~Midnight Case~

Author :: InfiKiss

Action / Bloody / Comedy(?) / Friendship

Page 17+ (No M/lime! No Yaoi or Sho-ai)

All characters belongs to God and their-self, not mine. But the story pure mine. Please not copy-paste somewhere without my permission.

All plagiarisms is forbidden.

Thank You.

Infinite as main cast!

Welcome in Suha International High School. Welcome in M.C. ^^

.

.

Case 1 ::

Penculikan Di Tengah Malam

.

.

Hidup itu sesuatu yang tak perlu disyukuri. Hidup itu membosankan, memuakkan. Dan manusia itu satu-satunya mahluk yang paling menyedihkan. Yang mampu mengkhianati, menipu, membohongi, mengabaikan, mereka yang ada disekitarnya. Mahluk yang paling pandai bermain kata-kata. Hidup menjadi manusia itu kutukan, hal yang paling menjijikan. Jika boleh memilih, mungkin mati adalah hal terbaik yang jauh lebih menyenangkan untuk dilakukan.

Kutipan itu merupakan jalan pikiran yang selama ini ditanamkan dalam diri Myungsoo, remaja enam belas tahun yang baru saja menapaki kaki di jenjang SMU di Suha International High School yang terletak di Seoul. Sekolah elit yang hanya menerima murid-murid pintar dan kaya. Jadi jika Anda berminat memasuki sekolah ini, paling tidak Anda harus menggadaikan sertifikat rumah Anda. Terima kasih.

Pemuda itu berambut hitam pekat dengan iris yang dingin dan tajam. Kulitnya putih. Oh, katakanlah, sangat putih. Dan wajahnya memiliki ketampanan yang mampu menyita perhatian siapapun yang melihatnya. Sayangnya bibir tipisnya jarang sekali menunjukkan senyum ramah. Kalau tidak senyum mengejek, senyum meremehkan, biasanya sih seringaian. Dan itulah sosok Kim Myungsoo yang tadi kita bicarakan.

Pemuda yang outlook-nya menarik, bukan? Tapi pikir-pikir lagi kalau kau ingin menyatakan cinta kepadanya. Alih-alih diterima, Myungsoo mungkin akan menolakmu dengan cara yang tak pernah mau kau bayangkan.

Pemuda menyebalkan. Itu baru benar.

KLONTANG~ Sekaleng cola menggelinding keluar dari mesin penjual minuman otomatis yang ada di halaman depan Asrama Suha.

Langit sudah berubah gelap sejak berjam-jam yang lalu. Sebenarnya memang sudah hampir tengah malam. Tapi Myungsoo masih berdiri di depan mesin penjual minuman itu dengan wajah pemberani. Tak takut akan ada hantu, atau yang paling buruk, penegak kedisiplinan yang menangkapnya.

Dibukanya penutup kaleng itu dan diteguknya cepat-cepat.

"Ahhh~" Desahnya kemudian dengan wajah lega. "Ini baru minuman terhebat sepanjang masa, lebih enak dari wiski atau mungkin soju." Meski mengatakannya, sesungguhnya Myungsoo bahkan belum tahu bagaimana rasa wiski dan soju sebenarnya.

Myungsoo menjatuhkan dirinya duduk di depan mesin itu sambil kembali menegaknya. Sejenak kedua iris hitamnya menatap lurus langit gelap. Dan pikirannya kembali menerawang jauh, memikirkan makna dan hidupnya yang membosankan.

Kenapa sih aku harus hidup sebagai manusia? Pertanyaan itu sering sekali muncul dibenaknya.

Samar, ponsel yang berada di saku jaketnya bergetar halus. Sambil kembali meneguk, Myungsoo meraihnya dan melihat ikon pesan muncul disana. Pesan dari adik perempuannya, Kim Ahra.

-Oppa, aku tidak bisa tidur. Appa dan Eomma lagi-lagi bertengkar. Aku takut, Oppa.-

Hati Myungsoo mendadak teriris begitu membaca pesan sang adik. Mungkin kedengarannya jahat, tapi alasan Myungsoo melanjutkan ke Suha dan tinggal di asrama adalah untuk menghindari keluarganya yang hampir hancur. Meski itu artinya ia harus meninggalkan Ahra disana sendirian. Tapi inilah jalan terakhir yang ingin Myungsoo lakukan.

Kabur.

Segera diketiknya pesan balasan untuk Ahra; -Besok hari minggu, bagaimana kalau kita ke Lotte. Lebih baik sekarang kau pasang musik keras-keras dan tidurlah. Biarkan saja kedua orang bodoh itu menghabiskan malam mereka seperti di neraka, karena mereka memang akan terjun ke neraka. Selamat tidur, Ahra.-

Selesai.

"Lalu…apa yang sekarang harus kulakukan? Tidur? Tidak mengantuk, huh." gerutunya sambil memasukkan kembali ponselnya dan melemparkan kaleng cola kosong ke tempat sampah.

Tanpa ia sadari, ada seseorang mendekat di belalangnya.

"Dongjun tidur sambil mengorok, aku mana mungkin bisa tidur di kamar." lanjut Myungsoo.

"Arra, arra, bersenang-senang, Kim Myungsoo?"

DEGH!

Wajah dingin Myungsoo mendadak horror ketika mendengar teguran itu. Perlahan namun pasti, ia menoleh kebelakang dan menemukan Yongguk berdiri disana sambil menatapnya sangar. Plus menyeringai.

Yongguk membuka buku catatan kecil ditangannya dan mulai menulis sesuatu, "Kim Myungsoo, melanggar aturan malam dengan keluar di atas jam delapan dari asrama. Kali ini kau akan tertangkap dan dijatuhi hukuman oleh Kepala Sekolah dan point-mu dengan senang hati akan kukurangi menjadi_" Kalimat Yongguk terputus begitu ia menoleh ke arah dimana Myungsoo duduk dan dia tercengang.

Karena Myungsoo sudah kabur dengan cepat menghindarinya.

"YAK, KAU! JANGAN LARI KAU!" Segera Yongguk mengambil langkah mengejar Myungsoo yang sudah cukup jauh.

Dengan sekuat tenaga Myungsoo berlari. Dia tak mau tertangkap oleh si penegak kedisiplinan, itu sangat tidak elit baginya. Jadi, daripada kena hukuman, lebih baik kabur. Kabur itu bagian dalam diri Myungsoo yang sudah menjadi naluri alaminya.

"KIM MYUNGSOOO! TUNGGU AKUUUU!"

"Yang benar saja! Siapa juga yang mau nunggu!" Myungsoo mempercepat larinya ketika ia melihat pagar pembatas setinggi satu setengah meter ada dihadapannya. Pagar pembatas yang memisahkan asrama wanita dan asrama laki-laki.

Sial!

Seketika Myungsoo menahan nafasnya ketika sudah nyaris sampai tepat di depan tembok pembatas itu. Dengan satu hentakan kuat ia melompat, mencoba meraih puncak tembok dan ia berhasil. Kedua tangannya menjadi tumpuan untuk melewati tembok itu dan tubuhnya melayang sempurna melewati si tembok.

Ketika ia meloncat, pandangannya tak sengaja tertuju pada dua sosok bayangan gelap yang berlari tepat di bawahnya. Mata Myungsoo segera menangkap ekspresi panik seorang gadis yang ternyata ditarik oleh dua sosok gelap itu.

BRUGGH! Myungsoo mendarat di atas tanah sekarang. Tapi ekspresinya menegang karena ia tahu sesuatu baru saja terjadi. Dua sosok misterius dan gadis itu masih dihadapannya.

"Sial, ada yang melihat!"

"Bawa dia! Kalau tidak, bunuh saja!"

PENCULIKAN?!

Myungsoo buru-buru berdiri ketika seorang dari kedua pria bertubuh kekar itu menoleh sambil menarik sebuah Revolver dari saku jaket hitamnya. Bunyi desingan tembakan itu teredam dan butuh waktu sepersekian detik bagi Myungsoo untuk menghindarinya.

Si pria kembali memuntahkan peluru ke arah Myungsoo ketika Myungsoo berusaha berlari untuk mengecohnya. Meski belum tahu pasti apa yang terjadi, dia yakin telah terlibat dalam sebuah kasus penculikan di tengah malam.

Sial sekali nasibnya.

"Ayo bawa gadis itu pergi!" Satu pria lainnya memberi intruksi dan menyeret si gadis dengan mulut terbungkam itu berlari. Pria satunya buru-buru mengekor dibelakangnya sambil terus menembaki Myungsoo.

"Jangan kabur! Lepaskan anak itu dulu, woy!"

"Siapa juga yang mau melepaskan?!"

Myungsoo menggigit bibir bawahnya sambil menunduk, mengambil sebuah batu berukuran sedang dan melemparkannya ke arah mereka. Beruntung batu itu mendarat tepat di kepala si pemegang Revolver.

"Anak sialan!"

"Paling tidak tak akan kubiarkan kau membawa dia!"

"Berisik! Mati saja, kau!" Pria Revolver menarik senapan laser yang disampirkannya di pundak. Cahaya merah otomatis mengarah tepat di kening Myungsoo yang langsung tegang ditempatnya berdiri.

Dia akan mati…

"HIAAAHH!"

DUAGHH!

Mendadak, bagai ditolong superhero yang entah darimana datangnya, seorang pemuda meloncat begitu saja dari atas sebuah pohon dan menendang si pemegang senapan laser hingga ia terjungkal di tanah dan tidak bergerak.

"Terlalu cepat seratus tahun kalau kau mau menggunakan senapan itu!"

Pria satunya mendadak tegang. Diputarnya tubuh si gadis dan ditempelkannya ujung Revolver-nya dikepala gadis itu, hal yang sontak membuat si gadis menjerit tertahan sambil menangis ketakutan.

Pria superhero itu sudah berdiri tak jauh di depan Myungsoo. Entah bagaimana wajahnya, Myungsoo hanya menangkap warna rambut kecoklatan miliknya yang terkena cahaya bulan. Tapi dari postur badannya, sepertinya usianya tak jauh berbeda dengan Myungsoo.

"Lepaskan dia. Kau tak mau berurusan denganku, kan?" tantang pria itu.

"Mundur! Atau kutembak gadis ini!"

Pria itu memutar sepasang iris hazel miliknya sambil terkekeh menantang. "Tembak saja, memangnya aku peduli."

"Apa?!" Otomatis Myungsoo menjerit tak percaya. "Hei! Apa yang kau katakan?! Bukannya kau datang untuk menolongnya?!"

Pria itu menoleh melirik Myungsoo malas, lalu kembali menatap ke depan. Sadarlah Myungsoo kalau tangan pria itu ternyata memegang sebuah pistol jenis Browning dengan ukuran peluru 9mm. Dengan santai, ia mengarahkan senjatanya ke arah si pria Revolver.

"Mem-membawa senjata di sekolah itu dilarang!" seru Myungsoo lagi dengan suara tertahan. Membuat pria Browning itu terkekeh pelan sambil melirik Myungsoo sekilas dengan pandangan meremehkan.

"Turunkan senjatamu, Bocah! Kalau tidak, gadis ini kan mati!"

"Browning-ku lebih akurat daripada Revolver-mu. Lagipula, dengan tangan berkeringat dan gemetar itu, mana bisa kau menarik pelatuk dengan mudah. Kau tidak terbiasa, atau mungkin belum pernah menembak, kan? Aku bisa menebaknya hanya dengan melihat." jelas pria itu sambil tersenyum. "Jadi, sebelum kau mati ditanganku, bagaimana kalau kita berdamai? Lepaskan dia dan kalian bisa pergi dengan nyawa utuh. Atau pertahankan dia dan hidupmu berakhir malam ini?"

Mendadak Myungsoo merinding mendengar pria itu mengatakan hal menakutkan begitu mudahnya. Apa dia terbiasa memegang senjata? Terbiasa menembak atau membunuh? Dari caranya, sih, sepertinya begitu.

"Mati kau, Bocah!"

DEGH! Myungsoo tersentak saat si pria yang tadi seperti pingsan ternyata sudah di dekatnya dan mengarahkan Revolver kepadanya.

Pria Browning ikut terkejut dan menghentakan kaki, meloncat ke arah Myungsoo. Melindunginya. Tepat saat desingan peluru berbunyi, tepat pula disaat pria itu mendorong tubuh Myungsoo menghindar.

BRUKH! Tiba-tiba pria itu jatuh terjerembab di tanah. Tak butuh waktu lama karena darah sudah merembes membasahi lengan kemeja yang dikenakannya.

Dia tertembak. Tepat di lengannya.

"Ayo kabur sekarang!" Si pria penembak buru-buru lari dan rekannya ikut sambil menyeret gadis tadi.

Kedua kaki Myungsoo seakan lumpuh melihat apa yang baru saja terjadi. Ingin bergerak, rasanya tak mungkin. Jadi Myungsoo hanya memandangi si pria Browning yang berusaha berdiri dengan gemetar.

Pria Browning itu menatap Myungsoo, kini Myungsoo bisa melihat wajahnya. Kedua irisnya berwarna hazel yang jernih, mirip dengan warna rambutnya. Kulitnya tak terlalu putih tapi senyumnya tampak sangat manis dan jenaka. Dan Myungsoo ingat, dia pernah melihat pria itu di sekolah. Dia salah satu murid Suha!

"Kau!"

"Kembalilah ke asrama dan anggap kau tak melihat apapun…Kim Myungsoo." Dan dia langsung berlari meninggalkan Myungsoo yang masih mematung begitu saja.

xxMidnighT-CasExx

Kejadian semalam seperti mimpi. Dan Myungsoo memutuskan itu memang mimpi. Ia tak mau terlibat dalam kasus kriminal apapun yang terjadi di sekolah. Tapi ketika ia memutuskan, ia jadi merasa bersalah. Bagaimanapun juga gadis semalam diculik, entah berhasil selamat atau tidak. Ada seorang siswa Suha yang membawa senjata dan ikut terlibat dalam insiden penembakan semalam.

TERORISME?!

Myungsoo berjalan masuk ke dalam kelasnya di hari senin dengan pikiran penuh. Rasanya hidup di sekolah jadi waspada setelah mengetahui hal-hal dua malam yang lalu.

Sambil meletakkan tas, ekor matanya melirik ke sebuah surat yang terletak di atas mejanya. Sebuah surat beramplop putih dengan tulisan M.C. di depannya.

M.C?

"Wahh~ Surat cinta!" seruan Sungyeol membuyarkan pikiran Myungsoo. Dengan sigap pria tinggi berwajah jenaka itu menarik surat dari tangan Myungsoo dan meneliti inisial aneh itu. "M.C? Min Chanyeol? Min Chaerin? Min…siapa lagi, ya?"

"Jangan iseng, Yeol." Myungsoo merebut surat itu sambil duduk dan langsung membukanya. Perlahan dibacanya kalimat yang tertulis di atas selembar kertas di dalam amplop itu.

Kepada, Yang Terhormat.

Tuan Kim Myungsoo. Setelah jam terakhir nanti, harap datang ke ruang kelas 4-F yang terletak di lantai tiga di gedung Utara.

M.C.

Alis Myungsoo sontak mengkerut. "Kelas 4-F? Memangnya ada?"

Iseng-iseng, Sungyeol melirik ke arah surat itu sambil berdeham penasaran. "Aku belum pernah dengar. Jadi si penembak ingin menyatakan cinta disana?" tanyanya sambil terkekeh menggoda.

Untuk kedua kalinya Myungsoo mengerutkan alis. Kata penembak yang dikatakan Sungyeol membuatnya ingat insiden malam itu. Tapi yang ini, kan, penembak cinta. Bukan penembak dengan Browning 9mm ataupun Revolver.

"Lalu, M.C. itu apa ya?"

Sejenak Myungsoo memutar otak, mencari sesuatu yang sesuai dengan inisial misterius itu. "Emsi? (M.C)"

"Itu sih pembawa acara." Sungyeol geleng-geleng,

"Microfon?"

"Singkatannya, M-I-C. Mic." Kali ini kedua kening Sungyeol mengkerut mendengar plesetan seadanya ala Myungsoo.

"Mac Donald?"

"Itu, MC.D." Yang terakhir wajah Sungyeol berubah datar, berpikir ternyata Myungsoo juga bisa bodoh.

Sebelum kembali menjawab, Myungsoo tampak berpikir serius. Sedetik berikutnya dia menepuk tangan dan menatap Sungyeol dengan wajah serius, ekspresi yang membuat Sungyeol ikutan serius karena mengira Myungsoo sudah bisa menebak inisial itu.

"Midnight Circus?"

Boleh kan memukul Myungsoo?

JDUGH! Mendadak satu pukulan mendarat di atas kepala Myungsoo. Cukup keras, sampai membuatnya mengaduh cukup kencang sambil mengusap kepalanya cepat-cepat.

"Yeol!"

"Bodoh, kau! ITU SIH JUDUL LAGUNYA SUNNY HILL!"

xxMidnighT-CasExx

Akhirnya, tanpa mengetahui apa itu M.C. Myungsoo pun datang ke tempat yang dikatakan. Agak diluar dugaan kalau ternyata di gedung utara terdapat serentetan kelas aneh yang bernomor 4. Padahal tingkat SMU kan hanya sampai tiga. Dan kelas 4-F itu terletak paling ujung. Mojok. Nyaris tak terlihat karena tulisan 4-F-nya agak memudar.

Surat itu masih ada di tangan Myungsoo. Digenggamnya erat sambil berpikir apa yang akan dilihatnya dibalik pintu kelas 4-F yang kini ada dihadapannya.

Hati-hati Myungsoo menyentuh knop pintu, berniat membukanya. Tapi mendadak ia mematung.

Jika ini ada hubungannya dengan kejadian malam itu…bagaimana kalau kelompok teroris itu yang mendatanginya? Bagaimana jika ketika pintu dibuka, selusin peluru akan tertuju dan menembus tubuhnya? Atau dia menemukan potongan mayat si pria Browning dan gadis itu? Bagaimana jika yang ada di dalam Yongguk si penegak kedisiplinan?! Oke, yang terakhir tidak mungkin.

Tapi jujur saja, Myungsoo tegang!

Sambil menelan ludah, ia memutar knop pintu itu. Tapi tetap enggan mendorongnya terbuka.

"LAMA!"

KREEK! Mendadak pintu itu terkuak lebar dalam posisi tangan Myungsoo masih menggenggam knopnya. Otomatis tubuh Myungsoo tertarik kedepan dan terjungkal manis si atas lantai.

"Kau terlalu berlebihan, Woohyun."

"Dia lamban! Memegang knop sejak tadi tapi tak membukanya. Aku sebal!"

"Ahahaha~ Myungsoo terlalu payah belakangan hari ini."

DEGH~ Suara Sungyeol?

Saat menyadari suara itu, Myungsoo langsung mengangkat wajahnya. Kedua matanya melebar sempurna saat melihat empat orang pria berseragam Suha ada dihadapannya.

Satu pria bermata sipit merupakan satu-satunya yang tidak memakai seragam Suha. Ia mengenakan kemeja hitam dan duduk dibalik meja kerja yang penuh dengan…berbagai macam senjata rakitan?!

Myungsoo beranjak duduk dan merangkak mundur hendak keluar tepat disaat seseorang sudah menutup pintu itu. Alhasil, Myungsoo gagal keluar dan kini bersender dengan wajah tegang di balik pintu. Ekor matanya tertuju pada pria yang menutup pintu dan sontak ia terkejut.

"Si Browning 9mm!"

"Wah…itu julukan baru untukku, ya?" gerutu pria itu kesal sambil berjalan meninggalkan Myungsoo, duduk bersandar di meja si pria bermata sipit sambil mengusap lengannya sendiri.

Diam-diam Myungsoo melihat satu persatu orang di ruangan itu. Selain si pria Browning dan si kemeja hitam, ada dua pria lagi yang tak dikenalnya. Satu pria berwajah datar berambut coklat gelap yang tengah asyik mengelap senapan laras panjang miliknya. Memperhatikan Myungsoo dengan seksama. Yang satu lagi pria berbibir tebal dan senyum ceria yang menuangkan teh dan langsung menyodorkannya ke arah Myungsoo (yang langsung ditolak dengan menggelengkan kepala). Yang terakhir… LEE SUNGYEOL.

"Sungyeol?! Kenapa kau ada disini?!" jeritnya tertahan, merasa dikhianati. Dan Sungyeol hanya tertawa senang melihat respon Myungsoo.

Si pria sipit tersenyum kecil. Ia berdiri, berjalan memutari meja dan mendekati Myungsoo, berjongkok di depannya dengan senyum tegas. "Kim Myungsoo, saksi atas kejadian penculikan Lee Sungha, siswi dari kelas 3-A. Selamat datang di agen rahasia pemerintahan Midnight Case, atau biasa kami sebut MC. Aku, Kim Sunggyu, ketua disini. Sekaligus menjabat sebagai…kepala sekolah Suha International High School. Untuk perkenalan, kau akan segera bergabung disini. Selamat." Dia mengatakannya dengan intonasi super santai, seakan-akan Myungsoo akan tersenyum, menjabat tangannya begitu mendengar penjelasan singkat tak beralasannya.

Tapi ekspresi Myungsoo tak sesuai dengan hal itu. Kedua matanya membulat tak percaya, mulutnya otomatis terbuka syok dan nafasnya seperti tertahan di tenggorokkan.

Dia bilang apa? Si mata sipit itu Kepala Sekolah? Agen pemerintahan Midnight Case? Kasus penculikan Lee Sungha? BERGABUNG DISINI?!

"HAAAAHHH?!"

Disinilah Myungsoo. Terjebak di sekumpulan teroris berseragam sekolah. Yang mulai dipikirnya sebagai…sekumpulan orang gila.

TBC~

Next Case ::

Myungsoo terjebak di dalam M.C. tanpa tahu apapun. Tapi karena secara tak sengaja menjadi saksi penculikan Lee Sungha, mau tak mau Myungsoo pun harus turut ikut campur di kasus itu. Berbekal ilmu yang nol besar dan ketidak-terampilan memegang senjata, terlibat dalam aksi baku tembak dan nyaris membuat Sungyeol kehilangan nyawanya. Myungsoo pun berniat mundur dan berpura-pura tak tahu apapun. Tapi ternyata itu bukan hal yang benar.

Apa yang akan Myungsoo lakukan sekarang? Kabur atau...berjuang?

Case 2 : How to Survive Is The Way to Survive


A/N ::

Selamat pagi, InfiKiss disini. ^^

Apa ada yang membaca story ini sampai bagian sini? Kalau ada, aku ucapkan terima kasih banyak dan aku harap kalian menyukainya. Secara pribadi, aku juga mengucapkan maaf atas genre yang agak aneh ini.

Dan jika ada yang menyukainya, mau kan memberikan sedikit komentar atau kritik dan saran? Itu akan sangat membantuku untuk memperbaiki tulisanku. Terima kasih. ^^

Salam,

InfiKiss