Halo!
Kaje sudah balik lagi bawa cerita baru.
Buat yang nunggu lanjutan beberapa cerita lain yang belum selesai, harap diperpanjang ya nunggunya hahaha.
Lagi mau fokus bikin skripsi, jadi gabisa mikir alur cerita apik buat nerusin cerita yang udah diaplod itu. Maafkan Kaje.
Ini adalah cerita Kaisoo pertama Kaje di tahun 2016! Akhirnya pecah telor juga,
Muchas gracias alias terima kasih banyak untuk Desta Soo yang bantu kasih selipan ide. Mega yang kasih ide sekalian nemenin bikin cerita dari malem - lalu pagi. Here's my top story for 2016!
Salam!
.
.
BGM: We Don't Talk Anymore - Charlie Puth ft. Selena Gomez
Chapter 1: Secret Bet, Secret Attention
-Jongin's side-
Tiga tahun.
Tiga tahun adalah waktu yang diperlukan Jongin menyingkirkan segala sampah di kepalanya dan melesat—berubah menjadi seorang chef ternama dan berbakat seperti ibunya. Tiga tahun adalah waktu yang dipakai oleh Jongin membangun dunia barunya tanpa cinta. Tiga tahun adalah waktu krusial Jongin yang ia lalui hanya dengan dukungan dua sahabat karibnya dan kakak laki-lakinya. Dan tiga tahun adalah waktu yang cukup bagi Jongin membangun tembok kokoh bermaterial beton dan baja dalam hatinya, untuk memblokir seluruh akses yang dipunyai kehidupan masalalunya yang mungkin saja ingin menggoda iman Jongin lagi.
Kembali pada masalalu adalah pilihan yang paling Jongin hindari seumur hidupnya—jika ia bisa. Membiarkan masalalunya perlahan merangkak lalu menyatu dengan kehidupannya hari ini adalah keputusan paling akhir yang akan Jongin pilih. Karena Jongin hanya ingin hidup kembali dengan cerdas dan bahagia seperti kehidupan kecilnya sebelum sebuah perasaan sialan menghancurkan impian Jongin. Jongin hanya ingin hidup dengan sisa mimpi kedua orangtuanya yakni memiliki seorang anak dengan profesi chef yang tentu saja tidak bisa dilakukan oleh kakaknya, Joonmyeon yang sudah lebih dulu diberikan titah untuk melanjutkan kepemimpinan mendiang sang ayah di perusahaan keluarga Kim. Karena Jongin hanya ingin kembali tertawa meski hatinya masih penuh luka.
"Chef Kim?"
Jongin membalikkan badannya dengan kaget saat suara maskulin memanggilnya.
"Ya?"
"Chanyeol dan Sehun sudah di ruangan VIP," ujarnya sopan. Pemuda ini adalah chef utama di restoran besar milik Jongin. Ia baru saja secara resmi diangkat menjadi chef utama setelah Jongin memutuskan untuk istirahat sejenak dari dunia dapur dan memilih memenuhi otaknya dengan ide-ide bisnis kecil lain seperti sebuah coffee cafe.
"Terima kasih, Jongdae. Kau lanjutkan pekerjaanmu, aku akan menemui mereka."
Jongin melangkah melewati chefnya dengan langkah yang terbilang cepat. Dua sahabatnya itu sudah menghilang dari peredaran kehidupannya selama satu bulan tanpa kabar yang jelas, dan jika keduanya hari ini memutuskan menemuinya disini, pasti ada sesuatu hal yang akan mereka bahas.
"Menunggu lama?" tanya Jongin setelah memasuki salah satu ruangan VIP class yang ada di restoran besar miliknya, de Luz.
"Cukup untukku menghabiskan satu croissant dan secangkir kopi pahit." Jawab Chanyeol.
"Dan cukup juga untukku kembali membutuhkan asupan bubble tea. Demi Tuhan, Jongin. Sesibuk apa kau sampai kami, sahabatmu, harus menunggu satu minggu hanya untuk bisa bertemu denganmu?" protes Sehun sembari menekankan nada suaranya pada kata sahabatmu.
Jongin tersenyum kecil lalu membiarkan beberapa pelayannya masuk dan menata beberapa masakan kesukaan ketiganya di atas meja.
"Cukup sibuk sampai aku lupa bahwa hari ini hyungku pulang dari Amerika."
Chanyeol membuat gesture 'ah' dengan mulutnya dan juga badan tegapnya yang ia mundurkan ke belakang menyentuh punggung kursi. "Hyung pulang hari ini? Kukira ia baru akan pulang bulan depan."
"Katanya dia punya kejutan, entah apa maksudnya." Jawab Jongin singkat sambil mulai menyantap makanan kesukaannya. "Ada hal penting apa sampai kalian meminta bertemu disini?"
Sehun tersedak bubble tea barunya yang baru ia minum seperempat. Bubble tea harusnya tidak disediakan di restoran besar seperti de Luz. Tapi jika kau adalah sahabat baik pemilik restoran, maka apapun bisa terjadi.
Chanyeol menatap Sehun. Sehun menatap Chanyeol. Keduanya seolah memberi kode 'kau saja yang bilang!' satu sama lain. Cukup lama keduanya saling melempar kode hingga keheningan yang muncul itu mulai mengusik rasa penasaran Jongin.
"Kenapa kalian tiba-tiba berubah seperti seorang gadis yang ingin menyatakan cinta pada crushnya, huh?" tanya Jongin dengan nada datarnya setelah lebih dulu meletakkan pisau dan garpu di piringnya lalu berganti dengan meminum air putih dalam gelas yang sudah disiapkan pelayannya tadi. "Cepat katakan, Bajingan. Jangan mencoba menguji kesabaranku lagi, sialan."
Chanyeol dan Sehun tertawa mendengar umpatan Jongin yang mulai tidak sabar. Rasanya sudah berabad-abad lalu umpatan itu keluar dari mulut suci milik Jongin.
"The old Kim Jongin is back, huh?" tanya Chanyeol.
"Sudahlah, Keparat. Aku diburu waktu untuk menjemput hyungku, jadi cepat katakan, kalian mau membahas apa?"
Kali ini giliran Sehun yang menguji kesabaran Jongin. "Tenanglah, Kim. Jangan bertingkah seperti ibu-ibu sensitif yang ternyata sedang hamil. Kami ini kan sahabatmu sejak kecil, Joonmyeon hyung pasti mengerti jika kau terlambat menjemputnya."
Jongin memutar kedua bola matanya dengan malas. Jika kedua makhluk tampan yang sialan ini bukan sahabatnya sejak kecil, mungkin Jongin tak akan mau repot-repot meluangkan waktu chef-chef terbaiknya untuk membuat makanan ini.
"Ayolah, aku sudah penasaran sekali. Kenapa sifat sialan kalian yang satu ini tidak pernah hilang, sih?" protes Jongin.
Chanyeol melepas tawanya lagi. "Baiklah, Kim, baiklah. Tapi jangan membunuh kami berdua jika aku sudah selesai bicara, ya. Dan yang paling penting, jangan memotong pembicaraanku!" ingat Chanyeol pada sahabatnya yang memang punya sifat suka memotong pembicaraannya sebelum selesai itu.
Jongin memberi gestur menyerah dengan kedua tangannya dan mempersilahkan salah satu dari kedua sahabat kesayangannya itu untuk mulai bicara.
Dan ternyata, Sehun yang memulai.
"Ini tentang masalalumu,"
Perasaan Jongin mulai terjun payung dan dada Jongin tiba-tiba terasa bergemuruh.
"Kyungsoo... dia..."
"Akan bertunangan bulan depan." Tutup Chanyeol dan Sehun bersamaan sembari menatap kedua bola mata Jongin yang mulai bergetar.
Tangan Jongin yang terkepal di atas meja jadi tolok ukur bagi Sehun dan Chanyeol bagaimana keadaan jiwa sahabat mereka. Dengan ruangan berpendingin seperti ini saja, keduanya masih bisa merasakan aura panas yang keluar dari tubuh Jongin. Mereka mungkin akan menyesal mengatakan ini pada Jongin, tapi mereka akan lebih menyesal jika membiarkan sahabat mereka jadi tuna asmara seumur hidup.
Chanyeol dan Sehun sangat paham seberapa besar pengaruh tersebutnya nama seorang 'Kyungsoo' di depan Jongin. Mereka juga sangat mengerti bagaimana reaksi kepala Jongin jika nama itu sudah merayap di gendang telinganya. Karena keduanya adalah saksi hidup bagaimana besarnya kebencian Jongin pada sosok itu. Sosok yang membuat Jongin memutuskan keluar dari kampusnya secara tiba-tiba dan menghilang selama tiga tahun. Sosok yang membuat Jongin membangun tembok dengan material beton dan baja dalam hidupnya semata-mata agar Jongin bisa tetap hidup bahagia. Sosok yang jadi perjudian ketiganya lima tahun lalu.
Do Kyungsoo.
.
.
.
Joonmyeon kembali mengecek arlojinya dan juga ponselnya. Jarum panjang arlojinya sudah berganti angka tiga kali dan adiknya belum juga muncul di hadapannya. Lelaki yang sudah lama tidak ia temui itu bukan tipikal penjemput terlambat, jadi pasti ada yang menghambatnya untuk tepat waktu. Mungkin di tengah perjalanan pulang nanti, Joonmyeon akan menanyakannya.
"Sabarlah, Sayang. Jongin mungkin terjebak macet,"
Sebuah suara selembut kapas baru saja mampir di telinga Joonmyeon dan itu sudah mampu membuat setengah pikiran gilanya hilang tak berbekas. Sosok disampingnya adalah alasan kenapa ia pulang lebih cepat dari jadwal. Sosok disampingnya adalah alasan kenapa ia memaksa Jongin menjemputnya di Bandara Incheon siang ini. Dan sosok disampingnya ini adalah alasan terkuatnya untuk selalu bisa sehat saat sedang dikelilingi tumpukan berkas perusahaan yang bisa kapan saja membuatnya gila.
"Dia tak pernah terlambat, Xingie. Pasti ada sesuatu,"
Joonmyeon tahu adiknya. Joonmyeon tahu watak adik semata wayangnya. Sebagai penanggung jawab keluarga Kim, Joonmyeon punya kewajiban untuk selalu tahu bagaimana keadaan adiknya diluar kenyataan bahwa dia dan adiknya memang dekat sejak kecil.
Mata tajam milik sosok disamping Joonmyeon menangkap siluet seorang pemuda tampan dengan jas hitamnya sedang berlari menerobos keramaian. Pemuda itu juga terlihat beberapa kali menolehkan pandangannya ke segala arah seperti sedang mencari seseorang.
"Myeonnie, apa itu Jongin?"
Mendengar nama adiknya disebut dengan lembut, Joonmyeon segera menoleh ke arah dimana jari telunjuk gadisnya tertuju. Dan kebetulan, bersamaan dengan itu, sosok pemuda itu juga melihat ke arah Joonmyeon.
"Hyung!"
Lekuk senyum di bibir Joonmyeon langsung muncul dengan lebar begitu matanya memastikan bahwa sosok yang ditunjuk gadisnya adalah benar adiknya. Pertemuan yang hanya terjadi setahun tiga kali membuat Joonmyeon sering merindukan Jongin. Apalagi, mereka tidak pernah berada sejauh ini sebelum kedua orangtua meninggal dan menjadikan mereka kepala dari dua bisnis utama milik keluarga. Kedua tangan Joonmyeon langsung terbuka lebar seolah menunggu adiknya datang dan memeluknya dengan begitu erat hingga nafas keduanya tersendat.
"Ya Tuhan. Rasanya seperti satu abad aku tidak melihatmu," ujar Joonmyeon riang saat Jongin sudah memeluknya seperti harapannya.
"Jangan berlebihan, hyung. Minggu lalu kita baru saja video-call," balas Jongin seraya melepas pelukannya dengan berat hati. Pandangan Jongin sejak tadi tidak hanya fokus pada Joonmyeon, tapi juga sosok gadis yang begitu cantik disamping Joonmyeon.
"Oh, kau bersamanya? Siapa dia?" tanya Jongin dengan sopan seraya menundukkan badannya. "Halo, aku Kim Jongin, adik Kim Joonmyeon."
Joonmyeon kembali tersenyum dan mempersilahkan gadisnya berkenalan secara resmi dengan Jongin.
"Aku Zhang Yixing, calon istri Kim Joonmyeon,"
Raut wajah Jongin yang tiba-tiba berubah menjadi terkejut pun dimaklumi gadis cantik itu. Dengan kenyataan bahwa Joonmyeon tidak pernah bercerita tentangnya pada Jongin karena ingin menjadikannya sebagai kejutan, mungkin Yixing bisa paham mengapa raut tampan itu sedikit berubah saat ini.
Jongin menatap Joonmyeon meminta penjelasan.
"Inilah kejutannya, Jongin. Aku ingin menikahi Yixing, dan tentu saja aku perlu restu darimu! Ayo, kita bicarakan di rumah saja! Aku sudah sangat merindukan masakan bibi Song!" sahut Joonmyeon riang seraya mendorong troli berisi beberapa koper miliknya dan Yixing dan meninggalkan Jongin beberapa langkah di belakang.
"YAK! Jangan meninggalkanku!" protes Jongin sembari mengejar kakaknya dan calon kakak iparnya yang cantik itu.
Kepala Jongin sebenarnya sedang tidak baik hari ini. Selain karena pengumuman dari Joonmyeon tentang calonnya yang terbilang mengejutkan, masuknya unsur masalalu dalam hidupnya lewat kedua sahabatnya juga jadi penyebab kekacauan isi kepala Jongin hari ini. Lelaki tampan itu membutuhkan waktu tiga tahun penuh untuk bisa sukses dan yakin dengan pembangunan tembok kokohnya yang ia harap bisa membantunya memblokir seluruh akses masalalunya yang akan mendatanginya. Tapi siapa sangka jika masalalu itu ternyata datang dari dalam tembok yang ia bangun dan bukan dari luar seperti yang ia perkirakan? Siapa yang sangka jika masalalunya akan secepat ini kembali membuatnya limbung lewat kedua sahabat kesayangannya?
Siapa yang sangka jika sosok yang sangat Jongin benci ternyata kembali membuat hidupnya labil hanya dengan sebuah berita pertunangan?
Jika harus kembali hidup dengan masalalunya, mungkin Jongin akan memilih saat dimana ia tidak mengenal sosok itu sama sekali sehingga ia tidak perlu menghabiskan waktunya mempelajari bahan-bahan makanan dan seni memasak selama tiga tahun. Dan tentu saja, itu adalah saat dimana Jongin belum terlalu tertarik dengan pesona merah muda yang pada kenyataannya malah jadi penyebab utama luka menganga di hatinya.
.
.
Jongin membenci kenyataan dimana sebenarnya dia lemah. Jongin membenci kenyataan dimana dia adalah sosok yang tidak bisa kuat. Dan Jongin membenci kenyataan bahwa ia adalah sosok yang kalah.
Seumur hidup Jongin adalah persaingan, walau nyatanya Jongin tidak pernah terlalu mempedulikan. Seumur hidup Jongin adalah pembuktian kekuatan, walau nyatanya Jongin juga tidak pernah memperhatikan. Karena seumur hidup Jongin, dia tidak pernah punya insting pecinta persaingan. Dia adalah tipikal pemuda yang menjalani hidup dengan santai dan memilih apa saja yang menurutnya penting dan patut untuk diperhatikan. Peringkat di sekolah dan juga kekasih, bukan hal yang masuk radar Jongin sejak masa sekolah. Walau kenyataannya, otak cerdas Jongin tidak bisa dikalahkan dan ketampanan Jongin tidak bisa diremehkan. Tapi sejak Jongin bertemu dengan Kyungsoo, radar hidupnya sedikit bertambah luas.
Adalah Chanyeol dan Sehun yang jadi perantaranya mendekati Kyungsoo. Mereka berdualah yang jadi pemacu Jongin untuk bisa mendapatkan Kyungsoo. Jongin bukan tipikal pecinta persaingan, jadi Chanyeol dan Sehun memanfaatkan sifat Jongin itu untuk mendapatkan keuntungan berupa kesenangan batin mereka saat itu. Jongin tidak suka bersaing dan kedua sahabatnya merasa bahwa di kehidupan yang sudah dewasa ini, Jongin harus diajari bagaimana indahnya persaingan.
Dari titik itulah, muncul gurauan kecil berisi bumbu pancingan untuk Jongin dari Sehun dan Chanyeol. Dari titik itulah, muncul rasa tidak ingin diremehkan dalam diri Jongin. Dan dari titik itu jugalah, muncul rasa penasaran tentang bagaimana nikmatnya terperdaya oleh nuansa merah muda.
"Melamun lagi, ya?"
Suara lembut ini lagi, pikir Jongin. Chef muda dan berbakat ini sudah mulai terbiasa dengan kedatangan yang tiba-tiba dari sosok calon kakak iparnya ke dalam kamarnya. Biasanya, Joonmyeon pasti akan repot-repot mengetuk pintu kamar adiknya jika akan bergabung dengan Jongin untuk melamunkan sesuatu atau membicarakan sesuatu. Tapi tidak dengan Yixing. Gadis cantik dengan wajah serupa malaikat itu akan langsung membuka pintu kamar Jongin walau dengan celah kecil. Setelah memastikan bahwa Jongin tidak sedang ganti baju atau hal lain yang melibatkan tubuh telanjang, Yixing akan masuk dan menyapa Jongin dengan suara lembut miliknya.
Jujur saja, Jongin jadi teringat ibunya setiap kali Yixing menyapanya. Ia jadi sangat paham mengapa kakaknya bisa begitu mencintai Yixing seakan tidak ada gadis lain yang bisa menggoda hatinya.
"Noona. Apa sudah lama disitu?" tanya Jongin seraya berdiri dan menjauhkan diri dari jendela kamarnya untuk mendekat pada Yixing.
"Cukup lama untuk bisa melihatmu mendesahkan nafas berat beberapa kali," sahut Yixing. "Ada apa, Sayang? Apa kau sedang memikirkan sesuatu yang berat, hm?"
Sifat Yixing yang begitu keibuan dan perhatian adalah kunci utama mengapa duo Kim sangat takluk pada Yixing. Jongin yang baru beberapa hari mengenal Yixing saja sudah merasa seperti bertahun-tahun mengenal Yixing. Karenanya, ia tak canggung bersikap manja dalam kadar seorang adik pada iparnya dan seorang anak pada ibunya atau sekedar bercerita tentang kacaunya isi kepalanya belakangan ini.
"Apa begitu kentara?" tanya Jongin lembut sambil mendudukkan diri di kasurnya, disamping Yixing.
Yixing mengangguk dengan begitu cantik hingga Jongin merasa ia baru saja kembali bertemu ibunya dalam sosok Yixing.
"Cerita saja jika kau memang ingin mengeluarkan unek-unekmu,"
Jongin terkekeh pelan. Ia sudah sangat tahu bahwa kakaknya pasti sudah berkoar mengenai bagaimana sifatnya, apa saja masalah mereka dulu sejak kecil dan segala tentang Jongin yang Joonmyeon ketahui.
"Tapi noona kan pasti sudah tahu dari hyung,"
"Eih, itu kan hanya garis besar. Kalau langsung darimu kan lebih inti." Balas Yixing cepat. "Jadi?"
Jongin menghela nafasnya dalam-dalam. Ia tidak pernah menceritakan tentang hal ini pada Joonmyeon, setidaknya tidak sedetail-detailnya karena waktu itu Joonmyeon sedang disibukkan dengan pengalihan kepemimpinan perusahaan dari ayahnya, sehingga Jongin tidak ingin membuat Joonmyeon meledak karena masalahnya yang sebenarnya tak terlalu penting.
Chanyeol dan Sehun pun hanya tahu beberapa bagian saja karena Jongin masih kesal dengan fakta bahwa keduanya-lah sumber utama mengapa semua ini terjadi padanya. Jika bukan karena gurauan iseng itu, Jongin tidak akan mengenal Kyungsoo. Jika bukan karena gurauan iseng itu, Jongin tidak akan terpancing untuk bersaing. Dan jika bukan karena perjanjian bodoh itu, Jongin tidak akan merasa sesakit ini saat berpikir tentang romansa merah muda.
"Aku... sedang dilema?"
Alis Yixing menyatu di tengah. "Dilema? Tentang?"
"Ceritanya panjang, noona." Keluh Jongin sembari membaringkan dirinya di kasur dan membiarkan Yixing menatapnya dengan kesal dari posisi duduknya sekarang.
"Aku punya waktu seharian sampai Joonmyeon pulang dari kantor untuk mendengarkan rengekanmu yang bisa saja seperti gadis kecil yang sedang jatuh cinta."
"Noona!" protes Jongin cepat.
"Makanya, segera ceritakan dan jangan berbelit-belit." Final Yixing yang tentu saja tak lupa untuk memberikan senyum cantiknya pada Jongin.
"Kau harus berjanji untuk tidak menceritakannya secara gamblang pada hyung. Urusan perusahaan sudah cukup rumit dan menyebalkan untuk sekedar digabung dengan urusan kepalaku." Pinta Jongin dengan wajah memelasnya yang sudah latih sejak bertahun-tahun lamanya.
"Baiklah, baik! Dasar tukang rayu, sama saja seperti Myeonnie." Tukas Yixing. "Sudah cepat ceritakan,"
Jongin menghela nafasnya dalam-dalam untuk yang terakhir kali sebelum akhirnya memutuskan untuk membiarkan seperempat tembok kokohnya runtuh karena ketukan intens dari masalalunya yang secara ajaib sudah berada di bagian dalam hatinya yang ia lindungi dengan susah payah.
"Ini tentang masalaluku, noona. Masalaluku dengan seorang gadis... bernama Do Kyungsoo." gantung Jongin.
"Dia akan bertunangan dengan seseorang yang jadi pesaing utamaku saat berusaha mendapatkannya dulu, lima tahun lalu..."
.
.
.
Seoul, 2015
Jongin membuang puntung rokoknya ke asbak dan mematikannya, diikuti oleh Chanyeol yang membuang kaleng birnya yang sudah kosong dan Sehun yang baru bangun tidur. Ketiganya saat ini sudah selesai kelas dan sedang bersantai di taman kampusnya. Biasanya mereka akan langsung pulang ke rumah Sehun untuk menghabiskan waktu dengan main playstation atau nonton film dewasa. Tapi rutinitas itu ternyata membuat ketiganya bosan.
"Jong, kau serius tidak mau cari pacar?"
Jongin mendongakkan kepalanya menatap Sehun yang tiba-tiba membawa romansa merah muda dalam pembicaraan mereka.
"Sepenting itu ya punya pacar?"
Chanyeol mendesah sekali. "Samchoon pasti ingin melihatmu mengenalkan gadis ke rumah, Jong."
"Hyung saja belum punya pacar, kenapa harus aku duluan?"
"Karena hyungmu sibuk dengan pekerjaan di kantor, dan kau hanya kuliah, Jongin. Demi Tuhan, apa salahnya sih cari pacar?"
Jongin menyenderkan punggungnya ke belakang. "Tidak ada gadis yang menarik perhatianku. Mereka semua biasa saja, tidak ada yang spesial."
"Tidak ada kau bilang? Ya Tuhan, Jongin. Disini ada ratusan gadis yang seksi dan cantik, banyak juga yang cerdas menyamai otakmu. Dan kau masih bilang tidak ada yang menarik?" protes Chanyeol. "Seleramu, Bung. Benar-benar patut dipertanyakan,"
Sehun mengangguk menyetujui ucapan Chanyeol. "Jangan-jangan... kau... suka laki-laki, ya?" selidik Sehun.
Dan satu detik kemudian korek api gas milik Jongin melayang, menyapa dahi Sehun.
"YAK!"
"Bicaramu, Hun. Sopan sekali, huh?"
"Salahmu sendiri. Aku saja sudah mulai repot meladeni ajakan gadis-gadis fakultas sebelah. Dan kau? Malah seenaknya mengatakan tidak ada gadis yang menarik disini,"
"Kalau itu, dasar kau saja yang playboy, Hun." Balas Chanyeol cepat. "Jadi kau ini masih cinta perempuan tidak, sih?"
"Ya iyalah! Jangan kotori otakmu dengan adegan-adegan film dewasa yang sering kita tonton itu lalu mengaitkannya dengan kehidupan kita, dong. Aku masih normal,"
"Kalau begitu buktikan pada kami jika kau itu memang bisa punya pacar, Jongin." sahut Sehun santai sambil mulai menyalakan rokoknya, dengan korek milik Jongin. "Pacari salah satu gadis disini. Jika kau berhasil memacarinya paling tidak setengah tahun, kau dapat pengakuan dari kami."
Jongin berdecak. Dia tidak suka persaingan, dia tidak suka taruhan. Bukankah harusnya dua sahabat sialannya ini tahu itu?
Sialnya, Chanyeol seperti tahu arti raut muka tertekuk empat belas yang ditunjukkan Jongin. Dengan senyum kecil yang mirip seringai penuh makna, dia kemudian melanjutkan kata-kata pemanas dari Sehun.
"Kau lihat tiga gadis itu? Gadis yang sedang duduk di bawah pohon itu," tunjuk Chanyeol tanpa menggunakan tangannya. "Pacari gadis yang di pinggir kiri itu, yang sedang membawa buku, pakai rok mini warna coklat dan kemeja putih dengan cardigan coklat."
Jongin memajukan badannya untuk memperjelas penglihatannya. Gadis yang sedang duduk di bawah pohon, duduk di pinggir kiri dan membawa buku. Ah—lumayan juga sepertinya.
"Well, pilihanmu tidak terlalu buruk. Tapi, kenapa aku tidak boleh memilih yang tengah atau pinggir kanan? Menurutku, mereka cantik. Badan mereka juga cukup berisi, sepertinya cukup sek—"
"KARENA AKU SUDAH MENGINCARNYA!" teriak Sehun dan Chanyeol bersamaan yang kemudian saling pandang seolah meminta penjelasan.
"Kau incar yang mana?" tanya Chanyeol pada Sehun tentunya, dengan tatapan tajamnya.
"Aku yang pinggir kanan. Dia cantik sekali, astaga. Aku tidak tahu kenapa bisa ada bidadari bersekolah disini,"
Jongin memutar bola matanya malas mendengar jawaban Sehun. "Please, gombalanmu itu terlalu klise, Sehun."
"Bagus! Karena gadis yang ditengah itu milikku!" aku Chanyeol. "Lihatlah wajahnya yang mirip puppy itu! Astaga, imut sekali!"
Dengan tiba-tiba, Sehun menolehkan kepalanya, menghindarkan keadaan buruk yang mungkin menghampirinya jika ia terlalu lama menatap gadis cantik itu. Sedetik kemudian, ia menatap Jongin.
"Jadi bagaimana? Kau menerima tantangan kami tidak?"
Jongin menggeleng. "Aku tidak tertarik. Aku akui gadis itu cukup manis, tapi aku—"
"Pengecut, cih."
Jongin membulatkan kedua matanya dan menatap Chanyeol dengan tajam. "Siapa yang kau panggil pengecut, Bajingan?"
Seringai Chanyeol muncul. "Tentu saja kau, Kim Pecundang. Laki-laki sejati itu cinta persaingan, tapi kau malah menghindarinya. Sudahlah, akui saja kalau kau itu memang laki-laki pengecut yang benar-benar tidak pernah punya nyali untuk bersaing."
Jongin menggeram tidak terima dan Sehun tersenyum kecil diam-diam.
"Aku sungguh tidak menyangka, sahabatku sejak kecil yang aku kira hebat ternyata tidak lebih dari seorang pecundang dan pengecut." Tambah Sehun.
"FINE! FINE! Dasar bajingan tengik sialan." Balas Jongin. "I'll take it,"
Sehun dan Chanyeol saling bertukar pandang kemudian kembali menatap Jongin dengan tatapan yang terbilang cukup menjengkelkan. "Kau yakin, Jongin? Bukankah tadi kau bilang kau tidak tertarik?"
"Cerewet. Aku akan buktikan aku bisa mengencani gadis itu." balasnya. "Sialan, kenapa aku harus terpancing dengan ucapan kalian, sih?" protes Jongin.
"Well, kalau kau takut sih, kami tidak memaksa."
"Aku tidak takut dengan persaingan, Keparat. Aku hanya tidak suka bersaing karena toh aku pasti menang."
Sehun menaikkan alisnya sambil tetap menatap Jongin. "Ah... pasti menang? Well, Tuan Kim. Untuk yang satu ini, aku tidak yakin kau akan menang mudah."
Jongin memicingkan matanya. "Tidak yakin? Memangnya kenapa?"
Chanyeol menoleh kembali pada Jongin dan Sehun yang sedang serius berdebat.
"Karena kelihatannya, gadis itu sudah punya kekasih."
Jongin mengalihkan pandangannya ke kumpulan tiga gadis itu dan menemukan satu sosok yang sangat ia kenal ada disana dengan senyum sialannya.
"Oh, ini akan jadi sangat menarik, Chanyeol hyung." Seru Sehun.
Chanyeol menyeringai. "Apa kau yakin kau bisa mengalahkannya lagi, Kim Jongin?"
Jongin tidak bergeming. Dia masih menatap sosok yang ia kenal itu dengan tatapan tidak suka serta aura gelap yang menyelimuti tubuhnya dalam sekejap. Jongin memang tidak suka persaingan, karena ia selalu yakin ia akan selalu menang. Tapi sosok itu selalu berhasil membuat rasa nyaman Jongin akan kemenangan terusik, dan Jongin membencinya.
"Seorang Kim Jongin tidak akan pernah kalah dari Kim Myungsoo. Tidak akan pernah." Tegas Jongin. "Catat itu baik-baik."
.
.
.
Kim Myungsoo.
Nama itu adalah satu dari sekian banyak nama yang akan dengan senang hati Jongin tulis di urutan teratas dari kumpulan rival abadinya. Dari berjuta-juta manusia berjeniskelamin pria di Korea, bahkan di dunia, kenapa harus Kim Myungsoo yang muncul di kehidupan barunya yang sudah bahagia ini? Kenapa harus pemuda sialan dengan raut wajah sialan itu?
Kim Myungsoo adalah orang terakhir yang ingin Jongin temui lagi di kehidupannya saat ini. Tapi sialnya, takdirnya berkata lain.
"Kau benar-benar tidak akan datang?" tanya Chanyeol pada Jongin yang masih bersantai di balkon kamarnya dan tidak bersiap-siap untuk acara malam ini.
"Untuk apa? Bukan urusanku juga,"
Chanyeol mendesis, bergumam, menyindir dalam lirih dan apapun itu yang tepat menggambarkan kelakuannya saat ini. "Bukan urusannya katanya? Dasar pengecut sialan,"
"Ya, siapa tahu kau merindukannya? Bukannya kau paling suka saat dia sedang memakai dress?" tanya Chanyeol sembari menatap pantulan dirinya sendiri di cermin besar milik Jongin. Dengan telaten, Chanyeol membenarkan dasi kupu-kupunya yang masih terlihat miring.
"Diamlah, Keparat. Aku tidak butuh kau untuk membantuku mengingat semuanya,"
"Apa kalian sudah—woh, kau kenapa masih pakai boxer sih, Jong? Kau tidak datang?"
Itu Sehun, dengan tuxedo coklat gelap, tatapan yang tajam dan rambut yang disisir naik dan parfum maskulin yang menguar kuat. Sungguh tipikal CEO muda yang pasti digemari gadis-gadis.
"Untuk apa? Bukan urusanku juga," cibir Chanyeol sambil mengikuti nada bicara Jongin tadi.
Sehun tertawa kecil lalu kembali menatap Jongin. "Bung, kau serius tidak datang?"
Jongin benci jika sudah berkali-kali ditanya hal yang sudah ia jawab sebelumnya. Apalagi ini tentang Kyungsoo, masalalunya.
"Dia tidak membutuhkanku untuk datang di pesta pertunangannya. Jadi untuk apa aku datang?"
Sehun mengendikkan bahunya tak acuh dan segera menarik lengan Chanyeol yang masih saja sibuk membenarkan tatanan rambutnya.
"Terserah kau saja. Kami berangkat dulu, ya!"
Jongin mengangkat tangan kanannya dan melambai pada kedua sahabatnya yang secepat kilat menghilang dari pandangannya. Desahan nafas berat Jongin keluarkan untuk kesekian kali malam ini. Pikirannya penuh dan dadanya juga bergemuruh. Jongin benci kalah, apalagi mengaku kalah. Tapi lagi-lagi, takdirnya seolah begitu kejam menampar dan melemparnya menuju kenyataan bahwa kali ini ia memang benar-benar kalah.
Kalah telak.
.
Jongin sukses membiarkan satu oneshot vodka mengalir dari tenggorokannya menuju lambungnya lagi dan lagi. Entah ini sudah sloki ke berapa, yang jelas Jongin belum mabuk dan itu membuatnya geram.
"Tambah lagi, Jongdae hyung. Tolong,"
Telinga Jongin panas, begitu juga dadanya. Bukan hanya karena vodka yang tidak berhenti mengalir turun membasahi kerongkongannya, tapi juga karena lagu sialan yang Jongdae putar di bar kecil miliknya.
"Jongin, jangan mabuk disini. Aku akan repot mengantarmu pulang, pelanggan sedang ramai." Protes Jongdae yang tetap saja dengan perlahan menuangkan vodka pada sloki milik Jongin.
"Hyung, aku sedang ingin mabuk. Jangan kau larang,"
Ya, Jongin saat ini sedang berada di bar kecil milik Jongdae. Pelanggan disini sebenarnya tidak banyak tapi eksklusif. Selain karena terletak di rooftop apartemen milik Jongin, bar ini juga hanya menerima pelanggan yang sudah lebih dulu booking tempat. Dan alasan itulah yang membuat Jongin memilih datang kemari ketimbang harus ke club-club besar yang entah bagaimana ramainya. Setidaknya, jika Jongin mabuk, akan ada karyawan-karyawannya (karyawan Jongdae yang bekerja di bar) yang bisa mengantarnya ke kamarnya di lantai bawah.
Niat Jongin adalah menenangkan diri dengan bersantai disini. Tapi sialnya, lagu yang jadi playlist Jongdae hari ini begitu tepat menusuk batinnya. Dan itu membuatnya semakin kacau.
"I just heard you found the one you've been looking, you've been looking for. I wish I would've known that wasn't me~"
Jongdae tersenyum miris. Jongin sudah mulai mabuk. Terbukti dari kicauan Jongin yang mengikuti lirik lagu milik Charlie Puth yang saat ini sedang mengalun di bar kecilnya.
"Pasti kau sedang memikirkan Kyungsoo ya?"
Jongin tidak mengindahkan pertanyaan Jongdae dan tetap bernyanyi seolah hanya itu yang ia bisa lakukan untuk mengurangi nyeri dalam dadanya.
"Cause even after all this time I still wonder why I can't move on, just the way you did so easily. Don't wanna know, kind of dress you wearing tonight, if he's holding onto you so tight, the way I did before. I overdosed, should've known your love was a game! Now I can't get you out of my brain, ooh it's such a shame~~"
Jongin meracau lagi dan Jongdae benar-benar geli dibuatnya. Bosnya ini memang sedang galau sebulan terakhir perihal masalalunya yang kembali menyapa kehidupannya lewat bantuan Sehun dan Chanyeol. Jongdae mungkin tidak terlalu paham apa masalah yang terjadi pada Jongin dan si gadis bernama Kyungsoo itu. Yang ia tahu, bosnya dan Kyungsoo pernah menjalin sebuah hubungan dan itu berakhir dengan buruk.
"Daehyun-ah, bisa tolong kau antarkan Chef Kim ke kamarnya? Lantai 8, kamar nomor 8812." Putus Jongdae sembari tetap melayani permintaan salah satu pelanggannya yang memesan mocktail.
"Oke, hyung. Apa Chef Kim baik-baik saja? Dia terlihat begitu stress belakangan ini," tanya Daehyun sembari mencoba mengangkat tubuh Jongin yang baru saja dipastikan tidak sadarkan diri karena benar-benar mabuk.
"Entahlah, Dae. Aku tidak ingin ikut campur masalah Chef Kim. Sudah, sana. Cepat antarkan Chef Kim ke kamar dan segera kembali kemari. Kita sedang banyak pelanggan,"
Daehyun pun menurut. Ia segera memapah Jongin menuju lift dan tentu saja menuju kamar sang Bos Besar yang ada di lantai 8. Untung apartemen milik Jongin ini hanya berlantai sepuluh, jika tidak, waktu lima belas menit yang Daehyun butuhkan untuk merebahkan Bosnya di kasur besarnya yang empuk akan terasa begitu lama dan membosankan.
Baru lima menit Daehyun pergi dari kamar Jongin setelah berhasil merebahkan tubuh Jongin dengan benar di kasur, pemuda bermarga Kim itu sudah meraung-raung seolah sedang mencari pertolongan dengan kedua mata yang masih tertutup.
"Yaaaaa~ Kyungsoo-yaaaaa~ Kenapa kau lebih memilih Kim sialan itu daripada aku, huh?" racau Jongin sambil tak berhenti menggerakkan kedua tangannya di udara seperti sedang berusaha menggapai sesuatu.
"Kenapa kau tidak mencintaiku saja, Kyungsoo-yaaaaa! Kenapa kau mempermainkan perasaanku! Apa kau tidak tahu kalau aku ini benar-benar mencintaimu, huuuuh?!"
Dan... yak.
Berkat pergerakan tak sadarnya, Jongin yang tadinya berbaring dengan tenang di atas kasur, sekarang sudah resmi berpindah ke lantai.
"Yaaaaa~ Kyungsoo-yaaaaa~"
"Bisakah kau membatalkan pernikahanmu dengan Myungsoo sialan itu, huuuh? Kembali saja padakuuuuu, Kyungsoo-yaaaaa~ Aku mencintaimuuuu~"
Lalu hening.
Akhirnya Jongin benar-benar sudah masuk dalam alam mimpinya dan tidak lagi meracau tentang bagaimana sebenarnya isi hati dan kepalanya selama ini jika dikaitkan dengan Kyungsoo, gadis bermata bulat yang tidak pernah bisa pergi dari kepalanya sekeras apapun seorang Kim Jongin mencoba.
Karena kenyataannya, Kim Jongin sudah terlampau jauh jatuh dalam pesona memabukkan milik Do Kyungsoo. Karena kenyataannya, seorang Kim Jongin tidak pernah lagi bisa merubah perasaannya pada Do Kyungsoo selain hanya perasaan cinta yang mungkin tidak dirasakan dengan detakan yang sama oleh sang gadis pujaan.
Karena ternyata waktu sepanjang delapan ribu tujuh ratus enam puluh jam, masih belum cukup membuat seorang Do Kyungsoo menyadari bahwa jauh di dalam lubuk hatinya yang cukup sulit untuk ditembus itu hanya ada satu nama yang tersimpan, disaat sang pelaku yang berusaha menembus hati gadis itu sudah berlumuran luka karena usaha kerasnya.
Karena dalam sudut pandang Kim Jongin, Do Kyungsoo hanyalah gadis manis sialan yang sudah merebut ciuman pertamanya dan juga dengan sukses menoreh luka paling dalam di hatinya. Karena dalam sudut pandang Kim Jongin, hanya dia yang benar-benar jatuh cinta saat ia dan Kyungsoo menjalin sebuah hubungan khusus lima tahun lalu. Karena dalam sudut pandang Kim Jongin, dirinya tak lebih dari sebatas lelaki taruhan dalam kehidupan cinta Do Kyungsoo.
.
.
.
Seoul, 2017
Jongin sedang memacu mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kampusnya untuk kuliah. Siang ini dia ada kelas selama tiga jam, dan itu cukup membuatnya sedikit bosan. Apalagi, hari ini dia tak akan bisa melihat kekasihnya di kampus karena gadisnya itu sedang ada urusan ala wanita bersama kedua sahabat karibnya.
"Tidak ada Kyungsoo dan tiga jam perpajakan. Ya Tuhan, kapan pajak-pajak sialan itu enyah dari kehidupanku?" gerutu Jongin dalam langkahnya menuju kelasnya di lantai tiga.
Ya, Jongin dan Kyungsoo sudah resmi berstatus sebagai sepasang kekasih sejak dua tahun lalu. Karena sesuai kata-katanya dulu pada Chanyeol dan Sehun, bahwa seorang Kim Jongin tidak akan pernah kalah dari rival abadinya. Dan ternyata, hal itu cukup mudah terbukti kenyataannya.
Setengah tahun setelah taruhan antar ketiganya resmi disahkan, Jongin tidak berhenti berusaha mendapatkan Kyungsoo. Awalnya, tentu saja Jongin tidak benar-benar berniat mendekati Kyungsoo. Karena bagi Jongin, mendapatkan Kyungsoo hanyalah sebuah media baginya untuk tetap pada jalur kemenangan dari Kim Myungsoo dan tentu saja sebagai penghindaran dari jatuhnya harga dirinya di depan kedua sahabat baiknya.
Tapi nyatanya, Jongin kalah.
Tidak, Jongin tidak kalah taruhan. Dia seratus persen menang dari Kim Myungsoo dan juga Chanyeol serta Sehun. Jongin kalah dari dirinya sendiri.
Karena dia benar-benar jatuh dalam pesona Do Kyungsoo.
Kim Jongin sangat mencintai Do Kyungsoo seperti lebah mencintai bunga. Sangat membutuhkan Do Kyungsoo seperti ikan membutuhkan air. Sangat menyayangi Do Kyungsoo seperti air hujan menyayangi tanah.
Jongin bahkan mentraktir Sehun dan Chanyeol di restoran milik Ibunya hanya untuk membeberkan kenyataan bahwa dia sudah benar-benar jatuh cinta pada Do Kyungsoo, bukan hanya sekedar pembuktian nyalinya sebagai seorang lelaki. Dan Jongin melakukannya kemarin, setelah mengantar pulang Kyungsoo dari kursus memasaknya.
Chanyeol dan Sehun tentu tersenyum penuh kemenangan mendengar semua pengakuan Jongin. Bukan karena mereka merasa bahwa mereka menang besar atas Jongin. Tapi lebih kepada rasa bangga, dimana akhirnya mereka berhasil membuat seorang Kim Jongin, pemuda yang cukup antisosial dan punya radar sempit yang tak mencakup kehidupan cinta di dalamnya itu, jatuh cinta.
Taruhan itu bagi Chanyeol dan Sehun tidaklah penting. Karena sebenarnya, maksud mereka adalah memancing insting persaingan dalam diri Jongin yang jarang muncul. Tujuan mereka adalah membantu Jongin menemukan hidupnya. Dan kemarin, tugas keduanya rampung. Karena Jongin sudah jatuh cinta.
Ketiganya, kemudian bersepakat bahwa taruhan itu tidak pernah ada. Karena memang yang mereka pertaruhkan hanyalah nyali seorang putra bungsu keluarga Kim, yang bersembunyi jauh di dalam jiwa Jongin. Chanyeol dan Sehun bahkan menyebut bahwa mereka berhutangbudi pada Kyungsoo karena secara kebetulan telah membantu Jongin mendapatkan kehidupannya. Tentu saja Chanyeol dan Sehun tidak akan bilang pada Jongin bahwa itu adalah bagian dari rencana besarnya bersama Baekhyun dan Luhan—kekasih mereka berdua, untuk menyatukan Kyungsoo yang playgirl dan Jongin yang antipati terhadap persaingan dan cinta.
"Wajahmu jelek sekali seperti tikus got."
"Memangnya kau pernah mengataiku tampan?"
"Ya, setidaknya, kau tidak pernah sebegitu jeleknya. Ada apa, sih?" tanya Chanyeol memaksa Jongin menjawab.
"Kyungsoo tidak kuliah. Katanya ada urusan dengan Baekhyun dan Luhan,"
Sehun yang baru datang mengangguk paham. Walau sedikit, ia cukup mendengar alasan kenapa sahabatnya itu muram sekali hari ini.
"Ya, mereka juga bilang begitu. Tapi nanti aku tetap janjian dengan Luhan untuk kencan, kok."
"Aku juga. Baekhyun bahkan memintaku menjemputnya di apartemen Kyungsoo untuk kemudian berbelanja,"
Jongin semakin muram mendengar jawaban-jawaban sahabatnya. Kenapa Kyungsoo tidak ingin menemuinya hari ini? Bahkan, gadis itu bilang bahwa hari ini adalah hari khusus mereka bertiga dan ia tidak ingin diganggu oleh siapapun. Tapi, kenapa Baekhyun dan Luhan tetap bertemu dengan Chanyeol dan Sehun nanti?
"Sudah, sepulang pajak, kau temui saja mereka di apartemen Kyungsoo. Kau bawakan makanan, karena ketiganya kan tidak bisa memasak, to?"
Chanyeol ada benarnya juga. Walau kekasihnya sudah kursus memasak, tapi gadis itu tak begitu menunjukkan kemajuan. Selain ramyun dan makanan siap saji lainnya, Kyungsoo belum mahir memasak.
"Ide bagus."
Dan ternyata, dewi fortuna ada di pihak Jongin.
"Kelas hari ini kosong. Diganti minggu depan. Tuan Han sedang di Amerika dan belum bisa pulang,"
Tepukan tangan dari seluruh mahasiswa kelas pajak menguar memenuhi ruangan, termasuk Jongin, Chanyeol juga Sehun.
"Aku langsung ke restoran. Kalian kemana?"
"Aku mau ke rumah Sehun. Kami berencana main playstation sampai acara mereka selesai. Setelah dari apartemen Kyungsoo, kau datanglah ke rumah Sehun."
Sehun mengangguk dan kemudian berdiri mengikuti Chanyeol.
"Okay, call. Sampai bertemu nanti, Bung."
"Sampaikan salamku pada Luhan ya, bilang padanya jangan terlalu lama bergosip. Aku sudah merindukannya,"
Jongin memutar bola matanya malas mendengar gombal murah dari Sehun.
"Kau kan bisa memberitahunya sendiri lewat Kakao."
Lalu Sehun menunjukkan ponselnya yang mati. "Tadi aku main Clash of Clans bersama Chanyeol hyung sampai baterai kami habis."
Jongin menggelengkan kepalanya. "Dasar. Ya sudah, aku pergi dulu."
Lambaian tangan Sehun dan Chanyeol mengiringi langkah cepat Jongin menuju parkir mobilnya.
"Yeoboseyo, eomma. Bolehkah aku memesan makanan kesukaan Kyungsoo dan teman-temannya itu? Aku akan ke apartemen Kyungsoo setelah ini. Sekarang aku akan menuju restoran,"
"Baiklah, sayang. Nanti akan eomma siapkan. Tepat saat kau tiba, pesananmu pasti sudah siap. Sampaikan salam untuk calon menantu eomma itu ya,"
"Ne,"
Jongin menutup teleponnya dengan tawa renyah yang tak berhenti keluar dari bibirnya.
Calon menantu katanya? Apa ibunya itu benar-benar berpikir bahwa Jongin dan Kyungsoo sudah cocok? Lagipula, mereka masih semester tengah. Masih jauh menuju lulus dan memangnya mereka harus menikah sebelum lulus? Mendahului Joonmyeon? Ah, hyungnya pasti tidak akan suka ide ini, pikir Jongin.
Kendaraan milik Jongin melaju dengan kecepatan normal menuju restoran keluarganya. Dan benar saja, seperti yang ibunya bilang ditelepon, tepat ketika Jongin sampai, pesanannya sudah siap.
"Jangan lupa sampaikan salam dari eomma, ya. Ajaklah Kyungsoo ke rumah lagi, Sayang. Eomma rindu dengannya,"
Jongin mengangguk sopan lalu mengecup pipi ibunya setelah menerima pesanannya. "Aku berangkat, eomma. Saranghae,"
Kecupan balik dari sang ibu di kening Jongin seolah jadi penyemangat khususnya hari ini sebelum menemui kekasihnya. Jauh di dalam lubuk hati Jongin, ia merasa buruk. Entah kenapa, ia merasa akan ada hal buruk yang terjadi hari ini. Itu kenapa ia ingin segera bertemu kekasihnya untuk memastikan bahwa gadis yang ia cintai itu dalam keadaan baik-baik saja bersama kedua sahabatnya.
Memang tidak butuh waktu lama dari restoran menuju apartemen Kyungsoo. Hanya lima belas menit, jauh lebih singkat daripada waktu tempuh dari rumahnya menuju kampus yang mencapai empat puluh lima menit.
Dengan langkah tegapnya, Jongin mengarahkan kakinya menuju kamar Kyungsoo di lantai dua belas, di kamar 1214. Setelah sudah sampai di depan kamar, Jongin pun segera memasukkan password apartemen kekasihnya yang tentu saja ia ketahui. Langkah Jongin terasa ringan saat ia memasuki apartemen kekasihnya. Tapi tiba-tiba, langkahnya terasa berat.
"Yang benar saja. Kau tidak benar-benar menanyaiku hal itu kan, Baekhyun? Kau sudah belasan tahun jadi sahabatku, Baek. Hal seperti itu, harusnya kau sudah tahu jawabannya."
Ini suara Kyungsoo. Jongin ingin melanjutkan langkahnya dan menyapa mereka bertiga. Tapi nalurinya berkata, diam disini adalah pilihan terbaik.
"Ya! Do Kyungsoo! Kau ini benar-benar ya? Baekhyun bertanya serius, tahu. Kami ini penasaran. Apa kau sudah benar-benar mencintai Jongin atau tidak? Tujuan kita kan menghilangkan sifat playgirl sialanmu itu,"
Dada Jongin bergemuruh tiba-tiba. Kepalanya pening dan nafasnya mulai tidak teratur.
Kyungsoo tidak langsung menjawab pertanyaan Luhan. Gadis itu terlebih dulu tertawa dengan nada yang menyakiti Jongin. Ada apa sebenarnya? Kenapa Jongin merasa buruk sekali disini?
"Sayangnya, Luhan, Baekhyun. Kali ini, aku lagi yang menang taruhan." Jawab Kyungsoo santai. "Ya, walau aku harus akui bahwa perhatian Jongin lebih intens dan lebih baik dari kekasih-kekasihku yang dulu, tapi tetap saja. Dia tidak bisa begitu saja meluluhkanku,"
"Gila kau Kyung. Dua tahun berlalu dan kau tidak merasakan apapun?"
"Tidak. Tidak sama sekali."
Luhan menggeleng tidak percaya begitu juga Baekhyun.
"Oh, ayolah girls. Apa istimewanya Jongin, sih? Ya, memang dia baik sih, cerdas juga perhatian dan tampan. Tapi, Myungsooku kan juga begitu!"
Baekhyun mengangkat tangannya tanda menyerah pada Kyungsoo.
"Myungsoo lagi, Myungsoo lagi. Apa kau tidak bisa ya sehari saja tidak membicarakan lelaki brengsek itu?"
"Hei, Baek. Bagaimanapun, Myungsoo itu yang terbaik, tahu. Walau Jongin memang sudah berhasil mematahkan rekorku untuk berpacaran yang biasanya hanya tiga bulan jadi dua tahun, tapi tetap saja, aku tidak mencintainya. Aku tidak bisa,"
"Kau menghalau Jongin demi si brengsek Myungsoo? Ya Tuhan, Kyungsoo. Jika kau bukan sahabatku, sudah kugorok lehermu, kau tahu."
Kyungsoo mengendikkan bahunya tak acuh. "Bagiku, Jongin hanya sebatas lelaki tampan yang kita jadikan taruhan untuk menghilangkan sifat playgirlku seperti yang selalu kita lakukan. Dia hanya sebatas lelaki taruhan, dan aku menang lagi karena aku tidak mencintainya seperti aku mencintai Myungsoo."
Dan pedang tak kasat mata menusuk jantung Jongin dari ribuan arah saat itu juga.
"Lelaki taruhan katanya?"
"Kau bisa membunuh Jongin jika dia mendengarnya, Kyung. Apa kau lupa dia merelakan waktu belajarnya hanya untuk menemanimu belanja bahan masak untuk kebutuhan perut Myungsoomu yang tidak penting itu huh?"
"Dia juga rela mengantarkan bahan ujianmu yang tertinggal di apartemen ke rumahku dini hari hanya karena kebodohanmu yang meninggalkannya sejak pagi."
"Dan banyak hal gila yang bahkan tidak Chanyeol dan Sehun lakukan untuk kami tapi Jongin lakukan untukmu, Bodoh!"
"Dan kau masih bisa seenak jidat mengatakan bahwa kau tidak mencintainya? Dan dia hanya berarti sebatas lelaki taruhan? Kau gila, Kyung. Gila!"
"Hei, hei, hei. Kalian kenapa, sih? Tenang saja dong. Bukannya kita sudah melalui ini berkali-kali, ya? Kenapa kalian sewot sekali untuk kali ini?" protes Kyungsoo. "Dan memangnya, harus setinggi apa arti Jongin bagiku, huh? Lagipula, bukannya dia juga sama saja ya? Menjadikanku bahan taruhannya bersama dengan kalian?"
"Jadi aku hanya taruhan? Hubungan ini hanya taruhan? Dua tahun ini hanya taruhan?"
Luhan melempar bantal kotaknya pada Kyungsoo. "Itu bukan taruhan, Bodoh! Kau adalah pancingan terencana untuk Jongin! Chanyeol dan Sehun tidak menjadikanmu bahan taruhan, tapi nyali Jongin yang mereka pakai! Kau adalah umpan penting agar nyali Jongin muncul dan dia bisa menemukan hidupnya, cintanya."
"Dan bodohnya, aku benar-benar menjatuhkan hatiku padamu, Kyungsoo"
Baekhyun, Luhan dan juga Kyungsoo sontak terkejut mendengar sebuah suara maskulin yang sangat mereka kenal menyapa telinga mereka. Ketiganya, langsung membalik badan dan keterkejutan mereka bertambah ketika menemukan sosok tegap Jongin sedang berdiri dengan jarak lima meter dari ruang tamu membawa satu plastik makanan kesukaan mereka yang mampu mereka kenali hanya dari aromanya. Raut wajah Jongin memancarkan kekecewaan yang luar biasa dalam, entah kenapa hanya dengan melihat itu, hati Kyungsoo yang sekeras karang bisa merasa nyeri luar biasa.
Jongin tersenyum sekilas menatap ketiganya. "Benar-benar perbincangan yang menarik, girls." Ujar Jongin sembari melewati ketiganya dan melanjutkan langkahnya menuju dapur. Lelaki tinggi nan tampan yang masih berstatus kekasih Kyungsoo itu, malah sibuk mengambil piring dan meletakkan seluruh bawaannya di piring.
"J-jongin... b-bagaimana kau..."
"Aku kemari niatnya membawakan kalian makan siang. Kyungsoo belum mahir memasak, begitu juga dengan kalian berdua. Aku tahu bahan makanan di lemari dan kulkas Kyungsoo habis kemarin. Makanya aku meminta eomma memasakkan makanan kesukaan kalian." Jelas Jongin sambil tetap sibuk dengan kegiatannya.
"Hatiku merasa buruk hari ini, aku tak tahu kenapa. Kupikir, ini ada hubungannya dengan Kyungsoo. Jadi aku mempercepat kunjunganku untuk memastikan kalian baik-baik saja."
Helaan nafas berat diiringi kekehan kecil bernada menyakitkan muncul. Dan Luhan hampir menangis dibuatnya.
"Ternyata memang ada hubungannya dengan Kyungsoo. Dan juga... denganku."
"J-jongin, k-kami bisa jelaskan..."
"Tidak usah, Lu. Aku cukup bisa memahami inti perbincangan kalian tadi, kok. Karena aku berdiri disana tidak hanya satu menit atau dua menit." Tutur Jongin. "Nah, sudah. Setelah aku pulang, kalian nikmatilah makanan ini. Mungkin ini adalah makanan terakhir yang aku bawakan untuk kalian. Tapi tenang saja, kalian tetap bisa membelinya di de Luz. Eomma akan dengan senang hati memasakkannya untuk kalian."
Jongin membalikkan badannya setelah membuang semua sampah plastik di tempat sampah. Ia kemudian melangkah dan terus melangkah tanpa menatap ketiga gadis itu. Kemudian Jongin berhenti tepat di titik dimana tadi ia berdiri sepuluh menit mendengarkan perbincangan kekasihnya dan kedua sahabat baiknya.
"Mulai hari ini, kita tak ada hubungan apapun. Mulai hari ini, seluruh kenangan dua tahun kita akan berstatus sebagai sekedar kenangan. Dan mulai hari ini, kau bisa bebas menemui Myungsoo kapanpun kau mau."
Jongin menegakkan tubuhnya yang sedikit tertunduk lesu. Dengan helaan nafas panjang dan berat, ia kemudian mengatakan kalimat terakhirnya sebelum ia benar-benar menghilang dari kehidupan Do Kyungsoo.
"Terima kasih telah memberiku waktu dua tahun untuk belajar mencintaimu. Terima kasih untuk seluruh tawa dan tangis yang sudah mau kau bagi denganku selama ini. Dan terima kasih, karena hanya menganggapku sebagai seorang lelaki taruhan yang tidak pernah kau cintai."
Baekhyun dan Luhan menutup mulut mereka dengan kedua tangan. Menahan tangis yang hampir pecah karena perkataan Jongin.
"Dan mulai hari ini, aku akan dengan senang hati pergi dan menghilang dari kehidupanmu untuk selamanya, Kyung. Seperti yang kau harapkan, pastinya."
"Dan, oh, hampir lupa." Jongin menghentikan langkahnya sesaat sebelum membuka pintu kamar Kyungsoo. Sekali lagi, ia menghela nafasnya dalam-dalam dan menahan air mata sialan yang hampir jatuh dari kedua pelupuk matanya.
"Aku... mencintaimu, Do Kyungsoo."
.
.
.
END Ch.1
.
.
.
Hola!
Gimana? Dapet feelnya Jongin? Dapet sakitnya Jongin?
Ya, itung-itung hiburan dari berita kiss-kiss itu ya hahaha.
Jangan lupa review. Cerita ini bikinnya perlu effort luar biasa ditengah kewajiban bikin sekerip.
Ditunggu komen ajib kalian!
Salam!
-Kaje-
