Haro minna~ saya author baru di fanfiction. Ini fanfic pertama saya. Pairingnya NaruHina. :D
Mohon bantuannya, yah! \(^o^)/
.
.
.
Jam menunjukkan pukul 3 lewat 40 sore. Matahari yang semula terbit dari sebelah timur pun perlahan mulai menyingsing ke arah barat. Suasana seusai jam pelajaran terakhir di gedung SMA –Perguruan Konohagakuen terlihat begitu ramai oleh siswa-siswi yang bergegas menuju pintu gerbang sekolah. Hal ini berbanding terbalik dengan kesunyian di belakang gedung olah raga. Di sana terlihat seorang gadis bersurai indigo yang bersandar di tembok menatap birunya langit tak berujung yang bergradasi dengan gumpalan permen kapas putih –yang terlihat lembut— yang disebut awan. Dia terlihat seperti sedang menunggu seseorang.
.
"Hyuuga-san, ada perlu apa memanggilku ke sini?"
Pemuda yang ia tunggu akhirnya datang dan gadis itu pun tersadar dari lamunannya. Ia kemudian menoleh dan menatap iris biru langit itu dengan tatapan penuh arti kepada pemuda yang tepat ada di hadapannya. Helaian rambut kuning lembut pemuda itu berkibar, terayun oleh semilir angin musim semi yang harum. Harum bunga sakura yang kini mekar dengan sempurna, sakura mankai. Gadis berponi rata pun menundukkan kepalanya seraya menarik-narik rok lipitnya. Dia malu. Wajahnya pun merona. Dia mencoba menahan gejolak yang ditimbulkan oleh desiran darahnya yang bertambah cepat. Rasa deg-deg-an pun tak terelakkan.
"Hyuuga… -san?" pemuda itu memanggil namanya lagi. Dengan segenap keberanian yang dikumpulkannya, gadis berparas ayu itu mengangkat dagunya dan menatap pemuda di hadapannya. Menghela nafasnya dalam-dalam.
.
"A-ano… Naruto-kun. Sebenarnya aa- aku…"
.
.
.
"… aku menyukaimu."
.
.
Himawari -Bunga Matahari-
Chapter 1
Disclaimer: Kishimoto Masashi-sensei owns NARUTO
Warnings: AU, OOC
Fanfiction written by: Natsucchii
.
.
Keesokan harinya, di kantin.
"Hey, Teme! Di sini!"
Itu adalah sapaan yang superkeras dari pemuda bermarga Uzumaki kepada sahabatnya yang superterkenal seantero Perguruan Konohagakuen yang menjadi 'buruan' mulai dari para siswi SD sampai Mahasiswi, The most handsome, the coolest, and the smartest boy abad 21, Uchiha Sasuke.
"Hn? Ngapain teriak-teriak, baka na Dobe?!" jawab Sasuke sarkastik kepada temannya itu.
"Huh, kau ini," kata Naruto dengan senyuman –ralat— cengiran ceria andalannya. Kemudian Naruto melanjutkan 'prosesi' yang sangat dia tunggu saat jam istirahat tiba. Makan Ichiraku Ramen langganannya di salah satu kedai di kantin. Kedai milik paman Teuchi dan anak gadis sematawayangnya, Ayame-neechan.
"Kudengar dari Sakura, kemarin kau dapat panggilan dari Hyuuga Hinata, ya?"
"Hn? Ya." Naruto langsung berhenti menyantap ramen kesukaannya dan menatap Sasuke.
"Heh? Lalu, apa jawabanmu, Naruto?" tanya Sasuke kemudian menyeruput sekotak milkshake tomat low fat yang dia pegang.
"Aku belum menjawabnya. Dia berkata, 'Aku tak butuh jawaban, aku hanya ingin mengungkapkannya saja padamu' dan langsung berlari. Lagipula, aku sama sekali tak memahami apapun tentang gadis Hyuuga itu."
"HEEE~, kau tak suka Hinata-chan?" Kiba yang sedari tadi sedang asyik makan 'Bentou special' buatan Nee-channya pun tiba-tiba ikut menyahut.
"Aku tidak tahu. Aku tak seberapa mengenalnya. Berbicara dengannya pun tak pernah," Naruto menghela napas panjang.
"Hn, jangan sendu begitu, Dobe. Raut wajahmu itu seperti orang tak berguna saja," ucap Sasuke sambil tertawa dan menepuk pundak Naruto. Sementara Naruto hanya menatap dengan tatapan kosong pada semangkuk ramen superjumbo yang tinggal separuh di hadapannya, tidak melanjutkan prosesi yang selama ini digemarinya. Melihat sikap Naruto yang aneh –tidak seperti biasanya— itu, Sasuke pun melirik ke arah Kiba seakan bertanya, 'Dia kenapa?'. Kiba hanya menggelengkan kepala. Sejak kapan nafsu makan Naruto berkurang?
…ooo…
…ooo…
Semenjak gadis Hyuuga itu mengungkapkan perasaan padanya, Naruto yang biasanya ramai itu berubah jadi anak pendiam. Dia selalu berpikir, bisa-bisanya seorang Hyuuga Hinata, Yamato Nadeshiko yang pemalu itu jatuh cinta kepada pemuda berambut kuning menyala seperti dirinya. Kali ini Naruto melanjutkan 'pikirannya' sambil berjalan di sepanjang taman di gedung SMA Perguruan Konohagakuen. Alhasil, dia menabrak seseorang yang sedang membawa setumpuk kertas dan buku-buku.
.
GUBRAK
.
"Maa- af…" suara lembut pun mengalun di telinga Naruto. Si empunya suara itu hanya menunduk dan mulai memunguti lembaran kertas bergambar yang tercecer di rerumputan hijau itu.
"Aa, Hyuuga-san? Harusnya aku yang minta maaf. Aku melamun tadi," kata Naruto menunjukkan senyuman lebarnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hinata hanya mengangguk. Dengan sigap, Naruto pun langsung membantu Hinata membereskan buku-buku dan kertas-kertas yang berserakan jatuh. Hinata diam-diam mencuri pandang pada Naruto yang sibuk menata kertas-kertas itu. Sapphire bertemu violet. Violet pun tersentak melihat tatapan lembut dari sapphire terhadapnya. Banyak sekali hal yang tak dapat diartikan dari debaran yang dirasakan keduanya saat ini. Menyesakkan napas.
.
"Ini karyamu?" tanya Naruto nyengir sambil membuka-buka halaman salah satu buku yang berserakan itu dan mulai membacanya dari halaman paling depan.
"Ya."
"Aku tertarik dengan storyboard manga-mu ini. Boleh aku meminjamnya?"
"Aa- ano… sebenarnya aku akan membuangnya. Tapi jika Naruto-kun mau, ambil saja," suara Hinata pun mengalun dengan segala kegugupan yang berkecamuk dalam dirinya.
"Eh? Hontou ni? Gambar sebagus ini kau berikan padaku?" tanya Naruto dengan mimik wajah 100% tak percaya akan apa yang telah Hinata katakan padanya.
"Ya. Itu untuk Naruto-kun," jawab Hinata dengan penuh keyakinan. "Ayahku melarangku menggambar komik dan melukis supaya aku bisa fokus dengan pendidikanku karena aku akan dijadikan penerus rumah sakitnya. Dia juga membuang semua sketsa dan alat menggambar komikku. Namun, buku itu satu-satunya yang tak dapat ditemukan oleh Ayah… Aku sudah berjanji padanya, aku takkan mengecewakannya. Karena itulah, hari ini aku bermaksud membuang buku tersebut."
"Kejam," ceplas-ceplos Naruto menanggapi perkataan Hinata.
"Meski begitu, aku sangat bangga dengan ayahku. Dia dokter yang hebat. Dia juga lah yang terus merawatku semenjak kematian ibuku saat melahirkan adikku, Hanabi," tukas Hinata diikuti senyuman lembut yang menggantung di wajahnya. Hati Naruto tersentak, bibirnya terasa kelu saat mendengar pernyataan polos dari Hyuuga Hinata. Dia tidak bisa lagi berkata apapun kepada gadis di hadapannya itu. Gadis yang kemarin lusa mengungkapkan perasaan kepadanya dan membuat hatinya begitu gelisah karena ini pertama kalinya bagi seorang Uzumaki Naruto –yang tidak populer— ditembak seorang gadis manis dan lugu yang sifatnya beda 180 derajat dengannya, seorang trouble-maker selalu yang penuh dengan semangat membara masa muda, senada dengan Rock Lee.
.
"Hyuuga-san…" Naruto memanggil nama gadis itu. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya dia ingin bertanya pada Hinata 'Mengapa kau menyukaiku?'. Namun, Naruto hanya menyimpan pertanyaan yang membuat gelisah hari-harinya itu. Dia tahu saat ini bukan saat yang tepat untuk menanyakannya.
"Ne?" jawab gadis Hyuuga polos sambil menoleh ke arah Naruto.
"Ini pertama kalinya aku berbicara denganmu. Hehe," kata Naruto disertai tawa kecil yang terpaksa –untuk menyembunyikan kegugupan di dalam hatinya—.
"Umh? Memang ke- kenapa kalau berbicara denganku?" wajah Hinata pun merona.
"Aku sedikit deg-deg-an," Naruto memalingkan wajahnya yang terasa panas. Baru kali ini Naruto berbicara berdua dengan seorang gadis dan dia tidak biasa. Naruto kemudian melanjutkan membaca storyboard manga milik Hinata, berharap debaran di jantungnya bisa sedikit mereda. Bayangkan saja, bagaimana rasanya ketika kau berada di dekat orang yang sudah 'mengungkapkan perasaan'nya padamu. Pasti agak tidak enak hati dan uh, malu, bukan?
Hinata yang mendengar pernyataan 'deg-deg-an' dari Naruto menjadi sweatdrop, blushing berat. Deg-deg-an, itu juga yang sebenarnya Hinata rasakan saat ini. Setelah Hinata mengungkapkan perasaannya kepada Naruto, dia bingung bagaimana harus bertingkah ketika betemu dengan pemuda yang telah ditembaknya. Dan hal yang ditakutkan Hinata pun terjadi… Hari ini Hinata bertemu dengan Naruto dan tak bisa berkata apapun. Hinata menyesal telah mengungkapkan perasaannya pada Naruto.
"Naruto-kun… Maaf. Lupakan saja apa yang pernah kukatakan waktu itu," kata Hinata sambil memeluk erat buku-buku dan tumpukan kertas itu, kemudian meninggalkan Naruto dalam tanda tanya. Sedangkan Naruto hanya terdiam, tak mengejar gadis itu. Hanya menatap pundak Hinata yang semakin lama semakin mengecil dan menghilang dari pelupuk matanya.
.
.
.
"Mengapa dia selalu lari, sih?"
…ooo…
…ooo…
Dibolak-baliknya buku tulis bersampul bunga lavender tersebut, dilanjutkan dengan pandangan matanya yang mengalir, menyusuri panel demi panel storyboard manga yang telah dibuat oleh si gadis berponi rata yang ditemuinya tadi siang. Lekukan garis yang tipis namun tegas telah menciptakan karya yang rapi, meskipun itu hanya sketsa komik yang ditulis seorang gadis pendiam. Ya, Naruto sedang membaca storyboard manga yang telah diberikan Hinata padanya. Rasanya seperti sedang membaca komik shoujo karya komikus profesional seperti Watase Yuu-sensei. Komik yang ditulis gadis itu mudah dibaca dan dimengerti.
"Ne, ceritanya tentang seorang gadis yang menyukai teman masa kecilnya, ya... Namun, teman gadis itu lupa ingatan akan gadis itu. Cerita cinta… Khas komik shoujo banget, deh," komentar Naruto sambil membaca storyboard manga itu.
.
.
"Narutooo, sudah waktunya makan malam dattebane~!" suara –ibu Naruto— pun terdengar dari lantai bawah.
"Iya, aku akan segera turun, Okaachan." Dengan malas, Naruto pun bangkit dari persinggahan favoritnya itu. Kasur empuk. Memang Naruto tergolong anak yang hiperaktif dan ceria ketika dia berada di luar rumah –di sekolah misalnya—. Namun, sikap hiperaktifnya itu menyusut menjadi 0% ketika Naruto berada di rumah. Bisa-bisa Naruto tepar jika harus berurusan dengan jurus maut 'Habanero Berdarah' milik ibunya. Jadi, Naruto selalu menghabiskan waktu luangnya di rumah dengan tidur. Ya, tidur.
.
Dua puluh buah anak tangga sudah Naruto lewati. Di ruang makan –yang menyatu dengan dapur— itu, dia melihat ibu dan sepupu perempuannya yang sedang menyiapkan minuman. Makanan pun sudah tersedia di meja. Tamagozushi, unagizushi, tenpura, sukiyaki… semua terlihat bersinar di mata Naruto. Terlebih lagi, aroma sukiyaki yang menggoda iman (?) pun tercium, membuat insting Naruto yang tadi sempat hilang pun kembali menyala. Langsung saja Naruto duduk di kursi dan mulai menggenggam sumpitnya, bersiap untuk menyerbu sukiyaki yang siap dinikmati bersama nasi hangat dengan asap yang mengepul di atasnya.
.
PLAKK
.
"ITTAI! Kau apaan sih, Karin!" Respon Naruto sambil mengusap-usap cap tangan merah membekas di tangannya. Pukulan ganas dari Karin.
"Baka! Kau harus menunggu Ojichan dulu! Kita makan bersama," jelas Karin berkacak pinggang.
"Tapi ya nggak perlu sampai mukul, kali.. Kau memang sepupu yang SANGAT MENYEBALKAAAAAAN! GENIT!" teriak Naruto penuh rasa sebal.
"Huh, kau BAKA. Cowok DAYA TARIK 0%," balas Karin tak mau kalah sambil menjulurkan lidahnya.
"APA KAU BI-!" Tiba-tiba ada yang membekap mulut Naruto dari belakang.
"Hei, ada apa dattebane?" Ibu Naruto tersenyum. Namun senyumnya itu… Mengerikan. Naruto pun langsung diam tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan ibunya, duduk manis dan menunggu ayahnya –yang baru saja pulang kerja— datang ke ruang makan.
"Nah, begitu kan manis, Naru-chan?" ledek gadis pintar berkacamata itu dengan suara lembut kemudian menyunggingkan senyum termanisnya dan duduk di samping kursi Naruto.
"Awas kau."
.
.
"Gochisousama deshita!" Naruto melesat dengan kecepatan cahaya menuju kamarnya, sedangkan yang masih di meja makan cengo melihat kelakuan Naruto. Ayahnya, Minato hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan anak lelaki sematawayangnya itu. Hari ini Naruto makan cepat. Berbeda dengan Naruto yang biasanya, yang selalu menunggu hidangan penutup.
"Karin, apa kamu tahu Naruto kenapa? Hari ini dia aneh sekali," tanya Kushina, ibu Naruto.
"Dengar-dengar, dia dapat panggilan dari gadis Hyuuga si Yamato Nadeshiko…" jawab Karin.
"Wow," Minato ber-wow-ria.
"Masa remaja yaa…" semua yang ada di meja makan pun tertawa.
…ooo…
…ooo…
Suara gedung olah raga begitu riuh karena hari ini pelajaran olah raga kelas 2-1 dan 2-4 bersamaan. Suara sepatu yang berdecit karena bergesekan dengan lantai pun terdengar amat khas. Ya, materi pelajaran olah raga hari ini adalah basket.
"Hey, Teme! ke sini!" teriak salah seorang pemuda, sedangkan orang yang dipanggil 'Teme' pun mem-passing-kan bolanya kepada pemuda itu. Sementara itu, siswi-siswi yang menonton pun bersorak-sorai meneriakkan nama idolanya, Sasuke, dengan begitu bersemangat. Mendengar sorakan dari fans-fansnya di sebelah, Sasuke pun menoleh. Matanya menemukan sosok yang dicintainya di kerumunan gadis-gadis itu, bunga sakura di musim semi, Haruno Sakura. Sakura menggerakkan bibirnya seakan mengucapkan sepatah kata kepada Sasuke. Sasuke yang bisa membaca gerakan bibir Sakura mengepalkan tangannya sambil berkata 'Ganbarimasu!'. Lalu, semua gadis itu berteriak lebih keras ketika melihat senyuman kilat Sasuke –yang sebenarnya untuk Sakura—. Namun, tiba-tiba…
.
DUAKK
.
Seorang gadis yang sedari tadi berdiri memandangi salah satu siswa yang bermain basket pun terjatuh dan tak sadarkan diri karena terkena sambitan bola basket Naruto. Siswi-siswi lalu mengerumuni gadis itu.
"Hei, itu kan Yamato Nadeshiko!"
"Gawat sekali kalau ada Neji-kun di sini dan tahu kalau sepupunya terluka!"
"Hei, cepat panggilkan petugas di ruang kesehatan!"
Kepanikan pun terjadi di gedung olah raga. Sementara sang tersangka, Naruto, membubarkan kerumunan gadis-gadis yang ingin melihat keadaan sang korban, Hinata. Dengan sigap meski sedikit terengah-engah akibat permainan basket tadi, Naruto menggendong dan berlari membawa Hinata menuju ke ruang kesehatan.
.
.
Di ruangan serba putih itu, suasananya begitu damai karena hanya ada dua orang saja. Ruangan itu memang diharuskan agar setiap pengunjungnya tidak ramai, ya, namanya saja ruang kesehatan. Orang yang pertama sedang terbaring di kasur, seorang lagi sedang duduk di kursi yang terletak samping kasur tempat berbaringnya orang pertama. Hampir tiga jam orang kedua ini duduk di kursi itu, apa pantatnya tidak sakit? Ya, pertanyaan bodoh.
Kelopak mata Hinata yang terpejam pun membuka. Mata violetnya menangkap suasana serba putih. Hinata yakin dia berada di ruang kesehatan. Ah, Hinata juga ingat bahwa tadi dia terkena sambitan bola ketika dia sedang memperhatikan Naruto dari pojok arena. Dipalingkannya wajah manisnya ke samping. Dia menemukan Naruto seperti halnya Putri Salju yang terbangun dan menemukan pangerannya. Pipi Hinata kembali merona. Pertanyaan-pertanyaan pun berkeliaran di benaknya, 'Apa yang Naruto-kun lakukan di sini? Apa Naruto-kun menungguku sedari tadi? Kyaaa~ aku maluuuu'. Naruto yang menunduk pun menyadari adanya gerakan dari Hinata dan mengangkat wajahnya. Tanpa sengaja, mata Naruto dan Hinata bertemu. Satu poin lagi yang membuat mereka blushing.
"Hyuuga-san, kau sudah sadar? Aku benar-benar minta maaf."
"Uhm, daijoubu."
"Huaaaah, syukurlah…" Naruto pun menghembuskan napas kemudian tersenyum. Hinata memandangi wajah yang tersenyum lega itu, wajah pemuda yang amat dia sukai. Meski terus menjadi stalker saat pelajaran olah raga, Hinata tidak pernah melihat senyuman Naruto sedekat dan seperti yang dia lihat saat ini. Entah mengapa hati Hinata tiba-tiba terasa hangat.
.
Naruto teringat akan sesuatu dan mengambil sebungkus roti kare yang dia beli di kantin, kemudian menyobeknya menjadi dua bagian. "Kau lapar?" tanya Naruto sambil mengulurkan tangannya dan memberikan satu bagian roti kare yang lain kepada Hinata. Hinata menerima roti itu dengan canggung.
"Terima kasih…" Hinata pun melahap roti itu sambil menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata Naruto. Tanpa Hinata sadari, Naruto memandangi wajahnya. Sambil mengunyah roti tersebut, samar-samar Naruto tersenyum tipis dan suasana pun menjadi senyap.
.
.
"Oh iya, meski aku tahu kamu dan kamu tahu aku, kita belum pernah berkenalan, kan?" Hinata pun menengadahkan wajahnya yang sebelumnya tertunduk saat mendengar suara Naruto yang memecah kesepian ruang kesehatan.
"Aku Uzumaki Naruto, kamu?" tanya Naruto sambil mengulurkan tangannya.
"Hyuuga... Hyuuga Hinata," jawab Hinata kemudian tangan mungilnya meraih tangan Naruto. Naruto pun kembali tersenyum, membuat Hinata juga melukiskan pelangi di wajahnya yang merona.
"Baiklah!" Naruto tiba-tiba berteriak riang seakan sifat aslinya seratus persen terlahir kembali.
"Hinata-chan, jadilah komikus bersamaku!"
"EEEH?!"
.
.
.
Tsuzuku~
Bersambung~
.
*) Sakura mankai= Pohon sakura yang bunganya sudah mekar seluruhnya
**) Yamato Nadeshiko= Sebutan untuk gadis idaman, sempurna jika dijadikan isteri
***) Storyboard manga= Sketsa komik Jepang. Biasanya digambar di buku tulis ataupun buku sketsa
.
Cerita ini terinspirasi dari manga yang saya baca. Judulnya Love Comic Lesson (judul Indonesia). Saya tidak sepenuhnya mencontoh komik tersebut. Saya re-edit ceritanya. :D
Mohon kritik dan sarannya, ya! Terima kasih banyak telah meluangkan waktu untuk membaca fanfic ini.
