Disclaimer :

All chara in Naruto just belong the one and only Masashi Kishimoto-sensei.

Personality Plus belong to Florence Litteur.

Warn : Fem!Naru, OOC, Newbie, Typo(s).

Jika Anda tidak menyukai atau pun menghindari berbagai warning yang telah saya sebutkan tadi, harap tinggalkan fanfic ini dengan tertib. Terima kasih.

Ekspresi datar khas Uchiha tetap bertahan menghiasi wajah tampan Sasuke. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku mantel hitam yang saat itu ia kenakan, sementara sepasang oniksnya yang tajam menatap lurus ke depan. Kaki-kakinya yang panjang melangkah dengan pasti melewati salah satu jalan ternama di kota Tokyo. Tak ia pedulikan bisik-bisik serta tatapan kagum dari para pejalan kaki lain yang mengarah padanya.

Bergeser sedikit ke samping Sasuke namun agak ke belakang, kita dapat menemukan sosok gadis cantik dalam balutan pakaian musim dingin lengkap. Jika Sasuke mengenakan perlengkapan serba hitam dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki, maka gadis ini justru sebaliknya. Tinggi tubuhnya yang hanya mencapai bahu Sasuke itu dibalut oleh perlengkapan serba putih. Menjadikan sosoknya begitu kontras dengan sang Uchiha. Hal ini ditambah dengan sepasang safir jernih serta rambut pirang panjang miliknya yang terurai indah. Jika saja ia memiliki sepasang sayap, maka orang-orang pasti akan mengira ia seorang malaikat. Karena penampilannya saat itu benar-benar tampak bersinar, indah dan begitu angelic. Terbukti hampir setiap lelaki langsung merona dengan mulut yang sedikit terbuka kala melihat sosok cantik kekasihnya. Ya, kekasih. Gadis indah yang kini tengah bersamanya adalah kekasihnya, Namikaze Naru. Mereka mulai berpacaran semenjak satu tahun yang lalu. Membuat hampir seisi kampus dibuat iri serta tak percaya.

Diam-diam Sasuke melirik Naru melalui ekor mata. Meski dari luar ia tampak cuek dan dingin, namun nyatanya ia begitu peduli pada sang kekasih. Terlebih sikap Naru yang terbilang ceroboh itu acap kali membuat ia hampir panik. Hampir, bayangkan saja jika sampai seorang Uchiha panik. Apa kata dunia?

Sasuke melihat jam tangan yang melingkar ditangan kirinya. Sudah masuk waktu makan siang. Sebaiknya ia segera cari tempat makan sebelum nanti penuh. Tunggu, sepertinya ada yang tidak beres. Perlahan Sasuke membalikkan tubuhnya dan mendapati Naru tengah duduk dengan posisi tidak wajar di atas tumpukan salju. Kedua safirnya mulai berkaca-kaca saat oniks Sasuke manatapnya.

"Hiks, sakit teme~" rengek Naru yang membuat Sasuke menghela napas. Baru saja ia agak senang karena Naru belum membuat ulah, tapi sepertinya harapan tinggal harapan.

"Dasar dobe." Gumam Sasuke datar. Dibantunya Naru untuk berdiri kembali dengan menopang pinggang ramping gadis itu. "Apalagi sekarang?"

"Maaf. Tadi aku bermaksud lari menyusulmu. Tapi yang ada aku malah tergelincir."

"Makanya jadi orang jangan dobe." Ejek Sasuke yang membuat Naru manyun. 'kan ia tidak sengaja. Lagipula siapa juga yang ingin terpeleset? "Sudah masuk jam makan siang, kau mau makan apa?" tanya Sasuke seolah tak ingin memperpanjang masalah.

Naru mengerjapkan matanya imut. Membuat Sasuke tanpa sadar jadi gemas dengan tingkah naturalnya. "Unng, terserah teme saja..." balas Naru tersenyum kecil.

Kedua alis Sasuke tampak saling bertaut, seperti menimang-nimang sesuatu. Beberapa kedai makanan yang sudah menjadi langganannya terlintas dipikiran remaja berusia 20 tahun itu. Sebenarnya sih ia bisa saja memilih dengan mudah, namun ia ingin kali ini Narulah yang menentukan. Karena selama ini Naru hanya ikut saja apa yang ia pilih.

"Oden?" tanya Sasuke memberi pilihan.

"Terserah..." Naru menjawab singkat.

"Nabe?" tawar Sasuke lagi.

"Terserah..."

"Katsudon?"

"Terserah teme..."

"Takoyaki?"

"Unng, terserah..."

Sasuke menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Entah kenapa saat mendengar jawaban Naru ia jadi pusing sendiri. Menghela napas sejenak, Sasuke pun kembali mencoba. Ia bahkan tidak percaya bahwa akan mengatakan jenis makanan satu ini.

"Ramen?"

Naru tampak berpikir beberapa saat. Namun sedetik kemudian sebuah senyum polos terkembang indah diwajahnya. "... Terserah teme aja."

"Gimana kalau kita nggak jadi makan sekalian?"

"Terserah." Rasanya saat itu juga Sasuke ingin sekali menghantamkan kepalanya pada dinding terdekat.

Lesson 1: Orang phlegmatis cenderung selalu mengikuti arus. Jadi jangan heran kalau teman/pacar/keluarga Anda yang phlegmatis selalu ikut tanpa protes dalam tiap rencana yang Anda buat. Karena mereka paling tidak bisa diajak untuk menetapkan tujuan.

Tangan Sakura tak henti-hentinya mencomot kue kering yang tersaji dalam toples besar milik Naru. Tadinya ia ingin mengajak Naru main, tapi melihat kesibukan yang tengah sahabatnya itu jalani membuat Sakura terpaksa mengurungkan niatannya itu. "Tugas apa sih Naru? Serius sekali kayaknya."

Naru tersenyum kecil seraya melempar pandangan sekilas pada Sakura. "Presentasi kok." Sementara Sakura hanya menanggapi dengan gumaman 'oh' singkat.

"Tugas dari kapan memang?"

"Sebenarnya sih sejak seminggu yang lalu. Tapi aku baru mengerjakannya sekarang, hehe."

"Haah, kau ini kebiasaan. Terus dikumpulkannya kapan?"

"Besok." Pernyataan Naru barusan kontan saja membuat Sakura tersedak. Dengan sigap Naru langsung menyerahkan sebotol air mineral kepada Sakura sambil tangannya menepuk pelan punggung sang sahabat.

"Makanya Sakura, kalau makan jangan buru-buru."

"Bukan aku yang makan terburu-buru, tapi kalimat tanpa dosamu itu yang— tunggu, kenapa slide depannya tertulis tugas kelompok?" Tanya Sakura saat matanya mencermati layar laptop putih Naru.

"Oh, ini memang tugas kelompok kok." Tanggap Naru santai.

"Lalu teman-teman kelompokmu mana? Mereka tidak ikut membantu?" Sakura mulai menyelidik dengan tatapan curiga.

"Ah, itu. Kemarin sih aku sudah beritahu mereka soal ini. Tapi mereka bilang mereka tidak bisa."

"Semuanya?" Kini wajah Sakura tampak sedikit memerah, seperti tengah menahan kesal. Namun seakan tak menyadari kemarahan sahabatnya, dengan polos Naru justru mengangguk. "Dan kau percaya begitu saja?"

"Iya... lagipula, mungkin mereka semua memang sibuk." Rasanya saat itu juga Sakura sangat ingin memukul kepala Naru dengan sesuatu yang keras.

Lesson 2: Orang phlegmatis memang hobi menunda-nunda pekerjaan. Tapi yakinlah bahwa itu adalah suatu bentuk kontrol dari mereka. Namun, meski sering menunda-nunda, mereka akan tetap menyelesaikan tugas tersebut tepat waktu. Dan ingat, selalu berpikir positif juga merupakan salah satu ciri khas mereka.

"Naru-chan! Hari ini kita karaokean yuk!"

"Oke."

"Kyaaa! Naru, ada tas Gucci keluaran terbaru. Kita ke mall sekarang ya?!"

"Iya, baiklah."

"Naru-chan~ kau tahu tidak sih? Di ujung jalan sana ada cafe yang baru buka. Kudengar cake buatannya lezat-lezat lho, mau ke sana 'kan?"

"Iya."
Naru terduduk lesu dikursi kelasnya. Padahal ibunya baru mentransfer jatah uang saku miliknya seminggu yang lalu. Tapi hanya dalam waktu tiga hari sudah ia habiskan tak bersisa. Naru menggigit bibir bawahnya. Bagaimana ini, apa yang akan ia katakan pada ibunya kalau tahu uang saku bulanannya habis hanya dalam waktu tiga hari?

"Ada apa Naru?" tanya Sakura sambil menepuk bahu Naru. Ia dan Naru bisa dikatakan adalah teman dekat. Pertemanan mereka dimulai sejak keduanya berada di tingkat SMA dan bertahan hingga saat ini. Sehingga baik sifat maupun tingkah-laku Naru sudah ia hafal diluar dikepala. Dan saat melihat gelagat Naru yang tidak seperti biasanya, kontan saja membuat Sakura khawatir.

"Uang saku bulananku habis Sakura..." Jawab Naru lemas. Ia menunjukkan isi dompet bermotif rubahnya pada Sakura yang seketika membuat sang sahabat mendesah sambil geleng-geleng kepala.

"Apa kubilang, kau tidak percaya sih." Mulai Sakura seraya memijit pelipisnya pelan. Akhir-akhir ini Naru memang jarang bersamanya. Gadis yang telah ia anggap sebagai sahabat itu kini lebih sering jalan dan menghabiskan uang bersama 'teman-teman' barunya yang hedonis itu. Sebenarnya Sakura sudah beberapa kali memberikan peringatan kepada Naru. Dari mulai peringatan lembut, sedikit lembut, bahkan sampai tak ada lembut-lembutnya sudah ia keluarkan. Tapi ya itulah, Naru kerap kali tak pernah menggubrisnya.

Hal ini diperparah dengan kondisi mereka yang berada difakultas yang berbeda. Sakura berada difakultas kedokteran, sementara Naru difakultas teknik. Akibat mereka yang terpisah jurusan inilah Sakura jadi kurang bisa memantau pergaulan Naru. Pasalnya, Naru itu anaknya tergolong mudah bergaul dengan siapa saja. Bahkan cenderung tidak pernah memilih teman. Tidak seperti dirinya yang dalam hal teman suka pilih-pilih. Bagus sih sebenarnya, tapi itu 'kan hanya berlaku untuk ditingkat Sekolah Dasar. Sedangkan mereka sekarang sudah ditingkat mahasiswa, yang dalam masalah pergaulan tentunya harus pintar memilih lingkungan serta pertemanan yang baik untuk diri kita sendiri. Karena bagaimanapun, teman disekitar kita adalah cerminan diri kita bukan?

"Bagaimana ini Sakura, apa yang akan kukatakan pada kaasan nanti?" tanya Naru memelas.

"Ya katakan apa adanyalah. Kalau kau memang menghabiskan uang sakumu untuk membeli barang-barang serta keperluanmu yang tidak penting itu." Jawab Sakura merespon. Sebenarnya ia tidak bermaksud untuk sewot, tapi menurutnya sekali-kali Naru harus diberi pelajaran supaya kapok.

"Kalau nanti kaasan marah bagaimana?"

"Ya itu sih risiko. 'kan kau sendiri yang berbuat, jadi kau juga yang harus bertanggung-jawab." Sakura sedikit melembutkan nada bicaranya saat melihat ekspresi Naru yang berubah murung. Awalnya mau memberi pelajaran jadi tidak tega juga. Hhh... serba salah jadinya. "Nah, sekarang kau sudah tahu akibatnya 'kan? Jadi kuharap kau bisa belajar dari pengalaman dan berhenti menghamburkan uangmu untuk keperluan tidak penting... oke?"

"Iya." Jawab Naru sedikit lesu.

"Bagus. Kalau begitu ayo! Untuk makan siang hari ini biar aku yang traktir." Ucap Sakura yang langsung membuat Naru mendongak. Kedua mata bulat besarnya tampak berbinar cerah diiringi sebuah senyum manis.

"Sakura-chan~ kau memang yang terbaik." Puji Naru manja sambil memeluk Sakura erat.

"Iya-iya, aku tahu kau senang. Ayo, keburu cafetaria penuh nih!"

Keesokan harinya...

"Naru-chan, mantel musim dingin Prada sudah keluar lho! Kalau tidak cepat nanti kita bakal kehabisan, soalnya ini edisi terbatas. Ayo Naru, ayo~"

"T-Tapi, aku..."

"Apa, kau kenapa?"

"A-Aku... unng, itu—"

"Kau tidak ingin pergi bersama kami?"

Mendengar kalimat seperti itu membuat Naru menggigit bibir bawahnya. Aduh, bagaimana ini. Ia 'kan kemarin sudah janji pada Sakura untuk tidak lagi menghambur-hamburkan uang.

"Bukan begitu sih, aku hanya..." Kata Naru seraya menimang-nimang.

"Ayolah Naru-chan~ tidak akan seru tanpamu."

Naru menghela napas panjang. Sebuah senyum yang terkesan agak kaku pun ia tampilkan, "Iya, baiklah."

"Nah, gitu dong!"

"Ja-Jadi, begitulah ceritanya Sakura." Terang Naru takut-takut saat melihat perempatan siku-siku muncul didahi Sakura. Ia telah menjelaskan panjang lebar perihal asal-muasal mantel tersebut dan acara belanja yang ia lakukan kemarin bersama 'teman-temannya'. "Ta-Tapi, mantel musim dingin ini bagus kok, lihat! Halus banget 'kan?" Ucap gadis itu seraya berusaha mencari alasan untuk meredakan amarah sahabatnya.

TWITCH!

Habis sudah kesabaran Sakura. Dengan teriakan super power, ia pun melengkingkan nama Naru hingga terdengar keseluruh penjuru kampus. "NAMIKAZE NARUUU! KAU BENAR-BENAR TIDAK PERNAH BELAJAR DARI PENGALAMAN!"

Lesson 3: Orang tipe ini paling sulit untuk menolak atau berkata tidak.

"Naru-chan, Sasuke! Di sini!" Seru Sakura sambil melambaikan tangan ke arah dua sejoli itu. Dapat mereka lihat teman-teman yang lain telah berkumpul dan menyamankan diri mereka disalah satu paviliun yang masih masuk dalam wilayah fakultas seni budaya dan bahasa.

"Kalian lama sekali. Perutku sudah keroncongan nih sejak tadi." Protes Chouji tidak terima. Padahal ada banyak sekali makanan lezat yang tersaji di depan mata, tapi ia tak boleh menyentuhnya seujung jari pun. Bukankah itu sangat menyiksa?

"Maafkan kami." Sesal Naru seraya mulai mengambil tempat duduk disebelah Sakura. Sedangkan Sasuke sendiri sudah mendudukkan dirinya dengan nyaman disisi sang kekasih.

"Kau ini, hanya makanan saja yang ada diotakmu." Sindir Ino dengan sebelah tangan yang mengamit lengan Sai.

"Ti-Tidak apa kok Naru-chan. Kami juga baru datang." Jawab Hinata malu-malu di samping Kiba.

"Hoaaam, mendokusei." Gerutu Shikamaru sambil menguap lebar. Menyebabkan sang kekasih -Temari- langsung menyikut perutnya dengan sadis.

"Baiklah. Daripada membuang waktu, kita mulai saja acara makan kita okey?" Mulai Sakura yang diangguki yang lain.

Disaat yang lain telah mulai makan dengan nikmat, Sasuke hanya meminum segelas air mineral yang disediakan. Ada banyak makanan yang terlihat lezat dan menggugah selera memang, tapi semuanya didominasi oleh jamur, kacang-kacangan serta yang manis-manis.

"Lho, Sasuke tidak makan? Kalau kau tidak suka manis masih ada jamur kok." tegur Ino saat melihat Sasuke belum menyentuh apapun.

"Aku tidak lapar." Jawab sang Uchiha singkat yang membuat Ino langsung mengangguk paham.

Tek!

Sasuke sedikit menoleh saat Naru meletakkan sebuah kotak bekal yang berisikan beberapa onigiri di atas mejanya. Tidak hanya itu, gadis Namikaze itu juga meletakkan sekaleng jus tomat di sana. "Kau alergi jamur 'kan?"

"... Tahu darimana?" Tanya Sasuke balik dengan ekspresi datarnya. Meski terlihat tenang dan biasa-biasa saja, namun sesungguhnya Sasuke cukup terkejut dengan pertanyaan Naru. Bagaimana Naru bisa tahu kalau ia alergi jamur? Seingatnya ia tak pernah mengatakan atau menunjukkan tanda-tanda yang mengarah ke sana.

"Uum, habis selama ini aku tidak pernah melihatmu makan jamur. Jadi kupikir kau alergi."

Aah, jadi begitu. Selama ini gadisnya terus memperhatikan secara diam-diam. Harus Sasuke akui kali ini ia agak sedikit kecolongan.

"Dasar dobe sok tahu." Ejek Sasuke sambil menyeringai kecil. Diambilnya sebuah onigiri dengan katsuobushi dan mengunyahnya santai.

"Uukh, dasar teme menyebalkan!" Kesal Naru menggembungkan pipi. Tak menyadari akan sebuah senyum tipis yang sempat terukir dibibir sang kekasih.

Lesson 4: Meski terlihat pendiam, namun orang phlegmatis selalu memperhatikan keadaan disekelilingnya dengan cermat. Bahkan sampai hal-hal terkecil yang menurut orang lain itu tidak penting.

Mata Sakura semakin menyipit tajam saat melihat seorang gadis centil yang terus menempel pada lengan Sasuke. Mereka kini berada dilapangan basket kampus untuk menonton pertandingan yang sedang diselenggarakan. Karena Sasuke merupakan anggota tim reguler, maka ia didaulat untuk membawa nama kampus. Di samping itu, ia juga menjabat sebagai kapten tim. Memang secara fisik Sasuke tergolong lelaki sempurna. Dengan wajah tampan, kulit putih bak porselin, bibir tipis yang menggoda, serta tubuh dan sikap yang begitu manly. Oh tidak, kalian salah besar jika berpikir Sakura tertarik pada Sasuke. Lagipula ia telah menjalin hubungan dengan salah seorang seniornya yang berbeda fakultas. Ia hanya... hanya merasa agak kasihan kalau harus membiarkan Naru melihat kedekatan Sasuke dengan banyak gadis. Meski ia tahu hal itu bukanlah inisiatif Sasuke, tapi karena para mahasiswi itu saja yang memang kegatelan.

Tapi kali ini ia benar-benar tidak habis pikir. Kenapa Naru malah santai saja membiarkan gadis kegatelan itu nempel-nempel sama kekasihnya. Ia yang bukan pacar Sasuke saja sudah sangat risih dan ingin menggaruk gadis kegatelan itu. Tapi Naru yang merupakan kekasih resmi Sasuke malah duduk santai seolah tak ada masalah yang terjadi.

"Naru, kau yakin ini tidak apa-apa?" tanya Sakura khawatir.

Mendengar namanya dipanggil, Naru pun menoleh. "Apanya Sakura?"

"Cewek kegatelan itu." Tunjuk Sakura ke arah lapangan.

"Maksudmu Shion?" Gumam Naru memperjelas gadis yang dimaksud Sakura.

"Ya siapa lagi?" balasnya sewot.

"Tidak apa-apa kok. Shion 'kan hanya melakukan tugasnya sebagai seorang manajer. Lagipula aku percaya sama Sasuke."

"Tapi dia itu 'kan mantannya Sasuke Naru-chan." Ujar Sakura memberi alasan seolah berusaha memprovokasi Naru.

"Iya, aku tahu. Tapi sekarang 'kan mereka hanya teman." Jawab Naru kalem.

"Katakan padaku teman macam apa yang suka nempel-nempel sambil bertingkah genit begitu?"

"Uum, mungkin itu memang caranya untuk menunjukkan perhatian sebagai teman?" Sakura menepuk dahinya keras. Entah kenapa rasanya sulit sekali untuk mempengaruhi seorang Namikaze Naru.

Memutuskan usahanya percuma, Sakura pun akhirnya menyerah. "Terserah kau sajalah."

"Dobe, kau yakin?" tanya Sasuke untuk yang kesekian kalinya pada Naru. Kalau boleh dibilang sebenarnya ia sangat berharap Naru akan berubah pikiran. Coba saja kalian pikir, cewek mana yang akan membiarkan cowoknya pergi hanya berduaan dengan mantan kekasihnya. Sebenarnya hal ini berawal sejak kemarin, tepatnya setelah pertandingan basket. Tiba-tiba saja Shion menghubunginya dan minta diantarkan ke pulau Kerama. Alasannya adalah karena BEMJ Shion ingin mengadakan penelitian didaerah yang terkenal akan pemandangan bawah lautnya yang indah itu. Tapi mereka tidak mengerti spesifikasi tempat dan medannya secara jelas. Dan berhubung Sasuke adalah satu-satunya kenalan yang ia tahu pernah beberapa kali ke sana dan mengenal tempat itu dengan baik, maka ia pun meminta Sasuke untuk menemaninya.

"Iya teme."

"Kau tahu Shion itu siapa 'kan..."

"Tahu. Makanya aku percaya padamu."

Sasuke menghela napas berat. Sungguh rasanya ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu berduaan bersama Narunya ketimbang harus menemani Shion ke Hokkaido. "Aku bisa saja merekomendasikan orang lain kepada Shion dobe." Lagi, Sasuke kembali berkelit.

"Tapi Shion 'kan memintamu teme." Terang Naru mengingatkan.

"... Baiklah. Jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa." Sasuke membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh dari Naru.

Apa? Kenapa Sasuke bicara seperti itu? Padahalkan ia hanya ingin membantu. Tapi kenapa, kenapa Sasuke jadi berbalik marah? Apakah ia salah?

Kalau boleh dikatakan, sebenarnya Naru pun tidak rela membiarkan Sasuke pergi. Terlebih hanya berduaan saja dengan Shion. Tapi ia tidak ingin terlihat mengekang Sasuke, ia ingin Sasuke tetap bisa bergaul dengan siapa saja. Termasuk mantan kekasihnya sekali pun. Karena selama ini juga, Sasuke tak pernah membatasi pergaulannya. Ia selalu membebaskan Naru untuk bergaul dengan siapa saja, tanpa pernah melayangkan protes.

"Ah, ada yang ketinggalan." Mendengar suara bass Sasuke seketika Naru menoleh. Dilihatnya sang kekasih tengah berjalan ke arahnya dengan santai.

"Ada apa dengan wajahmu dobe? Kau tidak habis menangis 'kan?" tanya Sasuke dengan seringai khas Uchihanya.

"Tentu saja tidak. Lagipula untuk apa aku menangis." Kilah Naru sambil menghapus air mata yang nyatanya sudah mengalir.

"Yang benar? Lalu ini apa?" Tunjuk Sasuke pada pipi Naru yang basah.

"Dikit." Jawab Naru singkat sambil memalingkan muka ke arah samping. Hal ini kontan saja membuat lelaki tampan itu terkekeh pelan.

"Bodoh, kalau memang cemburu kenapa tidak bilang?" Ujar Sasuke sambil menyentil kening Naru.

"Aku tidak cemburu!"

"Hn, aku percaya." Gumam Sasuke dengan nada mengejek.

"Teme menyebalkan, aku ben—"

GREB!

"Sa-suke?" Tanya Naru tergagap saat tiba-tiba Sasuke memeluknya lembut.

"Kalau memang cemburu katakanlah. Kalau kau tidak suka ekspresikanlah." Sasuke memberi jeda pada ucapannya seraya menghela napas. "Kau tahu hal apa yang paling kubenci selain natto?" Naru menggeleng pelan dan semakin menenggelamkan wajahnya lebih jauh kedada Sasuke. "Melihatmu menangis seorang diri ditempat yang tidak kuketahui."

"Jadi tolong, bantulah aku untuk mengetahui perasaanmu."

Lesson 5: Mereka yang bertipe phlegmatis selalu menyembunyikan perasaannya. Hal ini dikarenakan sifat mereka yang terlalu pemalu dan pendiam. Sehingga untuk hal-hal pribadi mereka amat tertutup dan hanya akan bercerita pada orang tertentu.

1 new message from Sasu-teme

Dobe, nanti jam 3 jangan pulang dulu. Dosenku sedang tidak masuk hari ini.

1 new message from Dobe

Tapi teme, aku sudah ada janji dengan teman-temanku :''(

1 new message from Sasu-teme

Hn, yasudah deh.

1 new message from Dobe

Teme marah ya? ;A;

1 new message from Sasu-teme

Hn.

1 new message from Dobe

Bohong, kalau nggak marah kenapa nadanya begitu? ( _;

1 new message from Sasu-teme

Kau ini benar-benar dobe ya? Mana bisa kau mendengar nada suaraku lewat sms.

1 new message from Dobe

Unng? Iya juga ya ._.

1 new message from Sasu-teme

Hn, dasar baka dobe.

1 new message from Dobe

Aku tidak baka! Dasar Sasu-teme jelek! Pantat bebek! XP

Tapi benar 'kan nggak marah?

1 new message from Sasu-teme

Hn.

"Naru-chan, ayo!" seruan dari Karin dan Tayuya membuat perhatian gadis Namikaze itu teralihkan. Meski balasan Sasuke hanya berupa dua huruf tidak jelas. Tapi hal itu sudah lebih dari cukup bagi Naru untuk tahu bahwa Sasuke-nya tidak marah.

"Iya, sebentar." Jawab Naru sambil membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Setelah memastikan ponselnya telah masuk ke dalam saku, ia pun beranjak keluar kelas dimana Karin dan yang lainnya telah menunggu.

Helaan napas berat terdengar dari arah seorang lelaki tampan yang duduk didekat jendela kelas. Beberapa kali ia menghubungi sang kekasih lewat ponselnya namun tak juga ada jawaban dari orang yang dituju. Sasuke melirik jam dinding yang terpajang pada dinding kelas. Kalau dihitung-hitung sudah tiga jam lebih ia menunggu ditempat ini. Padahal harusnya ia dan Naru sedang melakukan kencan sekarang. Tapi gadis bertubuh mungil itu belum juga kelihatan batang hidungnya.

Kembali, Sasuke pun mencoba untuk menghubungi Naru. Kalau kali ini tidak diangkat juga maka ia akan pergi.

'Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar service area. Silahkan hubungi beberapa saat lagi.'

"Baiklah Naru, kau yang memintanya." Gumam Sasuke bermonolog sebelum kaki panjangnya beranjak keluar dari gedung fakultas teknik.

Keringat dingin keluar cukup deras dari pori-pori Naru. Sudah hampir sepuluh menit ia berlari tanpa berhenti sedikit pun. Bahkan wajah putihnya tampak memerah disertai napas yang tersengal. Ini gawat, disaat genting seperti ini kenapa pula ponselnya harus kehabisan baterai. Sepanjang jalan ia merutuki dirinya sendiri karena lagi-lagi terlambat dalam kencan mereka.

Naru mempercepat larinya saat melihat gedung fakultas teknik tempatnya dan Sasuke menimba ilmu. Dengan tergesa ia berlari ke ruangan tertentu dan menggeser pintu kelas.

"Sasuke!" teriak Naru sambil mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan. Berharap sang kekasih masih setia menunggunya di sana. Namun nihil, apa yang ia harapkan hanyalah sebuah harapan kosong. Kelas itu tampak sepi, kosong dan tak berpenghuni. Seketika itu juga tubuh Naru merosot dengan lemas kelantai yang dingin. Tubuh mungilnya sedikit bergetar disusul isak tangis yang terdengar sendu.

"Hiks, teme... maafkan aku..." lirih Naru dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Salah satu hal yang paling tidak diinginkannya adalah membuat Sasuke kecewa. Tapi sekarang, ia justru malah melakukan hal itu.

"Kamu nangis pun percuma." Sebuah suara bass terdengar dari arah belakang Naru. Membuat sang gadis seketika langsung menoleh. Ia tahu betul suara siapa ini.

"Teme!" seru Naru saat bersitatap dengan oniks tajam Sasuke.

"Untuk apa ke sini? Kupikir kau sudah melupakanku." Ucap Sasuke dingin yang membuat Naru menggigit bibir bawahnya. Lelaki itu tampak menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil bersandar pada daun pintu. Meski postur Sasuke saat ini terbilang santai seperti tidak ada masalah, namun Naru tahu bahwa ia tengah berada dalam masalah besar.

"Itu..." Mulai Naru gugup. Kalau Sasuke sudah seperti ini entah kenapa ia selalu tidak dapat berkutik. Baginya, Sasuke yang sekarang sangatlah menakutkan. Bahkan ia tak berani untuk menatap manik tajam sang kekasih lama-lama.

Melihat sikap defense Naru terhadap dirinya tak pelak membuat Sasuke menghela napas. "Pulanglah. Sudah hampir malam."

"Maaf..." Gumam Naru lirih.

"Aku sudah sering bilang 'kan? Minta maaf itu perkara mudah, tapi rasa kecewa ini—" Tunjuk Sasuke pada pelipisnya. Tepatnya ke arah dimana pusat kontrol pikirannya berada. "—tetaplah berbekas."

Naru semakin menundukkan wajahnya saat mendengar reaksi Sasuke. Ia memang bersalah dalam hal ini. Sasuke telah lama mengingatkannya perihal kencan mereka. Tapi sekali lagi ia tak bisa menolak saat Karin dan yang lain memaksanya untuk hang out. Hingga menyebabkan ia sampai lupa pada janji yang telah ia buat.

"Ayo, kuantar kau pulang."

"Tidak mau." Jawab Naru bersikeras. Satu alis Sasuke tampak berkedut. Oh great, kumat lagi sifat keras kepalanya.

"Dobe..."

"Pokoknya aku tidak akan pulang sebelum Sasuke memaafkanku." Kekeuh Naru sambil membuang muka ke arah samping. Tunggu, yang seharusnya marah itu 'kan dia, kenapa jadi Naru yang ngambek?

Tadi menangis tersedu-sedu, sekarang malah ngambek, sebenarnya apa maunya?

"Naru, sudah berapa kali kukatakan kalau—"

"Iya-iya, tahu. Intinya sekali pun aku minta maaf kau akan tetap kecewa 'kan?" Potong Naru cepat sebelum Sasuke berhasil menyelesaikan kalimatnya. "Karena itu aku tidak akan pulang sebelum kau tertawa dan memaafkanku."

Apa? Keinginan macam apa itu?

"Dobe, keinginanmu itu terdengar—" Sasuke terpaksa menelan kembali sisa omongannya begitu melihat ekspresi Naru yang memelas disertai puppy dog eyes andalannya. Oh tidak, jangan mata itu, batin Sasuke bergumam. Diawal ia memang bilang kepada Naru bahwa percuma saja menangis. Tapi melihat sang kekasih yang saat ini bagai anak kucing yang minta dipungut membuat ia lagi-lagi harus menjilat ludahnya sendiri.

"Hiks, teme jahat." Lirih Naru memelas.

Setelah beberapa saat melakukan perang batin, akhirnya Sasuke pun menyerah. Ia sedikit membungkuk dan menyentil kening Naru. "Kau memang paling pintar ya kalau memanipulasi pikiran orang." Gumamnya pelan yang seketika mengundang senyuman indah sang kekasih. "Tapi aku tetap kecewa padamu." Lanjutnya lagi dengan nada dingin. Menyebabkan senyuman indah itu langsung lenyap bagai tertelan badai. "Apa ini? Sejak kapan kau suka pakai lipstick?" Tanya Sasuke skeptis saat ibu jarinya mengusap lembut bibir plum Naru.

"Habis, kata Karin lipstick ini lagi trend. Jadi dia menyuruhku untuk memakainya."

"Dia juga yang menyuruhmu pakai maskara, bedak tebal dan blush on ini?" Dengan lugunya Naru pun mengangguk.

Entah sudah yang keberapa kalinya Sasuke menghelas napas seharian ini. Padahal usianya masih 20 tahun, tapi kenapa ia seperti merasa sudah berusia 70?

"Mana pembersih wajahmu?" Tanpa bertanya lebih jauh tentang tujuan Sasuke, Naru dengan patuh mengambilnya dari dalam tas.

"Nah, ini baru Dobeku." Ucap Sasuke setelah membersihkan seluruh make-up yang melekat diwajah putih sang kekasih. Kedua oniksnya yang tajam seketika melembut saat bertumbukan dengan safir jernih Naru yang kerap kali membuatnya terpesona. "Kau itu cantik Naru. Bahkan tanpa make-up sekalipun."

"Tapi kata mereka—"

"Kalau mereka memang benar temanmu, pasti mereka akan menerima dirimu apa adanya. Bukan karena ada apanya." Jelas Sasuke menerangkan. Sebuah senyum transparan tercetak diwajah tampan miliknya. "Dan aku yakin kau pun tidak nyaman memakai ini semua bukan?" Tunjuk Sasuke pada dress ketat serta high heels 20cm yang Naru kenakan.

Dengan lesu Naru pun mengagguk.

"Mulai sekarang cobalah untuk berkata tidak kalau memang kau tidak suka." Telapak tangan besar Sasuke melingkupi sebelah pipi Naru. Menyebabkan gadis itu bagai terhipnotis untuk memejamkan mata. "Sebenarnya aku tidak mau mengatakan ini. Tapi kalau kau tetap tak bisa tegas memutuskan, aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi pada hubungan kita kelak."

Mendengar kalimat Sasuke membuat kedua safir itu terbelalak. "Aku tahu. Aku pun tidak menginginkannya. Cobalah tegas terhadap dirimu sendiri, kau sudah dewasa 'kan?"

"Unng, akan kucoba." Jawab Naru yang membuat Sasuke tersenyum singkat. Dikecupnya dahi sang kekasih lembut sebelum kemudian berjongkok memunggungi Naru.

"Naiklah. Kuyakin kakimu pasti pegal."

Naru tertegun beberapa saat dengan mata yang menatap lekat punggung lebar Sasuke. Perlahan tapi pasti sebuah senyum lembut mulai terukir dibibirnya. Dan bersamaan dengan itu ia pun melingkarkan kedua lengannya pada leher jenjang Sasuke sambil memejamkan mata. Merasakan saat kehangatan tubuh sang kekasih mulai melingkupi dirinya.

Lesson 6: Mereka yang phlegmatis sangat sulit 'bergerak' kalau belum 'dicambuk'. Paksalah mereka untuk membuat keputusan (dalam batas yang wajar tentu saja). Karena orang phlegmatis itu cenderung baik jika bekerja di bawah tekanan.

Naru berusaha mengabaikan bisik-bisik tak mengenakkan yang tengah membicarakannya. Semenjak ia sering menolak untuk pergi hang out bersama Karin dan yang lainnya, sikap mereka langsung berubah. Setiap hari ia selalu dikatai aneh dan digosipkan hal yang macam-macam. Padahal ia tak pernah sekalipun melakukan hal itu. Kalau ada tugas kelompok ia tak pernah diberi kesempatan untuk memiliki partner. Bahkan saat ia berbicara serius tak ada seorang pun dari teman sekelasnya yang berniat menanggapi. Mereka justru hanya menganggapnya sebagai candaan dan beralih mengejeknya.

Dan hal yang paling membuat Naru bersedih adalah ketika semua teman sekelasnya tak ada yang mau mengajak ia untuk ngobrol. Sekalinya mereka mengajak berbicara, maka kalimat itu adalah kalimat yang berisikan hinaan dan sindiran. Sungguh, Naru benar-benar merasakan kesepian di sini. Padahal ia hanya ingin berteman dengan mereka semua sebagai Namikaze Naru yang apa adanya. Tapi hanya karena ia pernah bilang 'tidak' untuk hal yang tak ia sukai, dirinya justru malah dimusuhi seisi kelas.

Kedua safir Naru tampak berkaca-kaca. Ia ingin berada di samping Sasuke dan Sakura saja. Tempat dimana ia bisa bersikap sebagaimana dirinya. Bagaimana pun juga ia hanyalah seorang manusia biasa yang ingin bersosialisasi. Ingin diakui, ingin diajak bicara dan ingin menjadi bagian dari mereka (teman-teman sekelasnya). Apakah keinginannya itu terlalu muluk untuk dipinta?

"Ih, dasar cewek aneh. Aku heran kenapa cewek macam dia bisa jadi pacar Sasuke." Ejek Tayuya dengan teman-teman sekelasnya yang tengah berkumpul dibarisan paling belakang.

"Benar, walau aku malas mengakuinya, tapi kurasa Shion memang lebih pantas bersanding dengan Sasuke ketimbang dia."

"Mungkin Sasuke pacaran sama dia karena kasihan."

"Atau mungkin karena rupa mereka yang hampir mirip."

"Kudengar dia sampai melakukan oplas agar Sasuke meliriknya."

"Hey, pelan-pelan. Nanti kalau orangnya dengar bagaimana?"

"Biar saja! Toh kalau mendengarnya memang dia bisa apa?" Tantang Karin dengan suara yang sengaja ia keraskan.

Merasa sudah tidak tahan lagi, akhirnya Naru pun memutuskan untuk keluar dari kelas. Ia terus berlari keluar dari gedung fakultas teknik sambil menutupi wajahnya. Mau jatuh atau menanbrak orang ia tidak peduli. Yang jelas ia hanya ingin pergi sejauh mungkin dari sana.

Brugh!

Tiba-tiba Naru merasa tubuhnya menghantam sesuatu yang solid namun lembut disaat bersamaan. "Dobe, apa yang kau lakukan? Bukankah kau sedang ada mata kuliah?" Tanya Sasuke datar namun terselip sedikit kekhawatiran saat melihat Naru yang berlari tanpa memperhatikan jalan. Beruntung tidak banyak orang yang lewat sini, sehingga dengan mudah ia bisa menangkap tubuh Naru.

Alih-alih mendapat jawaban, Sasuke justru malah mendengar isak tangis. "Dobe, ada apa?" Kali ini Sasuke bertanya dengan sedikit lembut. Namun Naru hanya terus menangis dan semakin mengeratkan cengkramannya pada kemeja yang ia pakai.

Melihat tangis Naru yang sepertinya akan bertahan lama. Maka Sasuke pun membawa sang kekasih ketempat yang lebih sepi agar mereka memiliki waktu privasi. Dengan lembut ia terus memeluk Naru yang menangis hingga gadis itu lelah sendiri dan tertidur dibahunya.

Cukup lama Naru tertidur dibahu Sasuke. Bahkan Uchiha muda itu sampai harus menghubungi teman sekelasnya untuk sekedar titip absen. Karena tak mungkin ia bisa meninggalkan sang kekasih sendirian dalam keadaan begini. Sasuke mengelus puncak kepala Naru penuh kasih. Pasti ada sesuatu lagi pada gadisnya hingga ia sampai menangis seperti ini.

Dua jam menunggu, akhirnya Naru mulai menampakkan tanda-tanda akan bangun. Sang gadis Namikaze terlihat menggeliat pelan sambil mendesah dalam pelukan Sasuke. Perlahan tapi pasti, kedua iris safir itu pun mulai terbuka. "Lho, kok teme di sini?" tanya Naru dengan suara serak khas orang bangun tidur. Ah, sepertinya ia lupa apa yang baru saja terjadi. Sedikit gemas karena tingkah imut Naru, Sasuke pun menyentil kening sang kekasih pelan.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu dobe."

Naru mengerutkan dahinya. Berpikir sejenak. "Aku? Memangnya aku kenapa?" Tanyanya polos.

Setelah mengilas-balik kejadian beberapa jam yang lalu Naru hanya bisa terdiam ditempat. "Nah, sekarang giliranmu. Ceritakan padaku kenapa kau berlari sambil menangis keluar fakultas?" Naru menggigit bibir bawahnya. Sedikit ragu apakah ia harus menceritakan hal ini pada Sasuke atau tidak. Disatu sisi ia memang butuh pendengar untuk masalahnya. Namun disisi lain ia takut untuk membayangkan reaksi Sasuke jika sampai tahu akan hal ini. Naru baru saja akan membuka mulutnya untuk berbicara, namun teriakan seseorang langsung menginterupsinya.

Kedua mata Naru terbelalak lebar saat melihat Karin tengah berusaha meronta pada seorang lelaki yang tidak ia kenal. Area kampus yang mereka tempati memang tergolong cukup sepi, sehingga menyebabkan tak ada seorang pun yang dapat mendengar teriakan gadis itu. "Suke, tolong lakukan sesuatu."

Sasuke menatap Naru sejenak. Ia tahu orang macam apa Karin dan perbuatan buruknya terhadap Naru melalui informasi dari Sakura. Tapi kekasihnya itu justru malah meminta ia untuk menolong orang yang kerap menjahatinya itu. "Kau tunggu di sini."

"Kenapa kau menolongku?" tanya Karin lirih kepada Naru. Sementara Sasuke sendiri telah membereskan lelaki itu dan membawanya ke ruang dosen pengawas tata tertib. Usut punya usut, ternyata lelaki itu adalah mantan kekasih Karin yang tak terima ia putuskan. Kalau Naru tidak meminta Sasuke untuk menolongnya, entah akan diapakan ia nanti. "Aku bahkan sering menjahatimu dan menusukmu dari belakang. Tapi kenapa kau malah menolongku?"

Mendengar pertanyaan Karin, Naru pun tersenyum tulus. Ekspresinya kala itu terkesan damai dan lembut hingga membuat seorang Karin yang terkenal angkuh pun tersentuh. Bagaimana mungkin orang yang sering ia bully bisa menampilkan senyum bersahabat seperti ini?

"Kita 'kan teman. Sesama teman memang sudah seharusnya saling membantu 'kan?"

Sasuke tidak bisa lagi menyembunyikan senyum tipisnya. Kedua lengannya yang kokoh memeluk Naru erat. Kini keduanya tengah duduk disalah satu bangku taman yang ada di kampus. Usai menyelesaikan urusan Karin, Sasuke langsung mengajak Naru untuk menghabiskan waktu berdua. "Teme, kalau kau tersenyum seperti itu aku jadi merinding." Ceplos Naru asal yang membuat Sasuke menyeringai.

"Aku bangga padamu dobe." Bisik Sasuke sepelan mungkin. Namun masih dapat didengar oleh Naru.

"Huh?"

"Kalau orang normal pasti tak akan mau melakukan hal seperti kau tadi."

"Jadi maksudmu aku tidak normal begitu?" Tanya Naru sambil menggembungkan kedua pipinya.

"Kau yang bilang, bukan aku." Jawab Sasuke ringan seolah tak peduli. Mendengar nada acuh tak acuh Sasuke membuat Naru yang saat itu berada dipangkuan sang Uchiha bermaksud untuk berdiri. Namun seketika pergerakannya langsung terhenti saat lengan kokoh Sasuke mengunci pinggangnya erat.

"Mau kemana? Seingatku aku belum memberi perintah untuk pergi."

"Habis kau selalu mengejekku!"

"Aku tidak pernah mengejekmu. Tapi memang kaunya saja yang dobe."

"Tuh kan, diejek lagi." Ujar Naru kesal. Membuat seorang Sasuke yang dingin bagai es di Antartika bahkan sampai tertawa pelan karena tingkah polosnya.

"Namikaze Naru, kau benar-benar gadis yang luar biasa." Bisik Sasuke yang membuat Naru menoleh dan...

Cup!

Terjadilah drama adu bibir antara keduanya.

"Ck, satu tahun pacaran tapi ciumanmu masih seperti amatiran." Ejek Sasuke yang tak ayal membuat rona merah diwajah Naru langsung lenyap dan tergantikan oleh raut kejengkelan.

"Grr, dasar Sasu-teme jelek! Pantat bebek!" Tumpah sudah amarah Naru. Dengan brutalnya ia pun mulai meninju lengan, dada, serta perut Sasuke. Membuat sang Uchiha muda cukup kewalahan menghadapinya.

"Ow, hey. Sakit!"

Lesson 7: Orang tipe ini sangat tulus dalam berteman dan memiliki sifat welas asih yang tinggi.

-Orang Phlegmatis yang Damai adalah pemberi keseimbangan besar bagi kita semua, yang memperlihatkan kepada kita "Ini tidak penting sekali". Dan dalam jangka panjang, memang itu tidak benar-benar penting-

.

.

.

.

Jika kau tidak bisa menjadi sebuah pensil yang menorehkan kebahagiaan untuk orang lain, maka jadilah penghapus yang baik untuk menghapus kesedihan orang lain. –Anonim

FIN

Terima kasih telah membaca, review? :3