiknya, tapi lagi-lagi Jongin seperti tidak peduli dan terus melebarkan lubangnya. "Kyaah! Disanaah! La..gi di..san..na!" pinta Kyungsoo, baru saja ia menjerit kesakitan tapi detik berikutnya ia mendesah seperti seorang pelacur ketika Jongin berhasil menyentuh prostatnya.
Tapi bukannya menyentuh titik itu lagi, Jongin melepaskan jari dan kulumannya. "Kau siap, Kyung. Aku mau merasakan milikku didalam." Desahnya, kemudian mencium bibir Kyungsoo, menahan pekikan Kyungsoo dalam ciumannya ketika miliknya yang memasuki lubang itu.
Jongin berhasil memasukan miliknya sepenuh dan berdiam. Mencoba menenangkan Kyungsoo yang terisak dan menjilati air mata yang turun. "Aku mencintaimu, hyung. Aku mencintaimu, Kyungie." Bisiknya, menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Kyungsoo.
Kyungsoo terdiam, tak mampu menjawabnya. Ia hanya bisa meringis ketika Jongin menarik penis dan menyisakan kepalanya, menghujam tanpa ampun prostat Kyungsoo yang langsung ditemukan dalam tusukan pertama.
"Akh…Jong..le..pas..kan..borgol..nya." pinta Kyungsoo setelah berhasil menanggulangi desahannya. Jongin segera menurutinya dan membawa Kyungsoo kedalam ciuman panas, dalam dan penuh nafsu lainnya tanpa berhenti menghujam.
"Kau sangat sempit, Kyung." Desis Jongin setelah memisahkan bibir dari pagutan. Masih memaju mundurkan pinggulnya, ia menatap Kyungsoo yang terbaring dengan kedua tangan meremas spreinya. Bibirnya yang terbuka sedikit terus mengalunkan desah ditambah lagi ketika tangan Jongin turut mengocok penis Kyungsoo. Matanya yang terpejam, menikmati seluruh permainan yang dibuat Jongin.
Jongin bisa merasakan sebentar lagi Kyungsoo akan mencapai orgasmenya dan segera menahan tangan mungil itu ketika mencoba melepaskan cock ring-nya. "Jong..in…aaah..ku..mo…aah...hon…ini sangat…lah… …kit" rintihnya.
"Bertahanlah, Kyung. Aku akan melepasnya sebentar lagi." Tolak Jongin halus dan menahan tangan Kyungsoo sembari mempercepat tusukannya.
Jongin tanpa sadar melepas tangan Kyungsoo ketika ia menahan panggul Kyungsoo untuk menghujam lebih dalam. Kesempatan itu segera digunakan Kyungsoo untuk membuka cock ring-nya dan memuncratkan cairannya di perutnya, perut hingga dada Jongin. "You're bad slut." Goda Jongin yang masih terus melakukan aktivitasnya, membiarkan sekaligus menatap Kyungsoo yang terlihat lemas tapi seksi dengan semua keringat dan sperma di tubuhnya.
Disaat Jongin mendekati orgasmenya, Kyungsoo kembali terangsang dan tertinggal ketika Jongin menyemburkan cairannya didalam lubangnya. Ia menindih Kyungsoo yang terlihat tersiksa dengan keadaannya. "You're such naughty slut." Ujar Jongin, ia bangun dan melepaskan penisnya, membuat Kyungsoo mendesah kesal.
Kyungsoo mencoba mengocok penisnya sendiri ketika tangan Jongin menghentikannya dan terganti dengan mulut hangat Jongin. "Aahh, Jong…ah..In…AKH!" desahnya, saat merasakan lidah hangat Jongin menyapu permukaan penisnya, menghisap kepala penisnya kuat serta gigitan kecil yang mengirimkan impuls kecil yang mempercepat rasa nimat itu datang. Ia segera membaringkan dirinya ketika orgasme telah didapatkan dan menerima ciuman Jongin yang memberikan spermanya sendiri untuk dicicipi.
"Aku mencintaimu, Kyung." Ulang Jongin pada Kyungsoo yang tertidur.
Sebenarnya Kyungsoo belumlah tertidur, namun rasa lelah yang menderanya tak mampu untuk sekedar membalas Jongin. Ia bahkan tak menolak ketika Jongin memasukkan kembali penisnya dan menarik selimut menutupi diri mereka.
"Kau benar Tao-ah, aku sudah menjilat ludahku sendiri. Aku mencintai Kim Jongin," ucapnya sebelum benar-benar terbang ke dunia mimpi.
Kyungsoo terbangun ketika hari telah gelap dengan dirinya sendiri di ranjang yang kotor. Bagian bawahnya sakit dan tak ada Jongin untuk dimaki. Seluruh tubuhnya terasa lengket dan aroma seks menguar dengan kuat atas bantuan AC yang ia pasang sendiri di pertengahan musim dingin.
Ia menyingkirkan selimut itu dan menatap tubuhnya yang penuh peluh, sperma dan jejak kemerahan dimana-mana. "Aku benar-benar gila dengan melakukan itu semua."
Kyungsoo menyeret tubuhnya ketepi ranjang sebelum ponsel Jongin bergetar dan menarik perhatiannya. Ia menyentuh layarnya dan mengumpat kecil. "Sudah kuduga, aku masih waras. Beruntung kau, Jongin. Aku mencintaimu."
Kyungsoo menuju kamar mandi, meninggalkan pesan yang tidak terbuka tapi menjelaskan semuanya.
Dari : Si Brengsek Oh Sehun.
"Siangmu menyenangkan? Bagaimana obat perangsang…."
Kyungsoo menyalakan shower dan memakai peralatan mandi Jongin yang beraroma Cardilac, yang entah mengapa membuatnya tenang. Ia mulai menyabuni tubuhnya ketika sepasang tangan lainnya membantunya.
"Perlu bantuan, Kyung?" tentu siapa lagi kalau bukan Jongin.
"Sejak kapan kau memanggilku Kyung?"
"Sejak kita bercinta"
Kyungsoo mendengus. "Tidak usah membantuku, nantinya kau akan menyerangku lagi." Jongin terkikik. "Pergilah, bagian bawahku sudah cukup sakit." Jongin yang anehnya menuruti, langsung mencuci tangannya yang terkena sabur dan keluar setelah mencuri ciuman singkat. "Aku akan hancur kalau kau benar-benar menganggapku sebagai mainan, Jongin." Gumamnya.
nnKYU
"Bagaimana seks pertamamu, hyung?" seru Tao dari kamarnya, ketika baru saja Kyungsoo menjejakkan kakinya di apartemen setelah seharian membolos dan menikmati waktu bersama.
"Ini apa?" tanya Kyungsoo, tidak memperdulikan pertanyaan Tao ketika melihat beberapa tas belanja yang kenalinya terjejer rapi diatas ranjangnya.
Tao datang sembari menggigit roti. "Baju-bajumu, pelayan Jongin datang dan memberikan semua itu selama kemarin kau tak pulang." Jelas Tao dengan cengiran khasnya. "Omong-omong, selamat atas keberhasilanmu menggaet pria idaman seluruh orang. Setidaknya masa depanmu takkan terpenuhi pekerjaan sambilan."
Kyungsoo hanya mendengus. "Yeah, dan selamat kau berhasil membuatku menjilat ludahku sendiri." Tao terkikik dan melenggang pergi.
Hari demi hari terlewatkan, Jongin terlihat jarang di sekolah dan Kyungsoo tak sempat untuk berkunjung kerumahnya karena seluruh pekerjaan sambilannya. Hal ini membuat Kyungsoo berada dalam kebingungan.
"Hyung?"
"HYUNG!" teriakan Tao menyadarkan Kyungsoo dari lamunannya. "Aku tahu kau sedang kacau karena Jongin tidak bisa dihubungi, tapi maafkan aku. Bisakah kau membelikanku obat maag?"
Kyungsoo segera tersentak dan menyadari betapa sakit adiknya. Ia segera mengambil mantelnya dan berlari menuju apotik terdekat. Namun sosok tak asing yang tertangkap matanya, membuat ia melupakan tujuan awal.
Jongin terlihat mengobrol dengan teman-temannya di dekat sebuah café. Sepertinya mereka baru saja keluar dari dalam sana. Berniat menyapanya, Kyungsoo mendekati mereka.
"Jadi, kau berhasil menidurinya?" ucapan salah satu pria menghentikan langkah Kyungsoo. "Siapa namanya? Kyunie, Kyun.."
"Kyungsoo." Ujar Jongin membenarkan. "Aku menang, sekarang berikan kartu kreditmu."
Dengan terpaksa, pria itu mengeluarkan kartu kreditnya dan memberikannya pada Jongin. "Sering-seringlah membuat taruhan, Chen hyung." Cengiran tak berdosa Jongin membuat air mata Kyungsoo turun. Ketika Jongin berbalik, ia memandang horror sosok Kyungsoo yang mematung. "Kyungie," ucapnya lirih.
Kyungsoo segera berbalik, berlari meninggalkan Jongin. Ia menangis tak menghiraukan pandangan kasihan, heran serta bingung padanya. "Kau sudah tahu kalau hal ini akan terjadi, Kyungsoo. Tetapi kenapa kau tetap menangis?" makinya, tangannya sibuk menghapus bulir-bulir air mata. "kau tahu tak ada cinta di dunia ini, tapi kenapa kau memutuskan untuk percaya di akhir." Deru napas Kyungsoo berubah menjadi isakkan yang membuat sulit bernapas dan berhenti.
"Kyungie-ya," panggilan Jongin membuat Kyungsoo menoleh dan mendapati ekspresi khawatir. "Ini tak…aku bisa menjelaskannya." Seru Jongin yang tak memperdulikan pandangan semua pejalan kaki, tangannya mencoba menggapai tubuh ringkih dihadapannya.
Namun Kyungsoo menolak dengan mundur selangkah. "Tidak apa-apa, Jongin. Anggap saja kita tak pernah bertemu,"
"Bagaimana mungkin kau mengatakan itu?" ujar Jongin tak percaya, Kyungsoo kembali mundur ketika Jongin mendekatinya. "Bagaimana denganku?"
"Denganmu?" Kyungsoo mendesah tak percaya. "BAGAIMANA DENGANKU?" pekiknya marah. "KAU MEMANFAATKANKU! AKU HANYA BAGIAN DARI TARUHAN BRENGSEKMU!" ia mengatur napasnya yang tersengal sengal, keadaan yang cukup menyedihkan. Matanya sembab dan merah, dengan air mata yang masih mengalir. "Cukup sampai disini, kau mendapatkan apa yang kau mau." Kyungsoo berbalik dan berjalan dengan pandangan kabur.
Jongin berlari menyusul Kyungsoo dengan wajah panic. "KYUNGIE,"
Kyungsoo kembali berbalik dengan pandangan marah. "BERHENTI MEMANGGILKU KYUN…"
BRAKKK!
Gerakan Jongin terhenti ditempat ketika tubuh Kyungsoo terpental cukup jauh akibat tertabrak mobil box. Tangannya terkulai lemas dan dengan kaki bergetar, ia mendekati tubuh Kyungsoo yang berlumuran darah.
Ia bersimpuh di samping Kyungsoo yang memandangnya sendu. Perlahan tangan Jongin yang bergetar meraih wajah Kyungsoo. Air mata itu satu persatu jatuh mengenai pipi Kyungsoo. "Kyun…Kyung…Kyungie-ya." Ucap Jongin dengan suara bergetar.
"Ke…na..napa…ka..u..me..nang..is…Jo…Jong…in?"
Pelan-pelan, Jongin menarik tubuh Kyungsoo kedalam pelukannya. Ia mulai terisak dan menciumi setiap inci wajah Kyungsoo. "Bertahan..hiks..lah, sebentar lagi ambulance datang, hmm?" pintanya lirih.
"Ka..u me..nang..is…Jong…in?"
"Bodoh, tentu saja aku menangis. Aku memang mendekatimu karena taruhan," Jongin mengeratkan pelukannya dan mengusap wajah Kyungsoo penuh kelembutan. "Hiks. Tapi…tapi…" tangisan itu berubah menjadi isakan yang mengiris hati. Pria yang memiliki hatinya terbaring di jalan, berlumur darah dan merenggang nyawa. "Aku…aku…aku mencintaimu. Aku mencintaimu."
"Be…narkah? Syu…kur…lah..ak…u..ju..ga… mencin…taimu, Jonginie."
Mata itu tertutup perlahan dengan senyuman yang mengembang tulus. "Kyungie-ya, Kyungie-ya?" Jongin terus memanggil Kyungsoo dengan panic tanpa sang pemilik nama bisa menjawab panggilannya, lagi.
First Life End Here
Author corner :
Terserah mau dibaca atau nggak, terserah. Tapi biarlah saya berkicau disini karena follower di tweet bukanlah K-Popers.
Sangat risih dengan keadaan, fanwar terutama efl vs exotic. Apalagi karena saya fans kedua fandom tersebut. Sering merasa sedih ketika fandom sunbae (Elf) terkadang menjelek-jelekkan fandom hoobae-nya (Exotic) atau sebaliknya sedangkan kedua idola kita itu gak musuhan sama sekali, lho!
Contohnya :
Kedekatan Ryeowook dengan D.O serta Kai atau Donghae sama Sehun.
Memang menghujat adalah salah satu hak kita sebagai hak kebebasan berpendapat, tapi tolong gunakan bahasa baik. Apa anda tak pernah belajar bahasa Indonesia, 'Cara Mengkritik Yang Baik dan Benar?"
