Halo guys, apa kabar? Aku kembali lagi, tapi dengan cerita yang baru, setelah sebelumnya aku aktif bikin 'Complicated Life' (yang belom baca cek aja ya di author's stories hehe) akhirnya aku bikin dulu fanfic yang kedua, yah aku sih lagi pengen bikin genre yang baru aja sih, biar beda, tapi tetap aku usahakan yang fanfic pertama aku dilanjutin hehe, selamat membaca ya, comment, kritik dan saran apapun kuterima dan follow! Hehe
Disclaimer : Karakter berasal dari Detective Conan namun latar belakang dan plot cerita dibuat sendiri oleh author.
.
.
.
.
.
Biru… tua pekat..
Tidak ada udara, hanya ada air
Sekelilingku semuanya terasa gelap, bagaikan birunya lautan
Tidak, bahkan seperti samudra…
Aku menemukan diriku berada di tengah samudra, tenggelam di dalamnya
Tubuhku tak bisa kugunakan untuk berenang dan naik ke atas permukaan
Aku hanya mengerjap-ngerjapkan mataku, di tengah seperti ini, aku bisa apa, kecuali pasrah
Pasrah untuk menunggu kematian yang akan datang padaku…
Nafasku yang sudah tercekat karena sudah ditutup air, perlahan mataku sudah ingin menutup
Apa aku akan mati sekarang…
Namun tiba-tiba… aku melihat ada yang berenang mendekatiku
Dengan baju putih, seperti seorang dewi yang menjemputku
Apakah itu…. Dewi kematian…
.
.
.
Joan turun dari bis. Ia kini sampai di depan sekolah barunya, SMA Beika. Ia kini duduk di kelas 2 SMA. Seragam yang dipakainya adalah kemeja putih dan rok sepaha, sesuai dengan musimnya sekarang, musim panas. Ia berjalan dengan langkah pelan, mengangkat kepalanya, tidak, ia menunduk lagi. Dirinya merasa takut. Ia takut dengan lingkungan di sekitarnya. Ya bisa dibilang dia adalah pendiam, dan pemurung.
Ia berjalan menuju koridor, di mana banyak anak-anak murid seumurannya berlarian ke sana kemari. Joan semakin berusaha menundukkan kepalanya. Ia merasakan tangannya yang meremas pegangan tasnya begitu basah. Di depan banyak orang baru seperti ini, bagaimana bisa menegakkan punggungnya… Ia sangat takut. Apakah dirinya bisa beradaptasi di sekolah ini? Ia merasa semua orang yang di koridor menjadi memandanginya. Ia cepat-cepat ingin sampai ke ruangan tujuannya, yaitu ruang guru.
.
"Hei, Ran-chan!" seru Sonoko yang datang dari pintu kelasnya. Ran kini sedang duduk bersama Shinichi, Heiji dan Kazuha. Mereka duduk membentuk lingkaran untuk saling berbicara sebelum bel masuk berbunyi.
"Pagi, Sonoko!" sapa Ran ramah, "Ada apa?"
"Kudengar di kelasmu ini nanti ada anak baru loh!" ujar Sonoko memberitahu.
Yang lain mendengarnya cukup terkejut, "Benarkah?" ujar Kazuha memastikan.
"Iya, aku yakin, soalnya, tadi aku mendengar desas desus, dan aku mengintip ruang guru, dan anak murid itu sedang berbicara dengan Takagi-sensei, wali kelas kalian…" ujarnya menjelaskan.
"Hah? Kau yakin dia anak baru? Siapa tahu dia cuma ingin ketemu guru saja…" ujar Heiji tidak percaya, apalagi pada Sonoko yang dikenal punya mulut besar.
"Hei, aku itu hafal dengan semua murid di sekolah kita ini, jadi kalau ada anak baru ya, aku tahu…" ujar Sonoko, "Lagipula…"
"Lagipula apa?" tanya Shinichi.
"Mukanya tidak seperti kita, orang Jepang pada umumnya…" ujar Sonoko, dan membuat yang lain bertanya-tanya, dan akhirnya bel berbunyi. Sonoko pun yang belum selesai berbicara, hanya cemberut dan melambaikan tangannya karena ia harus ke kelasnya sendiri (kasian Sonoko sendirian hahaha)
Akhirnya murid-murid di kelas Shinichi duduk di bangku, dan Takagi pun masuk ke kelas. Ketua kelas menyampaikan aba-aba untuk memberikan salam.
"Nah, anak-anak, hari ini di kelas kita akan kedatangan murid baru," ujar Takagi.
"Wah, ternyata yang Sonoko katakan benar ya…" bisik Kazuha sambil memajukkan tubuhnya ke arah depannya, yaitu Ran. Ran hanya tersenyum.
Takagi pun mengangguk ke arah pintu, dan murid-murid di kelasnya langsung melirik ke arah pintu. Lalu anak baru itu pun jalan dengan membungkukkan kepala, dan terlihat malu-malu berdiri di depan. Rambutnya yang panjang menutupi mukanya sehingga anak-anak lain bingung melihatnya.
"Kenalkan dirimu," ujar Takagi mempersilahkan. Gadis itu menghela napas, dan mengangkat kepalanya, ia berusaha memandang mereka-mereka yang kini perhatiannya sedang tertuju padanya.
"Pagi… namaku Joanna Felicia," ujar Joan dengan gugup dan terbata-bata.
Sebagian besar murid terkaget dengan pandangannya sekarang. Anak baru di kelas mereka ini terlihat seperti orang asing. Ya terdengar jelas pula dari namanya, itu bukan nama orang Jepang. Dan fisiknya, rambut gadis itu panjang dan hitam, namun sedikit ikal. Kulitnya seperti lebih kecoklatan, memberi kesan eksotis, matanya besar dan bulat, tapi bukan seperti orang Jepang (yang imut-imut itu). Sehingga ia cukup terlihat berbeda.
"Ehm, lanjutkan Joanna-san…" ujar Takagi.
"Eh?" Joan mengangkat alisnya, ia bingung harus bicara apa lagi, dan ia berpikir "Hmm… aku berasal dari Indonesia. Jadi aku tidak terlalu lancar berbicara bahasa Jepang, jadi… mohon bimbingannya…"
Murid-murid hanya bertepuk tangan, dan Joan dipersilahkan untuk duduk di bangkunya, yang berada di belakang. Dan ia menemukan bahwa ia duduk bersebelahan dengan laki-laki yang cukup tampan dengan rambut antenna. Lelaki itu hanya bersandar dengan santai sambil melihat ke luar melalui kaca jendela, seakan tidak peduli kehadirannya. Joan hanya diam dan tidak menyapa teman-teman di sekitarnya, walaupun ia tahu dirinya sedang dibicarakan oleh teman di kelasnya.
'Ah, pasti karena aku terlihat berbeda dari mereka…' ujar Joan dalam hati. Tapi tetap saja ia merasakan tubuhnya gemetar. Ia tidak suka jadi pusat perhatian. Ia berusaha cuek, dan mengambil bukunya, lalu menatap papan tulis.
Pelajaran pertama Joan di sekolah barunya adalah matematika. Untungnya bukan bahasa Jepang, karena ia tidak begitu ahli. Matematika, Joan cukup memiliki otak yang encer sehingga bisa mencerna semua karena angka-angkanya ditulis di papan tulis. Jadi walaupun ia tidak terlalu mengerti semua perkataannya, namun ia tidak terlalu tersesat.
Bel istirahat berbunyi. Murid-murid berdiri dan berhamburan sana sini. Ada yang ke toilet, ke kelas sebelah, ke kantin, namun kali ini, sebagian besar mendatangi Joan untuk berkenalan.
"Halo, namaku Yuka," Joan memberi salam perkenalan pada salah satu teman sekelasnya.
"Aku Takuya,"
"Aku Hitomi,"
"Aku Megumi,"
Semua orang secara bergantian menyalami Joan, yang bagi mereka seperti domba hitam di antara domba putih. Seperti unik sendiri.
Ran, Kazuha, dan Heiji mendatangi Joan. Mereka pun juga ikut berkenalan.
"Namaku Ran Mouri, panggil saja aku Ran," sapa Ran dengan ramah. Joan hanya tersenyum.
"Aku Kazuha Toyama, kau bisa memanggilku Kazuha," sapa Kazuha dengan ceria. Joan terkagum dengan dua perempuan itu. Mereka terlihat cantik sekali, diantara teman-teman yang lainnya.
Kemudian pria berkulit gelap itu menyapa, "Oi, aku Heiji Hattori,"
Joan mengangguk.
Shinichi muncul dari belakang ketiga orang itu. Joan melihatnya, 'Loh, dia kan si sombong yang duduk di sebelahku tadi…'. Shinichi menatap gadis itu, mengancungkan tangannya lalu memberi salam,
"Shinichi Kudo," laki-laki yang tadi ia lihat begitu sombongnya, kini mengeluarkan senyumnya, walaupun terlihat tipis.
NYUT. Joan yang melihatnya lalu merasakan tiba-tiba dadanya sakit.
'Huh? Perasaan apa ini? Kenapa dadaku tiba-tiba terasa ngilu…' ujarnya dalam hati. Rasa sakit yang sekilas itu pun menghilang, ia pun menarik napas, dan tersenyum kaku.
"Wah…" ujar Ran terpana, "Dilihat dari sudut manapun, kau itu tetap cantik ya… aku tadi kagum loh melihatmu pertama kali…"
Joan tersipu malu, "Ah, tidak juga… kalian berdua…" ia mengangkat kedua tangannya untuk menunjuk Ran dan Kazuha, "juga cantik…"
Ran hanya tertawa, Kazuha menggelengkan kepala, "Ya ampun, kau ini pemalu sekali ya, aku hampir tidak mendengar suaramu…"
Joan tersentak karena perkataan Kazuha, mendadak sedikit menundukkan kepalanya, "Ah, ehm… maafkan aku…"
"Hei hei… Kazuha… jangan seperti itu, kau hanya akan membuatnya ketakutan…" tegur Heiji yang terkekeh pelan melihat reaksi Joan yang seperti ketakutan. Kazuha mengangkat alisnya.
"Wah, benarkah? Maaf… aku tidak bermaksud kok seperti itu..." Kazuha meminta maaf secara gelagapan ke Joan, lalu menggosok belakang lehernya, "Habisnya kau terlihat kaku sekali sih, aku jadi bingung…."
"Jangan takut pada kami, Joanna-chan, kami mendekatimu karena kami ingin berteman denganmu kok…" Ran menepuk pundak Joan berusaha meyakinkan kalau mereka berempat tidak mengintimidasi anak baru. Joan hanya mengangguk pelan, sejujurnya ia melihat keempat orang di depannya seperti geng keren. Yang para perempuan cantik-cantik, yang laki-laki ganteng, ehm… khususnya yang namanya Shinichi itu. Tapi baginya, perkumpulan geng orang berpenampilan bagus itu biasanya geng yang suka membully yang culun-culun dan pendiam, sama seperti dia. Tapi melihat Ran, ia seperti gadis yang baik-baik dan kalem, ia rasa tidak akan masalah.
Lalu tiba-tiba dari arah luar, Sonoko berlari mendatangi Joan.
"Halo!" sapanya girang pada Joan. Joan langsung tersentak karena tiba-tiba ada lagi yang mendatanginya, kali ini ia terlihat lebih supel dan ceria.
"Namaku Sonoko Suzuki, panggil aku Sonoko saja!" jabat Sonoko pada Joan. Joan membalas dengan memperkenalkan dirinya, "Joanna Felicia," ucapnya dengan gugup.
"Wah, namamu bagus ya, kau berasal dari mana?" tanya Sonoko bersemangat.
"Indonesia," jawab Joan singkat.
"Indonesia?" Sonoko mengernyitkan alisnya, "Oh, Bali, Bali! Aku tahu, aku pernah berlibur ke sana, kau dulu tinggal di Bali?"
Joan menggeleng, "Bukan, aku di Tangerang…" Sonoko hanya membuka mulut bentuk 'O' sambil mengangguk, namun ia sendiri tidak tahu jadi ia tidak melanjutkan lagi bertanya tentang asal usulnya. (anak Tangerang mana suaranyaaaa )
"Tapi, bahasa Jepangmu lancar juga ya…" ujar Heiji sedikit terkagum.
"Ah," ujar Joana, "Aku… sebelum pindah ke Jepang, belajar dulu bahasa Jepang selama dua bulan…"
"Wah… dua bulan? Cepat sekali ya… aku saja tidak bisa belajar bahasa Inggris secepat itu," ujar Kazuha terganga kagum.
"Itu sih karena kau bodoh!" ejek Heiji sambil tertawa.
"Diam kau bodoh!" seru Kazuha sedikit ngamuk, yang lain hanya tertawa saja.
"Hei, kalian tidak lapar? Ayo kita makan, perutku sudah keroncongan nih…" keluh Heiji.
"Iya ih cerewet! Ayo kita makan," ujar Kazuha menggerutu, lalu melihat ke arah Joan, "Joan-chan, makan bersama kita yuk!"
"Oh, iya…" jawab Joan pelan. Akhirnya karena mereka membawa bekal sendiri-sendiri, mereka makan di kelas, dengan saling bercanda, mengobrol. Sonoko suka melontarkan candaan konyol, yang langsung dibalas oleh Heiji, dan kadang Kazuha. Ran tertawa saja sambil menimpali, kadang berbicara pelan pada Shinichi dengan serius.
Joan hanya mengikuti dan tertawa kecil, sementara itu ia melirik ke arah depannya, yaitu Shinichi dan Ran. Sedari tadi, ia melihat kedua orang itu seperti punya pembahasan sendiri. Shinichi yang cuman berbicara pada Heiji dan Ran hanya diam saja, memakan makanannya, kadang tertawa, tapi tidak sering.
Sebenarnya ia bingung, saat ia merasa dadanya sakit, apa hanya karena kebetulan ngilu atau karena saat melihat Shinichi itu. Ia memandang lama laki-laki itu. Ya memang ketampanannya tidak diragukan lagi sih, ia tidak bisa mengingkari.
Shinichi yang sadar dirinya sedang dilihati pun menengok ke arah depannya, dan mendapati Joan sedang menatapnya lekat. Joan pun tersentak dan langsung memalingkan muka.
'Duh bodoh-bodoh, kenapa aku malah menatapnya lama tadi…' ujar Joan dalam hati dan mengutuk-ngutukinya.
Akhirnya tanpa terasa hari pertama sekolah Joan berakhir cepat. Dari hari pertama ini, Joan mendapati bahwa sekolah di Jepang cukup berat, walaupun Joan sendiri merupakan anak yang pintar. Untuk teman-teman di kelasnya, ia sudah dekat dengan Ran dan lain-lain. Buktinya, kini ia, Ran, Shinichi sedang jalan bertiga ke rumah mereka karena ternyata searah. Heiji dan Kazuha berada di arah yang berbeda, Sonoko pulang naik mobil.
Joan berjalan dengan Ran di sampingnya, dan Shinichi di samping Ran. Ia merasa awkward dengan keadaan ini, karena seperti nyamuk untuk orang yang kasmaran. Joan melihatnya seperti itu, karena tatapan Ran pada Shinichi seperti orang yang sedang jatuh cinta. Ia jadi tidak enak hati sendiri, ia menyesal memberitahu alamat rumahnya.
"Joan-chan, sebenarnya kau pindah ke Jepang karena apa?" tanya Ran penasaran.
"Hmm… ayahku adalah orang Jepang dan dia sedang sibuk dengan pekerjaannya, jadinya ibuku dan aku ikut ke sini…" jelas Joan.
"Eh? Ayahmu orang Jepang?" tanya Ran sedikit kaget.
"Ehm, ia ayah angkatku…." ujar Joan membetulkan.
Ran bertanya karena bingung, "Ayah angkat?"
"Iya…ayah kandungku… sudah meninggal…"
Ran langsung merasa bersalah bertanya tentang keluarga Joan, "Eh, maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sedih…"
Joan langsung panik, "Eh, tidak apa-apa kok Ran-chan…"
Sementara Shinichi sedari tadi hanya diam mendengarkan, walaupun di dalam pikirannya ia seperti memikirkan tentang apa yang dikatakan Joan tadi.
'Oh… ayahnya sudah meninggal…' ujarnya dalam hati. Mereka pun akhirnya sampai ke rumah masing-masing, dan saling berpamitan.
Joan pun sampai ke rumahnya. Yah, rumahnya terbilang cukup besar. Gaya arsiteknya juga seperti modern, dengan nuansa bambu-bambu. Warna temboknya berwarna abu-abu, kesan alam nya terasa.
Joan pun masuk ke dalam rumahnya. Ia membuka pintu, dan mendapati seorang wanita berkulit kecoklatan seperti Joan, rambut keriting yang dikuncir satu, memakai celemeknya. Kini ia sedang menyiapkan masakan untuk makan malam. Wanita itu menyadari kehadiran Joan pun membalikkan badan.
"Udah pulang?" tanya wanita itu menggunakan bahasa Indonesia.
Joan hanya mengangguk pelan, lalu menaruh tasnya di meja pinggir. Ia mendatanginya yang sedang berada di dapur. Ia melihat ada sekitar lima sayur yang dibuat oleh wanita itu
"Kenapa masaknya banyak banget ma? Kita kan hanya berdua di sini," tanya Joan bingung.
"Ayahmu hari ini pulang dari Okinawa, jadi mama sengaja masak lebih banyak…" ujar mamanya Joan sambil mengaduk sayur di panci.
"Oh…" ujar Joan, "Kalau gitu, aku naik ke atas dulu ya…" Joan pun berjalan ke tangga untuk naik ke atas.
"Kalau sudah jam lima, kamu turun ya nak, kata ayahmu, dia pulang jam segitu…" teriak ibunya dari dapur. Joan hanya berjalan dan masuk ke kamarnya.
Ia membuka satu kancing kemeja paling atas. Malas mengganti baju, ia langsung melemparkan tubuhnya telentang ke tempat tidur.
Haft. Napas dikeluarkan dari mulut Joan seakan seperti sebuah reaksi akhir dari hari yang dialaminya kini. Di sini ia menjadi seorang yang begitu pendiam, pemalu dan susah berinteraksi dengan teman sekelasnya. Untunglah Ran dan teman-temannya datang dan mengajaknya berbicara bahkan makan dan pulang bersama. Ia senang akhirnya ia bisa mendapat kawan baru. Namun satu yang ia tidak akan lupa. Salah satu dari mereka, Shinichi Kudo.
Laki-laki itu seperti tidak terlalu banyak bercanda, dibandingkan dengan yang lainnya. Namun saat kedua mata mereka bertemu, Joan langsung merasakan aliran darahnya seperti naik ke ubun-ubun. Ia takut dengan orang itu. Seperti… orang itu seperti memperingatkan dirinya untuk tidak dekat-dekat dengannya. Entahlah, dia merasa bahwa si Shinichi itu juga tidak suka dengannya karena Joan itu seperti orang aneh mungkin di matanya.
Joan merapat-rapatkan matanya dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya. Namun yang terjadi adalah ia malah tertidur.
.
"Aku rindu dengan tatapan itu. Mata biru yang dalam seperti menggali hatimu ke dalam dan sedalam-dalamnya, sampai semuanya terasa gelap. Mata itu… bisakah menjadi lebih lembut lagi?Kalau bisa, maka aku akan langsung menjadi insan yang paling bahagia di dunia ini. Untukmu sendiri, mempertemukanku dengannya kembali adalah takdir, namun mendekatkanku padanya kembali adalah pertolonganmu..." sang dewi pun tersenyum dengan arti yang sulit dijelaskan, "Ini semua berkatmu, terima kasih…"
.
Joan tersentak, lebih tepatnya terbangun dengan rasa kaget. Ia memandangi sekitarnya, dan tersadar bahwa dirinya sudah tidur lama, karena jam dinding di kamarnya menunjukkan sudah setengah lima.
"Ya ampun, aku sudah tidur dua jam…" gumamnya sambil membangkitkan dirinya dari tidur. Namun ia merasa seperti ada sesuatu. Mimpinya tadi terasa aneh. Ia tidak terlalu ingat apa yang ia impikan, namun mimpi itu terasa aneh, tapi mengapa begitu nyata.
Akhirnya Joan membersihkan dirinya, mandi, lalu turun ke ruang makan. Di sana, ibunya sedang mengobrol dengan lelaki-lelaki paruh baya, dan dia adalah ayah angkat Joan.
"Halo, Joan," sapa ayahnya dengan senyum ramah.
Joan hanya membungkukkan badannya, lalu duduk di meja makan. Mereka pun akhirnya makan bersama.
"Bagaimana hari pertama sekolahmu Joan? Apa semuanya berjalan lancar?" tanya ayahnya sambil mengunyah sayuran.
"Iya, semuanya lancar," jawab Joan pelan.
"Baguslah kalau begitu," ujar ayahnya dengan nada sedikit lega, "Kalau teman-temanmu di kelas bagaimana? Apa ada yang sudah dekat denganmu?"
"Iya, sudah ada…" jawab Joan. Ia lalu lanjut mengunyah. Ayahnya pun juga kembali mengunyah, walaupun ia masih ingin bertanya lebih dengan upaya agar anak angkatnya bisa dengan leluasa bercerita mengenai kejadian hari ini. Namun sepertinya sia-sia saja karena tidak berhasil.
Joan menghabiskan makanannya dengan cepat. Ia seperti ingin kabur dari suasana 'kekeluargaan' seperti ini. Ia merasa tidak betah. Akhirnya ia berhasil menghabiskannya duluan dan langsung beranjak dari kursinya.
"Kalau begitu, aku langsung ke atas," Joan membungkukkan badannya, namun tiba-tiba sang ayah menahannya dengan pertanyaan.
"Apa kau sedang sibuk? Kalau tidak, maukah kau mengobrol dengan ayah sebentar?" tanya ayahnya pada Joan. Joan yang terdiam lalu memutar badannya melihat ayah angkatnya itu penuh dengan harapan.
"Aku ada banyak tugas, maaf…" Joan tentu saja berbohong, hari ini tidak ada pemberian tugas sama sekali. Namun ia berusaha menghindari ayah angkatnya itu sebisa mungkin. Ia menunduk lalu kembali naik ke atas.
Ibunya yang melihat sikap anaknya yang terlihat 'ogah-ogahan' itu ingin memanggilnya kembali turun, namun suaminya memegang tangan istrinya langsung dan menggelengkan kepalanya.
"Beri dia waktu, aku yakin itu tidak mudah," ujar sang suami dengan senyum, walaupun ia sebenarnya cukup sedih dengan sikap Joan tadi.
.
Joan mengambil buku-buku sekolahnya, lalu earphonenya, dan menyalakan lagu dari alat musiknya. Ia pun mencoba tenggelam di dalam pelajaran. Ia membaca per halaman satu per satu, untuk meningkatkan ilmunya, namun tak lama, ia menyerah karena tidak bisa berkonsentrasi. Ia malah langsung flashback ke masa lalu, masa di mana ia bertemu dengan ayah angkatnya itu.
*Flashback 6 bulan yang lalu*
Joanna yang duduk di meja restoran kini diam terpaku, seperti tidak bergerak. Rahangnya menjadi kaku, tangannya seperti bergetar, matanya tidak berkedip untuk waktu yang lama.
"Joan," ujar ibunya, "Mama… ingin mengenalkan seseorang sama kamu…" Joan melihat ibunya yang mukanya terlihat lebih cantik daripada biasanya. Muka ibunya berseri-seri, pipinya muncul semburat merah yang tidak bisa disembunyikan karena begiu kelihatan, dan bibirnya yang tidak lelah untuk tersenyum. Dulu Joan tahu bahwa senyum ini hanya bisa dimunculkan oleh ayahnnya. Ayah kandungnya. Namun sekarang, ada orang lain yang bisa memantra ibunya menjadi seseorang yang sedang jatuh cinta.
"Halo," sapa orang itu, "Nama saya Koji Matsumoto. Senang bertemu denganmu,"orang itu berusaha untuk berbicara dengan bahasa Indonesia walaupun lafalnya masih kental sekali seperti orang Jepang. Namun ia tahu orang itu berusaha berbicara hanya untuk mengambil hatinya. Agar Joan menerimanya sebagai…
"Ayahmu," ujar ibunya Joan.
Joan terbelalak, "Eh?"
"Koji akan jadi ayah kamu, Joan," lanjut ibunya, "Kami akan menikah bulan depan…"
"Menikah? Bulan depan?" tanya Joan yang tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Ini sudah keputusan bersama, dan sepertinya ini jalan yang terbaik…" ujar ibunya yang merangkul lengan Koji dengan erat, untuk meyakinkan bahwa mereka sangat ingin menikah.
"Apanya yang keputusan bersama?" tanya Joan, "Dan… mama, ini belum setahun sejak kematian papa…"
"Joan… kalaupun papamu melihat apa yang terjadi sekarang, ia akan setuju dengan keputusan yang kami buat, karena dia percaya dengan Koji…" ujar ibunya. Koji yang walaupun tidak mengerti pembicaraan kedua wanita di depannya menggunakan bahasa Indonesia, namun mendengar kata 'papa', ia langsung menyambar dan mengatakan pada Joan.
"Joan, your father is my best friend…" ujar Koji untuk memberitahu. Namun Joan bukannya malah senang dan lega, ia semakin kaget.
"Then, are you not ashamed? You steal my mother from him!"seruan Joan membuat tamu restoran lainnya langsung menoleh ke arah mereka bertiga.
"Joan! Jaga bicaramu!" ujar ibunya langsung menegor keras anaknya. Joan merasa sudah tidak kuat lagi, ia merasa muak, mual, dan langsung beranjak lari keluar restoran, tanpa memperdulikan orang dibelakangnya meneriaki namanya.
*End of Flashback*
.
Namun seiring berjalannya waktu, setelah kejadian itu, Joan akhirnya pasrah dan menyetujui rencana pernikahan ibunya dan Koji. Tidak ada gunanya juga ia melarang-larang, toh ibunya masih cukup muda. Dan ia sering melihat ibunya yang seperti kesepian, bahkan sering menangis sendirian di dalam kamar karena meninggalnya sang suami.
Joan pun berusaha untuk bersikap biasa dengan Koji, namun ia dari lubuk hatinya masih belum bisa menerima kenyataan. Namun Joan tidak ingin berteriak lagi. Ia hanya diam saja. Ia merasa… mau berbicara seperti apapun kepada ibunya, dia tidak bisa mengerti bagaimana perasaan ibunya, jadi ia hanya bisa menerima.
.
.
Besoknya Joan kembali ke sekolah. Kali ini ia sedikit lebih terlambat dari kemarin. Joan berlari kencang begitu ia keluar dari bis.
Joan pun lari ke kelasnya yang berada di lantai tiga. Karena sekolahnya cukup luas dan besar, baru naik ke lantai dua saja, ia sudah ngos-ngos an, maklum Joan sendiri tidak suka olahraga. Ia pun berusaha dan berlari ke kelasnya, yang sebelumnya di jam menunjukkan satu menit lagi bel berbunyi. Di sekolahnya ini, telat sedetik saja, tetap diberi hukuman. Makanya ia tidak mau.
Akhirnya ia pun sampai di tempat duduknya dengan langkah yang terhuyung. Tanpa disadari, kaki Joan kehilangan keseimbangan dan begitu badannya mau jatuh, tiba-tiba ada tangan yang berusaha menggapai sebelah lengannya.
"Perhatikan langkahmu,"
Begitu Joan yang sudah kecapean menengok ke atas, ia mendapati tatapan tajam Shinichi Kudo kini menghujaninya, dan ia baru sadar kalau Shinichi kini menahan tubuhnya yang hampir mau jatuh.
"Ah—" ujar Joan panik, "Ma…maaf…"
"Bukan minta maaf, tapi harusnya terima kasih…" ujar Shinichi ketus lalu melepaskan tangan Joan dan duduk di kursinya lalu membaca buku novel.
Joan menghela napas, ia merasa sedikit kesal, 'Kenapa laki-laki itu galak sekali…'
Akhirnya bel berbunyi. Joan merapikan rambutnya yang seperti singa karena lelarian, lalu mengelap keringatnya dengan sapu tangan. Kalau diingat-ingat, dia tadi sangat memalukan. Lagi-lagi ia mengutuki dirinya, karena perlakuan Shinichi Kudo.
'Bodoh Joanna, bodoh!'
Sama seperti kemarin, Shinichi tidak memperhatikan pelajaran dengan baik, malah asyik sendiri membaca novel, yang kalau Joan lirik sekilas, itu novel karangan Conan Doyle. Oh… jadi Shinichi Kudo suka dengan hal-hal yang berbau pembunuhan atau misteri ya… Joan mengamatinya.
Joan kembali memperhatikan gurunya. Mungkin saja Shinichi memang tidak peduli dengan pelajaran karena ia tidak suka belajar. Memang sih ada di setiap kelas, di sekolah manapun, anak murid yang malas yang kerjaannya cuma main-main sendiri, pikir Joan dalam hati. Mungkin sikapnya yang penuh misterius itu karena hobinya ini ya?
.
.
"Eh, Kudo-kun?" ujar Kazuha yang sedang memoles lip-tint ke bibirnya, "Dia juara satu kok di kelas, bahkan di angkatan kita ini…"
Joan membelalak kaget, "Ehh?"
Joan dan Kazuha kali ini sedang berada di toilet wanita, dan berada di depan cermin. Ya sekarang Joan mungkin masih malu-malu, namun ia tetap mencoba untuk memberanikan diri bertanya-tanya, apalagi tentang Shinichi yang aneh menurutnya, dan orang yang bisa ditanya, hanya Kazuha. Kalau dia tanya Ran, Ran bisa berpikir kalau dirinya suka sama Shinichi, dan kalau tanya Sonoko… hmmm… dilihat dari sikapnya kemarin, Sonoko sepertinya tipe orang yang meledak-ledak dan kadang suka asal bicara, bisa bahaya. Dan Kazuha sepertinya walaupun agak cerewet, ia terlihat lebih nyambung dengan Joan, entah kenapa.
"Kenapa kau kaget seperti itu?" ujar Kazuha menahan tawa, "Kudo-kun selalu mendapatkan nilai A+ di pelajaran apapun, paling rendah itu A-,"
Joan menganga. Apa ada orang yang sepintar itu? Maksudnya, sepintar itu tapi terlihat seperti anak pemalas?
"Eh tapi setahuku ada sih, Kudo-kun pernah mendapatkan nilai C-," ujar Kazuha berusaha mengingat.
"Oh ya?" tanya Joan penasaran. Akhirnya orang yang sombong itu punya kekurangan.
"Ehm… seingatku…" Kazuha menepuk tangannya sekali, "Ah iya, kesenian… dia buruk sekali dalam membuat prakarya, dan bernyanyi…"
Joan langsung menyesal bertanya. Itu sih tidak terlalu penting. Dirinya juga bodoh, dalam hal-hal seperti pelajaran yang biasanya perempuan paling suka atau andalkan, kesenian.
"Kau pasti bingung ya karena Kudo-kun tidak pernah memperhatikan pelajaran?" tanya Kazuha menerka dengan cepat.
"Ehm…" Joan pun mengaku, "Iya, begitulah…"
Kazuha hanya tersenyum geli, "Dari dulu ia seperti itu…"
"Dari dulu?"
"Dari jaman kami masih sekolah dasar," ujar Kazuha, "Dulu, aku dan Shinichi itu satu sekolah, sedangkan Ran, Heiji, dan Sonoko beda karena kami bertemu di saat SMP, jadi aku mengenalnya, karena kami juga adalah teman sepermainan."
Joan terbengong, ia tidak menyangka seorang Kazuha yang terlihat ramah, ceria, dan bersemangat ternyata adalah teman masa kecil Shinichi, yang selalu diam misterius, dan ketus.
"Tapi… kenapa kalian tidak terlihat dekat?" tanya Joan. Kazuha pun langsung diam, dan melebarkan matanya, dan raut mukanya terlihat lebih serius.
'Oh my, kenapa aku kepo sekali tentang mereka?' dalam hati Joan sangat panik karena sepertinya dia tadi membuat kesalahan, akhirnya dia buru-buru minta maaf…
"Eh, maaf, aku terlalu banyak bertanya…" ujar Joan dengan suara terbata-bata. Kazuha pun tersenyum dan menggeleng-geleng.
"Tidak apa-apa, Joan-chan, hanya saja…" ujar Kazuha, "Hanya saja, sifat kami berdua tidak terlalu cocok, seperti waktu pubertas yang membuat jarak dari pertemanan kami, tapi sekarang kami bisa satu kelompok walaupun jarang berbicara satu sama lain,"
"Oh…" kali ini Joan benar-benar menyesali pertanyaannya.
"Untuk cerita itu, jangan katakan pada Ran, Heiji, dan Sonoko apalagi…" ujar Kazuha sambil mengancungkan telunjuknya di depan bibirnya, "Mereka tidak tahu dulu aku dan Shinichi adalah teman dekat… rasanya tidak enak saja kalau mereka tahu…"
Joan mengangguk cepat, "Ah… iya…"
Kazuha menyimpan lip tintnya dan menaruh di dompet kecil, "Ayo kita ke kelas, yang lain pasti bingung karena kita tidak balik-balik,"
Akhirnya mereka pun kembali ke kelas bersama, walaupun meninggalkan Joan dengan penuh pertanyaan. Kalau memang sifatnya berubah, memangnya dulu seorang Shinichi itu seperti apa. Ia sedikit penasaran. Namun Joan menggelengkan kepala berusaha untuk tidak mencampuri urusan orang lain.
.
.
Jam dua siang, mereka pun pulang ke rumah masing-masing, Joan pulang bersama dengan Ran dan Shinichi lagi. Kali ini Ran hanya mengajak bicara Shinichi, dan Joan melihat bahwa kedua insan seperti memang seperti ada sesuatu. Namun ia mencoba tidak terlalu peduli dan jalan mengikuti saja.
Joan pun pulang ke rumah, dan ibunya kini sedang membaca majalah. Joan melihat ibunya sekilas, lalu masuk ke kamarnya tanpa mengucapkan apa-apa.
Ia hanya membaca buku Sains dan Teknologi. Joan dibilang merupakan anak yang cukup jenius. Ia suka dengan menambah ilmu pengetahuan, jadi hidupnya bisa dibilang cukup membosankan, tapi Joan hanya merasa dengan ia membaca, ia bisa keluar dari perkumpulan orang-orang.
.
.
Joan, ibunya, dan Koji, ayah angkatnya makan bersama lagi. Kali ini Joan tetap berusaha untuk makan cepat-cepat. Namun, di sela makan, Koji selalu mengajaknya bicara.
"Apa kau ada rencana pergi akhir minggu ini, Joan?" tanya Koji.
"Tidak ada," jawab Joan singkat.
"Kalau begitu kau mau jalan-jalan bertiga mengelilingi daerah sini? Banyak tempat yang menarik," ajak Koji antusias.
"Maaf, aku ingin belajar saja di rumah,"
"Oh my… Joan, akhir minggu kan kau tidak harus belajar, luangkan waktumu untuk bermain lah sekali-kali…" ujar ibunya membujuk.
"Maaf, tapi aku tidak…"
Koji berusaha memasang wajah senyum, "Aku mengerti, kalau begitu…" Koji merogoh sesuatu dan mengambil beberapa lembar uang, lalu mengacungkannya kepada Joan.
"Ini untuk uang sakumu, terimalah," ujar Koji. Joan menghentikan makannya, ia menatap uang itu, lalu kembali makan.
"Tidak usah, aku masih ada uang," ujar Joan singkat.
"Terimalah ini… ini hanya sedikit—"
"Aku sudah katakan, kalau aku tidak mau, ya aku tidak mau!" tiba-tiba amarah Joan bangkit, dan membentak Koji secara kasar. Koji pun tersentak dan kaget melihatnya
Ibunya melebarkan matanya, syok dan marah, "JOAN!"
Joan pun mengatupkan mulutnya keras, ia menaruh sumpit dan sendoknya asal, lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia membungkukkan badan memberi salam dan berjalan ke kamarnya. Ibunya yang tidak tahan lagi akhirnya pun mendatangi Joan yang tadi bersikap tidak sopan pada suaminya.
Ibunya membantingkan pintunya, lalu menemukan Joan sedang membaca buku, dan dengan paksa ibunya menarik bukunya lalu melemparkannya. Joan pun langsung kaget, dan diam.
"Gak bisa ya kamu jaga sikap kamu bener-bener, kamu tadi keterlaluan tau!" bentak ibunya.
Joan mengerjapkan matanya berkali-kali, ia menatap ibunya, "Aku… tidak ingin menerima apapun darinya, aku jijik..."
"Jijik?" tanya ibunya, "Joan, dia sekarang adalah ayahmu!"
"Dia bukan ayahku!" kali ini Joan semakin meninggikan nada bicaranya.
"Apa?" ujar ibunya sembari tak suka.
"Dia tidak pantas menggantikan papa, aku muak dengan sikapnya yang sok baik kepada kita, tidak, bahkan rasanya ingin muntah…" ujar Joan sambil menatap ibunya penuh kehorroran.
"Joan, bisa-bisanya kamu…"
"Mama, apa kamu berutang dengannya? Sehingga kau harus menikahinya?" tanya Joan.
"Maksudmu?"
"Dia punya maksud jahat kan pada kita? Apa jangan-jangan ibu terpaksa menikah dengannya karena dia sudah membuat ibunya menjadi wanita murahan?"
Ibunya kini tidak bisa menahan dirinya. Wanita murahan. Ibunya mendekati Joan dan menampar keras pipi putrinya. Seketika Joan terdiam dan syok atas tindakan ibunya. Selama hidupnya ia tidak pernah sama sekali dipukul oleh ibunya.
"Kurang ajar kamu ya! Bagaimana bisa kau mengatakan mamamu wanita murahan?!" bentak ibunya, namun kali ini raut mukanya yang marah yang bercampur sedih, "Ayahmu… hanya ingin supaya kamu bisa nyaman dengannya, tidak usah sampai bersikap seperti tidak punya etika seperti itu!"
Joan hanya diam saja, tidak mengatakan apa-apa.
"Kau harus minta maaf padanya, kau…" ibunya menelan ludah, tidak melanjutkan kata-katanya, dan keluar sambil membanting pintu kamar putrinya dengan kasar.
.
Joan masuk ke dalam kamar mandinya. Ia memandang mukanya di cermin. Tamparan pipi kanan dari ibunya masih membekas merah di pipinya. Ia seperti diam menatap dirinya. Ia ingin tertawa, ia merasa seperti sangat menyedihkan, dan seperti orang jahat.
'Kau tidak perlu berbuat sejauh itu pada ibumu'
Joan pun diam. Ia merasa ada seseorang yang mengajaknya bicara. Ia menatap cermin, wajahnya yang kaget mendadak berubah ekspresi menjadi ekspresi lain menatapnya tajam.
'Dia punya suatu kebahagiaan sendiri yang harusnya tidak boleh kau rusak' sosok itu, di dalam cermin berkata padanya.
Joan membelalakan matanya. Apa ini? Apa dia sedang halusinasi? Kenapa ia melihat bayangan dirinya yang berbicara sendiri?
'Kau akan menyesal kalau kau sudah membuat orang menjadi sedih…' sosok itu, bayangannya itu pun tersenyum kepada Joan. Joan pun perlahan mulai merasa kepala pusing, tidak, bahkan sangat sakit. Ia memegang kepalanya, begitu sakit, tapi ia tidak bisa teriak.
Akhitnya ia pun jatuh terduduk, sambil memegang kepalanya. Baru kali ini, sejak kejadian itu, kepalanya seperti ditusuk pisau berkali-kali, nafasnya mulai tersengal-sengal.
"Arghh…. Sa… sa…" namun akhirnya tubuhnya pun terjatuh. Matanya pun yang awalnya terasa putar-putar mulai terlihat gelap. Ia pun pingsan.
.
.
Shinichi melihat ke arah akuarium nya, yang tersenyum pahit. Ia seperti mengingat sesuatu masa lalunya. Seperti mengingatkan pada seseorang. Ia menghela napas, lalu meninggalkan akuarium untuk masuk ke tetapi, tiba-tiba ada bel rumahnya berbunyi.
Shinichi melirik jam dinding di rumahnya, sudah jam setengah delapan malam."Siapa yang malam-malam begini datang ke rumah? Ran?" gumamnya bingung.
Akhirnya Shinichi pun jalan ke pintu rumahnya, saat ia membuka, ia mendapati, ada sosok dikenalnya namun bukan Ran yang jadi tamu di rumahnya. Sosok yang ia lihat selalu terlihat selalu malu dan suka terlihat bingung namun sekarang sudah sepertinya berbeda.
"Loh… kau…" ujar Shinichi kaget, "Joan-san, ngapain kau malam-malam ke sini?" Joan yang kini menatap Shinichi, tidak terlihat gugup, namun sangat tenang dan tatapannya yang dalam.
"Lama tidak berjumpa, Shinichi," ujar Joan dengan suara yang tenang.
Shinichi membelalakan matanya, lama tidak berjumpa? Padahal dia baru ketemu hari ini? Dan… bagaimana gadis ini tahu alamat rumahnya, bahkan dia tidak pernah memberitahu.
"Hah? Kenapa kau bicara seperti itu?" ujar Shinichi bingung, "Dan untuk apa kau malam-malam ke sini, kau tahu kan ini jam berapa…"
"Kau mengusirku?" tanya Joan dengan santai.
"Aku tidak mengusir," ujar Shinichi, "Tapi sepertinya kau tidak ada yang ingin katakan padaku, jadi pulang saja,"
"Kau ini… masih saja bersikap kejam ya…" ujar Joan dengan tersenyum, "You are too stupid to be a cruel person, Shinichi…"
Shinichi melebarkan matanya. Ia terkaget. Mendadak seperti dadanya ingin melompat karena kaget. Kata-kata itu… bukannya…
'Wah, kau masih saja ya bersikap kejam…" ujar gadis berambut pendek coklat kemerahan itu sambil tersenyum, "Kau tahu, bagiku, you are too stupid to be a cruel person…'
.
.
.
Gimana? Maaf ya kalau ditemukan typo, kubutuh komen kalian, yuk, review di bawah iniii heheh
