Song For You
Kuroko No Basket belongs to Tadatoshi Fujimaki
This Akakuro story is mine
RATING : T ;)
Mempersembahkan kisah tentang dunia artis dan bisnis
Boys X Boys
Note: Akashi disini masih memiliki sifat perfeksionis dan tak mudah dibantah. Tidak ada alter ego untuknya. Untuk Kuroko, dia tidak sedatar seperti canon. Beberapa chara akan saya tua kan umurnya untuk kepentingan jalan cerita :). DONT LIKE DONT READ ;)
Aviance Present
.
.
.
Kuroko Tetsuya adalah seorang pro dalam menulis sebuah lirik lagu. Kempuannya dal bidang musik juga tidak di ragukan lagi. Karyanya selalu dihargai oleh masyarakat sebagai mahakarya yang sangat luar biasa. Ia adalah seorang artis mandiri yang selalu menulis lagu untuk seluruh penikmat setia musiknya. Bukan hanya dari Jepang. Hampir seluruh dunia mengenal pemuda ini. Suara merdu yang khas, dipadukan lagu yang secara keseluruhan dibuatnya sendiri memang sangat menarik. Wajah yang manis pun menambahkan nilai plus pada dirinya.
"...Untuk album barumu ini, apa yang akan kau rencanakan, Kuroko?". Midorima Shintarou, CEO dari agensi yang menaungi Kuroko Tetsuya bertanya . Sudah menjadi kebiasaan Midorima menanyakan konsep album sang artis muda yang berbakat ini. Ia yakin tanpa bantuan dari orang lain, Kuroko Tetsuya bisa membuat album barunya dengan sangat menarik. Yang sudah dipastikan akan menjadi album terbaik dimana mana. Popularitanya benar benar sudah diatas.
Midorima menatap artisnya yang duduk disebrang sofa. Meja kaca dengan kayu mahoni sebagai penunjang, memisahkan mereka. Diatasnya terdapat dua cangkir teh milik mereka masing masing. Midorima duduk dengan kaki kanan menumpang di kaki kirinya. Sementara Tetsuya, pemuda itu duduk tenang dengan badan yang disandarkan kepada sofa. Wajah tanpa make up-nya terlihat sangat kelelahan. Barangkali dia kurang tidur akibat dikejar deadline? Yang jelas, Tetsuya terlihat sedikit berantakan.
"Midorima-san, kalau boleh jujur, aku sama sekali belum menemukan apapun untuk album baruku. Pikiranku buntu ditengah jalan...". Kuroko mengutarakan pikirannya. Sia sia jika memaksakan sesuatu. Bisa bisa hasilnya kurang maksimal dan sangat mengecewakan. Bagi seorang pro seperti Kuroko, mengecewakan penggemar dan khalayak umum adalah kesalahan terbesar.
"Sudah kuduga, ini akan terjadi pada tahun dimana kau sudah menjejakan kaki dipuncak". Midorima meminum tehnya sedikit. Kuroko diam tak mengerti. Ucapan Midorima Shintarou terlalu sulit untuk dimengerti bagi pemuda berumur dua puluh empat tahun yang sama sekali belum memahami dunia bisnis barangkali.
"Maaf?..". Kuroko sedikit meminta kejelasan. Wajah datarnya mengerinyat.
"Aku mengerti gaya lirik lagumu itu. Kenapa sangat bagus, dan terdengar apik seolah olah kau hanyut dalam setiap lirik yang kau tulis disatukan oleh alunan melodi yang mengalun halus. Kesimpulanku, karna kau menulis berdasarkan pengalaman hidupmu sendiri. Seluruh lagumu adalah curahan hatimu". Perkataan Midorima benar adanya. Kuroko selama ini menulis lirik lagu berdasarkan apa yang dirasanya. Bisa dikatakan, membuat lirik lagu adalah curhatan dari hatinya sendiri. Tapi, ia masih belum mengerti apa maksud dari sang atasan yang sebenarnya.
"Saat ini, kau sudah memiliki hidup nyaman. Dan seluruh curhatan hatimu hanya berisi kata kata yang menggelikan. Dalam artian, kau sudah kehabisan ceritamu sendiri untuk menulis lirik. Inspirasimu kandas, nanodayo". Midorima menatap Kuroko. Mungkin, dia harus sedikit mendorong Kuroko untuk menemukan inspirasi baru. Sekali-kali tidak apalah.
"Ya, Midorima-san benar. Selama berhari hari ini, aku selalu mencoba mengingat kenangan indah dimasa lalu untuk mendapatkan inspirasi. Namun hasilnya tak membuatku puas sama sekali. Entah mengapa lirik yang kubuat terdengar sangat naif". Kuroko menghela nafas.
"Hidup tidak selamanya dipenuhi oleh kebahagiaan. Cobalah sesekali membuat album bergenre hurt atau romance, mungkin. Dari yang kulihat selama tiga tahun ini, album milkmu berisikan kebahagiaan bersama sahabat dan sisanya adalah arti dari makna kehidupan. Aku tahu, gaya lagumu bertolak belakang dengan apa yang kuminta. Ya, meskipun tak kupungkiri hasilnya luar biasa bagus. Namun, untuk kali ini pikirkanlah lagi, nanodayo". Kuroko tak menanggapi bosnya. Dia menatap cangkir gelas yang masih penuh. Pikirannya terbang kemasa lalu secara tiba tiba. Raga Kuroko terasa meninggalkan tubuhnya sendiri.
.
.
.
.
4 Tahun lalu
"Bagaimana, Akashi-kun?". Kuroko menatap pemuda berkacamata di hadapannya dengan datar meski cemas. Apakah hasil kerja rodinya semalam bagus menurut penilaian si perfeksionis yang merangkap menjadi kekasihnya itu. Tanggapan Akashi sangatlah membantu Kuroko untuk menilai hasil kerja kerasnya sendiri. Kuroko sangat terbantu. Apalagi jika sedang dilanda kekhawatiran yang berlebihseperti kali ini.
"Bagaimana, ya... lagunya sudah bagus. Tapi, kulihat lihat, liriknya kurang pas. Mungkin harus diperbaiki lagi...". Akashi tersenyum. Ia mengembalikan hasil kerja si surai biru. Setelahnya, kembali mengerjakan tugas yang dilimpahkan dosen dengan serius.
Suasana kantin kampus terlihat sangat ramai. Dengungan yang tercipta tak sedikitpun membuat sepasang kekasih ini terganggu. Mereka sudah terbiasa. Rutinitas harian mereka setelah lulus SMA.
"Aku sangat cemas. Tak kusangka satu bulan lagi adalah debutku". Kuroko menaruh kepalanya diatas meja. Ia terlihat berantakan. Kantung mata tebal menghiasi kedua matanya. Kuroko berusaha mati matian untuk membuat album debutnya sendiri. Mimpi yang sejak kecil dicitakannya kini sudah terlihat sangat dekat. Walaupun tak dipungkiri dia merasa sangat lelah karna semua persiapan ini. Kuroko harus tetap berusaha melakukan yang lebih baik lagi. Itu harus. Tapi, kerja rodi memang sangat mengganggu harinya.
"Kau sudah berjuang". Akashi menepuk kepala Kuroko. Mencoba mengurangi sedikit perasaan gugup dari pemuda yang dicintainnya ini. Bahkan wajah datar Kuroko tidak mampu dipertahankan ketika sudah seperti sekarang.
Kuroko menghela nafas.
"Iya, aku tahu itu". Jawabnya masih dengan posisi seperti itu.
Kuroko teringat masalah yang selama dua tahun belakangan menjadi perdebatan dihubungan tabu yang telah mereka jalani. Ia menegakan kembali tubuhnya. Menatap Akashi yang sibuk dengan tumpukan buku refrensi untuk skripsi. Hati Kuroko menghangat meski wajahnya masih datar seperti biasa. Namun hanya sebentar. Apalagi ketika mengingat bagaimana kedua orang tua Akashi tidak suka dengan hubungan ini.
"Akashi-kun, menurutmu... Apakah Bibi dan Paman akan merestui kita jika aku sudah sukses nanti?". Kuroko melemparkan sebuah pertanyaan yang membuat mimik Akashi berubah dingin.
"Sudah kubilang tidak usah memperdulikan mereka, Tetsuya". Akashi masih dengan laptop dan buku refrensi tebal menanggapi. Raut wajahnya seakan enggan untuk topik pembicaraan.
"Tapi, Akashi-kun...".
"Astaga, Tetsuya. Sudah kubilang untuk tidak memikirkannya. Dengar...". Akashi melepaskan kacamatanya kemudian memandang wajah Kuroko. Wajah datar yang menyembunyikan rasa khawatir berlebih menurut Akashi Seijurou membuatnya menghela nafas lelah didalam hati. Kuroko sangatlah keras kepala memang. Apa susahnya sih melupakan hal yang tidak perlu seperti ini.
"Aku tidak akan tinggal diam jika merka berani-berani memisahkan kita. Aku akan selalu berada disisimu, Tetsuya. Ingatlah itu". Akashi menyentil kening kekasihnya.
Kuroko meringis kesakitan.
Mereka kembali melanjutkan rutinitas tiada henti itu.
"Bagaimana?". Ucapan tanya Midorima membuat Kuroko tersadar dari lamunannya. Ia memiringkan kepala bertahta biru tanda bingung. Maafkan saja jika selama pria berkacamata bicara ia tak mendengarkan. Kuroko terlampau sibuk. Sibuk memikirkan masa lalu percintannya yang kelam. Sangat kelam hingga membuat pemuda itu ingin segera melupakannya. Kuroko sih sebenarnya sudah mengamnesiakan kejadian yang membuatnya patah hati sekaligus sesak sampai ia serasa mati suri, tapi entah mengapa, pembicarannya dengan Midorima Shintarou telah membuka kenangan lamanya. Menyakitkan.
"Sumimasen..Aku tidak mendengar apa yang telah Midorima-san katakan". Ucap Kuroko jujur dengan raut datar.
Midorima memijat pelipisnya. Astaga. Jadi selama lima menit ia mengoceh tentang tema album yang dirasa bagus untuk musim dingin, dua menit tentang model mv dan satu menit tentang sponsor baju yang akan digunakan, tidak didengar?. Midorima ingin sekali meneburkan artisnya kesamudra Hindia. Mungkin Kuroko terlalu lelah karena eksistensinya yang mulai bertambah. Alias sibuk kesana kemari untuk bekerja mencari nafkah. Belum lagi konsep comeback kelima yang akan di tampilkan tiga hari sebelum natal masih tidak menemukan jejak terang.
"Sudahlah. Aku nanti akan berbicara dengan managermu saja. Lebih baik kau istirahat. Lihatlah wajahmu yang pucat, Kuroko. Bukannya aku peduli padamu, nanodayo". Midorima berujar meskipun tsunderenya kambuh. Siapapun yang melihat keadaan si manis Kuroko Tetsuya pasti khawatir. Sumpah. Muka Tetsuya setelah melamun itu pucat sekali. Midorima yang ingin memarahi karena tak didengar saja diurungkan. Lagipula, jika Kuroko sakit bisa gawat keadaannya.
"Benarkah aku boleh beristirahat?". Kuroko memastikan.
"Iya...", Kuroko hendak melangkah pergi setelah mendapat persetujuan dari atasannya. Namun, suara khas sang atasan mengintrupsinya.
"Dan ah satu hal lagi, aku memberimu tugas untuk membuat lagu utama saja. Tracklist yang lain biarkan penulis lagu agensi yang membuatkan. Konsepnya sudah aku tetapkan . Kali ini romance. Ingat itu Kuroko Tetsuya. Tidak usah merasa terkejar dengan deadline, masih banyak waktu untuk membuatnya. Sudah sana pergi. Nanodayo". Midorima mengibaskan tangannya, mengusir Kuroko dari ruang kerja yang dipenuhi lucky item dari situs ramalan yang ditekuninya.
Kuroko mengelus dada dalam imajener. Untung dia sabar. Coba saja kalau emosinya seperti Kagami Taiga, teman semasa remajanya. Sudah dipastikan kadaan Midorima sekarang. Lebih parahnya lagi, mungkin semua lucky item milik atasannya akan terancam rusak secara permanen. Beerbicara tentang Kagami Taiga, sudah dua tahun ia tidak bertemu sahabatnya itu. Terakhir kali berjumpa saat ia mengisi acara perhelatan basket nasional dengan dirinya sebagai tamu undangan serta Kagami yang menjadi pemain starter di klub basketnya. Mereka hanya mengobrol sedikit karena Kagami harus lekas pergi dan Kuroko yang jadwalnya belum rampung semua dihari itu.
Lagi-lagi Kuroko melamun.
Midorima menggelengkan kepalanya. Dasar hantu bertalenta. Belakangan ini Kuroko sering sekali tertangkap sedang melamun. Mau mencari tahu penyebabnya, gengsi seorang Midorima terlalu tinggi sampai diurungkan. Jadi, dia memaklumi tindakan Kuroko. Asal jangan keseringan saja.
.
.
.
Kuroko melesat memasuki kamarnya, mengabaikan sosok kuning yang entah sejak kapan telah menjamah apartemen mewahnya. Kuroko sangat lelah fisik dan batinnya. Mengingat masa lalu indah namun kenyataannya pahit membuat kokoro penyuka vanilla milkshake itu sakittt sekaliii. Sampai ia malas untuk menyapa penjamah apartemennya.
Kise Ryouta. Umur 24 tahun. Model tampan. Single tapi belok terlihat asyik menonton televisi dengan aneka makanan ringan yang dibawanya sendiri kemari. Niat awal ingin memberikannya kepada rekan satu agensi yang sangat dekat dengannya. Tapi, malah berubah haluan karena Kuroko terlalu lama dan dengan tidak sopannya televisi yang ia nyalakan untuk membunuh kebosanan menampilkan film kesukaannya.
Tengah asyik menonton, tiba-tiba sebuah debuman pintu dari arah kamar utama menyentakan Kise. Ia terjengit sampai menabrak punggung sofa. Makanan ringannya terjatuh dan tak sengaja terinjak. Sial. Desis Kise. Dia memungut lagi kemasan yang terjatuh sampai pada remukan kecil korban injakan spontanitasnya. Kise kemudian bangkit untuk menghampiri sang tuan rumah di kamarnya.
Tanpa mengetuk, ia masuk.
Kamar Kuroko yang berwarna Biru putih nan rapih memang sedap dipandang. Tak ada sampah yang berceceran, ataupun segunung kertas berisi coretan lagu. Hanya kamar normal pada umumnya. Well, kecuali wallpapper dibelakang kasur yang membuat Kise Ryouta ingin menangis. Bayangkan saja seorang pemuda sukses macam Kuroko ternyata mengeset wallpapper kamarnya dengan gambar segelas Milkshake dengan toping menggiurkan. Kise stress saat pertama kali melihatnya. Sumpah.
Kise berjalan enam langkah untuk menggapai kasur Kuroko.
"Kurokochi, kau lama sekali-ssu. Aku menunggumu hampir satu jam tahu. Kau lupa dengan pertemuan bersama teman semasa SMA kita apa?. Kau sengaja menhindar dari acara nanti, ya. Dengar Kurokochi, Kau sudah dewasa. Harusnya tahu mana-mana masalah yang patut dipentingkan terlebih dahulu. Ayo cepat bangun dan siapkan dirimu-ssu". Kise membara saat melontarkan omongannya. Kuroko yang masih terbayang dengan masa lalu diam tak bergeming. Astaga. Kise Ryouta memperburuk keadaan hati dan jiwanya.
Merasa tak digubris, Kise merajuk dengan menarik tangan Kuroko agar bangkit dari mati suri pasca mengingat kenangan indah yang tak bisa menjadi kenyataan lagi. Ia bahkan sampai menjatuhkan makanan ringan untuk kedua kalinya, kali ini sampai membuat makanan itu terinjak dan remuk didalam. Kise tak perduli sama sekali dengan semuanya. Pokoknya Kuroko harus bangun.
"Ayolah-ssu. Sudah cukup kau menolak untuk menjadi panitiannya. Masa kau tidak ingin datang. Bukankah hari ini kau sedang tidak sibuk sekali...". Kise tak mau mengalah melawan temannya yang ia kenal sejak ia remaja.
Ternyata mereka sudah saling mengenal lama kawan.
Kuroko menolak. Ia mempertahankan posisi tengkurapnya. Ia tidak mau menghadiri acara reuni SMA. Sudah tiga tahun ia menolak reuni SMAnya dengan dalih sibuk bekerja. Padahal ia hanya sungkan untuk bertemu dengan mantan pacarnya. Lagipula acara reuni itu sangatlah membosankan. Kuroko juga yakin teman masa remajanya di SMA tidak terlalu banyak yang datang. Hell, lulusan SMA Teiko itu sukses semua. Sebut saja Midorima Shintarou, senpainya yang kini sudah menjadi CEO agensi milik keluarganya. Lalu ada Mayuzumi Chiro, orang yang selalu ia kagumi, komposer serta penulis lirik lagu terkenal. Akashi Sei-ahh... Kuroko mengeratkan pegangan tangan kananya pada bantal.
"Tiwdak maw". Suara Kuroko teredam bantal. Kise menggeram kesal. Adegan tarik-menarik berlanjut sampai lima menit mengalah. Ia duduk, menapilkan wajah nelangsa yang jarang ditunjukan dipermukaan.
"Ayo...". Kise kembali menarik Kuroko. Gesturnya seperti ibu yang tengah memaksa anak gadisnya yang pemalas untuk bangkit. "Ini reuni akbar loh...". Kuroko tidak tertarik dengan informasi Kise, ia sudah mengetahuinya. Daripada itu, kenapa Kise bisa berada diapartemennya. Seingat Kuroko tidak ada yang tahu akses masuk kesini kecuali dia dan mana-. Ah, pasti Kise menyogok Ogiwara untuk mendapat akses apartemennya.
"Kise-kun, aku sangat lelah. Aku butuh istirahat yang cukup sekarang ini". Ujar Kuroko memohon secara damai karena ia tidak bisa bersikap kasar. Kuroko Tetsuya memang jelmaan hantu malaikat.
"Jadwalku padat". Lanjut Kuroko yang diangguki Kise dengan tangan yang masih bertengger dilengan mungil Kuroko. "Belum lagi tadi aku habis dipanggil oleh Midorima-san untuk melihat sejauh mana album mendatang akan dirilis". Kuroko memandang Kise. "Aku juga disuruh untuk istirahat yang banyak olehnya...". Kuroko melanjutkan.
"Jadi aku mo-
-Mayuzumi Chiro akan datang juga bersama Midorimachi".
"Aku datang". Kuroko langsung berlari menuju kamar mandi.
Kise menghempaskan bokongnya kekasur. Ia tersenyum lebar, sangat lebar. Ternyata menyebutkan satu nama yang paling dikagumi oleh Kuroko bisa membuat temannya dengan mudah merubah pikirannyat. Kise mengambil makanan riangan yang jatuh dan sudah remuk terinjak. Saking bahagianya, ia sampai memakan makanan tak layak itu. Menjijikan.
"Kau tampak gelisah, Akashi...". Aomine Daiki memberikan minuman kaleng pada mantan kapten basketnya. Pemuda berkulit coklat (Aomine tidak suka dipanggil hitam, tidak keren katanya) mengambil tempat disamping Akashi yang kala itu duduk dibagian penerima tamu. Acara belum dimulai. Mungkin sekitar satu jam lagi. Panitia seperti mereka memang ditugaskan untuk hadir lebih awal. Tentu saja untuk membereskan kelengkapan acara terakhir kali.
Akashi menerima tanpa mengucap sepatah kata. Tangannya membuka minuman kalengyang diberikan Aomine lantas meminumnya hingga tersisa setengah.
"Apakah Tetsuya akan datang tahun ini?". Akashi menatap kaleng ditangannya. Aomine mengorek telinga dengan kelingking. Tak menyangkan kalau Akashi masih mengharapkan surai biru kesayangan bersama. Siapa yang tak mengenal Kuroko Tetsuya sewaktu SMA coba. Dia adalah primadona sekolah yang tangguh tapi lembek. Kuroko terkenal juga karena ia masuk kedalam klub basket dan masuk tim inti meski cadangan. Tidak disangka jika ia memiliki bakat lain disamping passing.
Mengenai hubungan asmara merah dan biru muda ini. Aomine tidak bisa berkomentar. Jalan cinta mereka terlalu rumit untuk dijelaskan. Mau disatukanpun sudah sangat sulit sekarang ini. Kuroko sudah menjadi artis terkenal. Akashi masih menjadi tuan muda dirumahnya. Sangat sangat sangat mustahil mereka bersatu. Ditambah, mereka putus tidak dengan jalur damai.
"Kau masih mengharapkan, Tetsu".
"Tentu saja...". Jawab Akashi sambil melempar minuman kaleng kearah tong sampah dua meter di sampingnya. Ia telah meneggak habis isi dari minuman yang diberikan Aomine, kok. Sesetan-setannya Akashi, ia masih tahu bagaimana caranya membalas kebaikan seseorang. Paling tidak ia menghabisi minuman pemberian Aomine.
Akashi merapihkan stelan tuxedo mahalnya. Dasi merah ditarik tuxedo dibenarkan. Dan dia beranjak dari tempatnya. Sebentar lagi acara akan dimulai. Akashi melirik Aomine yang masih duduk dengan sepuntung rokok dibibir. Belum dinyalakan, karena nampaknya dia sedang mencari pemantik.
"Ini..". Akashi melemparkan pemantik miliknya setelah merogoh saku celana."Sankyuu...". Jawab Aomine.
"Ayo bersiap ditempat, Daiki". Akashi melenggang masuk meninggalkan Aomine Daiki yang merokok diluar. Mungkin Tetsuya(nya) tidak akan datang lagi tahun ini. Akashi tahu diri dengan apa yang sudah ia perbuat sampai Tetsuya marah dan mungkin enggan untuk bertemu dengannya. Mengingat kejadian beberapa tahun lalu membuat Akashi kepalang mendidih. Ia tidak pernah sebenci ini kepada kedua orang tuanya.
Aomine menatap kepergian Akashi dengan senyuman tipis, ah lebih tepatnya sedikit seringaian. Aomine menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Melihat Akashi tiba-tiba marah tanpa sebab membuatnya ingin terbahak. Si perfeksionis tidak bisa membuat kisah cintanya sempurna. Menggelikan sekaligus menyedihkan. Oh, Aomine ingat dengan ucapan Akashi saat dia dan Kuroko berpacaran.
"Aku akan menjaganya sampai kapanpun. Tidak ada yang bisa memisahkan kami. Ini mutlak".
Bleh. Kenyataan yang tersaji malah sebaliknya. Akashi tidak bisa menjaga Kuroko Tetsuya, dan kedua orangtuannya lah perkara hubungan iblis-malaikat terhenti. Kandas bagai kapal membentur batuan , karam ditengah laut yangmengganas akibat badai besar.
"Lagipula, kau sudah memiliki istri dan anak. Membuat jaminan kalian bersatu bertambah kecil". Gumam Aomine.
Tetsuya Bukan Cuyut *plak
Cerita pertama difandom kurobas ... semoga pada suka u.u maaf kalo banyak typo dan kata yang gak nyambung bin ngelantur. Saya masih pemula ... T.T
Mind to rnr? '-'
