haloo. saya adalah orang baru disini dan ini adalah karya saya yang pertama.

etoo... agak kurang ngerti gimana formatnya, tapi saya akan terus belajar.

terus, mungkin ini akan jadi cerita yang cukup panjang dan saya akan berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik.

yah, ini vocaloid, tentu saja, ada banyak sekali anggota vocaloid yang hadir nantinya.

udah. gitu aja..


Ichido no Parto. Ichi no Contacto.


Rin menatap bayangannya. Anak kecil dengan rambut pirang dan mata biru yang sama seperti miliknya. Anak itu tampak serupa dengannya namun juga tampak sangat berbeda dengannya.

Anak itu tersenyum dan Rin membalas senyumannya. Bagaikan ada cermin di tengah-tengah mereka berdua yang membagi dunia mereka berdua menjadi dua.

"Kenapa kita terlihat begitu sama?"

Anak di depannya juga mengatakan hal yang persis sama seperti dirinya.

Rin mengangkat tangannya dan anak di depannya juga mengangkat tangannya. Saat tangan mereka bersentuhan, Rin merasakan sensasi dingin yang hangat. Tidak ada cermin di depan mereka berdua. Tangan mereka benar-benar bersentuhan. Setelah itu sekeliling mereka berubah hancur.

Mereka berdua berdiri sekejap mata dengan ekspresi bingung.

"Kau dan aku... kita..." bisik anak di depannya.

Rin membuka matanya dan melihat sekelilingnya. Kamarnya masih sama seperti keadaan tadi malam. Dia memegang telinganya seakan masih merasakan bisikan anak itu. Anak yang sangat mirip dengannya dalam berbagai arti dan sangat berbeda dengannya dalam arti yang lain.

Mata biru Rin menyipit saat sinar matahari mengenai matanya. Keadaan di luar sudah terang dan Rin tahu apa artinya itu.

Dia akan telat masuk sekolah.

Rin menendang selimutnya, mengambil handuk dan pakaian seragamnya, masuk ke kamar mandi, dan keluar dalam beberapa menit kemudian dengan keadaan rapi. Rambutnya yang pendek masih berantakan saat dia tiba di depan cermin. Dengan cepat, dia menyisirnya dengan sisir dan memasang pita besar berwarna putih di antara helaian rambutnya.

Senyum mengembang di bibirnya. Dia sudah tampak sangat manis sekarang. Siap untuk pergi ke sekolahnya yang baru!

Saat beranjak keluar pintu kamarnya, matanya menangkap gambaran foto di meja belajarnya. Foto Rin bersama Ayahnya yang darinyalah Rin mewarisi rambut pirang dan mata birunya. Rin tersenyum sendiri dan berbisik dengan lembut, "Papa, aku akan baik-baik saja disini. Kau tidak perlu khawatir."

Setelah itu Rin menyambar tas sekolahnya dan berlari keluar rumah. Seragamnya berwarna putih dengan model sailor. Dasinya berupa pita merah dan kaus kakinya hitam panjang di atas sepatu kets putihnya.

Hari ini adalah hari yang baru buat Rin yang baru saja pindah ke Jepang padahal ini adalah negara tempat dimana dia dilahirkan. Dia dan Ayahnya tinggal di Korea selama ini bahkan sejak Rin masih kecil sekali. Ibunya menginggal saat Rin masih kecil. Dia bahkan tidak ingat bagaimana wajah Ibunya dan Ayahnya sama sekali tidak pernah menunjukkan fotonya.

Rin melirik jam tangan di tangannya. Dia sudah hampir telat. Tidak mungkin dia bisa sampai di sekolahnya dalam waktu lima menit dan lagipula kereta bawah tanah pasti sangat ramai sekarang ini.

Apa aku harus berlari ke sekolah sekarang?


Rin akhirnya memang berlari ke sekolahnya. Saat berada di depan gerbang, matanya seketika langsung melebar tak percaya saat dia melihat anak dengan rambut pirang yang sama seperti dirinya sedang menaiki skateboard.

Anak laki-laki itu juga berhenti saat melihat Rin. Mereka berdua sama sekali tidak bisa menyembunyikan ketidakpercayaan mereka saat melihat orang lain yang sangat mirip dengannya.

"Len!"

Rin melihat gadis yang seusia dengannya berlari menghampiri anak laki-laki tadi. Rambutnya hijau pendek dengan kaca mata hitam diselipkan di sela-sela rambut yang panjangnya cuma sebahu itu.

Gadis itu cantik menurut pendapat Rin. Matanya hijau dan dia cukup tinggi dibandingkan gadis lain seusianya. Dia berlari menghampiri anak laki-laki yang dipanggilnya Len itu dengan sepatu bot putih berhak tinggi.

Peraturan di sekolahnya ini memang bebas. Dia tahu itu. Akan tetapi, kalau sampai boleh mengenakan sepatu bot ke sekolah, bukankah itu sudah keteraluan? Bahkan rambutnya dicat hijau. Yang benar saja, dari segala jenis warna, kenapa harus hijau?

"Arra, kelihatannya kita terlambat ya!" Gadis itu tertawa. "Len, apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Siapa peduli!" Len melompat dari skateboardnya dan membawanya dengan tangan kiri. "Yang harus dipedulikan itu, penampilanmu, Gumi!"

"Mau bagaimana lagi..." Gumi tersenyum lebar. "Aku kan... hei, Len! Apa kau melihat apa yang kulihat?"

Mata hijau gadis itu bertemu dengan mata biru Rin. Rin sadar, dia yang sedang dibicarakan si gadis hijau.

"Dia mirip denganmu!" serunya lantang. Gadis itu berlari menghampiri Rin dengan mata berbinar-binar. "Hei, aku Gumi. Dia Mikagane Len. Ngomong-ngomong siapa kau? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."

"Kagamine Rin..."

"Aaah! Bahkan nama kalian mirip sekali!" Gumi menunjuk wajah Rin seakan ada sesuatu yang salah disana. "Seperti main shiratori ya? Kagamine Rin... Mikagane Len... Lucu sekali!"

Rin tidak menyukai reaksinya yang langsung menunjuk wajahnya. Mendadak otaknya tidak bisa berpikir. "Aah, sekolah... kurasa kita sudah telat..."

Mata Gumi melebar. Dia kelihatan bingung. Setelah apa yang dikatakannya barusan, Rin hanya mempedulikan soal keterlambatannya. "Kau murid pertukaran pelajar yang akan masuk di kelas kami kan ya?"

"Bagaimana kau tahu?"

"Kya!" Gumi langsung menarik tangan Rin. "Ayo! Kubawa kau jalan-jalan di akademi Utaunoda! Kau pasti senang ada disini!"

Tanpa pemberitahuan sama sekali, Rin dibawa Gumi masuk melewati gerbang sekolah. Melewati pandangan Len yang penuh maksud. Bahkan dari dekat, Rin seperti melihat bayangannya sendiri, di mata Len dan di diri Len sendiri. Yang berbeda hanyalah seragam yang dia kenakan dan model rambut yang dikuncir satu ke atas.

Dia terlihat sangat manis dan tampan, Rin menyadari. Sesuatu dari dalam diri Rin seakan tertarik keluar. Membuat Rin seperti berhenti berpikir untuk sesaat, terpesona dengan Len sendiri.

Mulut Rin terbuka dan dia didorong hasrat yang begitu kuat untuk mengatakan sesuatu kepada Len, tapi dia bahkan tidak tahu apa yang harus dia katakan sekarang. Pada akhirnya, Rin hanya menundukkan kepala tanda salam kepada Len.


"Rin, makanan di kantin sangat enak! Kalau kau tidak bawa bekal, kita bisa makan disini!"

"Rin, kamar mandi di Utaunoda itu bersih dan nyaman. Biasanya gadis-gadis akan kesini secara bergerombol dan berdandan di depan kacanya! Hei, nanti aku akan mendandanimu ya!"

Tunggu dulu!

"Rin, ini ruang musik. Aku bisa main piano! Kapan-kapan aku akan memainkan sebuah lagu untukmu!"

"Rin, ini atap sekolah. Utaunoda cuma terdiri dari empat lantai, tapi pemandangan disini cukup bagus bukan?"

Bukankah jam pelajaran pagi sudah berlangsung ya?

"Rin, ini kolam renang satu-satunya di akademi ini. Saat musim panas, airnya terasa sangat menyejukkan!"

Bukankah seharusnya kita belajar di kelas ya?

"Rin, ini lapangan basket indoor Utaunoda. Lihat, kau bisa lihat lambang akademi kita di lantainya."

"Rin, duduk di pinggir lapangan dan menonton anak laki-laki yang sedang bermain bola itu sangat menyenangkan. Kalau nanti ada pertandingan bola, kita harus kesini!"

Kenapa kita malah jalan-jalan seperti ini?

"Rin, ini taman milik klub berkebun. Biasanya saat musim semi, tempat ini penuh bunga beraneka warna."

"Rin, ini ruangan guru dan kepala sekolah. Oh ya, aku akan memberikanmu saran, jauhi ruangan kepala sekolah! Ingat itu baik-baik!"

Itu bahkan tidak terdengar seperti saran.

"Rin, ingat ini..."

"Rin, ingat itu..."

"Rin..."

"Rin..."

"Riiiiiin!"

"Aku dengar Gumi!" Rin menatap Gumi tidak percaya. Dia sudah mengelilingi akademi ini dari tadi pagi sampai siang seperti ini. Jam pagi pasti sudah selesai. Semuanya pasti sudah mulai makan siang.

"Apa kau memiliki pertanyaan? Utaunoda itu tempat yang sangat menyenangkan?" Mata Gumi berbinar-binar. "Benar kan? Benar bukan?"

"Kita tidak ikut pelajaran pagi," bisik Rin.

"Aah, sudah jam makan siang sekarang, begitu kan ya? Ayo kita makan!"

"Jangan bercanda!" seru Rin dengan nada tinggi. Sudah dari tadi dia menahan rasa kesalnya ini. "Aku... aku seharusnya belajar disini!"

Gumi memiringkan kepalanya. Rin tahu ada sesuatu yang salah dengan otaknya. "Nii-chan bilang tidak apa-apa tidak usah ikut jam pelajaran pagi." Gumi menepuk pundak Rin sambil tersenyum lebar. "Yang penting kita bersenang-senang."

Ada perasaan hangat yang mengaliri tubuh Rin. Senyuman Gumi membuatnya jadi hangat. Lama-lama menjadi panas. Dan Rin tahu apa artinya itu, dia tidak mengerti logika Gumi yang seakan dipaksakan itu!

"Ayo kita makan siang! Aku bawa bekal. Kita bisa makan bersama-sama di atap. Kau bawa bekal tidak, Rin-chan?"

"Tidak. Kurasa aku akan beli saja di kantin."

Seandainya mereka ke kantin lebih dulu tadi, antriannya tidak akan jadi seramai ini. Rin benar-benar syok dengan keadaan disini. Di Korea tidak ada kejadian antrian berebut makanan seperti ini!

"Kita ini bodoh ya?"

"Kenapa?" tanya Gumi.

"Kita dari tadi ada di luar kelas dan sekarang kita bahkan mungkin tidak dapat makanan."

"Hemm..." Gumi memasang wajah berpikir. "Aku ada ide!" Gumi menepuk pundak anak laki-laki di depannya. Rin mengenalinya sebagai anak kelas dua karena dasinya yang berwarna biru tua.

"Apa, bodoh? Kau harus antri!"

"Hei, boleh aku minta tolong?"

Wajah si anak laki-laki langsung berubah begitu melihat wajah Gumi. Mukanya langsung tersipu memerah dan mendadak dia memasang tingkah laku penuh hormat dan kekaguman. "Megpoid! Apa yang bisa hamba bantu?"

Hamba? Rin tidak salah dengar kan?

"Teman baruku ingin satu paket D. Bisakah dia dapat bagiannya terlebih dahulu?" Gumi tersenyum lebar dengan mata penuh harap. Rin mengenalinya sebagai ekspresi imut yang diinginkan.

"Tentu saja, Megpoid!" Junior itu langsung memberikan paket makan siangnya.

"Terima kasih! Kau sangat membantu sekali!" Gumi menarik tangan Rin. "Ayo Rin-chan, kita makan di taman saja!"


OOS. (out of story)

saya tidak tahu apakah ini teralu panjang untuk satu chapter. tapi yang jelas, saya memang berada di spesialisai cerita panjang.

terima kasih sudah mau membaca. *membungkuk dalam-dalam*

di atas memang sudah disebutkan bahwa nama Rin dan Len seperti shiratori (permainan kata) saja.

apa mereka kembar atau tidak, masih banyak misteri yang belum terkuak dan jari ini masih ingin mengetikkan kata-kata di tuts keyboard laptop.