BRUK!

"Aw," Baekhyun langsung terpelanting ke lantai begitu tidak sengaja bersenggolan dengan lengan seseorang. Sebenarnya agak berlebihan sih karena ia hanya bersenggolan sedikit. Tapi, sepertinya orang yang ditabraknya itu agak sengaja mendorong lengannya lebih maju supaya bisa membuat Baekhyun limbung dan terjatuh.

Sambil mengusap bokongnya yang nyeri, Baekhyun bangkit berdiri dan memperhatikan siapa yang sudah bersenggolan dengannya. Pemuda itu berbadan tinggi. Wajahnya bisa dikatakan tampan dari kacamata seorang cowok seperti Baekhyun. Rambutnya abu-abu, pasti sulit sekali merawatnya. Dan turun ke bawah...

Baekhyun menelan ludahnya.

Matilah aku...

...

.

.

.

.

Poems Party

#1

.

Disclaimer: The casts aren't mine. This fic is originally mine.

Pairing(s): Chanbaek/Baekyeol; slight HunBaek.

Genre(s): Romance (hate-love relationship), drama, a lil' bit of comedy.

Warnings: AU. OOC. Sho-ai. Boys Love. Kalimat amberegul. Garing. Jayus. Fool-mouthing.

Don't like it? Don't read, please!

Sorry for any typos or mistakes!

.

Enjoy~

.

.

.

...

Seperti sekolah-sekolah menengah atas pada umumnya, Jungshin High School juga memiliki golongan-golongan tersendiri di dalam pergaulan murid-muridnya. Walaupun sebenarnya sistem tersebut sudah dihapus sebersih-bersihnya oleh sang kepala sekolah yang baru, Yunho-saem, tapi tetap saja yang namanya tradisi lama, susah sekali untuk dihapuskan.

Maka itu, Jungshin High School terbagi jadi tiga golongan pergaulan.

Pertama adalah bros mawar emas. Setiap murid yang memakai bros ini sudah diakui kekayaannya sejak dahulu kala dan bersifat turun-temurun. Mereka juga orang-orang yang telah menyumbang ratus ribu hingga jutaan won hanya untuk sekolah.

Pokoknya, golongan pemakai bros mawar emas bisa dikatakan murid-murid golongan satu.

Kedua adalah pin dasi emas. Pemakai pin dasi emas ini merupakan golongan dua. Tak jauh berbeda dari golongan satu, hanya saja mereka termasuk orang kaya baru bak orang-orang yang baru kejatuhan durian runtuh yang terbuat dari emas. Singkatnya, mereka memiliki keluarga yang tiba-tiba saja mendapatkan keberuntungan.

Biasanya, golongan satu dan dua masih bisa bergaul dengan leluasa, walaupun ada beberapa orang yang hanya ingin bergaul dengan sesama golongan saja.

Yang ketiga atau yang terakhir adalah kosong alias golongan tiga. Sama seperti namanya, kosong, selain murid-murid yang masuk ke dalam golongan ini tidak memakai tanda apapun, mereka juga tidak punya apapun untuk dibanggakan. Kesimpulannya mereka hanya terdiri dari sekelompok pecundang yang kosong.

Tapi, walaupun kosong, mereka merupakan Einstein-nya sekolah. Nyaris 99 persen yang terseret ke dalam golongan tiga memiliki otak encer. Itulah sebabnya mereka bisa masuk ke Jungshin High School karena mereka mengambil jalur prestasi yang tes masuknya, ohmaigawd, susahnya bukan main.

Sayang seribu kali sayang, otak cemerlang mereka tidak mampu menyelamatkan keberadaan mereka di dunia Jungshin High School yang begitu keras. Seakan-akan, eksistensi mereka tenggelam begitu saja di sekolah.

Dan Byun Baekhyun adalah salah satu yang tenggelam itu.

Bukannya ia tidak ber-uang atau bagaimana, hanya saja ia tidak mau repot-repot terikat dengan hal konyol yang berlabelkan "golongan" itu. It sucks—buat apa sih menggolongkan manusia? Apakah mereka lupa dengan kesamaan derajat di antara manusia sudah dijunjung sejak Perang Dunia kedua berakhir?

Makanya, karena Baekhyun pada dasarnya tidak mau menjadikan hidupnya yang sudah ribet menjadi lebih ribet lagi, lebih baik ia menjauhkan diri dari golongan-golongan itu dan yang paling penting adalah: jangan pernah memiliki urusan dengan golongan satu dan dua...

.

DEG!

Jantung Baekhyun serasa berhenti sedetik ketika ia melihat sesuatu di bawah sana.

Bros—

—mawar—

emas...

.

...MATILAH AKU!

Baekhyun tentu saja tidak akan berteriak panik sambil lari berkeliling di tempat. Tidak, sama sekali bukan gayanya. Jadi, sambil menegakkan harga dirinya, Baekhyun memandangi pemuda yang masih kaku di posisinya sambil berkata, "Maafkan aku."

Baekhyun mengatakan maaf sama saja dengan membuang urat malunya. Tapi, Baekhyun tidak peduli. Yang penting pemuda dari golongan satu ini bisa menerima permintaan maafnya dan tidak membuat urusan yang panjang dengannya, Baekhyun rela mengucapkan kata maaf sampai seribu kali.

Tapi sayangnya, apa yang diekspektasikan Baekhyun tidak selaras dengan kenyataannya.

"Whuuut—? Maaf?" Pemuda itu menatap Baekhyun dengan muka jengkel. Nada bicaranya angkuh dan dingin sekali. "Kau kira senggolan itu bisa diterima hanya dengan kata maaf?"

Baekhyun menggigit bibir bawahnya. "Tolong, maafkan aku," ujarnya lagi, benar-benar meruntuhkan citra dirinya.

Argh, sialan...

Tiba-tiba Baekhyun merasa tubuhnya tersentak ke atas. Tahu-tahu saja wajahnya sudah mendekat ke wajah pemuda itu. Ketika ia merasa kalau kakinya terangkat sedikit dari lantai dan juga lehernya terasa sesak, saat itulah ia sadar kalau pemuda tinggi itu sedang menarik kerah kemejanya ke atas.

Baekhyun berusaha melepas cengkeraman itu dari lehernya, tapi tidak berhasil karena pemuda itu terlampau kuat memegangi kerahnya.

"Kau kira kata maaf bisa membersihkan bekas kemiskinanmu di lengan seragamku, hah?! Kau harus mengganti seragam ini, udik!" teriak pemuda itu tepat di wajah Baekhyun.

Mendadak kemarahan langsung menguasai Baekhyun. Sialan—kurang ajar sekali. Baekhyun ingin sekali meninju muka orang ini, tapi...

Sabar, Baek. Jangan emosi dulu...

Baekhyun langsung menghela napas dalam, lalu mencoba melepas cengkeraman pemuda itu lagi. Tapi, malah pemuda itu semakin mengeratkan cengkeramannya.

"L-lepas...," ujar Baekhyun akhirnya dengan suara agak mencicit karena merasa sesak. "A-aku kan sudah m-minta maaf..."

"Kau ganti dulu seragam ini, miskin! Maaf itu tidak bisa menyucikan seragam ini lagi! Seragamku sudah kotor karena rakyat jelata sepertimu!" teriak pemuda itu sekali lagi di depan muka Baekhyun. "Dan bahkan—oh, shit—aku sudah mengotori tanganku sendiri dengan menyentuhmu!" Pemuda itu melepaskan cengkeramannya dan mendorong Baekhyun hingga terjatuh lagi, menyebabkan tawa miris mulai tertangkap indera pendengaran Baekhyun.

Baekhyun lagi-lagi hanya menghela napas dalam. Berusaha sabar.

Diam, Baek. Jangan terprovokasi...

Lagipula—oh, sial—kenapa harus ada penonton dadakan begini, sih?

"Sial... Sial... Apa yang sudah kuperbuat...," pemuda itu mengerang frustrasi sambil memijati pelipisnya. "Sialan—minggir sana kau! Jangan pernah bertatap muka denganku lagi, rendahan!" Pemuda itu akhirnya berjalan meninggalkan Baekhyun, setelah ia menendangi badan Baekhyun terlebih dahulu.

Baekhyun yang tidak dapat mengendalikan emosinya tiba-tiba bangkit. Tanpa repot-repot mengingatkan dirinya lagi untuk bersabar (kesabaran ada batasnya juga, kali!), Baekhyun melepaskan salah satu sepatunya lalu melemparkannya ke kepala pemuda itu.

Plak!

"Adaw!"

Strike.

Baekhyun dapat mendengar beberapa orang bertepuk tangan riuh mendapati lemparannya tepat sasaran. Angin kebanggaan langsung berhembus di sekitar Baekhyun, membuat hidungnya kempas-kempis sesaat.

Sambil mengusap belakang kepalanya yang nyeri, pemuda itu membalikkan badannya kembali menghadap Baekhyun yang sudah berdiri tegap, lalu menghampirinya dengan wajah menggelap. Tapi, Baekhyun tidak gentar sama sekali. Bahkan ia mencondongkan dadanya ke depan supaya terlihat lebih tegar lagi.

"Brengsek—apa yang kau lakukan padaku, miskin?!" Pemuda itu hendak mencengkeram kerah seragam Baekhyun kembali, tapi Baekhyun dapat dengan cepat menangkis tangan besar itu dan menghindar.

"Perlu kuulangi perbuatanku tadi, hah, orang sok kaya?!" balas Baekhyun sama berteriaknya.

"AP—" Pemuda itu tampaknya tidak sanggup melanjutkan kalimatnya lagi. Ia melotot ke arah Baekhyun, mengangkat tangannya, bersiap-siap untuk melayangkan tinjunya ke wajah Baekhyun.

Huh, untung saja Baekhyun pernah belajar hapkido. Jadi, dengan tenang, Baekhyun mulai memasang kuda-kuda andalannya dan mempersiapkan kedua tangannya untuk menangkis serangan pemuda tempramental ini.

"AWAS KAU, UDIK!" Pemuda itu berteriak seiring tinju itu semakin mendekat ke wajah Baekhyun.

Baekhyun hanya bisa berteriak sambil mengangkat tangannya ke atas, hendak melindungi wajahnya sekaligus menyarangkan satu tinju ke perut pemuda tinggi itu. "HIAAAAT—!"

Tapi, pertarungan yang seharusnya terjadi dengan seru itu akhirnya harus diinterupsi dengan kedatangan seorang pemuda pucat yang tiba-tiba menyelipkan dirinya di antara Baekhyun dan pemuda tinggi itu. Pemuda yang baru join itu merentangkan kedua tangannya, seakan-akan ingin melindungi Baekhyun dari tinju pemuda tersebut.

Baekhyun dan pemuda itu sama-sama tercengang sejenak, masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Tapi pemuda tinggi itu yang lebih dulu sadar kemudian menggerutu, memprotes apa yang dilakukan pemuda berambut cokelat gelap itu di tengah-tengah mereka.

"YACH! Minggir kau, cadel! Aku ingin memberi pelajaran kepada si pendek ini!" teriaknya sambil mencoba menyingkirkan pemuda asing yang dipanggil "cadel" tersebut.

Pemuda cadel itu tertawa kecil, lalu membalikkan badannya ke arah Baekhyun sambil merangkul pemuda tinggi itu sekaligus menahan kedua tangan si pemuda yang siap meninju Baekhyun kapan saja.

"Maaf ya, golongan tiga. Aku harus menginterupsi sebentar pertarungan kalian karena ada sesuatu yang mau kulakukan dengan si idiot ini," kata pemuda cadel itu sambil tersenyum manis.

Sesaat Baekhyun hanya bisa terpana. Hah? Apa-apaan ini?

Pemuda tinggi yang dirangkul itu langsung protes. "HEI! SIAPA YANG KAU PANGGIL IDIOT—" Tapi kata-katanya terhenti ketika pemuda cadel itu menutup mulutnya, lalu segera menariknya menjauh dari Baekhyun.

"Bye," kata si pemuda cadel itu sebelum pergi.

Lagi-lagi Baekhyun hanya bisa terpana dengan apa yang barusan terjadi. Matanya berkedip cepat memandangi kedua punggung itu sampai menjauh dan menghilang di balik lorong sebelah kanan.

Setelah keduanya benar-benar tidak terlihat, Baekhyun memandang ke sekelilingnya. Rupanya masih ada banyak orang yang mengelilinginya sambil berbisik-bisik. Entah apa yang mereka katakan, tapi yang jelas Baekhyun tidak mau lebih lama lagi menjadi pusat perhatian.

Dengan gerakan kilat, Baekhyun menyambar kembali sepatunya, lalu melesat menuju ruangan kelasnya.

.

.

xxx

.

.

Oh Sehun, pemuda cadel yang tadi disebut-sebut itu segera menarik pemuda yang lebih tinggi darinya itu dengan cepat menuju bagian tersepi dari semua lorong yang ada di sekolah. Baru saja si pemuda tinggi itu mau melayangkan protes lagi, Sehun sudah keburu menarik tangan pemuda itu, lalu membenturkan punggungnya ke tembok, menghimpit tubuh yang lebih besar darinya itu.

"Mau apa kau, Oh Sehun?!" sembur si pemuda tinggi itu dengan jengkel. "Kau tidak tahu kalau aku sedang memberi pelajaran pada rakyat jelata itu, hah?!"

"Memberi pelajaran atau melampiaskan kemarahan, huh?" Sehun mendecakkan lidah. "Aku tidak mengerti, Chanyeol. Terkadang kau bisa menjadi sangat kekanakkan."

"Aku tidak kekanakkan, cadel!" semprot pemuda tinggi bernama Chanyeol itu dengan sebal.

"Lantas, kenapa saat turun dari mobilmu, kau tampak amat-sangat menyeramkan? Biasanya kan kau suka tebar pesona. Bahkan kau tidak membalas sapaan dari sepupumu ini," Sehun mendesah. "Aigoo, jahat sekali saudaraku ini..."

Chanyeol mendecih. "Tidak usah melankolis kayak gitu, deh!"

Sehun menyengir sejenak. "Jadi...," ia menaik-turunkan alisnya dengan mimik menggoda, "...apa alasannya mood pagimu berantakan begini?"

"Tidak usah sok mau tahu, deh!" Chanyeol mendorong wajah Sehun yang menurutnya menyebalkan itu. "Minggir kau sana, cadel! Atau kau juga mau kutonjok seperti si pendek sialan tadi, hah?"

Sehun refleks mundur selangkah sambil memalangi wajahnya dengan tangan kanannya ketika Chanyeol mengangkat tangannya, hendak memukul Sehun. Mundurnya Sehun segera dimanfaatkan Chanyeol untuk mendorong Sehun menjauh, lalu menyingkir dari tempat itu.

Sambil tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya, Sehun menghampiri Chanyeol dan menyamai langkahnya. "Tunggu deh, Yeol—omong-omong, kau kenal cowok yang mau kau tonjok tadi?"

Chanyeol langsung menatap Sehun dengan horor. "Ya, Tuhan—kau gay?" tanyanya syok sekaligus sok tahu. "Kau... Jangan-jangan kau juga mau mengikuti jejak ayahku, hah?!"

Sehun yang tadinya menyengir tiba-tiba mengangakan mulutnya. Sangat lebar.

"A-apa?"

Chanyeol terdiam sejenak sebelum akhirnya ia terkejut sendiri dengan apa yang barusan dikatakannya. Ia baru saja skakmat, kawan! Membuka kartu trufnya sendiri!

"A-ah, t-tidak apa-apa, kok!" elaknya cepat sambil mempercepat langkah. "L-lupakan saja apa yang barusan kukatakan!"

Sehun dengan cepat menarik tangan Chanyeol dan menahannya. Ia menatap Chanyeol lekat-lekat. "Jadi, maksudmu... itu yang membuatmu tidak dalam mood baik hari ini, Tuan Muda?"

Chanyeol mendelik. "Jangan berspekulasi yang macam-macam, deh!"

"Bukannya berspekulasi," Sehun melipat tangannya di depan dada, "masalahnya, aku hanya tidak menyangka kalau Paman Mickey bisa, well, seperti itu."

Melihat Sehun memberikan tanda petik menggunakan jarinya ketika mengatakan kata "itu", Chanyeol langsung mengerang, mengutuki segala keemberan mulutnya besarnya itu.

"Idiot," makinya pada diri sendiri.

"Bukankah Paman cinta sekali pada Bibi Park?"

Chanyeol mendecih miris. "Kata siapa?" tanyanya dengan nada remeh. "Nyaris setiap malam aku bisa mendengar suara mereka bersahut-sahutan penuh amarah. Mananya yang cinta?"

"Tapi, kalau di depan kita, mereka—"

Chanyeol langsung memotong. "Mereka penipu yang ulung. Aktor dan aktris terbaik abad ini. Jangan tertipu dengan kemasan mereka, deh," Chanyeol melengos hambar. "Bahkan mereka ternyata sudah bercerai sejak tiga bulan yang lalu. Sialan—bahkan aku tidak tahu sama sekali hingga kemarin malam."

"Ouh, that really hurts, man," Sehun langsung meringis penuh penyesalan. "Jadi, siapa pasangan Paman yang baru? Apakah dia tampan?"

"Mana aku tahu?" Chanyeol mengangkat kedua bahunya, tidak peduli. "Lagipula, kalau ayahku ingin memperkenalkan dia padaku, aku akan pergi menghilangkan diri dari mereka! Aku tidak peduli!"

Sehun meletakkan tangannya di bahu Chanyeol. "Jangan begitu. Dia itu masih ayahmu, lho."

"Sebodo amat," erang Chanyeol dengan kesal. Kemudian ia menoleh ke arah Sehun. "Pokoknya, jangan bilang siapa-siapa, oke? Awas kalau kau menyebarkan gosip!" Chanyeol memberikan tatapan penuh intimidasi sambil menuding dahi Sehun.

Sehun menggerakkan tangannya di bibir seperti sedang menjahit bibirnya, kemudian ia mengacungkan jempolnya.

"Oh, satu lagi," Chanyeol menambahkan. "Jangan pernah menyinggung soal itu di depan ayahku atau bersikap jijik padanya. Bersikap seperti biasa saja, oke?"

Sehun langsung mendesah. "Tenang saja. Aku akan bersikap biasa saja," katanya dengan nada meyakinkan. "Hanya saja, aku masih amazed dengan keputusan Paman. Hebat sekali."

"Apanya yang hebat?" Chanyeol mendelik jijik.

"Dia berani melawan takdir. Bukankah itu hebat?"

Chanyeol mendesis, "Sekali lagi kau bilang dia hebat, akan kulempar kau dari lantai tiga ini, cadel."

Sehun melepas rangkulannya. "Yach! Chanyeol! Kenapa kau jahat sekali, sih?!"

Chanyeol lagi-lagi berjalan lebih dulu, mengabaikan ucapan Sehun. Sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celananya, Chanyeol mendelik dengan pandangan penuh amarah.

"Bukannya jahat," gumamnya pelan. "Aku hanya benci gay..."

.

.

xxx

.

.

"Hampir saja kau terlambat tadi, Baek." Kyungsoo, sahabat Baekhyun, berceletuk ketika sedang jam istirahat. Seperti biasa, sepasang sahabat itu menghabiskan waktu mereka di meja terpojok dan tersembunyi yang ada di kantin sekolah. Selain untuk mencari ketenangan, keduanya sama-sama tidak mau menjadi pusat perhatian setiap kali ada orang yang melewati meja mereka.

Berbeda dari Baekhyun yang terseret ke dalam golongan tiga, Kyungsoo merupakan murid dari golongan satu. Alasan mengapa murid golongan satu ini bisa mengalami sindrom abnormal karena telah berteman dengan murid golongan tiga adalah simpel saja. Kyungsoo kurang-lebih mirip dengan Baekhyun. Keduanya sama-sama tidak suka terlibat ke dalam golongan-golongan sialan itu.

Pertemanan keduanya ini sudah lama terendus oleh yang lainnya sejak kelas sepuluh. Biasanya, setiap kali mereka berdua tidak sengaja bertemu dengan murid-murid golongan satu, mereka akan disindir bahkan dimaki habis-habisan. Wajar, karena berteman dengan murid golongan tiga sama saja dengan aib. Mempermalukan diri sendiri.

Tapi, memang dasarnya baik Baekhyun maupun Kyungsoo sama-sama tebal muka, mereka sih cuek-cuek saja. Sebodo amat yang lain mau berkoar apa, yang penting mereka masih menjalani hubungan pertemanan yang baik sampai sekarang.

"Hm?" Baekhyun mengunyah sejenak sebelum melanjutkan, "Iya, nih. Ada sesuatu di jalan."

"Aku tahu," kata Kyungsoo dengan paham. "Kau berkelahi dengan murid golongan satu, kan?"

Baekhyun mengangguk. Tiba-tiba bayangan pemuda tinggi menyebalkan itu membuat kekesalannya timbul lagi. "Orang brengsek itu..."

"Kenapa kalian bisa bertengkar? Tidak biasanya kau mau berurusan dengan golongan satu, Baek."

"Bukan aku yang mau mengajaknya ribut," bela Baekhyun. "Tapi, si tiang listik itu yang duluan membuat keributan denganku!"

"Memangnya, dia ngapain?" Kyungsoo mulai menginterogasi.

"Begini, Kyungsoo-yah, aku sedang berjalan dengan santai. Aku tahu kalau saat itu aku sedang spacing out, tapi aku bersumpah aku masih bisa mendeteksi keberadaan orang di sekitarku." Tiba-tiba Baekhyun mengepalkan tangannya. "Tapi, mendadak aku ditabrak oleh cowok brengsek itu sampai aku terjatuh. Bahkan dia menghinaku sampai menendangiku. Bagaimana aku bisa tidak marah?! Jadi, kubalas saja dia dengan melempar sepatuku padanya," Baekhyun mengelus-elus sepatu hitam pudarnya dengan sikap bangga. "Sepatu ini kena tepat di kepalanya. Dorrr!—seperti bom atom di Hiroshima dan Nagasaki!"

Walaupun Baekhyun mengatakan itu dengan nada bangga, tapi Kyungsoo biasa-biasa saja. Malah, ia bertanya lagi dengan datar, "Setelah kau melemparkan sepatu itu padanya, apa yang dia lakukan?"

Seakan tidak terpengaruh dengan sikap datar Kyungsoo, Baekhyun membalas, "Dia marah, tentu saja. Dia marah lalu menghampiriku. Dia hampir saja menghajarku dan aku menghajarnya. Tapi..." Tiba-tiba Baekhyun termenung sendiri.

"Tapi apa?" tanya Kyungsoo penasaran.

Baekhyun tidak langsung menjawab. Pikirannya langsung bergerak ke kejadian tadi pagi. Di mana ia hampir saja ditinju oleh orang kaya-sombong-tempramental itu. Kemudian seseorang menghalangi mereka berdua.

Seseorang itu...

Baekhyun mengerutkan keningnya, memandang langit yang dihalangi oleh atap fiberglass kantin. Walaupun terhalangi atap, tapi fiberglass itu memang agak transparan, jadi warna biru langit itu masih dapat ditangkap jelas oleh mata Baekhyun.

Lagipula, kenapa kita jadi membahas atap kantin ini?

Seseorang itu...

Baekhyun mencoba mengingat-ingat apa saja yang dapat ditangkapnya dari pemuda yang secara tidak langsung sudah menyelamatkannya dari pertarungan itu. Kalau saja si pemuda pucat dari—tunggu, bahkan Baekhyun tidak tahu dari golongan mana pemuda itu berasal!

Baekhyun mengerut-ngerutkan keningnya semakin dalam. Mencoba menggali isi ingatannya, membayangkan sosok si pemuda pucat itu. Baekhyun dapat melihat jelas sosoknya yang tinggi, rambut cokelatnya, bahunya yang tegap, dan...

.

Bros—

—mawar—

—emas...

.

Lagi...

.

OH GAWD~!

Kenapa Baekhyun lagi sial begini, sih?! Ia sudah berjanji—amat-sangat berjanji—kepada dirinya sendiri untuk tidak berurusan sama sekali, bahkan bertatap mata dengan golongan satu dan dua itu—pengecualian untuk Kyungsoo.

Tapi... KENAPA HARI INI IA MELANGGAR PERJANJIAN ITU?!

Bahkan, Baekhyun tidak hanya berurusan dengan satu orang, tapi dua orang sekaligus dari golongan satu!

Matilah dia. Amat-sangat mati.

Baekhyun menghela napas sangat panjang. Hidupnya benar-benar sial. Bagaimana kalau dua manusia kelas atas itu mengingat wajahnya dan suatu hari nanti mereka berbuat yang macam-macam padanya? Bagaimana kalau kedua manusia itu sama-sama bersekongkol untuk mengintimidasi bahkan mencelakai Baekhyun? Bagaimana kalau kedua manusia itu...

Plak! Sebuah tangan imajiner langsung menampar pipi Baekhyun.

Buat apa dirinya harus sekalut ini? Baekhyun kan punya hapkido. Bahkan dirinya sudah mendapatkan sabuk hitam. Kenapa harus takut dengan cowok tinggi-labil-tempramental dan cowok pucat-ganteng-santai itu?

.

Syiiit! What da hell did he just say?!

Gan...teng? GANTENG?

Baekhyun kembali menampar dirinya dengan keras dalam hati. Plak! Plak!

Kayaknya Baekhyun sudah mulai gila, deh.

Tidak mungkin kan ia menganggap pemuda yang secara tidak langsung menyelamatkan dirinya itu ganteng?

Tapi...

...Baekhyun harus akui si pemuda pucat itu memang ganteng.

Super-super-super ganteng menurut kacamata Baekhyun.

Baik pula. Mau menyelamatkan dia dari amukan si pemuda tinggi-labil-tempramental itu. Padahal Baekhyun kan tidak pernah minta diselamatkan.

Tapi sekali lagi...

...ia memang ganteng.

.

"Hah? Ganteng?"

Mendengar celetukan Kyungsoo, Baekhyun segera mengerjapkan matanya. "Hah? Siapa yang ganteng?" ia bertanya seolah-olah baru tersadar kalau ia sedang berada di dunia ini.

"Yang ganteng siapa?" Kyungsoo bertanya balik. "Memangnya siapa yang ganteng?"

"Ganteng yang siapa? Siapa yang kau sebut ganteng?"

"Tadi... yang siapa yang ganteng?"

"Gantengnya yang siapa?"

Menyadari kalau semakin lama percakapan ini semakin absurd saja, Kyungsoo akhirnya menghembuskan napas panjang, lalu bertanya dengan betul-betul, "Tadi kau bilang kalau dia memang ganteng. Nah, siapa yang ganteng? Apakah itu aku?"

Baekhyun langsung mendelik jijik. Jarang sekali Do Kyungsoo yang datar ini menjadi narsis. Tapi, sekali narsis, tingkah Kyungsoo menjadi dua kali lipat menjijikkannya dari orang yang paling narsis sedunia.

"Bukan untukmu, ya!" sorak Baekhyun tidak terima.

"Lantas, buat siapa?" tanya Kyungsoo, kembali ke mode datar. "Kau ini... gay, ya?"

Baekhyun langsung tersedak sendiri. "Uhuk! Uhuk!" Ia terbatuk-batuk sejenak sambil memukul-mukul dada. Kyungsoo mengernyit heran karena Baekhyun sama sekali tidak minum atau makan, tapi kenapa ia tersedak dengan hebat begitu?

"KAU! Pertanyaan macam apa itu, hah?!" semprot Baekhyun segera setelah ia selesai menenangkan tenggorokan dan kerongkongannya. Kedua pipinya sempat merona sekilas.

Kyungsoo menatap Baekhyun dengan polos. "Lho? Aku kan hanya bertanya. Kau saja yang berlebihan seperti itu."

"Aku tidak berlebihan...," sungut Baekhyun, kemudian menatap Kyungsoo lekat-lekat. "Tenang saja, Kyungsoo-yah. Aku tidak gay, kok. Absolutely not. Seratus persen tidak," katanya sambil mengacungkan tanda peace dengan jari telunjuk dan tengahnya.

Kyungsoo mengangkat satu alisnya tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Baekhyun tahu jelas maksudnya. Kalau Kyungsoo sudah bersikap seperti itu, sama saja ia menegaskan kalau ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Baekhyun memijit pelipisnya sejenak. "Aku bertaruh padamu, lima puluh ribu won, kalau aku tidak gay—" Baekhyun berhenti berbicara setelah menyadari sesuatu. "YACH! Lagipula, kenapa aku harus mati-matian menegaskan kalau aku bukan gay?!" protesnya, lebih kepada diri sendiri. "Harusnya kan aku tenang saja. Kalau aku berkoar-koar, sama saja aku sedang mengelak. Kenapa aku harus panik? Argh, Baekhyun bodoh..."

Kyungsoo hanya bisa menatap Baekhyun dengan kedua mata bulatnya.

"Pokoknya, aku bukan gay, oke?" kata Baekhyun sekali lagi dengan yakin. "Kau dengar aku, tidak? Aku bukan gay. Yach! Do Kyungsoo! Dengarkan aku!"

Kyungsoo mengerjapkan matanya, lalu hanya mengangkat satu alisnya tinggi-tinggi.

Baekhyun cuman bisa menggeram rendah.

.

.

xxx

.

.

Baekhyun sedang berjalan menuju perpustakaan untuk menghabiskan jam istirahat keduanya ketika tiba-tiba ada seseorang yang menyenggolnya.

Pikiran Baekhyun segera mengarah ke kejadian kemarin pagi, tapi berbeda dengan yang satu itu, kali ini Baekhyun sama sekali tidak jatuh. Malah, orang yang menyenggolnya itu langsung meminta maaf.

"Maafkan aku." Suaranya ringan dan terdengar menyenangkan.

Baekhyun memungut pulpennya yang terjatuh dari saku kemejanya, lalu mengangkat wajah sambil tersenyum. "Tidak ap—eh, kau kan...?"

Baekhyun tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika melihat sosok pemuda pucat itu. Yap, pemuda pucat yang kemarin pagi! Yang sudah menghalangi pertarungan itu! Baekhyun hanya bisa menunjuk pemuda itu dengan mulut yang menganga lebar. Memang tidak elite sekali.

Sementara, pemuda pucat itu juga sama terkejutnya, hanya saja tidak senorak Baekhyun. Kedua mata sipitnya melebar sedikit, tapi beberapa saat kemudian ia tersenyum ke arah Baekhyun.

Sejenak Baekhyun terpana. Wow, sesuatu yang jarang sekali ditampilkan oleh murid-murid golongan satu terhadap golongan tiga sepertinya.

"Kau... yang kemarin berantem dengan Chanyeol, kan?" tanyanya lebih dulu, membuka percakapan.

Baekhyun mengerjapkan matanya, berusaha lepas dari keterpanaan, kemudian menjawab dengan polos, "Enggg... Siapa itu Chanyeol?"

"Cowok idiot yang kemarin marah-marah itu," jawab pemuda pucat itu.

Baekhyun melebarkan matanya, lalu mengangguk-angguk. "Oh... Ehm, yeah...," jawabnya agak tidak fokus.

"Kuakui, tindakanmu kemarin itu heroik sekali. Epik! Selama aku dan dia bersekolah bareng, tidak ada sama sekali orang yang mau melawannya, bahkan melemparkan sepatu seperti itu padanya," pemuda pucat itu terkekeh lebar. "Kau benar-benar keren, man! Seandainya aku bisa melemparkan sepatuku seperti kamu..."

Alih-alih merasa bangga gara-gara dipuji cowok yang barusan dianggapnya ganteng, Baekhyun malah mendelik kesal, "Harusnya kau sering-sering memukulnya dengan sepatu biar otaknya jadi lurus."

Pemuda itu tertawa lebar, menimbulkan sesuatu perasaan menggelitik di hati Baekhyun. "Jangan begitu. Chanyeol lagi bad mood saja kemarin pagi."

Baekhyun mengerutkan keningnya. "Terus dia melampiaskannya padaku, gitu?"

"Em, bisa dibilang begitu..."

Baekhyun kembali melengos. "Tahu gitu, kamu benar-benar harus menggetok kepalanya setiap pagi dengan sepatu. Kalau bisa sepatu hak tinggi."

Pemuda itu lagi-lagi tertawa lebar. Baekhyun hanya mengulum senyum, tapi lama-lama ia tidak tahan juga untuk tidak menyemburkan tawa.

Baekhyun tahu—tahu sekali—kalau tidak seharusnya golongan satu dan tiga bisa tertawa bareng-bareng seperti ini. Tapi, di perpustakaan minim sekali orang lewat, jadi tidak ada yang bisa memergoki mereka lah, ya—

"Omong-omong, perkenalkan," tiba-tiba pemuda pucat itu menyodorkan tangannya, "aku Sehun. Oh Sehun."

Baekhyun menatap tangan itu dan wajah pemuda bernama Sehun itu secara berganti-gantian. "K-kau kan dari golongan satu... Kau tidak mungkin kan mau berteman dengan orang sepertiku...?" tanyanya ragu.

Mungkin memang merendahkan harga diri banget lantaran bersikap rendah hati—bahkan rendah diri—seperti itu di hadapan Sehun, tapi karena murid golongan satu terlalu berkuasa di sekolah ini, mau tidak mau Baekhyun harus menurut dan berusaha mengecilkan diri di sini.

Yeah, walaupun kemarin pagi ia tidak bisa mengendalikan emosinya.

Sehun tiba-tiba menepuk-nepuk bahu Baekhyun dengan sikap bersahabat. "Ah! Screw it, man!" serunya dengan santai. "Kan Yunho-saem sudah menghapus sistem golongan itu dari jauh-jauh hari. Seharusnya kita semua bisa berteman dengan leluasa!"

Baekhyun masih menatapnya ragu. Walaupun dalam hati ia sangat setuju dengan kata-kata Sehun barusan.

Tanpa persetujuan, tiba-tiba saja Sehun menarik tangan Baekhyun dan memaksa untuk berjabatan tangan dengannya. Baekhyun cuma bisa pasrah dijabat oleh Sehun yang rupanya adalah sejenis cowok yang bersemangat.

"Jadi, kamu tidak mau mengenalkan namamu?" tanya Sehun setelah melepas jabatan tangan mereka.

Baekhyun langsung gelagapan. "Em, yeah, n-namaku... Byun Baekhyun..."

"Baiklah, Baekhyun. Senang sekali bisa berkenalan denganmu," kata Sehun dengan manis. "Ah! Astaga!" Sehun tiba-tiba menepuk dahinya sendiri, seolah baru mengingat sesuatu. "Seharusnya aku cepat-cepat ke ruangan guru, tapi kenapa aku jadi di sini, ya?! Aduh! Bisa digetok lagi kepalaku sama Kyu-saem!"

Baekhyun mengerjapkan matanya, lalu tertawa kecil melihat tingkah Sehun. "Aduh, maaf, ya. Gara-gara ketemu denganku, kamu jadi terlambat ke ruangan guru..."

"Ah, tidak apa-apa! Lagipula, aku memang mau kenalan denganmu, tapi aku tidak tahu di mana kelasmu," sahut Sehun, lalu melirik jam tangannya. "Astaga! Aku sudah terlambat sekali!" Ia melambaikan tangannya pada Baekhyun. "Sudah dulu ya, Baekhyun-ah. Kalau kita bisa ketemu lagi, kuharap kita bisa mengobrol lebih lama. Sampai jumpa~"

Baekhyun hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Sehun yang langsung berjalan meninggalkan Baekhyun seraya melambai-lambaikan tangan.

Sepeninggalan Sehun, Baekhyun langsung mendesah pelan. Kedua tangannya terjalin, lalu diletakkannya di depan dada.

Oh, God... Apakah yang barusan itu cuman mimpi?

Mungkin Baekhyun harus mengeceknya dulu—

"Adaw!" Baekhyun langsung meringis kesakitan akibat cubitannya sendiri di lengan atasnya.

Ia langsung dapat menyimpulkan: ia memang tidak sedang bermimpi.

Oh, ini kenyataan, toh...

Baekhyun merona sendiri membayangkan kembali bagaimana Sehun tidak sengaja bertabrakan dengannya, lalu memperkenalkan diri lebih dulu padanya. LEBIH DULU, lho! Sesuatu yang amat langka di tahun keduanya di sekolah yang diisi penuh oleh anak-anak gengsi dari golongan satu dan dua.

Dan, Baekhyun lagi-lagi merona ketika membayangkan kembali bagaimana Sehun tertawa dan tersenyum padanya. Baekhyun tersenyum sendiri sambil memiringkan kepalanya.

"Ugh, memang beneran ganteng banget..."

Tiba-tiba Baekhyun malu sendiri saat mengatakan hal itu. Baekhyun celingak-celinguk ke kiri dan kanannya, berharap semoga tidak ada seorangpun yang mendengarkan ucapannya.

Tapi...

"Ganteng, ya?"

Baekhyun langsung terperanjat.

...harapannya tidak terkabul.

.

.

xxx

.

.

"Ganteng, ya?"

Sudah Chanyeol duga, pasti bocah pendek ini tidak bisa mendeteksi keberadaannya yang sejak tadi bersembunyi di balik pilar gedung. Buktinya, ketika Chanyeol berceletuk seperti itu, tiba-tiba saja kedua bahu kecil itu mengejang, lalu orang itu membalikkan badan ke sumber suara, yaitu... dirinya.

Lagi-lagi, seperti yang sudah Chanyeol duga sebelumnya, pasti bocah pendek ini bakalan menuding Chanyeol, lalu melebarkan matanya dengan kaget. "K-K-K-K-KAUUUU...?!" jeritnya norak.

Chanyeol langsung mengorek telinganya dengan santai, seakan-akan jeritan pemuda pendek ini memekakkan telinganya. "Norak banget, sih?" celetuk Chanyeol akhirnya dengan nada sebal.

Dan pemuda pendek itu tak kalah sebalnya juga. "SIAPA YANG NORAK, HAH?!"

Chanyeol kembali mengorek telinganya. "Duh, bisa tidak sih kamu tidak jerit-jerit seakan-akan aku mau memerkosamu, huh?"

"Apa-apaan—" Pemuda pendek itu melototinya, seakan-akan bakalan ada sinar laser yang keluar dari kedua matanya. "IH! MESUM BANGET!"

Chanyeol mendesah capek. "Siapa yang mesum, sih?" tanyanya heran. "Kan aku hanya bilang 'seakan-akan'," ia mengisyaratkan tanda petik dengan jarinya, "otakmu saja yang kejauhan. Apa jangan-jangan kau yang mesum, hah...," Chanyeol berhenti sejenak, berusaha mengingat-ingat siapa nama pemuda pendek ini, tapi ia kehilangan petunjuk, "...Bae... Bae... Baebaek...?"

Pemuda pendek itu semakin memelototinya. Chanyeol sampai agak ngeri kalau bakalan ada laser sungguhan yang keluar dari mata sipitnya itu. "Namaku bukan Baebaek! Nama konyol macam apa itu, hah?!" pekiknya.

"Terus, namamu siapa?" tanya Chanyeol tanpa berpikir lebih dulu. Sedetik kemudian, ia baru menyadari perbuatannya barusan. Ya, Tuhan, kenapa ia berkesan seperti ingin mengajak si bocah pendek ini kenalan? No way, ya—Chanyeol butuh orang yang lebih berdada dari si cungkring ini.

Makanya, Chanyeol buru-buru meralat sebelum pemuda itu menyadarinya. "Ehm, tidak jadi, deh. Aku tidak sudi berkenalan dengan golongan rendah sepertimu."

Pemuda itu mengerutkan keningnya. Kalau ditelisik dari mulutnya yang terbuka kecil, Chanyeol yakin kalau pemuda itu sudah punya sejuta omelan yang mau ditujukan pada Chanyeol. Tapi, rupanya pemuda itu memutuskan untuk mengatupkan mulutnya kembali, berusaha untuk mendinginkan kepalanya sendiri.

Diam-diam, Chanyeol bersorak kecewa dalam hati. Yach, tidak asyik, bung!

Chanyeol mulai memutar otak cepat, bagaimana cara memancing kemarahan si pendek ini. Setelah itu, Chanyeol akan berusaha membuat si cebol ini berlari mengejarnya dan Chanyeol akan membawanya menuju ke ruang guru. Kalau sudah di dekat ruang guru, Chanyeol akan semakin memancing emosinya, lalu membiarkan dirinya tertangkap dan dihajar habis-habisan oleh si cebol ini, kemudian... bang! Ada guru yang memergoki mereka dan cebol ini kena hukum.

Rasanya Chanyeol kepengin banget ketawa lantaran ide ini. Yap, ini adalah ide pembalasan dendam Chanyeol kepada si cebol sialan-minta-ditimpuk ini gara-gara insiden sepatu kemarin.

Jujur saja, Chanyeol malu setengah mati gara-gara ditimpuk sepatu sama pemuda pendek ini. Chanyeol tidak menyangka kalau golongan rendahan ini bakalan berani melakukan hal itu padanya. Kepadanya yang dari golongan satu, lho! Benar-benar tidak tahu diri!

Tadinya sih Chanyeol ingin melupakan insiden itu dan menganggapnya salah satu memori yang paling tidak penting di dalam hidupnya. Tapi, secara tidak sengaja Chanyeol bertemu dengannya di salah satu lorong, saat ia ingin mencari keberadaan Sehun yang rupanya sedang pergi ke ruang guru. Membuat kenangan itu menguar lagi di dalam otaknya.

Well, tiba-tiba saja Chanyeol merasa ia harus membalas dendam. Dan secara otomatis, otaknya membentuk sebuah skenario yang sungguh hebat.

"Ehem," Chanyeol mendeham sejenak, "yang ganteng-ganteng tadi... maksudnya Sehun, ya?"

Sepertinya pertanyaan Chanyeol menohok tepat di jantung cebol itu, karena pipinya langsung merona merah sekali dan air mukanya berubah menjadi panik.

"A-apa-apaan, sih?" elaknya gugup. "Tidak usah sok tahu, deh..."

Chanyeol memandanginya lurus-lurus, semakin mengintimidasi pemuda pendek itu. "Tapi kok kamu jadi gugup begitu? Sampai merona begitu pula..."

Pemuda pendek itu langsung memegangi kedua pipinya dengan kaget. "HAH?! Siapa yang memerah, hah? Aku... tidak memerah, kok!"

Justru pernyataan itu semakin membuat Chanyeol ragu. "Hm, semakin kau mengelak, semakin jelas kebenarannya," Chanyeol menyipitkan matanya. "Kau suka pada Sehun, kan?"

Pemuda pendek itu melotot, masih dengan wajah yang memerah. "S-s-siapa... Aku tidak—!" Pemuda itu berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri dengan menghela napas panjang. "Sekali lagi, itu bukan urusanmu. Jangan berspekulasi yang macam-macam, deh."

Mendadak, Chanyeol mendengar suara "klik" berkali-kali di dalam kepalanya. "Jangan berspekulasi yang macam-macam, deh"? Kok rasanya Chanyeol pernah mengatakan seperti ini, ya...

Stop deh, Chanyeol. Tidak usah menyama-nyamakan dirimu dengan rakyat jelata ini, deh!

Chanyeol mengangkat satu alisnya, berusaha menampilkan wajah terangkuh yang terbaik darinya. "Siapa yang berspekulasi, hah? Sudah ada buktinya, kok."

Pemuda pendek itu cuma melengos, seperti enggan berkomentar. Ah, lagi-lagi ia tidak terprovokasi dengan ucapan Chanyeol. Tidak asyik, ah!

"Sok tahu," ucap pemuda pendek itu akhirnya. "Sudah, ah! Aku capek berdebat denganmu. Aku tidak mau mempermalukan kamu lagi dengan sepatuku, jadi... lebih baik aku cabut sekarang! Buh-bye!"

Melihat pemuda itu melambaikan tangan dengan cuek, lalu membalikkan badannya dan melenggang pergi begitu saja membuat Chanyeol sukses menganga lebar. Apa-apaan yang barusan itu? Ia tidak sama sekali terpancing dengan ucapan Chanyeol barusan?

Syiiit! What da hell is wrong with this little kid?!

Dengan kekesalan yang memuncak, akhirnya Chanyeol memutuskan untuk mengeluarkan senjata terakhirnya.

"Aku akan menyebarluaskan tentang dirimu yang menyukai Sehun! Akan kubuat dirimu malu semalu-malunya sampai kau kehilangan muka untuk muncul lagi di sekolah ini. Ingat itu...," Chanyeol semakin menekankan ucapannya, "...Baekhyun..."

Saking kesalnya, bahkan Chanyeol bisa mendadak mengingat nama pemuda pendek ini.

Baekhyun...

Byun Baekhyun...

I will gotcha! Pasti!

Dan Chanyeol langsung menyeringai ketika Baekhyun menghentikan langkahnya sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat.

.

.

xxx

.

.

"Aku akan menyebarluaskan tentang dirimu yang menyukai Sehun! Akan kubuat dirimu malu semalu-malunya sampai kau kehilangan muka untuk muncul lagi di sekolah ini. Ingat itu... Baekhyun..."

.

Tadinya, Baekhyun menganggap ancaman itu hanyalah ancaman belaka dari mulut ember si brengsek galah bambu bernama Chanyeol itu. Tapi, ketika Baekhyun sedang makan siang di kantin bersama Kyungsoo, baru saja ia menginjakkan kakinya ke dalam kantin, tiba-tiba saja banyak suara grasak-grusuk di sekitarnya.

Baekhyun tidak dapat begitu mendengar jelas apa yang sedang dibincangkan serentak oleh orang-orang di sini, tapi Kyungsoo langsung menaruh telunjuknya di depan bibirnya.

"Sssth," desisnya. "Kamu nanti juga akan tahu kalau kamu diam."

Baekhyun menurut dan langsung menutup mulutnya, berusaha mendengarkan salah satu percakapan yang ada di sekitarnya.

"Itu kan Byun Baekhyun..."

"Ssssth... jangan ditunjuk-tunjuk. Nanti orangnya nengok..."

"Lihat, deh. Aku jadi ragu kalau dia sebenarnya ada maksud lain bisa dekat-dekat sama Kyungsoo..."

"Look at his face, gay banget..."

"Sebenarnya dia cukup manis buat ukuran cowok, tapi sayangnya dia harus suka cowok juga..."

"Apakah semua golongan tiga itu gay? Menjijikkan..."

"Kamu jangan dekat-dekat dia ya, Sayang. Nanti kamu digaet sama gay itu..."

"Dasar homo! Tidak pantas dia berada di sekolah ini..."

"Dasar, gay...!"

"Gay..."

Gay...

Baekhyun menutup matanya erat-erat, mencoba mencari secuil saja kesabaran di sana. Rupanya, tiang listrik sialan itu benar-benar mengamalkan perkataannya. Rasanya Baekhyun ingin sekali standing applause berkat tindakannya yang sukses besar itu.

Baekhyun mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rasanya ia juga ingin sekali melempari semua orang di kantin dan mulut besar mereka itu dengan meja-meja bundar ini. Tapi, ketika Baekhyun ingin melancarkan niatannya itu, tiba-tiba Kyungsoo menahan tangannya, membuat Baekhyun kembali duduk.

"Kau mau melempari mereka dengan meja?" tebak Kyungsoo dengan tepat, seakan-akan ia bisa melihat isi pikiran Baekhyun.

Baekhyun mendesis, tidak berkata apa-apa.

"Percuma, Baek," kata Kyungsoo lagi. "Harusnya yang kau lempari dengan meja itu bukan mereka, tapi si penyebar gosip itu."

Baekhyun terdiam sejenak. Pikirannya langsung mengarah ke Chanyeol.

Benar juga kata Kyungsoo. Seharusnya Baekhyun menyerang Chanyeol saat ini juga. Ia kembali bangkit berdiri, hendak mencari keberadaan Chanyeol di mana pun juga. Tapi, lagi-lagi si Kyungsoo menahan tangannya.

"Mau mencari si penyebar gosip itu?" tanya Kyungsoo yang lagi-lagi mirip seperti peramal.

Baekhyun mendesah dan kembali duduk. "Kenapa sih kamu selalu menghalangiku, Kyungsoo-yah?!" gerutunya.

Kyungsoo malah memiringkan kepalanya. "Lho? Aku tidak menghalangimu, lho. Cuman menahanmu saja. Kau kan bisa saja melawanku dan langsung pergi. Kenapa kau harus menurutiku?"

Baekhyun merasa ada sebuah palu besar menimpa kepalanya. Ugh, benar juga apa kata si mata bulat di hadapannya ini. Kenapa ia harus menuruti setiap perkataannya?

Tapi, di sisi lain ia bersyukur kalau Kyungsoo mau menahannya. Seandainya, kalau Kyungsoo tidak menahannya, mungkin ia semakin terlihat memalukan lantaran mengamuk sembarangan di kantin bahkan di seluruh sekolah ini.

Baekhyun mendesah panjang. "Ugh, brengsek sialan itu...," geramnya.

"Mau cerita?"

Baekhyun menggembungkan pipinya, lalu mengangguk.

Kyungsoo langsung tersenyum tipis. "Cerita saja."

Walaupun Kyungsoo memang datar dan terkadang menyebalkan, tapi sesungguhnya ia adalah seorang sahabat yang baik sekali. Buktinya saja, ia bisa menebak dengan jelas isi pikiran Baekhyun. Dan walaupun terkesan ogah-ogahan, buktinya ia sekarang mau mendengarkan cerita Baekhyun. Sempat-sempatnya menyunggingkan senyum pula! Kyungsoo itu cukup baik, kan?

Karena Kyungsoo sedang berbaik hati mendengarkan cerita Baekhyun, maka Baekhyun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia segera menceritakan segalanya, dari awal ia bertemu dengan Chanyeol sialan itu sampai ancamannya tentang menyebarkan kalau Baekhyun itu gay.

"Jadi...," Kyungsoo menangkupkan kedua tangannya dan menopang dagunya, "...kalau menurutmu sendiri, apakah kau merasa kalau kau itu gay?"

Baekhyun melotot. "Ya, jelas tidak lah!" semprotnya.

"Terus, kau tidak merasa kalau kau lagi menyukai cowok atau minimal tertarik sedikit lah dengan seorang cowok kan?"

Tertarik sedikit? Baekhyun terdiam sejenak. Ada, sih... Satu orang. Tapi, Baekhyun yakin sih tertarik menurut Kyungsoo sama sekali berbeda dengan tertarik menurut Baekhyun. Baekhyun tertarik pada cowok itu karena ia kagum dengan sikap heroiknya waktu itu, tapi pasti pemahamannya berbeda dengan Kyungsoo yang jelas-jelas maksudnya tertarik dalam hal seksual.

"Tidak. Tidak sama sekali," jawab Baekhyun akhirnya dengan wajah sedikit memerah.

Kyungsoo mengernyitkan dahinya sejenak. Sepertinya ia agak curiga dengan jawaban yang barusan. Tapi ia mengabaikannya. "Hm, kalau begitu aku punya usul," sahutnya.

Mata Baekhyun langsung bling-bling. "Apa itu?!" tanyanya antusias.

"Kau...," Kyungsoo memberi jeda dramatis, "...diam saja."

Baekhyun merasa rahangnya seperti jatuh ke bawah. "Whut da hell—"

"Heh, jangan marah dulu, dong," potong Kyungsoo sambil menyentil dahi Baekhyun. "Dengar dulu penjabaranku. Begini, kalau kau memutuskan untuk take a revenge on him, kau bakalan makin dipermalukan sama dia. Percaya, deh. Tapi, kalau kau diam saja, membiarkan dia berkoar-koar sampai mulut berbusa, pasti kau akan menang. Dia lambat laun akan berhenti mengganggumu. Bahkan aku berani bertaruh, dialah yang bakalan malu sendiri gara-gara sikapnya."

Baekhyun mendengarkan usul Kyungsoo baik-baik.

"Tapi, risikonya, yeah, kau harus tahan dengan segala omongan tentang dirimu. Kamu harus tebal muka setiap kali di sekolah. Aku tahu ini berat sekali, Baek, tapi...," Kyungsoo menghela napasnya, "...aku akan mendukungmu sebagai sahabatmu." Kyungsoo tersenyum di akhir kalimatnya.

Baekhyun menatap Kyungsoo dengan hati yang melumer. Astaga, ia tidak menyangka kalau Kyungsoo bisa se-sweet ini. Manis sekali. Rasanya, Baekhyun ingin memeluknya...

"Jangan kira kau bisa memelukku di sini," Kyungsoo memperingati dengan tajam. "Kau akan semakin dibilang gay, bodoh."

Lagi-lagi Baekhyun semakin melumer. Ah~ kenapa sih Kyungsoo selalu bisa mengetahui isi hatinya? Apakah selama ini mereka sebenarnya adalah jodoh?

"Jangan memandangiku seakan-akan aku adalah takdirmu deh, Baek. Please, itu menjijikkan. Membuatmu kelihatan homo beneran."

Baekhyun tersentak dan hanya tersenyum masam. "By the way, trims banget ya, Kyungsoo-yah, sudah mau mendengarkan curhatku. Kau adalah sahabatku yang paling baik!"

Kyungsoo ikut tersenyum. "That's what friends are for, dude," jawabnya singkat.

Melihat senyuman Kyungsoo, Baekhyun semakin merasa kalau dirinya akan baik-baik saja. Bahkan rasanya, kalau sekarang ini ia menghadapi Chanyeol sendirian, Baekhyun merasa ia bisa mengendalikan emosinya dan bersikap tenang-tenang saja, sementara si Chanyeol itu berkoar-koar seperti tong kosong nyaring bunyinya.

Baekhyun mengepalkan kedua tangannya di atas kedua pahanya. Mungkin saat ini Chanyeol menang karena bisa menyebarkan gosip tidak benar atas dirinya. Tapi, tunggu saja saatnya nanti, lambat laun semuanya akan terbalas. Kalau bisa, Chanyeol-lah yang berubah jadi gay beneran!

Karma itu ada, bung!

Dan Baekhyun percaya akan hal itu.

.

.

.

.

.

.

To be continued.

xxx

Thanks and Review, please c: