Parvozsiz Qushlar
BTS fanfiction
Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit
.
.
.
Jimin, menggigiti kuku, mondar-mandir di depan kasur tempat Jungkook tidur. Sebuah gunting ada di tangan kanannya. Dia mau memotong sesuatu, tapi pikirannya bercabang pada Yoongi yang mungkin saja setengah jam, seperempat jam, atau sepuluh menit ke depan, tanpa diduga-duga, membuka pintu dan membuat rencana ini gagal. Yoongi tak boleh tahu. Jimin mau membuat ini seperti suatu kecelakaan hingga ia tak mesti dibenci sang istri. Masih sambil gigiti kuku, dia tatap anaknya. Bayi berusia tujuh bulan itu tidur nyenyak dengan tangan rapat di depan dada. Orang-orang tak tahu kalau Jungkook punya sesuatu yang tak seharusnya ada pada manusia. Sesuatu itu mulai bertumbuh di punggungnya dan Jimin tak mau dia berkembang menjadi sepasang sayap.
Anak pertamanya seperti ini pula. Hanya saja Taehyung masih memiliki sayap hingga sekarang. Ketika muncul tanda-tanda bahwa sayapnya akan berkembang, Yoongi bersikeras ingin mempertahankannya dengan alasan tak mau membuat Taehyung sakit atau terluka (karena kehilangan sayapnya itu). Katanya, sayap yang Taehyung miliki adalah anugerah dari Tuhan. Itu tidak boleh dibuang atau dirusak. Panjang lebar dia bicarakan tentang zat Ilahi dan segala kuasanya. Jimin sebetulnya tak mau pusingkan lagi ceramah Yoongi, tapi buah dari keputusan Yoongi (dan iya-nya dahulu) berefek panjang bagi anaknya sendiri. Yang Jimin sesali, karena kukuhnya Yoongi, kini Taehyung hidup dengan keterbatasan. Dia tidak punya teman. Kadang dia mau bicara dengan ayah-ibunya, kadang tidak. Justru kepada benda mati, binatang dan tetumbuhanlah dia mengucap salam dan selamat tidur. Dia hampir tak pernah dibawa keluar rumah. Kalaupun dibawa, hanya pada waktu-waktu tertentu dan ke tempat-tempat tertentu saja. Tidak lupa, Yoongi akan selalu memakaikannya mantel untuk menutupi sayap-sayap itu. Di rumah, Taehyung tak pakai baju. Pakaian membuatnya risih. Rasanya seperti menghalangi sesuatu di punggungnya. Semakin ia dewasa, akan semakin besar pula sayapnya. Jimin selalu cemaskan ini. Apalagi ketika Taehyung katakan kalau ia ingin seperti burung yang bisa terbang melintasi langit.
Jungkook bergerak sedikit. Jimin kembali menatapnya setelah sejenak membuang pandang pada bentang langit siang. Geliat bayi itu membuatnya ingin mendekat. Dia angkatlah Jungkook dan dia tangkupkan badan mungil itu di dadanya. Punggung Jungkook disentuh dengan tangan yang memegang gunting. Bayi itu berjengit karena dingin logam yang bersapaan dengan kulit. Jimin mencium kepala Jungkook. Sembari ditimang, sembari dielusi punggung bayinya. Beberapa minggu lalu sesuatu di punggung Jungkook panjangnya hanya seinchi saja. tapi ketika kini diraba, sesuatu itu ternyata telah bertumbuh cepat. Bahkan Jimin bisa menjepitnya dengan ibu jari dan telunjuk.
Prak! Ia mendengar bunyi suatu benda yang jatuh. Sudah bisa diterka asalnya dari mana. Tapi lebih dulu ia memastikan lewat jendela. Benar apa yang ia duga. Buru-buru ia kembalikan Jungkook ke kasur. Guntingnya masih di tangan. Jimin keluar kamar, berjalan ke sepetak bagian kosong di samping rumahnya. Hanya ada pot-pot tanaman yang berjejeran di dinding. Yang mekar banyak merambat. Di depan bunga-bunga itu Taehyung berdiri dengan segenggam yang berwarna merah salmon. Di dekat kakinya, ada sebuah pot tanah liat yang tercerai-berai.
"Apa yang kau lakukan?" Jimin bertanya dengan nada yang agak tinggi. Marah, tentu.
Anak itu menjawab, "Mau petik ini. Tadinya cuma sedikit tapi makin banyak di tanganku. Aku terkejut, Ayah."
"Apa maksudmu?"
Dia mengambil satu tangan anak itu. Sebagian bunga yang semarak di tangan Taehyung berjatuhan. Sebagiannya lagi tetap di telapak tangannya. Jimin mengerutkan dahi, menilik bunga-bunga itu dengan seksama. Mereka bergerak, banyak yang menyembul dari permukaan kulit. Semakin dipandangi, semakin liar mereka berkembang. Bagaimana bisa?
Sadar kalau ini fenomena yang tak biasa, cepat-cepat dia gunakan guntingnya untuk memotong akar-akar bunga itu.
"Ayah, kenapa dipotong?"
"Harusnya Ayah yang tanya. Kenapa kamu begini? Besok-besok tak usah kamu sentuh tanaman-tanaman itu lagi!"
Air mata itu akhirnya jatuh. Taehyung gemetar habis dibentak. Teriakan Jimin barusan dilampiaskan dengan putus asa. Ia ingat pada Jungkook. Bunga itu seperti sesuatu yang serupa dengan sayap anak bungsunya. Ingin dicabut paksa. Sebab siapa tahu akan tumbuh lagi jika sekadar dipotong saja. Jimin dilema. Mau membebaskan tanpa menyakiti. Sulit, rasanya. Jadilah ia membenci. Bunga-bunga di tangan anak itu adalah hal kesekian yang ingin ia lenyapkan sesegera mungkin.
"Ayah…"
Jimin menahan amarahnya dengan menarik napas dalam-dalam hingga dadanya membusung. Lantas ia embuskan panjang napas itu sembari berpaling wajah—pada bebungaan di dinding yang mulai detik itu menjadi musuhnya. Jimin percaya jika bunga adalah makhluk yang dapat dengan mudahnya kalah oleh kebencian. Jika dia membenci, mereka akan mati. Akar-akar yang tersisa di tangan Taehyung ditatapnya. Tak ada lagi pergerakan berarti. Ia merasa sudah waktunya untuk mengeluarkan mereka. Tangan Taehyung dibuka, jari-jarinya direnggangkan. Dengan ujung ibu jari dan telunjuk, Jimin cabuti apa yang tersisa. Anaknya memekik sakit. Tangisnya makin menjadi.
"Laki-laki tak boleh menangis," ucapnya. "Sekarang mari kita bersihkan luka-lukamu ini."
Anak itu dituntun masuk ke rumah. Jejak yang tertinggal bukan hanya tanah, atau juga pot yang pecah, tapi juga bunga-bunga yang mati berserakan. Jimin melupakan rencananya. Tanpa ada yang menyadari, Jungkook bangun dari tidurnya. Bayi itu melirik ke arah jendela yang terbuka lebar.
.
.
.
.
CONTINUED
Halo ini Kuncen. Saya bawa cerita baru. Draft mentah dari cerita ini sebetulnya dibikin biar jadi oneshot, tapi rupanya terlalu panjang, jadi saya bagi-bagi. Mungkin saya akan update berkala kalau lanjutannya sudah matang dan siap santap.
Baidewei, saya termasuk satu yang selalu mesti mikir dulu kalau ditanya genre dan tema. Saya seorang yang suka hal-hal berbau tidak jelas (?) jadi ketika ditanya begitu saya nggak bisa jawab. Yah mungkin kalau yang udah baca fanfic saya yang lain bakal ngerti maksudnya apa hehe.
Udah ah cingcongnya. Makasih yang udah baca sampai sini. Salam sayang buat kalian semua.
