CE 777, Negara ORB...
Di awal semester keempat bulan April, bunga-bunga sakura berguguran dari pohonnya selama perjalananku menuju sekolah. Beberapa siswa-siswi sudah berjalan lebih dulu dibandingkan denganku yang masih dengan santainya berjalan—maksudku berselancar di atas skate board—padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08.40. Itu berarti kelas akan dimulai 5 menit lagi. Emm, tunggu dulu, apa aku melewatkan sesuatu?
Apapun itu yang kulewatkan, yang pasti hari ini adalah hari yang membosankan.
Kulihat beberapa orang tengah berkumpul di gerbang sekolah.
Pemeriksaan kerapihan, eh?
Benar-benar sekolah yang memprioritaskan kedisiplinan Archangel High School, tempatku belajar dan menghabiskan waktu seharian selama setahun terakhir ini. Karena jarak yang hampir dekat dengan gerbang, aku memilih untuk berjalan kaki sementara skate board kutenteng dengan tangan kiri.
"Ck, jadi malas sekolah melihat aturannya yang kelewat disiplin ini."
"Sekolah mendisiplinkan muridnya juga bermanfaat untuk kita sendiri kelak."
Aku menengok ke arah suara sahutan tadi ke kanan.
.
.
.
Entah kenapa waktu terasa berhenti saat aku dan gadis berambut navy blue sebahu itu berhenti melangkah. Déjà vu...?
Tanpa sadar, kedua mataku menyipit sambil memandangi seorang gadis bertubuh mungil yang baru saja berjalan kembali dan menyahuti perkataanku barusan tersebut. Tadi, dia menyahut perkataanku, kan? Aku menengok ke belakang dan melihat tak ada orang di sana. Kulangkahkan lagi kakiku dengan langkah yang lebar lalu berbisik pada gadis yang masih dengan tenang-tenangnya berjalan menuju gerbang sekolah.
"Jangan sok menasihatiku, gadis aneh."
Bisa kurasakan gadis itu kini berhenti melangkah.
Ck, semua perempuan itu benar-benar cerewet.
GUNDAM SEED/DESTINY © Masatsugu Iwase, Yoshiyuki Tomino, Hajime Yatate © SUNRISE
Setsuko Mizuka Present
.
L.A.Y.L.A.
Look At You Like As ...
Rate : T semi M
Genre : Mystery, Romance, & School Life
Pairing : AsuCaga, KiRakusu, ETC.
Warning : First Canon, OOC, Typos, AU, GaJe, Gender Bender(?), Crack pairing, dsb.
.
Kau, aku, kita dan mereka. Kita semua kembali bertemu dalam keadaan dan waktu yang berbeda. Aku selalu melihatmu dalam keadaan yang berbeda namun terlihat tak asing bagiku, begitu juga dirimu.
.
.
.
Phase 1
Meet You (Again?)
Aku terus memandangi sosok itu dengan penuh keheranan. Apa dia selalu seperti itu saat kegiatan belajar dan mengajar berlangsung? Kutatap Murrue Ramius-sensei—wali kelasku, kelas 2-A—yang tengah menjelaskan beberapa materi tiap pelajaran yang akan diajarkan selama semester keempat berlangsung. Padahal duduk di kursi barisan ke tiga dari depan, tapi Murrue-sensei tidak menegurnya. Apa Murrue-sensei pura-pura tidak melihat, ya?
"Athrun Zala-san!"
Dengan segera aku berdiri dari kursiku. "Iya, sensei?"
"Hahahahaha!"
Kutatap teman-teman baruku di kelas 2-A yang tengah tertawa. Apa ada yang salah?
"Duduklah, dan tolong perhatikan apa yang saya jelaskan," suruh Murrue-sensei.
"B-baik."
Tuh kan, ada yang aneh. Padahal aku hanya mencuri-curi pandanganku padanya—yang entah kenapa sosoknya terlalu familiar untukku—yang tengah tertidur dengan pulas di kursinya, tapi kenapa aku harus yang ditegur? Seharusnya dia yang ditegur karena tidur di saat Sensei menjelaskan, kesalku dalam hati lalu menghela napas.
Waktu terus bergulir, tanpa kusadari waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang.
"Waktunya makan siang."
Kuambil kotak bento yang sudah kusiapkan tadi pagi di rumah dari tas.
"Hei, ternyata benar kata orang-orang, ya?"
Aku menengok ke arah sumber suara yang berasal dari beberapa siswi yang tengah mengobrol sambil makan siang itu. "Iya, benar. Ternyata Cagalli-kun itu selalu tidur saat jam pelajaran, dan Sensei yang mengajar juga tidak keberatan dengan aktivitasnya," sahut gadis lainnya yang memiliki rambut merah menyala.
"Iya, iya. Tapi anehnya, kenapa dia selalu mendapat peringkat pertama, ya?"
"Mana kutahu soal itu. Ah, kau beruntung bisa duduk di sampingnya."
Gadis yang di awal berbicara itu tampak cengengesan.
Aku terus menguping pembicaraan mereka—tanpa kusadari lagi—sambil memakan bento-ku yang ala kadarnya karena belum belanja untuk minggu ini ke supermarket. "Oh, iya. Kita juga sekelas dengan Kira-kun. Huaaa! Rasanya seperti mimpi bisa satu kelas dengan kedua prince Archangel itu! Jadi tak sia-sia aku belajar di semester ketiga kemarin," kata gadis berambut hitam sebahu lainnya. Aku hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. Sepopuler itu ya, si kembaran Hibiki itu? Memang sih, pintar dan punya tampang yang mendukung, tapi nggak segitunya juga, kan?
"Aku juga, rasanya kerja kerasku kemarin terbayar sudah dengan semua ini!"
"Cagalli-kun dan Kira-kun makan di kantin, ya?"
"Kurasa begitu, dengan teman-teman segengnya."
"Mungkin begitu."
Kuhela napasku pelan mendengar percakapan mereka seraya menutup kotak bento yang hampir habis kumakan. Aku menyangga dagu dengan tangan kanan sambil menatap langit luas berwarna biru yang terlihat sangat cerah hari ini. Jujur, aku juga kepikiran soal apa yang mereka bicarakan tadi. Aku penasaran dengan semua alasan yang ada di balik sikapnya laki-laki berambut blond itu. Selama pelajaran, ia tertidur pulas, beda sekali dengan si kakak—Kira Hibiki—yang tampak rajin mencatat semua keterangan dari guru. Tapi yang membuatku kepikiran, kenapa Cagalli Hibiki selalu mendapat rangking 1? Padahal yang lebih rajin itu Kira dan kenapa Kira malah selalu berada di bawah Cagalli di rangking 2 seangkatan semester kemarin?
"Aku tak mau memikirkan kembaran Hibiki itu lagi. Bisa masuk lima belas besar dan masuk kelas 2-A saja aku bersyukur," gumamku dan itu benar. Aku tak pernah memikirkan hal yang muluk-muluk. Asal aku mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan jujur saat mengerjakannya, hasilnya akan lebih memuaskan karena itu adalah hasil dari usahaku sendiri.
Grek!
Suara pintu kelas yang terbuka membuatku menengok.
Tanpa aba-aba, langsung kupalingkan wajahku ke arah yang lain.
Perasaan kesalku kembali keluar setelah melihat sosok Cagalli Hibiki beserta kembarannya yang baru saja masuk ke kelas, begitu mengingat kejadian saat perjalanan ke sekolah tadi. Laki-laki itulah yang dengan seenak jidat membisikkan kata-kata menghinaku tepat di telinga kiriku. Ia juga bilang kalau diriku adalah gadis aneh, padahal dirinyalah yang aneh. "Geez."
"Cagalli-kun sudah makan siang?"
Tampaknya telingaku mencoba untuk menguping lagi.
"Hm."
"A-apa... kau mau jika kubuatkan bento khusus untukmu, Cagalli-kun?"
"Maaf, aku tidak berminat."
Sudah aneh, arogan pula, cibirku dalam hati, tentunya. Andai semua orang mendengar cibiranku, sudah kupastikan nyawaku tidak akan aman dan masa-masaku di Senior High School akan suram karena diteror oleh fansnya. Kudengar fansnya itu hampir ada di tiap kelas, bahkan para senior di kelas 3 juga banyak yang mengaguminya dan menjadi fansnya.
"Aku benar-benar tidak mengerti, apa yang ada di pikiran mereka," gumamku.
L. A. Y. L. A.
Teng, tong, teng, tong. Bel sekolah berbunyi nyaring ke seantero Archangel High School. Pertanda bahwa jam belajar mengajar dicukupkan untuk hari pertama di semester keempat—bagi Cagalli dkk. Banyak siswa-siswi yang mulai beraktivitas di klubnya masing-masing dan ada juga yang pulang ke rumah karena klub yang dipilih belum memulai aktivitasnya, termasuk Athrun Zala. Gadis berambut navy blue sebahu itu memilih untuk pulang ke rumah karena klub yang diikutinya—klub melukis—belum memulai kegiatannya di semester ini.
Athrun mengganti uwabaki warna putih miliknya dengan sepatu sport hitam kesukaannya di depan loker sepatu. Banyak siswa-siswi lain yang tengah berganti sepatu di sana. Selesai mengganti sepatu, Athrun berniat untuk pulang namun kedua matanya menangkap satu sosok yang selalu sukses membuatnya kesal.
Sosok itu berjalan dengan santainya dengan diapit kedua gadis primadona Archangel.
Para siswa yang melihatnya tentu iri dengan sosok tersebut.
Namun sosok itu—Cagalli Hibiki—yang tengah memakai seragam kemeja putih berlengan pendek dengan celana kotak-kotak berwarna biru tua-putih dan terlihat acak-acakan tanpa terpasang dasi di kerahnya tersebut tak mempedulikannya. Ia memilih untuk terus berjalan melewati tempat loker-loker sepatu untuk menuju kantin sekolah sambil sesekali menyahuti perkataan dari kedua gadis primadona—Lacus Clyne dan Miriallia Haw—yang berjalan beriringan di samping kanan dan kirinya.
Mata Athrun terus memperhatikan mereka, sampai Cagalli yang sadar tengah diperhatikan gadis yang memakai kemeja putih ditutupi blazer putih dan memakai dasi bergaris biru tua-putih serta rok kotak-kotak selutut yang berwarna serupa dengan dasinya itu berhenti melangkah tepat di hadapan Athrun.
Untuk sesaat, mereka berdua saling tatap selama beberapa detik.
Miriallia dan Lacus juga kini ikut menatap sosok Athrun yang tengah terdiam di tempat.
Tiba-tiba raut wajah Athrun berubah, belum lagi tangan kanannya yang menenteng tas birunya terlihat bergetar. Dalam bayangan gadis itu, hanya ada sosok Cagalli seorang. Hal yang membuatnya bergetar ketakutan adalah sosok Cagalli di sana tengah menodong pistol khusus militer Bumi padanya. Sempat terbesit rasa heran di kepalanya begitu melihat Cagalli sudah berpakaian ala militer Bumi yang memakai rompi hijau tua berbahan tebal dengan kaos berwarna merah darah berlengan pendek sebagai dalamannya.
Athrun benar-benar tak bisa berkutik. Bernapas saja rasanya sulit, apalagi untuk mencoba berlari dari sana. Sungguh, ia tak bisa berbuat apa-apa saat melihat tatapan mengintimidasi dari sepasang mata amber Cagalli. Gadis itu mencoba mundur dengan perlahan yang tentu saja membuat Cagalli, Miriallia, dan Lacus terheran-heran.
Ada apa dengan gadis aneh itu? tanya Cagalli dalam hati sambil mengernyit.
"Kau tidak apa-apa?" Miriallia mencoba berjalan mendekati Athrun.
Gadis bermata emerald itu menggeleng cepat dengan wajah takut seraya mundur selangkah. Dalam hitungan detik, ia berbalik untuk pergi meninggalkan mereka bertiga. Namun baru selangkah ia berjalan, tubuhnya menabrak seorang laki-laki yang popular juga di Archangel High School selain Cagalli Hibiki, yaitu kakak kembarannya, Kira Hibiki.
"Eh? Maaf, apa kau tidak apa-apa?" tanya laki-laki itu khawatir.
Gadis itu hanya bisa menggeleng dengan cepat lalu berlari keluar gedung sekolah.
Kira menatap kepergian Athrun dengan wajah heran khasnya(?). "Kenapa dia?"
"Kira, kau mau pulang?" tanya Lacus.
Laki-laki itu hanya mengangguk. "Aku sedang malas untuk latihan basket," katanya.
"Kau memang tak punya niat untuk ikut klub basket, Kira," ketus si adik, Cagalli.
Si kakak tampak tergelak mendengarnya. "Memang, karena aku lebih suka melukis ketimbang basket. Aku akan ikut latihan saat mood-ku sedang buruk." Sudah jadi kebiasaannya memang untuk bermalas-malas ria dengan klub basket yang ia pilih dan saat mood-nya buruklah ia akan mau ikut berlatih. Baginya, basket hanya sekedar hobi dan penyalur mood-nya yang buruk. Beda sekali dengan si adik yang selalu bersemangat untuk mengikuti latihan klub basket, walau sering juga absen dengan alasan-alasan aneh yang ia buat.
"Kalau begitu, hati-hati di jalan, Kira-kun," kata Miriallia.
Kira mengangguk lalu pergi keluar gedung.
Tampak Lacus memperhatikan punggung Kira yang mulai menjauh, lalu tersenyum lembut pada laki-laki yang berdiri di samping kirinya. "Ayo, Cagalli. Kita ke kantin, sebelum kegiatan klubmu dimulai," ajaknya.
"Hm." Cagalli juga ikut tersenyum.
Mereka bertiga pun kembali berjalan menuju kantin sekolah yang berada di gedung barat sekolah.
To Be Continued
Yooo! Hehe, Mizuka saking bersemangatnya untuk buat fic ini jadi langsung di-publish deh. :D Padahal baru semalam update chap terakhir DTH. Err, awalnya Mizuka sangat ragu untuk publish-nya karena seingat Mizuka FFn melarang untuk membuat fiksi yang merubah gender para chara. Tapi Mizuka nekat aja publish fic ini dimana Cagalli is a male dan Athrun is a female. Kalau para readers, reviewers, dan senpai keberatan, Mizuka akan menghapusnya. Beneran deh, janji! :)
Ah, para pembaca juga bisa membayangkan sosok mereka dengan melihat cover dari fic LAYLA ini. Mizuka sendiri lho yang gambar. ^_^v Mizuka terinspirasi dari cover Shoujo Manga berjudul Prince's Secret karya AIKAWA Saki-sensei! Hontou ni arigatou! #bow#
Mizuka terima apapun itu pendapat para readers sekalian yang kalian kirim di kotak review. Mizuka akan terima dengan lapang dada semuanya, baik itu kritik, saran maupun flame. Jangan sungkan-sungkan ya! Oke? :D
Akhir kata, SANKYUUU!
.
.
.
Publish : 27 Januari 2013
