Pairing : Park Woojin/Park Jihoon; 2Park; Pink Sausage Couple

Genre : Humor, Romance

Rate : T

He laughs at my dreams, but I dream 'bout his Laughter.

.

.

.

"kamu kenapa Hyungseob?"

Jihoon bingung melihat Hyungseob yang baru saja datang dan terlihat ketakutan, ia terlihat seperti ingin menangis. Padahal sahabatnya itu cuma pergi sebentar untuk beli jajan di kantin bawah, memangnya ada yang menakutkan ya disana?

Hyungseob cuma bisa memainkan ujung bajunya. Ia terlihat ragu untuk bicara. "Ngg..nggak ada.."

Jihoon langsung memegang kedua bahu Hyungseob dan menatap langsung ke matanya yang masih berkaca-kaca. "Jangan bohong, muka kamu udah kaya abis liat setan aja.."

"Ada apa? Bilang aja sama aku.."

Hyungseob masih diam saat tiba-tiba Daehwi masuk, ia langsung heboh menghampiri Hyungseob dan Jihoon.

"Kamu gak apa-apa Hyungseob?"

Hyungseob geleng-geleng kepala tapi tatapannya masih kosong dan raut wajahnya masih terlihat mau menangis.

Jihoon langsung beralih ke Daehwi dan menatapnya curiga. "Ada apaan nih?

"Btw, kau tau kenapa tiba-tiba dia jadi aneh kaya gitu? Datang-datan kaya habis liat setan aja dia.."

Daehwi menghela nafasnya. "Itulooh dia tadi dicegat terus digoda-godain sama Park Woojin.."

Jihoon langsung mengerutkan keningnya, Park Woojin? Namanya kaya pernah dengar, tapi siapa ya?

"Siapa Park Woojin?"

Daehwi menepak dahinya. "Dasar gak gaul! Dia itu anaknya ketua komite sekolah sekaligus donatur paling besar di sekolah ini loh.."

"YANG ANAKNYA SOK PRE..man itu.. " Daehwi mengecilkan suaranya dan menoleh ke sekelilingnya memastikan tidak ada siapapun selain mereka di sana.

"Mana aku tau.. dia pinter gak? Kalau gak pinter aku gak pernah peduli.."

"Sok banget sih lo.. iyalah orang macem dia mana pinter, orang bentukannya aja sok preman kaya gitu.."

"Udah gitu gak ganteng lagi!" Daehwi tertawa.

Gak ganteng ya, pantesan Jihoon gak tau.

"Oh iya Hyungseob!"

Mereka lupa kalau tadinya mereka sedang menanyakan Hyungseob yang jadi korban, dan sekarang mukanya tambah pucat pas mereka abis ngomongin Park Woojin tadi, mungkin dia trauma.

Trauma? Lah emang dia diapain? Jihoon jadi tambah khawatir.

Mereka balik lagi fokusnya ke Hyungseob. "Tadi kamu diapain aja?"

Daehwi menarik tangan Jihoon dan membawanya ke pojokan. Daehwi memelankan suaranya sambil melirik ke arah Hyungseob yang sekarang sudah duduk dan diberikan air putih oleh Jinyoung. " Tadi aku liat dia dikerubungi sama gerombolan gengnya Park Woojin."

"Terus dia gak boleh lewat, dagunya dicolek-colek gitu digodain.."

"Aku jadi nyesel diem aja, soalnya tadi aku sendirian, takut.. mereka besar-besar.."

"Kasian banget kan, dia sampe trauma?"

"APAAA? DICOLEK-COLEK?"

Daehwi menutup telinganya. Kalau Jihoon udah mulai drama kaya gini, ia memang harus melindungi pendengarannya, karena itu anak suka lebay dan memang suaranya udah kaya dipakein ToA kalau teriak-teriak.

"DIKIRA SABUN APA DICOLEK-COLEK, ANAK PERAWAN ORANG NIH! ITU PELECEHAN NAMANYA!

"DASAR PARK WOOJIN ANAK SETAN!"

Daehwi langsung membungkam mulut Jihoon—Yang meronta-ronta seperti cacing kepanasan dalam pelukannya. Daehwi khawatir, soalnya Hyungseob langsung kaget dan tambah mau nangis gara-gara itu. Belum lagi nanti kalau Park Woojin atau teman-teman gengnya lewat gimana?

"Sssttt.. jangan teriak-teriak dong, nanti gengnya ada yang denger gimana?"

Jihoon langsung melototi Daehwi sambil berkacak pinggang. Ia kesal, berani-beraninya tuh anak yang namanya Park Woojin goda-godain sahabatnya yang manis dan pendiam kaya Hyungseob. Hyungseob itu orang paling polos dan gak pernah dipegang-pegang sama siapapun karena udah Jihoon jagain dari kecil. Kurang ajar sekali itu bocah gak jelas sampai nyolek-colek Hyungseob.

"Gak peduli! Dasar Kurang ajar dia! Awas aja nanti kalau ketemu, aku tendang orangnya!"

Daehwi geleng-geleng kepala. "Gak usah deh, bahaya.. lagian dia anak ketua komite sekolah ini loh, nanti kamu bisa-bisa dikeluarin kalau macem-macem sama dia."

Jihoon menghela nafasnya. "Iya juga sih, susah cuy masuk sini, udah gitu mahal lagi bayarnya.. "

"Nah itu, mendingan gak usah macem-macem."

"Tapi kalau dia udah keterlaluan aku gak peduli Daehwi, lihat Hyungseob.. "

Daehwi mengendikkan bahunya dan membuat ekspresi mau bagaimana lagi?

Jihoon menghela nafasnya, ia lalu mengusap-usap kepala Hyungseob yang sudah mulai tenang sekarang. "Kalau ada apa-apa cerita ke aku ya besok-besok. Apalagi kalau kamu diapa-apain orang gak jelas macem Park Woojin itu.."

"Tapi kamu beneran gak apa-apa seob? "

Hyungseob tersenyum walaupun wajahnya masih terlihat pucat. Ia jadi curiga kalau Park Woojin dan kawan-kawannya itu melakukan hal lebih dari sekedar colek-colek, orang korbannya sampai kaya gini bentuknya.

"Gak apa-apa kok Jihoon.. kamu gak usah khawatir ya, apalagi mau bales Woojin.. gak usah.."

"Nanti malah kamu yang kenapa-napa lagi.. janji ya? "

Jihoon mengangguk, "baiklah.. aku janji"

Walaupun Jihoon setuju untuk tidak berbuat apa-apa, tapi ia tidak bisa janji juga kalau sampai Woojin itu macam-macam lagi sama Hyungseob, Jihoon gak peduli mau dia anak ketua komite kek anak presiden kek, dia bakal tendang pantatnya sampai terbang ke Amerika.

-0-

"Jihoon ayo pulang!"

Hyungseob sudah ceria lagi, Ia menunggu Jihoon membereskan alat tulisnya, sambil tersenyum. Kalau Hyungseob udah senyum kaya gitu semua orang sekitarnya pasti bakal berhenti cuma buat liatin dia, secara senyumnya itu manis banget.

Hyungseob itu cantik. Kulitnya putih bersih, bibirnya mungil, matanya besar. Coba kalau dipakein wig, pasti dia dikira cewek deh saking cantiknya. Makanya Jihoon udah jagain dia dari kecil, soalnya kalau liat dia, orang pasti kesemsem. Selain itu Hyungseob juga anaknya polos, terus pendiam jadi kalau sama orang baru ia agak susah beradaptasi. Terus karena dia kecil—oke, Jihoon juga sih. Dan kurus—nah yang ini Jihoon nggak. Ia jadi kelihatan lemah gitu, waktu kecil dia cuma bisa nangis kalau digangguin, namanya anak-anak kan kalau suka sama orang biasanya ganggu-ganggu buat dapat perhatiannya. Nah itu, saking banyaknya yang suka sama dia dari kecil Hyungseob emang sering digangguin. Kalau udah gitu Jihoon lah yang ngelawan semua yang ganggu Hyungseob. Makanya Jihoon galak. Udah kebiasaan dari kecil soalnya. Buat perlidungan diri pas ngebelain Hyungseob.

Pas mulai SMA sebenarnya udah jarang atau malah hampir tidak ada yang gangguin Hyungseob, paling kalau ada yang suka langsung tembak. Walaupun ujung-ujungnya semuanya ditolak Hyungseob. Pokoknya udah gak pernah ada yang ganggu dia, dan baru kemaren akhirnya dia diganggu lagi.

Sama preman yang namanya Park Woojin.

Awas saja kalau dia berani lagi ngapa-ngapain Hyungseob. Jihoon bakal bunuh dia.

"Habis ini kita ke toko buku ya.."

Hyungseob mengangguk. "Mau beli komik lagi ya?"

Jihoon senyum-senyum. "Iya, kemaren abang aku pulang ke rumah terus kasih uang jajan buat aku hahaha."

"Enak punya abang ya.. "

Hyungseob itu anak satu-satunya. Makanya dia dari kecil emang sering main di rumah Jihoon karena kesepian.

Karena sudah lama bersahabat dengan Hyungseob, dan kebetulan mereka satu sekolah terus, Jihoon sudah terbiasa dengan murid-murid sekolahnya dari adik kelas, sampai kakak kelas yang ngeliatin mereka sepanjang koridor. Walaupun sebenarnya fokus mereka bukan ke Jihoon, karena sudah pasti Hyungseob yang mereka tuju.

Kadang Jihoon terpaksa harus memasang raut wajah yang menyeramkan buat bikin mereka takut. Apalagi sama mereka yang panggil-panggil nama atau suit-suitin Hyungseob. Kurang kerjaan banget, kaya gak pernah liat orang cantik aja.

Mereka berjalan ke loker mereka untuk menukar buku pelajaran mereka dengan mata pelajaran besok. Seperti biasa ketika Hyungseob baru membuka kunci lokernya, pintu itu langsung terbuka dan ratusan surat cinta berhamburan keluar.

Hyungseob menghela nafasnya. "Aku bahkan belum selesai baca yang kemarin.."

Jihoon tertawa, ia membantu Hyungseob membereskan surat-surat yang bertebaran di lantai, mereka tidak mau dimarahi oleh petugas cleaning service karena mengotori koridor.

"Nanti aku bantu bacain deh.."

Mereka masih memunguti surat-surat cinta itu ketika tiba-tiba ada orang-orang yang datang dan mengambil semua surat yang sedang mereka pegang. Penasaran dengan orang-orang itu, Jihoon dan Hyungseob menoleh ke atas.

Setelah tahu pelaku yang mengambil surat mereka, Hyungseob langsung berlari dan bersembunyi di belakang punggung Jihoon.

Jihoon berdiri dan bertatapan dengan seorang anak berambut merah, kulitnya agak kecoklatan, matanya berbentuk almond. Ia sedang menyeringai ke arah Jihoon dan Hyungseob dengan gigi gingsulnya. Di belakangnya ada 3 orang anak lainnya dengan badan lumayan besar.

"Hai Hyungseob, hari ini kamu cantik banget deh, kaya biasanya.."

Hyungseob semakin menyembunyikan wajahnya di balik bahu Jihoon, tangannya mencengkram kuat lengan atas Jihoon. Sepertinya ia ketakutan.

"Ini ada surat dari aku, surat dari para pecundang itu gak usah kamu baca ya.."

Ia menjentikkan jarinya, memberikan isyarat kepada orang-orang di belakangnya. Lalu ketiganya secara bersamaan membuang semua surat cinta yang mereka ambil dari tangan Jihoon dan Hyungseob sebelumnya.

Jihoon mengerutkan keningnya. Memangnya siapa mereka, kok seenaknya buang-buang sesuatu yang bukan miliknya. Karena kesal, Jihoon pun melototi anak yang berdiri paling depan dan mukanya paling songong—sepertinya ia memang bos dari mereka.

"Apaan sih kalian. Itu kan surat untuk Hyungseob kenapa dibuang?"

"Hyungseob sayang, kok diem aja..ini surat dari aku dibaca ya.. kalau udah terima cinta aku ya.."

Eh Jihoon dikacangin.

Jihoon menoleh ke arah Hyungseob dan ia terlihat seperti ingin menangis. "Hey, kamu siapa sih? Gak liat apa Hyungseob ketakutan?"

Jihoon masih gak dipedulikan, karena orang itu masih sibuk goda-godain Hyungseob. Karena kesal akhirnya Jihoon ambil surat yang ada di tangan lelaki menyebalkan itu.

"Mana mau Hyungseob nerima kamu heh! Liat dia aja ketakutan liat kamu. Udah pergi sana!"

Anak berwajah preman itu memutar matanya. Ia pun menonyor kepala Jihoon. "Apaan sih lu boncel?"

Dibilang boncel Jihoon langsung naik darah. Apaan sih tuh anak, sok-sok ngatain orang boncel padahal sendirinya juga gak tinggi. Terus pake noyor lagi. Jihoon gak terima. Enak aja dia gituin park Jihoon.

"Kenapa? Lu mau digodain juga?"

Itu anak setan sekarang colek-colek dagu Jihoon. "Hmm, boleh juga nih anak, kalau diliat-liat manis juga ya.."

...

DUAKKKK

Jihoon meninju dagu bocah yang menyebalkan itu dengan sekuat tenaga yang membuatnya jatuh terhembap dengan pantat duluan ke lantai.

"Rasain lu!"

Habis itu Jihoon langsung narik Hyungseob dan lari dari tempat kejadian. Sebenarnya Jihoon agak takut juga kalau sampai pengawal-pengawal dari bocah yang Jihoon tinju akan mengejar dan mengeroyoknya. Walaupun Jihoon bisa bela diri—ia pernah belajar taekwondo waktu SD, tapi kalau melawan tiga orang yang tingginya mungkin hampir 20 cm diatasnya dan lebarnya dua kali badannya, ia pasti kalah.

Jihoon tidak mau mengambil risiko itu, makanya ia kabur.

Tapi rasanya ia lega karena sudah meninju anak menyebalkan itu. Ngomong-ngomong siapa sih dia?

Jihoon akhirya menghentikan lari mereka. Ia menarik nafas dalam-dalam mengumpulkan oksigen untuk menggantikan udara dalam paru-parunya yang habis. Hyungseob pun bersandar di tembok menstabilkan nafasnya.

"Jihoon.."

Jihoon agak panik lihat Hyungseob, sahabatnya itu wajahnya pucat sekali seperti akan pingsan. "Kamu gak apa-apa Hyungseob? Duduk dulu deh.."

"Kamu kecapean?"

Hyungseob menggelengkan kepalanya. "Bukan.."

"kamu sadar gak sih, apa yang baru aja kamu lakukan?!"

Jihoon menatap Hyungseob bingung. "Emang apa?"

"Kamu mukul Woojin!"

Jihoon hanya menatap Hyungseob yang panik itu dengan ekpresi datar. Oh, jadi itu yang namanya Park Woojin, yang katanya anak orang kaya.

Tapi kok bentukannya dekil gitu ya, gayanya norak..

Sok preman lagi.

"Terus kenapa?"

Hyungseob menepak dahinya frustasi. "Dia itu berbahaya tau.. nanti kalau dia macem-macemin kamu gimana Jihoon.."

"Atau dia bakal lapor orangtuanya, terus kamu bisa dikeluarin dari sekolah nanti.."

Jihoon hanya memutar matanya. "Abis dia kurang ajar sih colek-colek."

Jihoon memegang kedua bahu Hyungseob dan menatapnya, berusaha membuat anak itu tenang. "Gak apa-apa, tenang aja. Kalau dia macem-macem sama aku, atau dia suruh orang tuanya ngeluarin aku, bisa aku balikin kok.."

"Aku bisa lapor polisi bilang dia ngelakuin pelecehan seksual."

"Terus tadi itu cuma bentuk dari pembelaan diri aku.."

Hyungseob menatapanya ragu. "Emang bisa begitu. Kamu kan cuma dicolek.."

"Jangankan nyolek Hyungseob, kamu goga-godain orang aja bisa dibilang pelecehan seksual, selama korbannya itu merasa dilecehkan."

Hyungseob cuma melongo aja dengerin penjelasan Jihoon. Hyungseob gak pernah kepikiran sampe ke arah sana. Memang sahabatnya ini agak ajaib pemikirannya. Tapi emang bener juga sih semua yang dia katakan.

Selama berteman dengan Jihoon, Hyungseob sudah tahu bagaimana tipe orang seperti Jihoon itu. Jihoon itu tipe anak yang cerdik, atau juga bisa dibilang licik. Jangan pernah macam-macam sama dia, kalau kamu jahatin, dia bakal mikirin segala cara untuk membalasmu.

Tapi sekalinya kamu baik sama dia, dia bakal lebih baik lagi sama kamu. Dia bakal berkorban dan ngasih semuanya buat kamu. Seperti yang selalu ia lakukan pada Hyungseob, makanya Hyungseob sayang banget sama sahabatnya itu. Ia sudah menganggap Jihoon seperti adik kesayangannya sendiri—walaupun mereka seumuran sih.

"Udah pokoknya santai aja.."

"Yaudah yuk cepet pulang, aku mau cuci muka aku yang tadi dicolek-colek anak setan itu."

"Ughh, jijik banget, ini muka bakal aku cuci 7 kali terus pake pasir."

Hyungseob hanya bisa geleng-geleng kepala dan sesekali tersenyum menanggapi Jihoon yang ngomel-ngomel sendiri sepanjang jalan mereka pulang. Bahkan Jihoon sudah mulai membuat rencana-rencana absurd untuk menghadapi Park Woojin apabila mereka bertemu lagi. Kalau Hyungseob sih ngikut aja deh. Yang penting mereka sudah aman sekarang.

-0-

Jihoon udah bener-bener lupa sama kejadian waktu itu. Bahkan yang namanya park Woojin itu udah terhapus dari memorinya. Walaupun emang ngeselin, anak itu kan gak ganteng dan gak pinter, untuk apa Jihoon inget-inget manusia macam begitu, menuh-menuhin memori otaknya aja.

Jihoon sekarang tengah menahan kantuknya. Di depan, Pak Kim, guru sejarahnya sedang menjelaskan materi tentang perang dunia ke II. Bukan hanya dia, hampir semua orang di kelasnya sudah setengah tertidur, kecuali Daehwi yang asik menanggapi guru sejarah itu. Memang murid teladan itu beda.

Tiba-tiba ada kertas yang dilempar ke mejanya. Jihoon mengusap matanya, dan membuka gulungan kertas yang ternyata berasal dari Hyungseob.

'Jihoon, lihat ke arah jendela'

Hyungseob disebelahnya memberikan isyarat pada Jihoon untuk melihat ke arah jendela. Ekspresinya terlihat agak panik.

Jihoon menoleh.

Sial, ngapain itu anak setan ada disini.

Di jendela muncul kepala Park Woojin, ia sepertinya sedang memperhatikan entah apa yang ada di kelasnya. Jihoon males banget lihatnya, itu anak udah cengar-cengir gak jelas kaya orang gila. Emang siapa sih yang dia lihat.

Jihoon menoleh ke arah Hyungseob, lalu ke Woojin. Siapa tau itu preman lagi ngincer Hyungseob lagi.

Bukan.

Arah matanya bukan ke Hyungseob.

Jihoon menoleh ke sekelilingnya, mengikuti arah pandangan Woojin.

Sial.

Ternyata dia sedang melihat ke arah Jihoon.

Ketika Jihoon sadar kalau ia lagi dilihatin, itu anak tambah lebar senyumannya. Dan terakhir, dia ngedipin sebelah matanyake Jihoon.

Jihoon langsung ngasih muka jijik ke Woojin, bukannya berhenti, anak itu dengan tidak tahu malunya malah ngebalas dia dengan ngasih flying kiss banyak-banyak ke arahnya.

Ya ampun dosa apa Jihoon. Bisa-bisanya itu anak setan sampe nyamperin ke kelasnya cuma buat ganggu dia.

Jangan-jangan itu adalah bentuk dari balas dendamnya karena sudah ditinju Jihoon kemarin.

Jihoon menutupi matanya yang sudah tidak tahan melihat tingkah norak Park Woojin. Sekarang anak itu mulai melemparkan hati dengan jarinya ke arah Jihoon. Akhirnya, murid-murid di kelasnya sudah mulai sadar dengan keberadaan makhluk astral itu. Beberapa mulai tertawa-tawa melihat tingkah ajaibnya.

Lalu tiba-tiba anak itu berteriak.

"PARK JIHOON I LOVE YOU!"

Jihoon menutupi wajahnya. Ia benar-benar malu. Maksudnya apa itu anak teriak-teriak hal absurd kaya gitu.

Love?

Gila kali itu anak. Jihoon baru ketemu dia aja kemarin. Mana waktu itu dia dipukul. Masa iya itu anak tiba-tiba bilang cinta sama Jihoon.

Kecuali kalau dia gila.

Dan Jihoon yakin anak itu memang gila.

Murid-murid di kelasnya langsung riuh menyoraki Jihoon. Jihoon rasanya mau lompat saja dari jendela. Malu banget, rasanya ia gak tau mukanya mau ditaruh di mana lagi. Hyungseob menengok ke arah Jihoon dan memberikan tatapan kasihan padanya.

Jihoon yakin itu anak pasti sedang balas dendam padanya. Makanya sengaja bikin malu Jihoon.

Jihoon gak boleh kalah.

"Pak Kim, sepertinya ada yang mengganggu kelas kita, bukankan sebaiknya ia kita usir. Saya jadi tidak bisa mendengar penjelasan bapak."

Pak Kim, sang guru sejarah, yang kelasnya terinterupsi karena anak aneh yang menyatakan cintanya dari samping jendela pada salah satu murid yang diajarnya, mengangguk. Ia lalu keluar dari kelasnya untuk mengusir Woojin.

Jihoon mendengar anak itu minta ampun dari luar kelasnya.

Pasti dia kena jewer.

Sukurin, makanya jangan macem-macem sama Park Jihoon!

-0-

Jihoon kira setelah kemarin Woojin akhirnya kena hukuman dari guru sejarahnya, ia akan kapok dan berhenti mengganggunya.

Nyatanya tidak.

Parahnya sekarang si bocah tengil itu malah makin intens gangguin dia. Benar-benar bikin Jihoon kesal.

Mulai dari pagi ini.

Jihoon baru saja sampai ke kelasnya. Dan ia langsung badmood ketika yongjin teman sekelasnya memberikannya secarik kertas yang gak jelas bentuknya. Kaya sobekan buku tulis, gak modal banget pokoknya.

Apalagi isinya, abstrak banget.

'Jihoon, kamu manis banget deh, kaya gula.

Kalau kamu gula, aku semutnya.

Ilu imu inu. Pwj'

Jihoon mau muntah bacanya, ini gombalan gak banget, lagipula apaan tuh ilu imu inu?

"I Love You, I Miss You, I Need You. Itu panjangannya ."

Daehwi yang berdiri di belakang Jihoon dan diam-diam ikut membaca surat yang ia pegang, menjelaskan arti dari kata-kata yang Jihoon tidak mengerti itu. Jihoon langsung mau muntah pas tau panjangnnya. Norak banget sumpah. Dia hidup di tahun berapa sih, masih jaman ya 'ilu imu inu'?

"PWJ? Park Woo Jin?"

"Waah selamat yaa.." Daehwi tepuk tangan dan langsung berhenti saat itu juga gara-gara Jihoon jitak kepalanya.

"Sakit tau Park Jihoon!"

"Biarin, ngapain juga ngasih selamat ke aku!" Protes Jihoon.

Daehwi tertawa. Ia mengambil kertas yang Jihoon pegang itu dan mengamatinya. "Kalau dilihat dari sobekannya sepertinya ia terburu-buru."

"Dan isinya, dilihat dari kata-katanya.."

"Gak usah dibahas, aku gak tertarik!'" Potong Jihoon. Ia merebut kertas yang dipegang Daehwi dan langsung duduk di mejanya sendiri, karena kebetulan guru mereka sudah datang.

Sumpah ya ini Park Woojin maksudnya apaan sih. Pake ngirim-ngirim pesan gak jelas kaya gitu. Terus kenapa dia tiba-tiba bersikap begitu sama Jihoon.

Benar-benar mencurigakan.

-0-

Jihoon cuma mau makan siang dengan tenang. Ia sengaja lari duluan ke kantin, meninggalkan Hyungseob yang masih sibuk mencatat materi di papan tulis. Soalnya kalau sekarang, kantinnya masih sepi jadi dia bisa langsung dapat makanan dan duduk di tempat favoritnya. Ia sudah kelaparan berat gara-gara tadi pagi gak sempat sarapan.

Baru saja ia mulai menyuap nasinya tiba-tiba ada orang duduk di depannya.

Jihoon mendongak.

Oh. My. God.

Ampunilah hamba.

"Hai Manis, sendirian aja nih.."

Jihoon melanjutkan makannya, sengaja tidak mengacuhkan orang aneh yang menyapanya itu.

"Kok abang dikacangin sih, tengok abang dong dek?"

"Adek manis..."

Jihoon udah gak sabar lagi. Ia menggebrak meja mereka dengan kencang. "Adek, adek.. adek kepalamu!"

Jihoon langsung pindah meja. Semua orang yang baru datang di kantin langsung melihat ke arah mereka.

Bodo amat.

Jihoon udah kesal banget sama anak yang namanya Park Woojin. Namun sepertinya pindah meja itu bukan berarti ia udah aman. Karena Woojin sepertinya tidak menyerah, ia menyuruh 'bodyguardnya' mengusir orang-orang yang duduk di samping Jihoon. Setelah kosong ia pun pindah, untuk duduk di samping Jihoon.

"Terus abang panggil apa dong kalau gak adek?"

"Sayangku?"

"Manisku?"

"Cintaku?"

Kesabaran Jihoon benar-benar sudah sampai di pucuk ubun-ubunnya. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia menoleh ke arah Woojin yang masih senyum-senyum gak jelas di sampingnya. Ia memberikan tatapan se-menyeramkan mungkin untuk anak itu.

"Kalau lu berani manggil gue begitu. Gue bunuh!"

Jihoon menoyor kepala Woojin. Dan pergi dari kantin, ia gak peduli sama makan siangnya yang ia tinggalkan, karena nafsu makannya benar-benar hilang. Itu semua salah bocah tengil itu.

Kalau ia memang balas dendam pada Jihoon, ia berhasil. Karena Jihoon benar-benar kesal sekarang.

-0-

Akhirnya sepanjang siang Jihoon kelaparan. Tentu saja, ia cuma makan dua suap. Padahal tadi menunya tonkatsu kesukaannya. Seharusnya tadi ia bawa saja makanannya ke kelas.

Jihoon mengubek-ubek isi tasnya, biasanya ia punya cadangan coklat.

Ternyata sudah tidak ada lagi, ia ingat beberapa hari yang lalu ia meninggalkan tasnya dalam keadaan terbuka di ruang klubnya. Pasti dimakan deh sama anak-anak ayam, Seonho dan Guanlin. Mereka memang masih dalam masa pertumbuhan makanya selalu kelaparan

Jihoon menghela nafasnya. Sekarang kelasnya sedang jam kosong, karena guru-guru sedang rapat, tapi makanan pasti sudah habis di kantin. Ia akhirnya cuma bisa tiduran di mejanya, karena tidak punya tenaga lagi.

Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya.

Jihoon mendongak dan menemukan adik kelas, yang ia tidak tahu namanya memberikannya kresek.

"Apa ini?"

"Saya dititipkan ini dari Park Woojin yang ganteng, untuk Jihoon tersayang.."

Jihoon langsung tambah badmood. Tapi ia tidak ada tenaga buat marah.

"Gak usah, buat kamu aja.."

"Tapi saya dipesankan supaya paket ini harus diterima oleh kakak."

Jihoon menghela nafasnya, ia kasihan dengan adik tingkat itu. Sepertinya ank itu tidak akan pergi sampai Jihoon menerima paketnya. "Ya sudah, sini kreseknya. Besok-besok kamu gak usah mau-mau lagi disuruh sama bocah tengil itu ya."

Adik kelas itu langsung sumringah, ia memberikan kresek itu dan pergi dari ruangan kelas Jihoon.

Jihoon mengecek isi kresek itu. Isinya sandwich dan susu kotak rasa coklat. Jihoon langsung ngiler lihatnya, tapi ia ingat itu dari Woojin. Kalau ada apa-apa di dalam makanan itu bagaimana?

Misalnya ada peletnya, terus nanti Jihoon jadi klepek-klepek sama dia bagaimana?

Ih. Najis banget. Mending Jihoon mati kelaparan deh dari pada ia kena pelet anak preman itu.

Daehwi yang tadinya lagi nari-nari gak jelas, langsung mendatangi Jihoon. Sebagai biang gosip, ia penasaran melihat adik tingkat yang ia tidak kenal berbicara dengan Jihoon. Pasti ada sesuatu yang menarik, naluri penggosipnya mulai tergelitik.

"Itu apaan?"

"Nih buat kamu."

Daehwi pura-pura shock, lalu ia tertawa melihat Jihoon yang memutar matanya, malas meladeni dramanya. "Baik banget sih tumben, buat aku nih?"

Daehwi langsung mengecek isi kresek itu. "Wah enak kayanya.. Eh bentar ada suratnya juga."

Jihoon mendapat firasat buruk tentang surat itu.

"KEPADA ADINDA PARK JIHOON YANG MANIS."

"KAU BELUM MAKAN SIANG INI.. MAAFKAN KAKANDA YANG MENGANGGU MAKAN SIANGMU.."

"SUNGGUH AKU TAK BERMAKSUD, UNTUK MENGANGGU MAKAN SIANGMU, SEBAGAI PERMINTAAN MAAF AKU BERIKAN ROTI DAN SUSU YANG ADINDA SUKAI.."

"KALAU ADINDA TIDAK MAKAN, ADINDA BISA SAKIT."

"KALAU ADINDA SAKIT, KAKANDA PASTI AKAN SEDIH."

"SEMUA ITU KARENA KAKANDA SANGAT MENCINTAI ADINDA.."

"SALAM TERSAYANG, PWJ"

Daehwi membacakan surat itu dengan suara yang lantang, penuh penghayatan. Maklum saja, dia emang anak teater sih. Dan sumpah, Jihoon udah gak sempat lagi buat ngambil surat itu karena Daehwi langsung kabur dan berdiri di atas meja guru, yang Jihoon tidak sampai untuk meraihnya. Selain itu, ia pun dipegangi oleh teman-teman sekelasnya yang berusaha mencegahnya dari interupsi terhadap pembacaan surat oleh Daehwi. Alasannya simpel, karena selain kepo mereka juga butuh hiburan.

"CIYEE..."

"PWJ CIYEEE.. ADINDA JIHOON TERIMA CINTA KAKANDA WOOJIN DONG!"

Jihoon cuma bisa ngurut dada aja. Dia udah malu banget, ingin rasanya ia berkata kasar, tapi sekarang dia udah lemas banget, belum makan siang, ditambah cobaan macem begini.

Jihoon padahal selalu jadi anak baik kok. Dia gak nakal, gak pernah bohong, gak pernah nyolong mangga punya tetangga. Tapi mengapa Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat untuknya.

Jihoon udah gak kuat. Kalau bisa dia mau melambaikan tangan aja minta berhenti.

Apapun rencana balas dendam Woojin, yang pasti dia udah berhasil banget buat bikin Jihoon kalah telak.

BRAKKKK

"JIHOOONN! KAMU KENAPA?!"

Jihoon pingsan.

-end of ch 1-

halo..

ini ff baru aku, dan couplenya adalah 2Park atau Pink Sausage couple!

sumpah aku lagi gemes banget sama couple ini, mereka tuh kaya tipe pasangan seumuran yang kalau pacaran bakalan gemesin banget!

Jihoonnya galak, Woojinnya usil, lucu banget dah pengen tak angkat anak dua-duanyaa :')

oh iya, hyungseeb dibuat out of character banget disini hahaha, kadang kebayang aja sih kalau dia jadi pendiem lemah lembut gitu pasti lucu hahaha.

oh iya ini multichap. tapi gak panjang sih, paling 2-3 chapter aja.

btw happy reading ya, semoga suka :))