The Military Exam.

Declaimer: Vocaloid milik Yamaha, Crypton, dll.

Genre: Action, fantasy, sedikit bumbu romance, dll.

Bahaya: mengandung unsur sedikit reserve harem, OOC, Typo, dapat membuat bosan, terlalu bertele-tele atau alur kecepetan, nggak nyambung, abal, dan sebagainya.

Dunia yang gadis itu tinggali—jauh dari kata 'tentram'. Perang muncul dari berbagai daerah, entah itu dari Negeri sebrang atau dari dalam. Semuanya disebabkan oleh 'benda' itu. Benda yang tiba-tiba jatuh dari langit—dan memberikan kekuatan diluar akal sehat bagi pemakainya.

Ironisnya, benda itu jatuh di Negerinya—Vocaloid. Ancaman 'pun datang. Negara tetangga—Utaloid, membunyikan genderang perang.

Hingga sampai saat ini, perang masih berlangsung.

"Miku!" Suara panggilan dari seorang yang amat sangat dikenal membuatnya menengok cepat.

"Okaa-san!" Jawabnya seusai melihat sosok tersebut.

Ketika sosok itu mendekat, Miku langsung menghambur ke pelukannya. Berbagai emosi ia luapkan; sedih, rindu, takut, marah, dan bahagia.

Sekarang umurnya sudah mencapai 18 tahun, tanda bahwa ia harus mengikuti ujian militer. Perang yang berkecamuk menyebabkan penduduk harus mengikutinya—kecuali anak dibawah umur 18 tahun.

Kakaknya yang lebih tua dua tahun diatasnya sedang mengikutinya. Dan selama itu ia tidak pernah mengetahui kabarnya lagi.

Suara segukan Miku meluluhkan hati sang Ibu. Diraihnya kepala sang Anak lalu dielusnya perlahan. "Tenanglah, Miku-chan. Bagaimana suasana detik-detik terakhir di sekolahmu?"

Miku menatap lekat mata Ibunya yang sangat lembut sesegar rerumputan hijau. Tiga detik kemudian, ia menjerit pilu mengetahui kenyataan pahit.

"Miku sayang. Ujian militer tidak seseram yang kau bayangkan, oke? Mau dengarkan kisah cinta Ibu dan Ayah saat bertemu di sana?" Miku kembali menatapnya, lalu menganggu sebagai tanda persetujuan.

Sebulan setelah kelulusan, dua sosok pria kekar berbalut kemeja hitam menyambutnya pagi-pagi di rumahnya. Miku sudah tahu siapa dan apa tujuan mereka. Membawa dirinya menuju pelatihan neraka.

Jujur saja, Miku sudah tahu apa yang ada dibalik ujian militer tersebut. Ujian yang mempertaruhkan nyawa. Bukan seperti ujian biasa—ujian di sana seperti kau memang benar-benar ada di medan perang sungguhan. Dimana kalau kau tertembak atau kalah oleh teman maupun lawan, maka kau akan benar-benar mati.

Ia bertanya dalam hati, bagaimana keadaan kakaknya sekarang? Sudah tiada kah? Karena tidak ada satupun kabar yang melintas tentangnya.

Tanpa sadar, gadis itu sudah sampai ke tempat tujuan. Baginya, tempat itu terlihat seperti penjara untuk tawanan level S. Yah, itu baginya. Nyatanya, dari luar tempat itu terlihat menakjubkan dengan lautan luas di samping kanan dan bebatuan yang ikut memperindah. Bangunannya luas. Begitu kau masuk dari gerbang, kau akan disuguhkan oleh kupu-kupu dan burung. Penghijauan diadakan di sini sehingga menyejukkan mata yang memandang.

Seorang lelaki yang ia duga sebagai salah satu penjaga membawakan barang-barang berisi pakaian miliknya. Ia sendiri diantar oleh seorang wanita ke tempat para peserta ujian berkumpul.

Lagi-lagi, ruangan luas yang bisa menampung ratusan peserta membuat dirinya takjub. Bisa ia lihat di tengah-tengah ruangan bahwa ada patung menggambarkan suatu simbol. Simbol dari Vocaloid itu sendiri.

Miku memperhatikan peserta lain, tampak asik dengan aktifitas masing-masing. Ada yang merenung, berkenalan dengan peserta lain, menggoda, dan lain-lain.

Sejurus kemudian, suara berisik mikrofon mengalihkan perhatian.

"Test. Test. A. A. 1. 2. 3. Oke."

Sesosok wanita berambut coklat dan berpakaian merah seksi tampak muncul dan berdiri melayang di udara. Miku tahu, siapapun yang lulus dari ujian militer akan diberikan bongkahan 'benda'—memberikan kekuatan. Itulah apa yang terjadi dengan wanita itu.

"Selamat datang, para peserta ujian militer ke-69. Wah~ angka keramat ya~" lelucon yang dilontarkan oleh wanita bersurai coklat sama sekali tidak melunturkan ketegangan bagi seluruh peserta. Wanita itu berdeham, "oke. Oke. Perkenalkan nama saya Meiko. Jika kalian bertemu saya, panggil Meiko-senpai." Ada jeda di pengumumannya. "Kalian pasti sudah tahu, alasan mengapa kalian berada di sini."

"Vocaloid—Negara kita, sedang mengalami krisis, diakibatkan oleh perang dari Negara lain. Karena itu, kami—para pemimpin berharap kalian bisa mempertahankan Negara tempat kelahiran kita. Diumur kalian yang masih muda, yang masih mempunyai banyak tenaga, terpaksa mengikuti ujian militer." Meiko mengambil nafas sejenak. "Kami harap, jumlah peserta yang bertahan pada tahun ini lebih banyak dari tahun kemarin." Kemudian, pidatonya dilanjutkan tentang asal-usul 'benda' ajaib.

Meiko bilang, ujiannya akan dimulai besok hari. Setiap peserta diantarkan ke dormnya masing-masing. Terbagi menjadi pecahan kelompok, Miku dimasukkan kedalam kelompok berisi 10 orang. Ia baru tersadar kalau tempat ini terlalu luas hingga bisa memuat ratusan dorm.

"Hey. Bagaimana kalau kita semua memperkenalkan diri?" Salah satu anggota dari kelompoknya bersurai kuning, memberikan pendapat. Matanya biru bagai lautan samudra dan berkilauan seperti bintang.

Yang lain mengangguk mengerti.

Lelaki bersurai kuning itu maju selangkah. "Namaku Len Kagamine, berasal dari Kota 1. Sebenarnya aku mempunyai saudara kembar perempuan, sayangnya ia ada di kelompok lain. Kalian boleh memanggilku Len." Terbentuk senyum di bibirnya—menambahkan kesan manis dan tampan di sana.

Begitu Len mundur, Miku langsung memajukan diri. "Namaku Miku Hatsune. Berasal dari Kota 5, aku punya kakak lelaki yang sedang mengikuti ujian militer di sini. Aku tidak yakin dengan kabarnya. Panggil aku Miku agar bisa lebih akrab." Seluruh anggota kelompoknya memandang simpati padanya.

"Hehehe, namaku Gumi Megpoid. Ini adikku yang hanya berbeda beberapa bulan dibawahku, Gumiya." Seorang gadis berambut hijau rumput memperkenalkan dirinya dan adiknya disertai senyum ceria. Berbanding terbalik dengan adiknya yang tampak dingin. "Kami berasal dari Kota 3."

"Wow," seorang lelaki berambut putih unik menyahut. "Kota 3 yang fashionable itu?" Mata hijaunya menyala-nyala tertarik.

"Tidak semua penduduknya fashionable kok." Jawab Gumiya cuek. "Perkenalkan saja dirimu."

Pemuda bersurai putih memandang sinis Gumiya dan dibalas lagi olehnya, "Piko Utatane. Salam kenal." Miku menduga bahwa suasana hatinya hancur seketika karena Gumiya.

Baru saja ketika anggota lain ingin memperkenalkan diri, suara ketukan pintu menghentikan aktifitas mereka. Mereka saling memandang satu sama lain, bertanya-tanya 'siapa yang mau membukakan pintu dorm?'

Akhirnya Miku menyerah dan memutuskan untuk membukanya. "Biar aku saja," katanya.

Dibukanya pintu berukir lingkaran dua naga.

Dibaliknya, sesosok tinggi lelaki rupawan menyambutnya. Rambutnya terkesan unik karena berwarna merah muda terang. Namun tatapannya terkesan dingin dan tajam.

Ia masuk begitu saja tanpa alih-alih permisi. "Semuanya, berbaris." Perintah dengan suara bass, menjadikan seluruh anggota kelompok Miku menegang—cepat-cepat mematuhi perintah mutlaknya.

"Saya Yuuma, salah satu dari senior kalian. Pertama-tama, akan saya bagikan kertas jadwal kelompok kalian." Ia memberikan sacarik kertas pada Len yang tepat berada di depannya. "Dan setelah itu, saya akan memberikan informasi."

Ditariknya nafas dalam-dalam. "Kami—para senior, akan turut membatu dan menjaga kalian. Setiap senior diberikan jadwal berbeda. Jadi, setiap bulannya kalian akan dijaga oleh senior yang berbeda. Untuk bulan ini, saya yang akan menjaga kalian. Mengerti?" Semua mengangguk sebagai jawaban. "Ah, dan juga, selama senior kalian berjaga, mereka akan tidur ditempat dorm yang dijaga. Kuharap kita bisa bekerja sama. Ada yang ditanyakan?"

Gumi langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Senpai sudah punya pacar? Senpai masuk kesini sejak kapan? Bagaimana dengan ujian-ujiannya?"

Gumi memang pintar menimbun sedikit spoiler. Miku mengangguk setuju. Setidaknya, ia harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

"Dilarang pacaran disini, setidaknya jika lulus sudah diperbolehkan. Untuk pertanyaan kedua, 2 tahun yang lalu." Miku terkesiap dibagian ini. Pikirnya, berarti Yuuma-senpai seangkatan dengan kakaknya. "Tentang ujian, well, itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Bila kau selamat, maka kau bisa mendapat luka robek, tembakan, atau apapun itu. Tapi setidaknya kalian tidak mati."

Semua bergidik ngeri. "Me-memangnya, ujiannya seperti apa?" Len bahkan terbata saat bertanya.

"Awalnya memang tidak berat. Tapi semakin ke tengah bagian, tantangannya semakin sulit. Kalian akan dilatih untuk dapat melawan hewan buas, bertahan hidup dihutan dengan musuh yang selalu mengintai, menghidari ranjau, dan sebagainya. Ingat ini dunia perang. Lebih baik kalian tidur sekarang. Siapkan stamina untuk latihan besok."

Setelah itu, Yuuma bergegas ke tempat tidur yang disiapkan untuknya.

Miku meneguk salivanya dengan susah payah mendengar bocoran ujian yang akan dihadapinya. Sama dengan halnya teman-teman barunya, wajah mereka terlihat pucat pasi.

"Benar kata Yuuma-senpai. Sebaiknya kita istirahat dulu." Katanya berusaha menurunkan ketakutan. Ia bergegas naik ke atas single bed—tertera nama Miku Hatsune dibagian kayunya.

Pikirannya berkecamuk. Besok adalah hari yang akan berbeda dari biasanya. Ia harus menyiapkan mental dan fisiknya mulai dari sekarang. Semoga Tuhan selalu menyertainya.

TBC.

Catatan hati seorang author abal-abal:

Apa-apaan ini astaga #pokerface. Ancur ya? Maklumlah, author masih baru dan belum berpengalaman #plak. Menurut kalian gimana? Efek dari baca anu bertemakan distopia. Malah jadinya begini. Abisnya seru sih. Minta kritik dan saran dong, tapi jangan pedes-pedes kritiknya. Kokoro-ku belum kuat nerimanya #ngek.

2R&2F (´▽)/ (Read, Review, & Favorite, Follow).