Revenge
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Hurt, Romance
Rating : T
Warning : AU! Typo(s), mental issue/?
.
Enjoy guise~
.
.
Dimulai dari semester 1 bangku perkuliahan yang menggemaskan di mata seorang Yamanaka Ino, si mahasiswa baru yang mana menyukai seorang mahasiswa lain dalam sepersekian detik kedipan mata. Ternyata benar, cinta pada pandangan pertama itu ada. Ino sudah membuktikannya. Struktur wajah yang tegas, dan postur tubuh yang tinggi tegap mungkin adalah alasan kenapa Ino diam-diam kerap tersenyum seorang diri.
Tak banyak yang ia lakukan di sore hari yang mulai diliputi awan gelap saat itu, hanya duduk di bawah pohon seraya melukis, dan cinta pada pandangan pertamanya datang begitu saja. Padahal Ino tidak mengundangnya. Dia adalah mahasiswa seni rupa, sama seperti Ino. Namanya Inuzuka Kiba, dia ada di semester 1 juga, hanya saja mereka berdua berbeda kelas.
Kenapa ya Ino bisa menyukai seseorang yang bahkan suaranya saja belum pernah ia dengar? Ia sendiri tak tahu pasti, tapi sepertinya takdir yang menggariskan demikian.
Angin mulai berhembus kencang, mungkin sebentar lagi hujan badai akan turun. Dengan tergesa, Ino membereskan seluruh peralatan melukisnya dan berlari menuju koridor kampus yang paling dekat. Tapi si tinggi menjulang itu masih di sana, masih kesusahan membawa setumpuk peralatan miliknya yang sedari tadi berjatuhan.
Ino menatap Kiba dalam diam, sebenarnya lumayan gemas karena anak itu tak juga menunjukkan tanda-tanda akan segera berteduh. Tidak tahan, akhirnya Ino memutuskan untuk bergerak mendekati Kiba, mengangkut segala benda yang bisa ia raih agar tak terbasuh air hujan.
Kiba sendiri dengan senang hati menerima uluran tangannya, dan sekarang justru sedang merentangkan jaket, menutupi kepala Ino dan dirinya sendiri sebelum berlari menembus hujan.
"Terimakasih sudah menolongku. Ngomong-ngomong, namamu siapa?"
"Ino. Yamanaka Ino."
"Aku Inuzuka Kiba, panggil saja Kiba. Salam kenal."
Hari itu, diakhiri dengan sebuah senyuman mematikan seorang pemuda bersurai gelap yang memikat hati, Ino sudah memutuskan akan membawa perasaannya lebih jauh lagi.
Gila?
Tidak, Ino tidak gila. Ia memang menyukai Kiba, tapi ia tidak akan bertindak gila.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setidaknya tidak untuk sekarang.
.
.
.
Dengan segala rencana yang sudah tersusun rapi di kepala, Ino dengan mantap melangkahkan kaki ke depan kantor dekanat. Di sana ada Kiba yang sedang mengantri entah untuk apa bersama banyak mahasiswa lain. Ia akan segera melabrak si tinggi itu. Ia harus buat perhitungan karena pemuda itu berani-beraninya tidak menyapa saat melewatinya tadi.
Harga diri Ino kan jadi terinjak-injak.
Tapi ia tidak benar-benar sampai di depan Kiba, tidak berani mendekat malah. Langkahnya terhenti begitu rencana busuk di kepalanya berubah-ubah lagi.
'Memangnya kenapa kalau dia tidak mengenalku?'
'Bukankah itu bagus? Artinya perasaan ini tidak akan bertahan lama.'
Dan Ino tetaplah Ino. Ia hanya seorang gadis muda yang otaknya belum sampai untuk dipakai berpikir bijak ala orang dewasa. Ia ragu hendak melabrak dengan cara apa. Ia hanya kesal saja. Kiba yang ia kira sudah mengenalnya sejak tempo hari nyatanya tidak mengenalinya di hari ini. Tidak menyapanya. Tidak tersenyum padanya.
Ino tentu saja kesal. Ingin sekali ia menendang pantat Kiba sekarang juga.
Tapi sepertinya takdir berkata lain. Bel pergantian jam sudah berbunyi. Mengubur semua niatan buruknya.
"Ino, kan?"
Seseorang membalik tubuhnya yang hampir saja terjungkal saking kagetnya. Fokusnya menggambar di atas buku sketsa jadi berantakan. Masalahnya itu Kiba. Ino harus bagaimana menghadapi orang yang sudah memporak-porandakan hatinya hanya dalam sekali tatap tempo hari?
Tapi ego tetap mengalahkan segalanya, begitu juga rasa suka di dalam hatinya. Ino masih dendam soal kejadian tadi pagi dimana Kiba tidak menyapanya sama sekali.
Mereka ini satu jurusan dan satu angkatan loh.
"Kau mengenalku?" Tanya Ino cuek, balik menekuri bukunya lagi.
"Tentu saja, kita kan sudah berkenalan kemarin. Kau pasti lupa ya?"
Ino mengerutkan dahinya. "Ku pikir kau yang lupa."
Kiba yang kaget langsung menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Mana mungkin aku lupa padamu. Aku tidak gampang melupakan orang yang sudah berkenalan denganku."
"Tapi kau tidak menyapaku tadi pagi."
"Kapan? Dimana?"
"Di dekat kantor dekan."
Kiba berkedip-kedip bingung. "Benarkah? Mungkin aku tidak melihatmu, aku sangat buru-buru tadi."
"Oke." Balas Ino singkat.
"Maaf ya, lain kali aku janji tidak akan lupa menyapamu."
Diam-diam Ino tersenyum mendengar penuturan manis pemuda yang masih berdiri itu. Tingginya yang menjulang pasti tidak akan melihat perubahan raut wajah Ino dalam posisi menunduk seperti saat ini.
"Kelihatannya kau sangat sibuk. Kelasmu ada banyak tugas?"
Ino mendongak hanya untuk menjawab 'ya' tanpa suara. Entah lah, mungkin kerongkongannya bergetar hebat saat ini, dan pasti akan aneh kalau Kiba sampai mendengarnya.
Memang, Ino semalu itu saat jatuh cinta. Tapi ia tidak akan menampakannya. Cukup ia seorang yang tahu bagaimana rasanya. Baik itu menyenangkan ataupun tidak.
"Baiklah, aku tidak akan mengganggumu karena kau kelihatannya sibuk sekali. Sampai jumpa besok, Ino." Kiba mengusak rambut panjang gadis di hadapannya sebelum pergi.
Meninggalkan Ino yang kini melongo parah.
Tapi itu tidak lama, karena lagi-lagi ada yang mengganggu waktu berharganya.
Seseorang itu menepuk bahunya. "Kau naksir Kiba, ya?"
Hinata membelalak. "Ah tidak, aku tidak begitu, Tenten!"
Tapi teman perempuannya yang bercepol dua itu tersenyum mengerikan, seperti baru saja dapat gosip paling heboh di seluruh penjuru kampus.
"Sial..."
Ino mulai memikirkan rencana lain agar teman satu jurusannya itu bersedia tutup mulut.
.
.
.
TBC :D
KibaIno lagi, ehe. Semoga suka. Maaf kalo ada typo. :'
