— ✿ ✿ ✿ —
Love Letter
by dimexsion
Disclaimer © 岸本 斉史
He own character(s); me own the story line.
サスサク— うちはサスケ & 春野 / うちは サクラ
Rating: T
A/N : Out Of Character , An alternative universe , Typo(s) , ((((bahasa ancur)))))
Summary : "Dan jika hal itu memang terjadi, apa kau akan berakhir dengan bahagia seperti ini?" —Sasuke U. / Tentang kecorobohan dan kesalahpahaman seorang Uzumaki Naruto yang membuat sahabatnya— Uchiha Sasuke mendapatkan surat cinta dari Haruno Sakura dan juga berhasil membuatnya jatuh cinta terhadap gadis itu.
— ✿ ✿ ✿ —
" Sasuke boleh melawan nasib, tapi dia tidak boleh sama sekali melawan takdir."
#1 Love Letter
Hanya ada suara dentingan jam dan celotehan tidak jelas tentang rumus yang menemani suasana masam kelas yang berada di paling pojok ini.
Mereka semua—khususnya para siswa— sama sekali tidak mendengarkan semua analisis dan celotehan tidak jelas; hitungan yang tidak bisa dimengerti sama sekali oleh akal sehat itu. Mereka terlalu terfokus dengan benda yang ada di atas kepala sang guru. Terpasang begitu manis selama bertahun-tahun untuk mengingatkan waktu bagi siswa/i dan guru dalam kelas.
Tapi nampaknya, lelaki yang mereka panggil sensei dan memiliki janggut bentuk janggut kambing ini masih ingin berdiri di depan kelas dan mengabaikan bel yang sudah berbunyi dari lima belas menit yang lalu. Berpura-pura buta dan tuli ketika para siswa/i memberikan protes kepadanya karena telah melalukan kegiatan 'korupsi waktu'.
Uzumaki Naruto—salah satu dari lima siswa pemberani yang terus menerus memanggil nama guru matematika ini tampaknya tidak menyerah. Ia sudah gagal menghancurkan konsentrasi guru menyebalkan ini. Ia juga gagal dalam memujuk Hyuuga Neji untuk menegur guru yang hanya mau mendengarkan siswa/i pintar saja.
Naruto bukanlah orang yang mudah untuk menyerah. Apalagi, ini menyangkut tentang hak siswa dalam mendapatkan waktu istirahat. Jadi, mau tidak mau dengan hukum harus, Naruto harus memujuk anak dari guru pelajaran-yang-tidak-masuk-akal-ini.
"Shikamaru."
Itu bukan bisikan, melainkan sebuah teriakan. Memanggil nama lelaki yang duduk kedua paling depan dekat pintu dan memiliki rambut hitam diikat ekor kuda runcing—sama persis dengan rambut guru matematika mereka. Lelaki yang dipanggil namanya itu menoleh, tatapannya begitu sayu seperti baru terbangun dari tidurnya yang nyenyak walaupun faktanya ia hanya tertidur di atas perpotongan halaman buku matematika yang tebal.
"Apa?" tanya Shikamaru tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Berusaha menghargai ayahnya yang tengah menjelaskan rumus Logaritma di depan.
Naruto tersenyum lebar ketika salah satu rencananya hampir berjalan sempurna. Tangannya bergerak meraih buku matematikanya, buru-buru menulis di halaman paling belakang dengan durasi sekitar lima detik saja.
Masih dengan senyum yang mengembang, Naruto mengangkat buku matematikanya setinggi pundak tegap Naruto. Ia menunjuk-nunjuk tulisannya yang jelas-jelas tidak beraturan. Apalagi, ia menunjukannya kepada Shikamaru yang duduk jauh darinya—melupakan kemungkinan Shikamaru mempunyai penyakit miopi.
Dan benar saja, Nara Shikamaru hanya mengernyit tidak mengerti dan menggelengkan kepalanya pelan. Menolak permintaan Naruto untuk menghentikan guru matematika mereka sekaligus ayah Shikamaru. Naruto menggeram di dalam hati, ia tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan kepada tetangga merangkak sahabatnya itu.
Lelaki pemilik mata oniks dan rambut raven yang selalu dipuja para siswi sekolah atau guru dalam bidang akademik maupun non-akademik. Salah satu lelaki yang selalu masuk jejeran 'siswa tereksis' setiap bulannya. Juga lelaki yang dianugerahi Tuhan untuk memiliki otak seencer Hyuuga Neji.
Si genius Uchiha Sasuke.
Naruto berbalik badan sambil menghela nafasnya kasar. Menatap Uchiha Sasuke yang tengah menatap Nara Shikaku-sensei dengan begitu serius. Dahinya mengernyit sempurna sampai membuat perempatan yang begitu menjijikan disana. Kondisi buku matematikanya jauh berbeda dengan kondisi buku matematika milik Naruto. Begitu banyak coretan dimana-mana, rumus dimana-mana. Berbeda dengan milik Naruto yang hanya dipenuhi coretan huruf Hiragana tidak jelas dan hanya beberapa rumus sederhana saja yang menghiasi setiap halaman buku catatannya.
"Oi, teme." panggil Naruto sembari mengambil posisi bersender ke tembok kelas. Tangannya bergerak dengan santainya meraih penghapus abu milik Uchiha Sasuke dan memainkannya. Menghiraukan tatapan Uchiha Sasuke yang jelas-jelas memiliki arti seperti 'menyingkir—dari—hadapanku.'
Sasuke sangat ingin mengabaikan tetangganya yang begitu berisik ini. Naruto selalu saja menganggunya dimana pun dan kapan pun. Entah di rumah; di sekolah; di bis; di perjalanan pulang; di kantin bahkan ketika di kamar mandi pun Naruto selalu mengganggunya dengan berbagai macam jenis sikapnya itu. Seperti mencurahkan hatinya; berceloteh tidak jelas; tertawa dan sedih tidak jelas kemudian berakhir dengan Sasuke yang mendapatkan pukulan ringan di lengannya.
Tapi kondisi di saat seperti ini jelas berbeda. Sasuke tahu tujuan mengapa Uzumaki Naruto memanggil namanya—tidak, lebih tepatnya memanggilnya dengan sebutan 'teme' pada saat pelajaran Nara Shikaku-sensei. Padahal, Naruto sudah tahu persis sejak kecil tentang fakta bahwa pelajaran ini adalah musuh terbesar Sasuke. Pelajaran yang setiap harinya membuat Sasuke stress setengah mati dan terus menerus fokus ketika jam pelajaran—mengabaikan segala bentuk gangguan dari sekelilingnya.
Dan jika mengingat kembali hal itu, berarti Naruto memang sudah berada dalam titik hitamnya untuk memperjuangkan jam istirahat. Jam yang hadir sebelum jam olahraga dan berlangsung di bawah teriknya matahari.
Sasuke menghela nafasnya pelan. Ia memilih mengambil keputusan untuk mendengarkan Naruto dan mengabaikan Shikaku-sensei daripada harus terganggu oleh Naruto ketika mendengarkan penjelasan di depan. Ia menyimpan mechanical pencil yang selaras dengan warna rambutnya itu di atas mejanya.
"Baiklah, apa yang kau inginkan?" tanya Sasuke to the point dengan volume suara yang begitu kecil. Berusaha menghormati Shikaku-sensei di depan sana.
Naruto kembali tersenyum senang—persis ketika Nara Shikamaru menoleh kearahnya tadi. Ia menunjuk kearah depan, lebih tepatnya menunjuk Shikaku-sensei yang masih begitu setia menjelaskam sifat-sifat Logaritma. Menunjuk-nunjuk tulisannya sendiri sambil berbicara dengan volume yang begitu besar.
Sebenarnya, Sasuke tidak seharusnya mengacuhkan pelajaran yang tergolong sulit baginya ini. Ia harus mencatat semua yang diucapkan Shikaku-sensei, tidak boleh terlewat sama sekali—satu kata pun. Walaupun ia tidak mengerti sama sekali, ia tetap harus mencatatnya.
Karena jika memang ia tidak mengerti, ia bisa bertanya hal ini kepada kakaknya nanti di rumah.
Sasuke dan teman-temannya bukan lagi seorang siswa SMP yang boleh bermalas-malasan setiap harinya. Mereka sudah menginjak kelas 11. Tujuh bulan lagi mereka akan memasuki masa-masa penentuan masa depan mereka. Akan kemana mereka setelah ini? Apa rela begitu saja mengikuti arus kehidupan? Atau malah melawan arus itu dengan mati-matian?
Dan Sasuke adalah tipe orang yang lebih memilih untuk melawan daripada harus mengikuti.
Ia tidak mau terus menerus terpuruk dengan kebenciannya dan kebutaanya terhadap matematika ataupun fisika. Ia harus melawan semuanya dengan tangannya sendiri.
Karena Sasuke tahu, kebutaannya dan kebenciannya terhadap matematika adalah sebuah nasib. Bukan takdir.
Sasuke boleh melawan nasib, tapi dia tidak boleh sama sekali melawan takdir.
"Nah, kalau seper—"
"—cukup." Sasuke mengangkat tangannya sejajar dengan wajah Naruto. Telapak tangannya hampir menyentuh bibir lelaki bermarga Uzumaki ini. Kedua mata Sasuke tertutup dan hal itu bisa dijadikan sebuah alasan karena sikap Sasuke begitu tenang ketika jarak antara tangannya dan bibir Naruti begitu dekat.
Naruto hanya mengernyit tidak mengerti. Ia baru saja menjelaskan rencananya kepada Sasuke untuk menghentikan Shikaku-sensei di depan sana. Penjelasannya hampir sampai inti sebelum Sasuke mengangkat tangannya dan memotong pembicaraan penting ini. "Hey, aku bel—"
"—Uzumaki dan Uchiha, ada apa ribut-ribut?" ucapan Naruto kembali terpotong lagi. Membuat Naruto terus menerus mengucapkan sumpah serapah di dalam hatinya untuk siapapun yang memotong pembicaraan pentingnya. Kali ini bukan Sasuke yang menghentikannya, melainkan Nara Shikaku-sensei. Lelaki yang akan dijadikan bahan perbincangan sekaligus subjek yang akan dijadikan Naruto sebagai korban itu kini tengah berkacak pinggang sambil menatap lurus Naruto dan Sasuke.
Sasuke otomatis membuka kedua matanya yang tertutup ketika Shikaku-sensei memanggil nama marganya dengan begitu lantang. Seolah-olah menantang Sasuke untuk beradu permainan shogi dengannya. Permainan yang jelas-jelas bukanlah keahlian seorang Uchiha Sasuke.
Sementara itu, siswa/i lainnya otomatis memasang senyum lega layaknya baru saja terbebas dari hukum pasung yang baru saja mereka dapatkan. Tidak terkecuali Naruto, siswa yang jelas-jelas dipanggil namanya itu malah terlihat begitu santai dan tersenyum tanpa beban. Tidak memperdulikan panggilan Shikaku-sensei yang jelas-jelas terlihat begitu marah akibat ulah serta sifat keras kepala Naruto.
Sangat berbanding terbalik dengan Naruto, wajah tampan Sasuke kini mulai terhiasi oleh beberapa butir keringat yang berasal dari dahinya. Tangannya meremas kuat mechanical pencil pemberian sepupunya. Sasuke bukanlah tipe orang yang mau mencari masalah, apalagi mencari masalah dengan seorang guru yang juga menjabat sebagai kesiswaan di sekolah. Dan guru itu adalah, Nara Shikaku.
Lidah Sasuke terlalu kaku untuk mengucapkan satu kata pun kepada Shikaku-sensei. Semua rangkaian kata penjelasan yang beraturan sudah tertata begitu rapih di dalam otak Sasuke. Penjelasan tentang betapa menyebalkannya seorang Uzumaki Naruto dan betapa bodohnya dirinya yang mau mengacuhkan Shikaku-sensei hanya demi empat puluh menit istirahat.
Nara Shikaku berdecak pelan. Ia menyimpan kapur berwarna putih di tempat yang telah di sediakan—menemani penghapus papan tulis yang telah kusam dan sudah tidak layak pakai. Dan disaat yang bersamaan, semua siswa/i menghembuskan nafas panjang mereka dengan lega. Termasuk Naruto. Tidak termasuk Sasuke—dan Hyuuga Neji tentunya.
"Tidak mau berbicara?" tanya Nara Shikaku masih kepada dua siswa yang duduk di barisan dekat jendela ketika dirinya sudah berdiri tiga langkah dari pintu kelas. Tangannya sudah memegang satu buku paket tebal matematika; satu agenda dan buku catatan biasa. Hal itu memiliki arti yang begitu luar biasa—itupun menurut Naruto dan siswa/i lainnya.
Masih tidak termasuk Uchiha Sasuke dan Hyuuga Neji.
Kini giliran Nara Shikaku yang menghela nafasnya. Lelaki yang sudah mulai menua itu kembali mengambil langkah untuk keluar dari kelas yang sudah begitu tersiksa karena dirinya. Ia menoleh menatap anaknya yang kini juga tengah menatapnya walaupun dengan posisi yang begitu lesu. Lagi, Nara Shikaku menghela nafasnya berat.
"Kalian boleh beristirahat," Nara Shikaku tidak menatap sama sekali siswa/i kelas yang masih setia duduk di bangku masing-masing. Walaupun sedikit dari mereka ingin sekali mengangkat bokong mereka masing-masing dan menendang bokong Nara Shikaku untuk cepat angkat kaki dari kelas yang selalu memiliki udara dingin—karena terletak di paling ujung gedung pertama. "Kecuali kalian, Uzumaki dan Uchiha. Ikut aku ke ruang guru."
Kalimat itu sukses membuat Uchiha Sasuke hampir stress seumur hidup. Mimpi buruk keduanya kembali menjadi kenyataan di hari ini.
Di hari ulang tahun, Uchiha Sasuke.
— ✿ ✿ ✿ —
"Lihat apa yang telah kalian berdua perbuat."
Uzumaki Naruto dan Uchiha Sasuke sama-sama menundukan kepala mereka. Menatap ujung uwabaki masing-masing. Tidak berani menatap balik wali kelas mereka yang kini tengah membicarakan kesalahan Sasuke dan Naruto—walau sebenarnya disini Naruto lah yang bersalah.
Sasuke dan Naruto baru saja mendapatkan omelan dari dua guru sekaligus. Nara Shikaku dan Kakashi Hatake—wali kelas mereka.
Setelah mendapatkan perintah untuk ikut menuju ruang guru, Sasuke dan Naruto langsung dihujani celotehan tidak jelas Shikaku-sensei yang terdengar begitu menyakiti kedua telinga mereka masing-masing. Membuat gendang telinga Sasuke hampir pecah karena posisi Shikaku-sensei selalu berada di sebelahnya ketika berteriak dan menekan kata-kata 'mengerti?' atau 'dengar tidak?'.
Untungnya, Nara Shikaku masih memberikan teloransi terhadap keduanya. Tidak ada hukuman sama sekali untuk mereka. Hanya ada sebuah janji yang kini mempertaruhkan nama besar keluarga Uzumaki dan Uchiha.
Penderitaan telinga dan kaki mereka tidak terhenti sampai situ saja. Sasuke dan Naruto harus menghadap wali kelas yang selalu ikut campur dengan urusan mereka—Kakashi Hatake. Lelaki yang lebih muda dari Nara Shikaku ini merecoki mereka tentang sikap sopan santun yang benar. Berkali-kali Kakashi-sensei selalu mengait-ngaitkan omelannya itu dengan nilai akademik. Khususnya nilai akademik Naruto yang selalu pas-pasan. Berbeda dengan milik Sasuke yang selalu di atas standar.
Dan berkali-kali juga Naruto meyakinkan Kakashi-sensei untuk tidak menyebutkan betapa bodohnya Uzumaki Naruto dan berhenti mempermalukan dirinya di depan guru-guru maupun siswa/i yang juga berada di ruang guru.
Naruto mungkin sudah terbiasa dipanggil para guru untuk menghadap mereka di ruang guru. Entah itu bersama Kiba, Rock Lee atau mungkin Gaara—teman sekelas Naruto dan Sasuke ketika tahun pertama di SMA maupun tahun ketiga dan kedua di SMP.
Tapi ini adalah pertama kali dalam tujuh belas tahun hidupnya, Sasuke dipanggil ke ruang guru bukan karena prestasi atau suruhan membawa tugas dari guru. Ini karena kesalahannya. Kesalahannya dalam memutuskan untuk mengabaikan Shikaku-sensei dan memilih untuk mendengarkan rencana omong kosong sahabatnya.
Ia terlalu malu kali ini. Entah itu malu karena reputasinya sebagai siswa terpintar setelah Neji dan Shikamaru, atau mungkin malu untuk bertatap muka dengan kakaknya disini karena kelakukannya yang membuat Shikaku-sensei memberhentikan penjelasan logaritma yang begitu penting.
Tapi nampaknya, hari ini adalah hari yang begitu sial bagi Uchiha Sasuke. Walaupun faktanya hari ini adalah ulang tahunnya yang ke-17 tahun. Sosok kakak yang tidak mau ia temui di kondisi seperti ini malah muncul dengan senyuman yang lebar sambil membawa satu buku paket tebal dan satu agenda berwarna hitam. Senyumnya masih mengembang ketika salah satu guru muda datang dan memberikannya satu kotak makan siang. Lelaki berambut panjang dan memiliki wajah tampan yang Tuhan karuniai kepadanya itu terlihat mengucapkan terimakasih ke guru muda genit itu.
Kedua mata lelaki yang berstatus kakak Sasuke itu tidak pernah teralih dari wajah cantik guru muda berambut sebahu itu. Kakaknya sama sekali tidak melirik dada besar yang begitu dekat dengan wajahnya. Sempat terbesit di fikiran Sasuke, apa kakaknya ini seorang gay? apa ia tidak tergoda ketika melihat dada yang ditawarkan guru muda itu? apa—
"Sasuke, apa kau dengar ucapanku?"
Suara berat Kakashi-sensei sukses membuat fikiran kotor Sasuke terhenti begitu saja ketika hampir ke inti. Sasuke sempat membasahi bibirnya sebelum menjawab pertanyaan Kakashi-sensei hanya dengan sebuah anggukan kecil.
Hatake Kakashi menghela nafasnya singkat di sela anggukan kepalanya. Ia memutar kursi yang ia duduki untuk kembali menghadap laptop di depannya. Tidak lagi menghadap Naruto dan Sasuke yang berada di belakangnya. Nampaknya, celotehan omong kosong itu sudah selesai sampai sini.
"Kalian boleh kembali ke kelas." ujar Kakashi-sensei kepada Naruto dan Sasuke. Tanpa menatap mereka sama sekali, melirik pun tidak. Tapi, Kakashi-sensei membuat gestur mengusir dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya sibuk mencari sesuatu di atas mejanya.
Mengenyampingkan rasa jengkelnya terhadap wali kelas mereka, Naruto dan Sasuke membungkuk sedikit dan mengucapkan terima kasih kepada Kakashi-sensei. Kemudian, hendak mengambil langkah untuk keluar dari ruang guru sebelum masing-masing dari mereka menangkap gelombang suara berbentuk teriakan yang memanggil nama mereka begitu lantang.
"Naruto! Sasuke!"
Uchiha Sasuke menghela nafasnya berat ketika sadar siapa yang memanggil nama mereka berdua—tanpa menoleh pun ia tahu siapa pelaku yang berteriak itu. Dengan berat hati ia menoleh ke arah sumber suara. Lelaki berambut panjang yang Sasuke sebut sebagai kakak sekaligus sensei ini terlihat membuat gestur kemari dengan tangannya. Jangan lupakan senyuman yang masih mengembang sejak ia menginjakan kaki di ruang guru dan ketika berhadapan dengan guru muda berdada besar.
Uzumaki Naruto bukanlah lelaki yang terlahir dengan sifat peka sejak lahir. Lelaki ber-marga Uzumaki ini sama sekali tidak menyadari sebuah kode yang diberikan Sasuke kepadanya untuk cepat pergi dari ruang guru dan mengabaikan lelaki yang memanggil mereka. Naruto malah berjalan begitu santai menuju kakak Sasuke, meninggalkan Sasuke yang jelas-jelas terlihat begitu putus asa.
"Ah, ada apa Itachi-nii?"
Lihatlah, betapa santainya seorang Uzumaki Naruto memanggil Uchiha Itachi dengan embel-embel 'nii' bukan 'sensei' di dalam ruang guru. Sebuah kebiasaan buruk Naruto yang sangat di benci Sasuke sejak mereka sama-sama memasuki SMA yang sama.
Tentang hubungan darah antara Sasuke dan Uchiha Itachi hanya sedikit orang yang tahu karena beberapa alasan tertentu. Hanya kepala sekolah dan kerabat dekat saja yang tahu tentang ini. Termasuk Naruto, karena lelaki tidak tahu malu ini sudah dianggap sebagai keluarga sendiri sejak Naruto berteman dengan si bungsu Uchiha karena faktor mereka bertetangga.
Uchiha Itachi masih tersenyum lebar ketika Sasuke berdiri di samping Naruto. Mereka berdua tampak membicarakan sesuatu yang membosankan bagi Sasuke. Membahas makan malamlah atau mungkin video game milik Sasuke yang tertinggal di kamar Naruto dan hal-hal lainnya yang tidak sepantasnya dibicarakan di ruang guru.
Sasuke menguap malas. Sama sekali tidak tertarik dengan semua pembicaraan Naruto dan kakaknya. Ia harus bersandiwara disini. Bersandiwara bahwa ia bukanlah adik dari Uchiha Itachi yang berstatus guru fisika untuk tahun pertama. Tidak seharusnya orang-orang tahu tentang hal pribadi seperti ini. Karena kalau semua orang tahu, yang akan mendapatkan kerugian banyak hanyalah Sasuke. Bukan Itachi.
Sungguh sebuah simbiosis parasitisme.
Tapi Itachi Uchiha sama sekali tidak menolak permintaan adiknya untuk bersandiwara selama ia bekerja sebagai guru fisika di sekolah yang sama dengan Sasuke menimba ilmu untuk tiga tahun kedepan. Ia tahu persis alasan mengapa adiknya mengatakan permintaan seperti itu. Jika ini demi kebahagiaan adiknya selama masa-masa SMA, Uchiha Itachi rela bersandiwara selama ia menjadi guru fisika di sini.
"Ah, Sasuke, hari ini kebetulan ada rapat," jelas Itachi sambil mengalihkan pandangannya dari Naruto menuju Sasuke. Volume suaranya tidak lagi sebesar ketika ia berbincang dengan Naruto tadi. "Tapi aku akan datang tepat waktu." penjelasan Itachi sedikit membuat Sasuke tersenyum mendengarnya. Kehadian seorang Uchiha Itachi dalam perayaan ulang tahun sederhana Sasuke sangatlah penting.
Sasuke mengedikan bahunya santai. Kedua tangannya ia simpan di saku celana seragamnya. "Berita baik," gumam Sasuke. Berusaha bertindak tidak terlalu peduli. Tapi tampaknya Sasuke tidak berhasil, terbukti dari ekspresi Naruto dan Itachi yang sama-sama menahan tawa karna sifat gengsi Sasuke. "Aku ke kamar mandi dulu." pamit Sasuke kepada dua orang yang sudah ia anggap sebagai orang penting dalam kehidupannya ini. Menghindari sebuah ejekan dan sindiran dari kedua orang ini karena kelakuannya tadi.
Itachi hanya mengangguk, kemudian melanjutkan pembicaraanya dengan adik tidak sedarahnya—Naruto.
Ketika tubuh Sasuke berputar kebelakang dan hendak mengambil satu langkah ke arah pintu ruang guru. Manik mata berwarna oniksnya tidak sengaja menangkap sesosok siswi yang menatap kearah dirinya berdiri. Warna emerald yang begitu khas; rambut soft pink yang mencolok namun tidak menyakitkan mata itu tengah menatap ke arah dimana Sasuke berdiri. Pancaran matanya tidak kosong, berarti siswi ini tidak sedang melamun sama sekali. Tatapannya begitu intens, sampai-sampai Sasuke merasa terintimidasi oleh tatapan itu. Tatapan kekaguman yang bisa Sasuke lihat persis dari sudut pandangnya.
Ia berdiri di sebelah seorang siswi yang memunggungi Sasuke. Tangannya memegang begitu erat tumpukan buku tipis yang ia bawa. Siswi itu tidak menyadari sekali apa yang tengah terjadi. Tidak menyadari pandangan Sasuke yang memusat untuk memperhatikannya. Tidak ada tanda-tanda untuk mengalihkan pandangannya sama sekali.
Jadi, bisa Sasuke pastikan, bahwa siswi bermata emerald dan bersurai soft pink ini sama sekali sedang tidak memperhatikan dirinya.
Sasuke tidak peduli, pastinya. Bukan urusannya untuk memikirkan siapa yang tengah siswi itu perhatikan dan tujuannya apa. Ia tidak peduli jika siswi itu penguntit atau pencuri sekali pun. Sasuke tidak ada hak dan memang tidak ingin memiliki hak tentang hal itu.
Dengan malas, Sasuke melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari ruang guru yang sangat sumpek ini. Lebih baik berdiam diri di kamar mandi dari pada harus melihat dan mendengar celotehan para guru yang sedang tidak membahas pelajaran.
— ✿ ✿ ✿ —
Jarak antara kamar mandi pria dan ruang guru bisa dibilang lumayan dekat. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu menit untuk Sasuke sampai ke kamar mandi pria yang memiliki warna cream di setiap dindingnya. Ketika tangan Sasuke bergerak mendorong pintu kamar mandi, ia langsung disuguhi sebuah percakapan antara sesosok dua orang teman sekelasnya yang tengah berbincang di depan wastafel.
Perbincangan diantara mereka awalnya tidak terlalu menarik bagi Sasuke sendiri. Hanya pembicaraan tentang hewan, video game dan lain-lain lah yang memasuki rongga telinga Sasuke selama ia berada di kamar mandi. Semua keadaanya begitu sama seperti ketika ia di ruang guru, mendengarkan percakapan yang tidak berujung dan tidak berguna sama sekali—untuknya.
Kedua teman sekelasnya itu—Inuzuka Kiba dan Aburame Shino terlihat masih membasuh kedua tangan mereka dan berbincang di depan wastafel setelah Sasuke selesai melakukan aktifitas pribadinya. Mau tidak mau, Sasuke harus bergabung dengan mereka. Ikut membasuh kedua tangannya yang penuh dengan bakteri.
"Tapi kufikir, kau bisa menanyakannya kepada ibumu, Shino."
Sasuke mengabaikan semua percakapan itu, sungguh. Sama sekali tidak mau ikut campur dalam perbincangan mereka.
Salah satu dari mereka, menoleh kearah Sasuke. Sedikit mengernyit di balik kaca matanya. "Ah, Sasuke-san, kudengar Tsunade-sensei tidak akan masuk hari ini."
Ketika mendengar nama guru biologi dan kabar bahwa guru tua itu tidak akan masuk dari bibir Aburame Shino, Sasuke otomatis langsung menghentikan kegiatan membasuh tangannya dan menoleh kearah dua temannya. "Ah, benarkah?" tanya Sasuke memastikan.
Inuzuka Kiba dan Aburame Shino mengangguk secara bersamaan. Ekspresi mereka begitu yakin dengan berita yang memuat tentang ketidak hadiran Tsunade-sensei. Membuat Sasuke mau tidak mau harus percaya dengan berita tersebut. Karena yang ia tahu, Aburame Shino adalah satu-satunya teman sekelasnya yang paling jujur.
"Tadi kudengar dari Yamato-sensei, kau disuruh untuk membawa lembar soal di kelas 11-A untuk kelas kita." tambah Kiba. Lelaki yang selalu membuat keributan bersama Naruto di kelas itu mengganti posisinya menjadi bersender ke tembok kamar mandi. Menatap Sasuke penuh arti.
Sementara yang ditatap, hanya mengernyit tidak mengerti.
Helaan nafas dari Inuzuka Kiba tiba-tiba terdengar di seluruh penjuru kamar mandi. Helaan nafas itu terlalu besar. "Ah, ayolah Sasuke, kau tidak harus membawa lembar omong kosong itu. Biarkan kita bersantai setelah pelajaran olahraga." tutur Kiba yang menjelaskan arti dari tatapannya.
Sasuke mengedikan bahunya, tidak peduli akan semua alasan tidak logis untuk kelas 11 yang dijelaskan Kiba padanya. Mereka sudah menginjak kelas 11, sudah Sasuke jelaskan tadi 'kan? tidak ada sebuah alasan untuk mengelak dari kenyataan bahwa sekarang dan tahun depan adalah penentuan masa depan mereka. Tidak ada lagi kata 'malas' atau 'aku menyerah' untuk kelas 11.
Sayangnya, hanya Hyuuga Neji dan Uchiha Sasuke lah yang setuju akan teori tersebut.
"Tidak bisa, Inuzuka. Kita su—"
"—sudah kelas sebelas dan harus belajar belajar dan belajar."
Kini ucapan Sasuke terpotong oleh kedua teman sekelasnya ini. Tapi, untuk kali ini, bukan sebuah amukan tidak setuju karena keputusan Sasuke yang akan membawa lembar kerja dari Tsunade-sensei di kelas 11-A. Inuzuka dan Aburame malah melanjutkan kata-kata yang akan Sasuke ucapkan. Layaknya mereka berdua sudah begitu sering mendengarkan kata-kata tersebut sampai tahu persis kelanjutannya.
Inuzuka Kiba menghela nafasnya, kemudian mengambil langkah untuk keluar dari kamar mandi. Tangannya yang bebas menepuk pundak tegap Sasuke, seakan menyalurkan sebuah perasaan malas untuk mengerjakan lembar kerja pelajaran biologi kepada Sasuke. "Aku duluan, Uchiha." pamit Kiba kemudian disusul kepergian Shino juga dari hadapan Sasuke.
Meninggalkan Sasuke dengan kesendiriannya yang hanya ditemani suara air mengalir dari kran wastafel. Membiarkan Sasuke untuk merasakan semua keinginan Inuzuka Kiba yang menjalar melalui sentuhan di pundaknya.
— ✿ ✿ ✿ —
Lelaki yang memiliki rambut runcing dan bersurai merah tua itu terdiam untuk beberapa saat. Berusaha memikirkan jalan keluar atas ketidak tahuannya tentang lembar soal yang ditanyakan kedua teman SMP-nya ini kepadanya. Ia tidak tahu menahu tentang semua itu, ia bukanlah siswa yang termasuk dalam jejeran organisasi kelas. Dan hal itu bisa dijadikan sebuah alasan mengapa Rei Gaara menggantungkan pertanyaan Uzumaki Naruto dan Uchiha Sasuke selama kurang lebih sepuluh menit.
Uchiha Sasuke menggeram di dalam hati ketika melihat reaksi Rei Gaara yang terdiam membeku di hadapannya. Ia sungguh tidak mempunyai waktu untuk melihat sisi 'cool' Rei Gaara yang sering dibicarakan oleh siswi sekolah di saat-saat seperti ini.
"Jadi, bagaimana?" tanya Naruto memecah keheningan diantara mereka ketika sadar akan perubahan raut wajah tampan sahabatnya yang tengah berdiri disebelahnya. Ia tahu persis bagaimana jadinya seorang Uchiha Sasuke jika sudah kehilangan kesabarannya.
Gaara tidak menjawab pertanyaan Naruto untuk beberapa detik sampai akhirnya tangan kanan Gaara terangkat sejajar dengan pundaknya untuk menunjuk seseorang di belakang Naruto dan Sasuke. "Aku fikir, kalian bisa bertanya pada Haruno-san."
Sasuke dan Naruto otomatis menoleh ke balik pundaknya masing-masing untuk menatap seseorang yang ditunjuk Gaara. Menurut Naruto, penampilan gadis itu nampak asing di kedua matanya. Selama ia berstatus sebagai siswa di sekolah bergengsi ini, ia sama sekali belum pernah melihat gadis bersurai soft-pink itu. Ketika mendengar Gaara menyebutkan marga 'Haruno', Naruto hanya bisa mengingat wajah Kakashi-sensei yang sedang memberi pencerahan—yang ia sebut celotehan itu sambil terus menerus menyebutkan marga 'Haruno'.
Berbeda dengan sahabatnya itu, Sasuke menganggap sosok 'Haruno' yang tengah berjalan kearahnya sambil berbincang dan tertawa itu sudah tidak asing. Ia sudah bertemu dengan gadis ini satu kali ketika ia berada di ruang guru tadi. Ia tidak mungkin bisa melupakan semua hal yang begitu mencolok dari gadis ini. Mulai dari rambut sebahu berwarna soft pinknya dan jangan lupakan manik matanya yang berwarna hijau zamrud itu. Sasuke sungguh tidak bisa melupakan semua itu dengan mudah karena kemampuannya dalam hal mengingat sangatlah kuat.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidup Sasuke, ia tidak suka dengan kemampuannya kali ini.
Layaknya dé javu, gadis yang dipanggil Gaara dengan nama Haruno itu tidak sadar akan tiga pasang mata yang tengah menatap semua perilakunya. Semua tawanya, juga cara ia mengulum permen lolipop disaksikan oleh tiga lelaki sekaligus. Dan Haruno sama sekali tidak sadar akan semuanya. Ia juga tidak sadar bagaimana akibatnya karena cara ia mengulum lolipop tersebut di hadapan para lelaki yang memang sedang dalam masa-masa… uhm.
"Haruno-san, ada yang mencarimu." ujar Gaara yang langsung mendapatkan sebuah respon death glare dari Sasuke dan Naruto. Lelaki yang termasuk jajaran siswa terpopuler ini sama-sama protes ketika mendengar ucapan Gaara yang seakan memberikan kesan bahwa mereka berdua merebutkan satu gadis yang sama.
Gadis itu berhenti berjalan tepat satu langkah kecil dari hadapan Sasuke. Ia mengerjap beberapa kali, mulutnya yang begitu kissable itu masih setia mengulum permen lolipop. Seakan baru tersadar akan apa yang baru saja dibicarakan Gaara, Haruno tersenyum lebar—tentu saja sesudah mengeluarkan permen lolipop dari mulutnya.
"Ah, ada yang bisa kubantu?" tanya gadis itu, menatap dua lelaki asing yang tengah berdiri depannya.
Sebelum menjawabnya, Uchiha Sasuke melirik jam tangan yang melingkar begitu manis di pergelangan tangannya. "Ini tentang lembar soal yang diberikan Tsunade-sensei." tuturnya.
Gadis itu kembali mengerjap untuk beberapa detik. Tersirat dari wajah cantiknya, ia nampak bingung dengan ucapan Sasuke yang membahas tentang lembar soal dari guru biologi mereka.
Butuh waktu empat menit bagi Sasuke dan Naruto untuk menunggu jawaban dari gadis bersurai soft pink ini. Naruto sempat berfikir, bahwa rumor tentang kelas 11-A adalah kumpulan siswa/i terpintar se-angkatan mereka hanyalah sebuah kebohongan semata. Terbukti dari respon Rei Gaara dan gadis ini sangat lama hanya untuk menjawab pertanyaan yang bisa dibilang tergolong simpel.
"Baiklah, tunggu sebentar." setelah sekian lama menunggu jawaban dari Haruno, akhirnya gadis itu berjalan masuk ke kelasnya. Dari posisi Sasuke berdiri, ia bisa melihat gerak-gerik gadis bersurai soft pink itu, ia terlihat berjalan mendekati seorang lelaki yang Sasuke ketahui adalah ketua kelas 11-A. Kemudian, langkah kakinya berlanjut menjauhi ketua kelas dan mendekati meja guru. Sasuke tidak bisa melihat begitu jelas apa yang tengah dilakukan gadis itu karena pandangannya terhalang oleh beberapa kumpulan siswi yang sedang bercengkrama.
Lima menit pun berlalu, Haruno kembali di hadapan Sasuke dan Naruto sambil memberikan tumpukan lembar soal biologi. Gadis itu berdiri tepat di samping Gaara, pundak mereka saling bersentuhan. Dan yang membuat Sasuke mengernyit tidak mengerti, mengapa mereka berdua tidak merasa risih? lihatlah, pundak mereka bersentuhan 'kan? lalu kenapa Gaara tidak mau mengambil langkah mundur atau—
"Oi, teme. Ayo."
Sasuke kembali tergelonjak kaget untuk kedua kalinya di hari ini. Sudah dua orang yang berhasil menghentikan fikirannya tentang hal yang memang tidak seharusnya difikirkan—kecuali tentang Sasuke yang meragukan ketertarikan Uchiha Itachi terhadap lawan jenis.
Mata oniksnya itu melirik Rei Gaara dan gadis itu sebentar. Posisi mereka masih begitu berdekatan. Tidak ada ekspresi risih di kedua wajah itu. Juga, tidak ada yang mau melangkah mundur agar pundak mereka tidak lagi bersentuhan.
Itu menyebalkan.
'—untuk dilihat.'
Inernya berucap. Ia juga berusaha mati-matian untuk tidak merengut di depan kedua orang yang berstatus sebagai orang asing baginya.
Kemudian, Sasuke berlalu dari hadapan mereka. Berjalan terlebih dahulu daripada Naruto sambil menyimpan kedua tangannya di saku celana. Tidak mengucapkan 'terima kasih' atau 'sampai jumpa' kepada Rei Gaara ataupun gadis—yang—disebut—Haruno—oleh—Gaara.
Karena ia tahu, semua yang ia lihat disana begitu menyebalkan dan…
Mengganggu.
— ✿ ✿ ✿ —
"Ah, begitu? baiklah, terimakasih."
Lelaki yang dikaruniai oleh Tuhan untuk memilki otak yang begitu genius itu mengangguk atas ucapan terima kasih teman sekelasnya karena ia telah membantunya dalam menyelesaikan salah satu soal fisika. Kemudian, lelaki berambut panjang itu berjalan kembali ke bangkunya untuk merapihkan buku-buku yang tergeletak tidak elit di atas mejanya dan bersiap-siap untuk meninggalkan kelas.
Sama seperti lelaki berambut panjang itu—Hyuuga Neji, Uchiha Sasuke juga ikut membereskan semua buku-bukunya dan bersiap meninggalkan kelas. Setelah menyelesaikan beberapa soal fisika bersama dengan bantuan Neji, ia harus cepat-cepat menyusul sahabatnya yang telah begitu setia menunggu di luar kelas. Merelakan mati-matian waktunya untuk istirahat atau bermain video game hanya untuk menunggu Uchiha Sasuke menyelesaikan soal-soal omong kosong itu.
Lima menit berlalu, kedua orang berotak genius itu sama-sama melangkahkan kaki mereka keluar dari kelas dan melusuri lorong sekolah yang sudah lumayan sepi. Hanya cahaya langit sore yang menyinari langkah kaki mereka dan percakapan kecil tentang pelajaran yang menemani perjalanan mereka berdua. Neji maupun Sasuke sama sekali tidak merasakan canggung jika sedang berbincang seperti ini, tapi masing-masing dari mereka sering sekali kehabisan topik. Dan karena hal itu, hanya keheningan yang mengantarkan mereka bertemu sosok Uzumaki Naruto yang tengah berbincang dengan gadis yang baru saja Sasuke temui di hari ini.
Sesosok gadis dengan penampilan yang mencolok sekaligus gadis yang sedikit mengganggu fikirannya karena berbagai hal di setiap kali ingatannya kembali berputar tentang warna rambut dan warna matanya itu tengah berdiri di hadapan Naruto sambil menatapnya malu. Sementara itu, Naruto hanya menatap sesuatu yang tengah ia pegang dengan kedua tangannya. Sasuke sama sekali tidak bisa melihat apa yang tengah Naruto pegang karena posisinya berada di anak tangga paling atas menuju lantai dua, sementara Naruto dan gadis itu berdiri berhadapan di lantai dua. Dekat dengan majalah dinding yang dipenuhi oleh lembar-lembar brosur promosi ekstrakulikuler.
Tapi untuk kali ini, semuanya berbeda. Yang tadinya gadis ini selalu tidak sadar dengan tatapan yang tengah memperhatikannya, kali ini gadis itu sadar dengan semuanya. Sadar akan tatapan Uchiha Sasuke dan Hyuuga Neji yang sedang memperhatikan adegan dimana si gadis malu-malu karena telah mengungkapkan perasaanya terhadap si hero .
Sasuke dan Neji sama-sama tidak bisa mendengar apa yang tengah dibicarakan Naruto dan gadis itu, hanya sebuah percakapan kecil dilanjut dengan lambaian kemudian sosok gadis itu mulai menghilang dari pandangan tiga lelaki itu.
"Aku tidak pernah berfikir bahwa lelaki sepertimu akan mendapatkan sebuah surat cinta." tutur Hyuuga Neji tiba-tiba ketika mereka berdua sudah berdiri dengan tegap di belakang sosok Uzumaki Naruto yang masih terlihat memegang surat yang Neji dan Sasuke perkirakan adalah sebuah surat cinta.
Uzumaki Naruto otomatis membalikan badannya sambil tersenyum lebar dan menggarukan belakang kepalanya dengan tangannya yang bebas. "Aku sangat tersanjung dengan analisis otak genius kalian tentang betapa beruntungnya aku mendapatkan sebuah surat cinta dari gadis yang faktanya baru aku temui hari ini," ujar Naruto sambil menatap Hyuuga Neji yang tadi berbicara seakan menyindirnya tentang seseorang ataupun sesuatu. "Sayangnya, hatiku masih kuat untuk memegang teguh hubungan jarak jauh dan.. ini hanyalah sebuah titipan semata."
Dan dengan ucapan terakhirnya itu, Uzumaki Naruto memberikan surat yang ia pegang kepada sosok Uchiha Sasuke yang masih begitu setia mengernyit tidak peduli.
"Untukku?" tanya Sasuke setelah memperhatikan surat bercorak pink fanta itu dengan intens. Ia hanya memperhatikan surat itu dari luar, tidak ada niatan sama sekali untuk membuka surat yang Naruto sebut sebagai surat cinta itu di depan kedua temannya. Setidaknya, ia tidak harus mempermalukan gadis bersurai soft pink itu karena membacanya di tempat umum.
Naruto mengangguk. Neji hanya memperhatikan.
Untuk beberapa saat, hanya keheningan yang membalut mereka bertiga. Uchiha Sasuke begitu sibuk menatap surat cinta itu masih dengan intens. Otaknya tengah bertanya-tanya akan semua keadaan yang datang secara tiba-tiba di hari ini. Yang ia ingat, ia hanya bertemu gadis itu di hari ini saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Semuanya terdengar begitu omong kosong jika mengingat semua itu, mereka tidak pernah berbincang dan gadis itu menyukainya? apa gadis itu selalu memperhatikannya selama ini? apa—
"Kalau begitu, ayo."
Lagi, lagi dan lagi, Uchiha Sasuke kembali tergelonjak kaget sekaligus fikirannya kembali terhenti untuk sekian kalinya di hari ini. Suara Neji memang tidak besar, hanya saja caranya mengatakan itu secara dadakan benar-benar hampir membuat Sasuke meninggal di hari ulang tahunnya.
Naruto dan Neji berjalan terlebih dahulu daripada Sasuke. Di depan Sasuke, mereka terdengar berbincang tidak jelas dengan panjang lebar sambil sesekali bertanya kepada Sasuke dan hanya mendapatkan jawaban satu kata beribu makna dari bibir lelaki bermarga Uchiha ini.
Perjalanan mereka menuju gedung utama terdengar begitu berisik karena percakapan Naruto dan Neji yang sama-sama menggunakan volume besar. Tidak ada yang mau mengalah untuk mengakui kekahalannya dalam pertengaran kecil namun berhasil menghebohkan lorong sekolah yang sepi. Harus Sasuke akui, sikap dan sifat seorang genius Hyuuga Neji sangat berbeda dengan dirinya dari segi manapun. Neji bukanlah lelaki dingin yang sangat irit berbicara seperti dirinya. Bahkan, lelaki berambut panjang itu tergolong siswa cerewet—tetapi tidak secerewet dan seberisik seperti Naruto ataupun Kiba.
Dan hal itu cukup membuat seorang Uchiha Sasuke kembali iri dengan Hyuuga Neji.
"Kita berpisah disini, sampai jumpa Sasuke-san, Naruto-san." pamit Neji sambil membungkukan badannya sedikit ketika mereka sudah sampai di gerbang sekolah. Sebuah tata krama seorang bangsawan yang sudah begitu melekat di kehidupan keluarga besar Hyuuga. Mereka berperilaku layaknya seorang putri dan pangeran kerajaan jika memang sedang berada di tempat umum. Karena memang, mereka semua—keluarga Hyuuga merupakan salah satu keluarga yang penting di negri ini. Dan karena hal itu juga lah yang mengakibatkan hampir para generasi Hyuuga sekarang mempunyai beban yang begitu berat.
Uzumaki Naruto memiliki seorang kekasih dari keluarga Hyuuga bagian atas. Keluarga yang sepenuhnya memegang tahta paling penting. Berbeda dengan Neji yang berasal di keluarga bawah. Keluarga ini hanyalah sebatas pemanis dan pengawal serta penasihat. Itu hanya sebagian kecil dari pengetahuan Naruto dan Sasuke tentang keluarga bangsawan ini.
Jadi bisa disimpulkan bahwa kekasihnya ini adalah pemimpin selanjutnya keluarga Hyuuga.
Hal itu lah yang membuat Naruto terpaksa melakukan sebuah hubungan jarak jauh selama dua tahun lebih karena kekasihnya ini bersekolah di sebuah sekolah khusus untuk para orang penting. Sangat kecil kemungkinannya untuk bertatap muka selama ini.
"Kalau Hinata pulang, tolong beritahunya untuk segera menghubungiku." pinta Naruto setelah ikut membungkukan badannya kepada Neji. Ikut membalas tata krama ala keluarga Hyuuga. Keluarga dimana kekasihnya berasal.
Neji terdiam untuk beberapa saat. Tersirat dari wajahnya, ia terlihat begitu ragu dengan permintaan Naruto kepadanya. "Akan kuusahakan." ujar Neji hampir terdengar begitu seperti sebuah bisikan. Dan dengan ucapan itulah, sosok Hyuuga Neji sudah menghilang dari pandangan mereka.
Kedua lelaki ini masih begitu setia berdiri di depan gerbang dengan posisi khas masing-masing. Uchiha Sasuke yang memasukan kedua tangannya di saku celana, sementara Uzumaki Naruto yang menyimpan kedua tangannya di belakang kepala. Mereka berdua terlalu sibuk dengan fikirannya masing-masing, entah itu tentang wanita; pelajaran; video game atau hal lainnya yang memang sudah sepantasnya difikirkan remaja seperti mereka.
"Ayo." ujar Naruto setelah berbalik badan terlebih dahulu. Mendahului Sasuke dengan langkah besarnya. Sementara itu, lelaki yang memiliki sebuah kesan dingin dan warna raven dan oniks yang selalu menjadi ciri khasnya ini terlihat menghela nafas. Menyusul sahabatnya yang ia perkirakan tengah dalam suasana buruk karena percakapan antara sahabatnya dan Hyuuga Neji tentang seorang Hyuuga Hinata.
Dan mau tidak mau, Uchiha Sasuke harus menghibur sahabatnya ini dengan cara apapun. Sialnya, Sasuke tidak tahu cara yang tepat untuk menghibur sahabatnya jika memang alasan ia seperti ini adalah seorang gadis.
Uchiha Sasuke sangat buta tentang segala sesuatu yang berhubungan tentang sebuah ikatan antara perempuan dan lelaki. Kalau boleh jujur, dirinya sama sekali belum pernah berhubungan layaknya Naruto dan Hinata selama ini.
"Oi, dobe," panggil Sasuke tiba-tiba yang otomatis langsung mendapatkan respon sebuah tatapan heran dari Naruto. "Ayo ke Ichiraku, aku yang traktir."
Uzumaki Naruto tersenyum lebar mendengarnya.
Membuat Sasuke menghela nafas panjang karena ini adalah satu-satunya cara yang bisa memperbaiki suasana hati Naruto. Tapi, sungguh, ini bukan sebuah simbiosis komensalisme ataupun mutualisme jika dilihat dari sudut pandang Uchiha Sasuke.
Ini benar-benar sebuah simbiosis parasitisme.
— ✿ ✿ ✿ —
Waktu sudah menunjukan pukul enam sore lebih lima belas menit ketika kedua lelaki ini kembali melewati gedung sekolahnya setelah mampir menuju kedai ramen Ichiraku yang berada tidak jauh dari sekolah. Mereka menghabiskan waktu satu setengah jam disana, dan selama satu setengah jam itu mereka lebih banyak untuk mendengar curahan hati Naruto atau mendengar celotehan Sasuke tentang pelajaran daripada memakan satu porsi ramen yang mereka pesan dengan porsi besar.
Tapi nampaknya, suasana hati seorang putra semata wayang Uzumaki Minato dan Uzumaki Kushina ini sudah lumayan membaik sejak mereka menginjakan kaki di kedai ramen itu sampai sekarang. Terlihat dari semua gerak gerik Naruto yang layaknya cacing kepanasan selama perjalanan pulang, juga curahan hatinya yang masih berlanjut hingga sekarang. Jeda di curahan hatinya hanyalah sebuah tawa ataupun 'ah, astaga, aku haus.'. Uchiha Sasuke benar-benar tidak tahu cara untuk menghentikan sikap Naruto yang sudah melewati batas dan hampir membuatnya berakhir tuli di hari ulang tahunnya.
Curahan hatinya yang terlihat begitu omong kosong walau terdengar penting itu tiba-tiba berhenti ketika mereka sampai di sebuah taman dekat sekolah. Uchiha Sasuke otomatis berhenti berjalan ketika sadar bahwa semua pergerakan Naruto berhenti tiba-tiba. Manik mata Naruto yang begitu khas terlihat menatap sesuatu di taman sana, membuat lelaki bermanik oniks itu juga ikut menatap arah pandangan Naruto karena penasaran.
"Namanya Haruno Sakura."
Uchiha Sasuke berhasil terdiam seribu bahasa ketika pandangannya menangkap sesosok gadis berambut soft pink mencolok yang tengah duduk di bangku taman sambil bermain ponselnya. Gadis yang Naruto perkenalkan dengan nama Haruno Sakura itu kembali tidak sadar dengan tatapan yang memusat kepadanya untuk ketiga kalinya di hari ini.
"Dia yang menitipkanku surat cinta untukmu tadi."
'Ya, aku tahu.'
—inernya berucap begitu lantang. Sangat berbeda dengan kondisinya di dunia nyata. Lidahnya begitu kelu untuk mengatakan kata-kata itu, persis seperti ketika namanya dipanggil oleh Shikaku-sensei tadi pagi.
Semua yang ia lihat di hadapannya, walau jarak mereka begitu jauh, terlihat begitu lekat dengan suasana musim semi di siang hari. Cara angin malam berhembus dan membuat rambut sebahu Haruno Sakura sedikit berterbangan diterpa angin. Juga cara bagaimana Haruno Sakura menyelipkan rambut soft pinknya itu ke belakang telinganya sudah terlewat anggun di kedua matanya.
Menyejukan sekaligus menenangkan, Sasuke harus akui kenyataan itu.
"Ayo kita kesana." ajak—tidak, lebih tepatnya sebuah perintah jika didengar dari segi nada suara Naruto. Lelaki itu berlari mendahului Sasuke. Sasuke bisa melihat cengiran khas Naruto ketika lelaki itu melambaikan tangannya sambil berteriak nama Haruno Sakura begitu santai. Melupakan fakta bahwa mereka baru berkenalan hari ini.
Mau tidak mau, Sasuke ikut berjalan mendekati kedua orang yang tengah berbincang itu. Cara Haruno Sakura menatap Uzumaki Naruto dengan tatapannya lembut membuat Sasuke kembali mengakui kenyataan betapa menyejukan dan menenangkannya sosok gadis yang sempat membuatnya tidak suka karena kedekatannya terhadap lelaki dengan mudahnya.
Di saat yang bersamaan juga ketika jarak diantara Sasuke dengan kedua orang itu mulai mendekat, ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk dari seseorang. Sasuke terpaksa menghentikan langkahnya untuk meraih ponsel yang ia simpan di saku celana seragamnya. Nama 'Idiot Aniki' terpampang begitu nyata di layar ponselnya. Sedikit membuat Uchiha Sasuke menggeram.
From : Idiot Aniki.
Sub : Dimana?
Kau dimana? Aku sudah sampai di rumah. Ibu dan Ayah sudah menunggumu.
Sasuke mengernyit sedikit ketika membacanya. Rasa bersalah membuat orang tuanya dan kakaknya menunggu lama mulai menjalar dibenaknya. Tidak seharusnya ia membuat mereka—orang yang begitu penting di hidupnya itu menunggu kehadiran dirinya yang sudah benar-benar pulang terlambat.
To : Idiot Aniki.
Sub : Sebentar lagi.
Sebentar lagi pulang, tenanglah.
Send.
Masih dengan genggamannya terhadap ponsel, ia berjalan mendekati Naruto dan Haruno Sakura yang masih berbincang sedari tadi. Mereka jug masih begitu setia untuk berbicara dengan posisi seperti itu. Naruto berdiri sementara Haruno Sakura duduk di bangku taman. Tangannya juga masih mengenggam erat ponsel imut yang dihiasi berbagai macam gantungan.
Belum sempat Sasuke membuka mulutnya untuk meminta Naruto segera pulang dan menghentikan percakapan tidak ada gunanya itu, ponselnya kembali bergetar. Nama kakaknya kembali terpampang jelas di layar ponsel Sasuke.
From : Idiot Aniki.
Sub : Kutunggu.
Cepatlah, otouto sayang. Sup tomat kesayanganmu akan dingin lama-lama.
Satu menit kemudian, Sasuke membalasnya dengan wajah yang datar akibat kata-kata menjijikan di pesan itu.
To : Idiot Aniki.
Sub : Menjijikan.
Kau berhasil membuatku kehilangan nafsu makan, selamat.
Send.
Tiga detik kemudian, pesan dari Itachi kembali masuk.
From : Idiot Aniki.
Sub : Aku terharu.
Ah, benarkah?
Hanya decakan pelan yang bisa Sasuke lakukan, ia tidak mau membuang waktunya hanya untuk berkelahi lewat sebuah pesan saja. Karena ia tahu, berkelahi secara langsung dengan kakaknya yang berstatus sebagai guru fisika di sekolahnya ini lebih menyenangkan daripada harus berkelahi lewat teks.
Tentunya, bukan sebuah perkelahian yang memiliki unsur kekerasan. Hanyalah perkelahian biasa yang sering dilakukan antara seorang saudara. Tidak lebih.
"Naruto, kita harus pulang." ujar Sasuke setelah menyimpan kembali ponselnta ke saku celana seragamnya. Berjalan menuju Naruto kemudian berhenti di sebelahnya. Berusaha tidak menatap Haruno Sakura sedikit pun. Mengingat fakta bahwa dirinya baru saja mendapatkan sebuah surat cinta tadi sore, saat ia dan Neji baru saja selesai membahas beberapa soal fisika.
Naruto otomatis menoleh menatap Sasuke yang baru saja datang dan langsung memintanya untuk pulang. Sebelum menjawab permintaan Sasuke, ia melirik Haruno Sakura terlebih dahulu. Takut-takut gadis ini merasa sedikit tidak enak terhadap sikap Sasuke yang seperti ini. Mengabaikan Haruno Sakura setelah mendapatkan sebuah surat cinta dari gadis ini
Hal itu cukup membuat Naruto mengernyit untuk beberapa detik, dilanjuti sebuah helaan nafas pendek melambangkan ketidak mengertiannya terhadap si bungsu Uchiha. "Baiklah, selamat jumpa lagi Sakura-chan."
Haruno Sakura hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya kecil.
Belum sempat Naruto dan Sasuke mengambil satu langkah untuk meninggalkan Haruno Sakura, gadis itu tiba-tiba memanggil nama Naruto dengan volume sedang. Membuat kedua siswa yang baru ia temui di hari ini sama-sama menoleh dan menatapnya heran.
Sakura terdengar berdeham kecil sebentar sampai akhirnya ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju mereka berdua. Ia berhenti di depan Naruto kemudian kembali berdeham.
Dan untuk beberapa saat juga, Sasuke sempat berfikir bahwa gadis ini akan mencium pipi Naruto untuk berterima kasih karena telah memberikan surat cinta itu kepada Sasuke. Tapi ternyata perkiraanya salah, Naruto malah terdengar menertawakan sesuatu di belakangnya. Karena tadinya Sasuke memimpin jalan saat mereka hendak pulang.
"Tenang saja! sudah kuberikan."
Ah, Sasuke mengerti apa yang tengah mereka bicarakan. Tentu saja mereka sedang membahas surat cinta itu, tentu saja.
Hanya ada sebuah ucapan 'terimakasih' yang terlontar dari bibir kissable Sakura. Sedikit membuat Sasuke kecewa karena reaksi seperti itu yang ia dapatkan dari gadis yang jelas-jelas menyukainya. Perlu diulangi lagi, hanya 'sedikit.'
Setelah berbincang pendek namun terdengar begitu panjang oleh Sasuke, akhirnya mereka bisa pergi dari hadapan Sakura dan meninggalkan gadis itu sendirian. Naruto juga tidak tahu pasti apa yang tengah Sakura tunggu, hanya sebuah senyuman saja yang Naruto dapatkan sebagai jawaban setelah bertanya perihal mengapa Sakura berada di taman dekat sekolah.
Senja sudah di makan malam sejak setengah jam yang lalu, jam taman pun sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima belas. Sepeninggal kedua sosok lelak itu, Sakura kembali terdiam di bangku taman sambil menggenggam erat ponsel imutnya. Menatap sekelilingnya dengan resah. Fikirannya selalu terganggu dengan keraguan dan ketidak percayaanya kali ini. Tapi semenjak Naruto berkata padanya bahwa ia sudah memberikannya pada orang itu, rasa tenang mulai sedikit-sedikit menghampirinya. Tetapi tetap saja, pertanyaan akan semua keraguan itu kembali menghampiri fikiran Sakura.
Apa dia akan datang sesuai permintaan Sakura di atas kertas yang melambangkan perasaan dan keberaniannya itu? sebuah permintaan untuk bertemu dengan subjek yang ia sukai itu di taman dekat sekolah setelah urusannya selesai. Apa ia akan datang? Apa Uchiha Itachi-sensei akan memenuhi permintaannya di dalam surat tersebut?
— ✿ ✿ ✿ —
HAI SELAMAT SUBUH/PAGI/SIANG/SORE/MALEM/TENGAH MALEM READER(S)
bertemu lagi dengan saya si newbie dengan fanfiksi baru yoohooo~
pertama-tama, aku mau menjwab salah satu pertanyaan yang selalu disebut pas di fanfiksi siang hari di musim semi
beneran newbie dan fict pertama kamu?
fyi nih, ini fict aku di ffn x( bukan fict pertama aku di dunia begini-, aku udah mulai nulis kaya gitu dari pertengahan kelas delapan di wattpad #)mudabgt #)bocahbgt #)tahundepanuneuy
walaupun bahasa di ch pertama itu bener bener beda sama ch ch selanjutnya, berhubung aku ini suka bgt baca plot orang di twitter #)anakrppastitau
jadi... aku newbie di ffn, senpaii:(
terus-terus, aku makasih banget soal yang bilang fict kontes kemarin alurnya mengalir gitu aja. wiiiiiiiiiiiiiii.
padahal masih gangeh sih 'alurnya mengalir gitu aja' itu lebih ke positif atau negatif-
tapi semoga aja positif ya heehhee.
nah udahan bahas siang hari di musim seminya. tapi boleh fyi lagi ga... liat judul fanfiksi yang itu jadi inget drama turki yang di transe tipiWKWKKW
untuk fict ini, aku buat sekitar satu minggu lebih karena otak mendet kayanya- berhubung aku nulisnya di hape jadi harap maklumi ya buanyak typonyaWKKWWK
fict ini juga terinspirasi sejak INFINITE comeback dengan lagu terbarunya! yeay. gatau juga tiba-tiba mikir bikin begini... ancurbgtemng:(
sip segini aja kali ya~
aku bakal tunggu respon kalian dulu gimana, kalau emang pada bilang lanjut bagus atau dll, aku bakal post ch 2 yang emang udah masa pengetikan dan ide pokok alur ceritanya udah aku tulis dari jaman kapan (?)
tapi berhubung aku baru masuk kelas 9 dan udah dapet ini-itu dan bakal mulai ini-itu, jadi kayanya agak telatan gitu postnya ya. harap dimaklumi teheee. laptop juga bakal dibawa kakak yang mau magang #)yahcurhat.
yaudah deh segini ini ! terimakasih semuanya ! ditunggu reviews yang berisi kritik dan sarannyaaa.
[ 6,873 Word(s). ]
regards,
dimexsion ( twitter : owlsleee )
