Ini sudah lama sekali, aku harus berhasil mengutarakan sebelum semuanya terlambat
Kata-kata itu terlintas di pikiran laki-laki berambut oranye terang yang sedang sibuk mengayuh sepedanya. Momiji yang berguguran berlari-larian tertiup angin, mengiringi perjalanan laki-laki itu. Ia mengalihkan pandangan pada seikat bunga yang bergoyang-goyang di keranjang sepedanya. Matanya berbinar-binar. Ia tertawa kecil.
Aku pasti bisa, aku tidak boleh jadi pecundang!
Begitu pikirnya. Tekadnya kuat sekali.
"Rukia…!"
Ichigo menghentikan sepedanya. Senyumnya mengembang pada seorang gadis manis bermata violet didepan rumah sederhana bercat biru.
"Haa"
Helaan nafas Ichigo menguap di udara. Keberaniannya terkumpul. Ia berjalan tanpa ragu sembari menyembunyikan seikat bunga pilihan dibelakang panggungnya.
Laki-laki itu sudah mempersiapkan semua ini sejak dua minggu lalu. Ia sudah memikirkan segala kemungkinan, termasuk penolakan yang mungkin terjadi. Hatinya sudah benar-benar siap.
"Ada apa, Ichigo?"
Rukia menatapnya datar. Wajahnya lesu setengah pucat.
Aneh.
Rukia tak biasa seperti ini. Ia adalah gadis ceria yang selalu tertawa, bahkan pada hal yang tak lucu sekalipun. Ketika ia melihat Ichigo, ia akan menyapanya dengan kencang seperti anak kecil.
Ichigo mengernyitkan dahinya. Ia tatap gadis itu dalam-dalam.
"Ichigo, jangan datang kemari lagi"
Belum sempat Ichigo menanyakan kabar, gadis itu sudah angkat bicara. Sudut matanya sedikit basah.
"Hah? apa maksudmu, Rukia?!"
Kalimat itu keluar dari mulut Ichigo tanpa terpikir olehnya. Tubuhnya terguncang, seperti tersambar petir. Hampir-hampir laki-laki itu menjatuhkan bunga dari tangannya.
Rukia beranjak dari tempat duduknya. Ia berlari mendekati Ichigo lalu memeluknya erat. Air matanya tumpah.
"Rumah ini disita, aku tak punya apa-apa lagi. Aku dan onii-chan akan pindah ke rumah kakek di Nagoya. Aku akan menghabiskan hidupku disana" ucap gadis itu terbata-bata.
Ichigo diam tak bergeming. Tubuhnya kaku. Hatinya terasa begitu sakit seperti ditusuk-tusuk dengan pedang.
Ini sangat tidak lucu.
"Aku harap aku bisa melihatmu lagi, Ichigo"
xXxDr. KurosakixXx
Disclaimer : Bleach belong to Tite Kubo
Main Character : Kurosaki Ichigo
Warning! Long Story, OOC, AU, Typo, Bored, etc
Thank you for coming, Happy Reading!
xXx
I'm out of touch, I'm out of love
I'll pick you up when you're getting down
And out of all these things I've done, I think I love you better now
Alunan lego house menggema dalam kamar laki-laki jangkung itu. Ia berdiri dihadapan cermin, memikirkan penampilan seperti apa yang cocok untuknya. Ia berulang kali mengubah gaya rambut, mulai dari gaya rambut spiky sampai Beckham style, sampai tangannya terasa pegal karena menyisir terlalu lama. Lima kali lebih ia mengganti kemeja juga dasinya, bahkan kemeja ayahnya pun tak luput dari percobaan.
Ia mendekatkan mukanya ke cermin. Matanya dengan jeli mengamati apakah ada noda jerawat yang mengotori wajahnya.
"Ah, cukup. Aku sudah terlihat keren"
Ichigo tersenyum lebar.
Laki-laki itu melangkah keluar kamar dengan mantap. Ia membusungkan dadanya seperti seorang tentara. Rasa percaya diri kini merajai tubuhnya.
Ia sangat bahagia dan benar-benar bersyukur, sebab…
Ia telah diterima menjadi dokter dan ini hari pertamanya bekerja.
xXx
"Ohayou, Kurosaki-kun"
Unohana Retsu, perempuan paruh baya selaku direktur rumah sakit itu tersenyum dengan ramah di depan pintu rumah sakit. Ia menyalami Ichigo dengan lembut.
Ichigo membungkuk sembari tersenyum. Ia tahu Ia harus bermanis muka pada direktur supaya perempuan itu baik padanya.
Pandangan mereka bertemu. Sedikit rasa gugup menyelinap dalam batin laki-laki dua puluh satu tahun itu.
"Mari, aku akan mengantarmu ke ruang kerjamu. Aku harap kamu sudah membaca buku peraturan dan struktur yang aku berikan"
"Tentu saja sudah"
"Oh bagus sekali"
Unohana tersenyum senang. Ada rasa lega yang terpancar dari raut wajahnya.
Selama berjalan, perempuan itu banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya. Ia mengatakan bahwa hidup pasien itu lebih berharga dari hidupnya. Walau harus jatuh bangun, ia akan terus berusaha membuat pasiennya bahagia. Ia berkata itu bukan karena kewajiban profesinya, tapi karena cintanya kepada mereka yang menderita. Pepatah favoritnya, 'Nana korobi ya oki' artinya, 'jatuh tujuh kali bangkit delapan kali'.
Dia mengingatkankanku pada ibu-
Laki-laki itu mendesah.
Pikirannya melayang pada kenangan akan ibunya yang sudah meninggalkannya delapan tahun lalu. Mata dan gaya bicara Unohana yang halus persis seperti ibunya. Keramahan dan ketulusan hatinya juga sama seperti sang ibu. Laki-laki itu teringat bagaimana ibunya yang tak kenal lelah terus bersemangat melayani keluarganya. Ia selalu menampilkan wajah bahagia, padahal sebagai manusia tak mungkin ia selalu merasa bahagia.
Huh…
Air mata Ichigo hampir keluar.
"Ini ruanganmu, Kurosaki-kun"
Unohana menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada Ichigo
"Oh iya, terimakasih sudah menghantarku, Unohana-sama" ucap Ichigo sembari tersenyum. Ia cepat-cepat mengganti ekspresinya.
"Iya. Selamat bekerja"
Unohana tersenyum lagi.
xXx
Menjadi dokter bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi dokter spesialis mata. Pekerjaan ini mempunyai tanggung jawab besar terhadap hidup orang banyak. Jika terjadi salah diagnosis atau tindakan yang tidak tepat, penjara dan dosa siap mengganjar seumur hidup.
Ditambah lagi, pekerjaan yang datang dan pergi. Tugas-tugas, kepentingan, dan masalah selalu datang setiap hari. Waktu untuk bersantai menjadi semakin singkat.
Melelahkan
Sangat melelahkan
Apalagi bagi pria pemalas seperti Ichigo Kurosaki.
Lima bulan menjadi dokter spesialis mata, seperti berada di rumah hantu baginya. Ia tak bisa bernafas dengan tenang. Pekerjaan selalu menekannya.
Tapi ia memilih untuk tetap tekun
Ia tahu betul bagaimana susahnya menjadi mahasiswa kedokteran, betapa tersiksanya mempelajari ilmu-ilmu kesehatan. Perjuangan itu hanya untuk membawanya ke tempat ini. Memakai jas putih seperti ini. Bagaimana mungkin laki-laki itu mundur dengan mudahnya setelah menang menghadapi pertempuran yang mengerikan?
Ah… laki-laki itu menghela nafas panjang.
Ia mengalihkan pandangannya pada foto yang dibingkai indah di sudut meja.
Orihime Inoue.
Ia lihat foto kekasihnya itu, seolah ada semangat yang muncul tapi redup lagi.
Rindu.
Semenjak ia menjadi dokter ia jarang menghabiskan waktu dengan kekasihnya, bahkan untuk bertemu saja rasanya sulit sekali. Ia hanya bisa mengontaknya lewat handphone, itupun sering ia tak sempat membalas chat dan telepon dari kekasihnya.
Sungguh memilukan.
"Dokter Kurosaki? Dokter?"
Suara ketukan pintu yang lumayan keras membangunkan laki-laki itu dari pikiran dan halusinasinya. Ia segera beranjak dari tempat duduk.
"Ada apa, Hinamori-san?" ucap Ichigo pada perawat manis yang berdiri dihadapannya.
"Unohana-sama memanggil anda"
Ichigo tertegun. Ia menjawab pertanyaan itu dengan tatapan panjang.
Kenapa ia tiba-tiba dipanggil direktur? apa ia melakukan suatu pelanggaran? laki-laki itu tak bisa berhenti menerka-nerka.
"Dokter?"
"Ah iya, ayo kesana"
Ichigo tersenyum.
Ia melangkah dengan sedikit rasa cemas. Bayang-bayang wajah Unohana yang sedang marah terus menghantuinya.
"Auh!"
Suara jeritan itu membuyarkan pikiran Ichigo. Laki-laki itu memutar pandangannya, mencari sumber suara.
Ia melihat seorang gadis jatuh terjerembab tak jauh dibelakangnya.
"Anda tidak apa-apa?"
Gadis itu mengangguk. Ia tetap menunduk sembari meraba-raba sekitarnya.
"Anda jangan khawatir. Aku memang tidak bisa melihat dan jatuh seperti ini memang hal yang sudah biasa terjadi. Tapi kali ini aku bodoh sekali. Aku berjalan tanpa alat bantu apapun. Anda seharusnya…"
Ichigo memegang kedua lengannya. Ia menepuk-nepuknya pelan, sekedar untuk membuatnya tenang.
Laki-laki itu tersenyum tipis.
"Jangan seperti itu, ayo bangun" ucap Ichigo dengan halus.
Gadis itu mengangkat mukanya. Ia menyibakkan rambut yang menjuntai menutupi wajahnya.
Ia menatap Ichigo dengan tatapan kosong.
Astaga!
Ichigo tersentak. Jantungnya terasa seperti berhenti berdetak.
Wajah gadis itu bukan suatu hal yang asing baginya.
Cinta pertama.
Ya, gadis itu adalah orang yang dulu sangat ia cintai. Tidak. Bahkan sekarangpun masih. Gadis itu adalah gadis yang sangat ingin ia temui. Walau ia sudah memiliki Orihime Inoue, tapi tetap saja ia tak bisa melupakan gadis itu dan menghapus kenangannya begitu saja.
Gadis itu tak salah lagi…
"Kuchiki Rukia?"
Bahagia, rindu, benci, sedih, haru, semuanya bercampur aduk dalam hati laki-laki itu.
Sesak.
Tanpa ia sadari air matanya jatuh keluar.
To Be Continue
Yeeey chapter 1 udah selesai! duh senengnyaaa….
Oh iya, kenalin aku anak baru nih. Mau cari pengalaman sekaligus pengen belajar sama senpai.
Jangan lupa kasih review ya senpai, satu saran atau kritik itu berharga bangett.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya….! God bless youuu ;)
