.
.
.
Pindah.
Rumah baru.
Dan lingkungan baru.
Tapi semua tetap saja sama.
Ckh,
Menyebalkan.
.
.
.
Braak!
"Hyung! Keluar dari kamar ku!"
Terikan penuh kekesalan dan bantingan pintu tak membuat namja dengan tubuh mungil memakai kacamata kotak dengan bingkai hitam menghiasinya- takut ataupun gentar. Ia tetap berdiri di depan pintu coklat yang tertutup rapat di depannya. Dengan tatapan kosong ia usap-usap pintu tanpa ukiran itu pelan, seakan ia tengah mengusap wajah sang adik yang sekarang terdengar tengah merutuki dirinya.
Dia hanya ingin mengajak sang adik bermain- memainkan piano kecil di tangannya, tapi sepertinya sang adik sedang lelah dan tak mau di ganggu. Bahkan ia di usir dari kamar baru sang adik.
Ia masih berdiri di sana, menunggu pintu itu terbuka dan berharap sang adik keluar. Namun, entah berapa lama ia berdiri di sana pintu itu tak jua menunjukkan tanda-tanda akan di buka. Berkedip beberapa kali, iapun menurunkan tangannya dari pintu dan melangkah mundur. Dengan suara bergetar dan serak, ia pun berucap rendah.
"Aeng Ngin… ttiduur? Aeng lhelaah? Mmi- mian-hae, mian."
Setelah berucap terbata-bata, entah itu akan terdengar atau tidak iapun melangkah pergi dari sana sambil mendekap erat piano kecil di dadanya. Berjalan tertatih-tatih karena ia hanya memakai satu sepatu-kanan-. Entah yang satu lagi dimana. Ah, mungkin tertinggal di kamar sang adik.
Biarlah dulu, besok mungkin ia bisa mengambilnya atau sang adik dengan suka rela mengembalikannya padanya.
.
A Sehun Kai fanfiction
For HunKai Luv Challenge
-My Idiot Brother-
Jongin, Jongdae, Sehun, Kyungsoo, Suho, Chanyeol
Warn(s) : Typo, OOC and lit harsh/bad language
Length : Chapter 1 - ?
Genre : drama, brother friendship romens family
Saya hanya meminjam nama mereka dan cerita ini terinspirasi dari film lama yang tak sengaja saya tonton dengan judul yang sama. Alur cerita mungkin sama/beda jauh, juga ending akan berbeda karena saya menontonya tidak sampai selesai. Jadi saya tidak tau ending dari film itu seperti apa.
So,
Tidak suka, bisa close or back ^^
Enjoy!
Rabu pagi. Kediaman baru keluarga Kim tampak biasa saja dengan aktivitas di pagi hari yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Sang ibu, Ny. Kim tengah sibuk menyiapkan sarapan dan sang ayah, Tn. Kim tengah membereskan lembaran-lembaran kertas kerjanya di ruang tengah yang tak jauh dari ruang makan yang menyatu dengan dapur.
Jongin, putra kedua keluarga Kim tampak semangat turun dari lantai dua kamarnya berada. Menggenggam erat jaket putih gari-garis merah di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya sibuk membenarkan dasi yang melekat serampangan di lehernya. Tas selempangnya berayun-ayun di sisi tubuhnya.
"Umma! Bantu aku meng-ikat dasi ku.. ugh, ini susah sekali," gerutunya. Berjalan cepat kearah sang ibu yang baru saja meletakkan piring-piring yang akan mereka pakai untuk sarapan pagi ini.
Dengan lembut, sang ibu membenarkan letak dasi sang anak dan meng-ikatnya dengan rapih. "Sudah. Anak umma sudah tampan sekarang," ucapnya lembut.
"Gomawo umma!"-cup, Jongin mengecup sayang pipi sang ibu. Kyungsoo-sang umma- kembali pada pekerjaannya, menuangkan susu ke dalam dua gelas. "Ah, ya. Jongin, dimana hyung mu? Bukankah umma memintanya untuk menyuruhmu untuk turun? Sekarang dimana dia?" tanya Kyungsoo.
"Tidak tau," jawab Jongin cuek.
"Apa kau mengurungnya lagi?"
"Tiiiidak. Aku tidak hyung ada dimana. Aku juga tidak bertemu dengannya di atas tadi."
Kyungsoo akan bertanya lagi namun terhenti saat terdengar olehnya suara sang suami-Suho- berseru dari arah ruang tamu. Dengan cepat yeoja manis itu pun melangkah kearah sumber suara, meninggalkan Jongin yang menatap malas makanan di hadapannya.
"Dia lagi, dia lagi. Pasti 'sakit'nya kambuh lagi. Khhh, menyebalkan!" gerutunya.
Dengan cepat ia suap nasi goreng, menu pagi ini dengan perasaan kesal. Meminum susunya dan kemudian beranjak dari sana setelah ia merasa kenyang dengan sarapan pagi ini. Di ambilnya tas selempangnya dan berjalan kearah ruang tamu.
Disana ia melihat sang hyung tangah merengek tidak mau beranjak dari piano berwarna hijau gelap yang di letakkan di sudut ruangan tepat menghadap jendela. Memberontak saat akan ditarik dari sana, berusaha melepaskan diri dari genggaman sang appa yang menahan tubuhnya untuk diam. Wajah sang hyung terlihat kacau bahkan kacamatanya hampir lepas.
Sekuat tenaga Suho menahan tubuh sang anak, namun sebelah tangannya yang bebas meraih vas bunga dan membantingnya keras ke lantai.
Praaaangg!
Suara keras kaca menghantam lantai mengisi seluruh ruangan. Kyungsoo yang sudah tak tahanpun berteriak di hadapan sang anak.
"KIM JONGDAE DIAM! Berhenti nak! Diam, tenanglah…" hardiknya dan suaranya memelan di akhir kalimat. Sedikit terisak saat mendapati tubuh mungil itu terdiam dan bergetar takut. Mata sipit itu bergerak gelisah, tak fokus dan bibirnya terus bergumam entah apa.
Sakit, hatinya sakit melihat kondisi sang putra sulungnya seperti ini. Ingin sekali ia menangisi sang anak namun ia terlalu sayang. Ia terlalu menyayangi sang anak sampai ia tak tau harus berbuat apa lagi untuk mengobati sang anak.
Dimatanya bulat tajamnya, dapat dengan jelas ia menangkap gurat sedih, takut dan penyesalan di wajah kedua orang tuanya- Suho dan Kyungsoo-. Jongin, sebenarnya juga tak tahan lagi melihat kondisi sang hyung, tapi ia juga tak tega. Jujur, ia sangat menyayangi sang hyung, tapi rasa kesal karena tingkah dan ulah sang kakak yang sering mengganggunya, membuat rasa kesal dan benci tumbuh di hatinya.
Ia tak menyukai sang hyung. Terlebih, perhatian kedua orang tuanya yang lebih banyak tertuju pada sang hyung. Dan dirinya pun terabaikan, walau kedua orang tuanya tidak mungkin mengabaikannya, namun rasa itu sudah tumbuh.
Kasih sayang yang tak seimbang.
"Umma, appa. Aku berangkat sekolah dulu." Pamitnya. Berjalan cepat tanpa mendengarkan jawaban dari Suho ataupun Kyungsoo. Menghiraukan tatapan sendu dari dua orang yang sangat di sayanginya.
Sang ibu hanya menatap sendu dan menghela nafas pelan. Mengabaikan rasa sakit di hatinya yang kembali terluka karena sikap acuh sang anak bungsu.
"Sayang, bagaimana kalau sekarang kita pergi ke dokter? Jongdae sepertinya mulai tenang, dia tidak akan memberontak," Suho berucap pelan sambil memperbaiki tubuh Jongdae dalam pelukannya dan bersiap menggendongnya.
"Tidak. Tidak hari ini, oppa. Kau pergilah makan lalu pergilah ke kantor. Biar Jongdae aku yang urus," jawab Kyungsoo, mengusap sayang rambut hitam sang anak yang mulai tertidur di pelukan sang suami.
"Tapi-"
"Tak apa. Dia akan baik-baik saja. Jongdae-ku akan baik-baik saja…"
Ucapan lirih Kyungsoo membuat Suho tak sanggup membalasnya. Iapun membawa tubuh Jongdae ke ruang tengah dan menempatkan tubuh ringan itu di sofa besar di sana. Kembali merapikan pakaiannya dan ia pun pergi ke ruang makan lalu bersiap-siap pergi ke kantor.
Kyungsoo duduk di samping kepala Jongdae, menempatkan kepala itu di pangkuannya dan mengusap sayang wajah sang anak yang sudah tertidur.
"Umma sayang Jongdae. Jongdae harus kuat ya? Kamu harus sehat, umma, appa dan Jongin sayang Jongdae…"
.
.
.
"Tumben terlambat,"
Jongin mengacuhkan Taehyung yang duduk diatas meja di depannya yang menghadap dirinya.
"Ah ya! Kau kan baru pindah, bagaimana rumah baru mu? Besar kah? Ckh, aku jadi penasaran.."
Kembali, Jongin mengacuhkan Taehyung yang mengoceh di depannya mengeluarkan buku paketnya, kemudian mengalihkan pandangannya pada hamparan langit cerah di atas sana. Taehyung hanya mendengus sebal dengan sikap acuh pemuda tan di depannya itu dan melirik Tao yang mucul tiba-tiba dan langsung duduk di kursi kosong di samping Jongin.
"Mungkin dia sedang kesal dengan 'hyung' pendeknya? Khukukuu… aku tak menyangka kau bisa bertahan tinggal dengan seorang namja idiot-"
Buakh!
"Diam kau. Berani sekali lagi kau mengatai hyungku, ku bunuh kau." –hanya aku yang boleh menjelek-jelekkannya. Lanjutnya dalam hati.
Suara keras dari buku paket yang mengenai punggung Tao, membuat seisi kelas menatap kaget ketiga namja yang duduk di pojok belakang samping jendela. Mereka menatap ngeri Jongin yang tiba-tiba saja berbicara dengan nada dingin dan menyeramkan. Walau mereka semua tau Kim Jongin bukan lah siswa nakal atau seorang yang sok berkuasa-karena keluarga Kim salah satu donatur sekolah-, ia hanyalah anak baik-baik yang ingin hidupnya damai-damai saja.
Tapi semenjak semua teman sekelasnya-bahkan hampir satu sekolah- mengetahui ia memiliki seorang kakak yang yang memiliki penyakit Down Syndrome…. -bisa di bilang idiot, lemot, bodoh, atau lebih tepatnya gangguan saraf dan mental- Jongin menjadi seorang yang pendiam dan menyendiri. Tak jarang ia akan membentak seseorang yang berani mengatai buruk tentang sang kakak.
Membuat semua teman bahkan sahabatnya mulai menjauh darinya.
Bahkan ini baru tahun keduanya bersekolah disini.
Ah, entahlah. Ia tidak tau juga apa dia membenci sang hyung atau tidak karena setiap orang yang mencaci sang hyung pasti ia akan bereaksi berlebihan. Seperti saat ini.
Tao menatap takut Jongin yang kembali duduk tenang menatap langit biru di luar jendela. Mengacuhkan setiap pandangan dan bisikan semua teman sekelasnya. Menulikan telinganya saat Tao berucap maaf dengan suara pelan dan mengacuhkan Taehyung yang berusaha berbicara dengannya-lagi-.
Entah apa yang ia pikirkan sekarang.
Hingga bunyi bel pun berbunyi, Tao dan Taehyung beranjak ke tempat duduk mereka, meninggalkan Jongin sendirian di bangku urutan belakang kelas.
Han seongsaengnim memasuki kelas dengan tenang karena suasana kelas juga tenang. Entah ia sedikit merasa heran dengan kelas yang selalu ribut ini jika guru sudah masuk dan kembali diam setelah sang guru memukul meja dengan keras.
"Selamat pagi anak-anak."
"Selamat pagi Han seongsaengnim."
"Sebelum kita memulai pelajaran hari ini, kelas ini akan mendapat teman baru. Nah, silahkan masuk dan perkenalkan dirimu,"
Han ssaem menyuruh seseorang di balik pintu untuk masuk dan sesaat kemudian masuklah seorang pemuda tampan dengan tubuh tinggi dan kulit putih. Wajah tegas dan terkesan dingin dan datar, menatap datar setiap mata yang memandangnya takjub dan terpana.
"Selama pagi, nama saya Oh Sehun. Pindahan dari China." Ucapnya singkat dan datar, namun membuat setiap murid perempuan berseru kagum padanya. Berbisik betapa tampannya murid baru di depan mereka dan siap untuk bertanya tentang hal-hal yang terasa merepotkan.
Sebelum kelasnya semakin ribut, Han ssaem pun menyuruh Sehun –si murid baru- untuk pergi ke tempat duduk yang kosong yang ternyata yang tersisa hanya ada di samping Jongin. Mengacuhkan pandangan dan bisikan dari murid lain, dengan santai Sehun berjalan ke bangku yang akan di tempatinya dan mendudukkan dirinya di samping pemuda tan yang masih asyik dengan kegiatannya. Memandangi langit biru berawan yang berarak indah di langit sana.
Tak menyadari bahwa sedari tadi ia di perhatikan oleh sepasang netra gelap sang pemuda tampan yang untuk beberapa saat terfokus pada wajah yang terbilang manis di sampingnya itu.
Sedikit berdehem, iapun menyapa sang teman sebangku. "Hai. Salam kenal, aku Oh Sehun, panggil saja Sehun."
Tak ada balasan, bahkan menolehpun tidak. Heran, jemari putihnya pun terangkat dan menepuk pelan pundak Jongin. Namun bukan reaksi biasa yang di dapati olehnya, pemuda tan itu terlonjak keras dan bahkan berteriak padanya.
Puk.
Deg!
"Kyaaa! Yak! Apa yang kau lakukan, hyung idiot!"
.
.
.
To be continue…
A new story… heheee ^^v
Jangan timpuk saya kalau belum update ff yang lain malah publis ff baru. Jujur saya masih stuck di hukuman untuk ChanBaek, apaan yah? Mungkin readers bisa bantu saya? bantu yaaaa…. kalau gk yah gk bakal lanjut tuh cerita angin-angin/?
Parah lu thor -_-
JLN mungkin update besok, yaah.. liat waktu dan mood dulu /ampun
Saya bakal banyak hutang nih, ha ha ha/ketawa miris T.T duh ide …. Oh ideeeee….
Cukuplah, ff ini juga gk banyak chapternya, ditunggu review nya jika mau ff ini dilanjut…
Jaa by by by!
