Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Ano… Hajimashite, Minna-san! Watashi wa Light! Yoroshiku gozaimassu! ^_^ Light newbie di fandom Yu Gi Oh, jadi untuk para Senpai-Senpai, Readers, Light mohon bantuannya! Light mau tahu apa-apa aja yang ada di Yu Gi Oh, err… Soal Shipping yang ada. I will survive!

Light cukup yakin, fict ini adalah fict tergaje yang pernah berani-beraninya nampang di fandom YGO. Mungkin kalau fict ini yang di-publish ke fandom Naruto, menuai flame kali yaah, saking gajenya! Mudah-mudahan di sini nggak!

Dozo, Minna-sama!

Rate:

T, untuk keamanan! Mungkin juga bisa menurun rate-nya…

Disclaimer:

Mbah Kazuki Takahashi~ *kicked* mohon kerjasamanya!

Warning

Semi Canon, puzzleshipping, out of character, a little typo, to Readers who hate boys love-shounen ai, please leave this page by pressing the "back" button. Don't waste your time, for leaving me flame, because PAIRING-puzzleshipping! And, full of a gajeness emoticon and lebayness!

.

Have a nice read! ^__~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Sejak semua berakhir dengan kembalinya dia ke masanya… Dan awal untuknya, melangkahi masa depan…

Sebuah harapan tumbuh di hati seorang Yugi Mutou. Harapan yang bertunas, disirami oleh sang pemilik, hingga terus tumbuh. Satu harapan, seperti satu nyala pelita di kegelapan. Nyaris tak mungkin untuk pelita itu tetap bertahan.

Angin yang berhembus, meredupkan sinarnya.

Tak bisa mati, cahayanya. Walau hanya setitik, hanya setitik.

Seseorang pernah berbisik pada Yugi…

"Kita mempunyai seribu satu harapan, tapi seribu harapan kita terhempas ke dalam kecewa. Tak apa. Asal ada satu harapan yang terkabul, akan kupandang senja yang meraja, dengan seulas senyum yang benar-benar tulus adanya."

Pelita itu tak akan pernah padam, karena ia tetap menjaga cahayanya untuk menerangi kegelapan, memberikan warna lain di samping hitam.

Menunggu untuk bertemu dirinya yang satu lagi.

#~**~#

A 'Puzzleshipping' fanfiction,

It's You?

By: Light-Sapphire-Chan

#~**~#

"Uuuuhh… Kepalaku sakit…"

Seseorang terduduk dari tidur lelapnya, tersadar sepenuhnya, ia berhasil menembus dimensi ruang dan waktu. Ketika matanya yang mengabur mulai terbuka sepenuhnya, dengan jelas memandang. Ia mengerutkan keningnya.

Mana para pelayan? Di mana ini? Ini bukan kamarnya.

Tunggu.

Orang itu kembali berdiam diri, lalu ketika telinganya mendengar hiruk pikuk di luar… Suara klakson mobil, knalpot motor, tawa riang anak-anak, suara ibu-ibu yang sedang menawar sayur *?* Yang tidak wajar ada di negrinya, dia yang masih mengusap-usap kepalanya tersentak, segera melompat turun dari tempat tidur.

Sayang sekali, ia menginjak selimut yang tadi dikenakannya.

GUBRAAAAAK!

JDUUUUUKKK!

"…Sakiiiiiit!" serunya kesal ketika kepalanya yang berhiaskan rambut tiga warna, terbentur meja di sampingnya.

Rasanya ada burung-burung mengelilingi kepalanya.

"ATEEEEEEEMM! CEPAT BANGUUUN! MAU TIDUR SAMPAAIII KAPAN?!"

Lho? Kok ayahnya juga ada di sini? Apa yang terjadi sebenarnya?

Yang dipanggil Atem segera menyingkirkan selimut. Setelah berdiri, ia berjalan menuju pintu, membukanya dengan kesal.

Ah, rupanya ini lantai dua. Suara ayahnya tadi dari lantai bawah, itu berarti ia harus turun ke lantai satu dan menemui ayahnya.

"Pagi, Ayah…" Sapa Atem, yang telah sukses menuruni tangga walaupun sempoyongan.

"Ah, ternyata kau sudah pakai seragam sekolah! Cepat sarapan, nanti kuliahmu terlambat looh…" kata Aknamkanon sambil menarik kursi meja makan untuk didudukinya.

Anaknya duduk di hadapannya, "hah? A-ayah… Kok kita bisa ada di sini?! Mesir bagaimana?!"

Menelan roti dengan sukses, Aknamkanon menjawab santai, "laah… Kan kemarin kau minta untuk sekolah di Jepang. Lupa yah? Kau mau tinggal di apartemen ini, atau tinggal bersama Kaiba dan Mokuba?"

Atem mengernyitkan keningnya, dalam hati ia tertawa sinis, 'Terima kasih atas jasa para Dewa sekalian… Aku bisa kembali di sini, sayangnya… AKU TIDAK TAHU SUASANANYA!' (.') "Yang memerintah Mesir siapa? Aku dan Ayah kan di sini…"

"Ayah akan kembali ke Mesir besok. Makanya tadi Ayah tanya, kau mau tinggal di sini atau bersama Kaiba dan Mokuba?"

Jeda sejenak, "di sini saja…"

"Ya sudah kalau begitu. Setiap hari akan ada beberapa pekerja dan pelayan menemanimu di apartemen ini. Pokoknya kau tinggal konsentrasi dengan sekolahmu… Setelah lulus, kembalilah ke Mesir untuk memerintah… Menggantikan Ayah."

Atem mengangguk sekilas. Disantapnya roti dengan pikiran yang diserbu pertanyaan-pertanyaan tak terjawab.

"Oh ya, Atem…"

"Hm?"

"Rapikan bajumu, kau berantakan sekali sih… Cepat pergi kuliah. Kalau kau terlambat, tak ada maaf bagimu!" kata Ayahnya galak.

"Iya…" Atem kembali ke kamar barunya–tempat tingal impiannya. Hanya untuk mengambil tas yang entah darimana sudah terisi buku–padahal ia tidak pernah memasukkan buku-buku tersebut ke dalam tas.

Tas sudah tersandang rapi di punggungnya, baru beberapa langkah menuju pintu, Atem cepat-cepat berbalik ke depan lemari baju yang terdapati kaca di pintu lemari. Dipelototinya dirinya sendiri dengan mata terbelalak.

(O.O) "Aaaa…. Ajaib."

Bukan karena penampilannya masih sama waktu itu, bukan gara-gara ia terbebas dari semua aksesoris berat khas Pharaoh, tapi karena… Bajunya itukan… Baju seragam untuk universitas…

Tak perlu waktu lama untuk gerabak-gerubuk Atem menuruni tangga, dan cepat-cepat mencari pintu keluar rumahnya.

"Ehhmm… Atem, pintu keluar di dekat ruang tamu, itu kamar mandi…" ucap Ayahnya sweatdropped melihat keterburu-buruan anaknya.

Dengan gerakan patah-patah a la robot, Atem balik kanan, mata ruby-nya berbinar dalam kegembiraan ketika menemukan apa yang dinamakan pintu keluar.

Atem memakai sneakers-nya. Lalu berseru lantang, "Aku pergiiii, Ayah!"

"Nikmati masa mudamulah…" Sahut Ayahnya.

Akhirnya, saat pintu menjeblak terbuka dengan tidak elit, dan para satpam apartemen sweatdrop, dari jendela gedung apartemen–yang tentunya–tidak perlu diragukan kemewahannya, Atem mendapati sinar matahari yang merangkak menuju tahtanya.

Betapa bahagianya Atem dapat melihat mentari pagi yang bersinar cerah.

"Selamat pagi, Tuan Muda Atem…" Ah, baiknya para Satpam. Padahal sudah dibuat kaget oleh Atem, tapi masih menyapa dengan baik.

"Pagi…" Balas Atem dingin.

"Kak Ateeeeem!"

Atem menoleh ke kanan, mencari sang pemanggil yang nyaring menyebut namanya, tak perlu repot-repot, sang pemanggil sudah menubruk memeluknya.

"Pagi, Mokuba!" sapa Atem.

"Selamat pagi, Atem," sapa seseorang yang menghampirinya.

"Ah, pagi, Seto…" Setidaknya Yami no Atemu kita tidak melupakan keluarganya.

"Kau hari ini berangkat kuliah denganku, yaaah… Karena kita sekelas, dan satu fakultas, di Domino University," kata Kaiba datar.

(^_^)v 'Tuh kan benar tebakanku kalau ini adalah seragam Domino University!' ingin rasanya Atem berpose victory.

Mokuba yang tetap nempel sama Atem, dan Kaiba, turun dengan lift menuju ke lantai utama.

Pintu lift yang membuka, Atem mendengus menyembunyikan tawa, benarkan dugaannya kalau kuliah saja, Kaiba tetap menggunakan Limousine. Dasar orang kaya.

Bodyguard-nya bikin risih. Itulah yang ada di pikiran Atem, pintu dibukakan, ditutupkan, menuai sapaan, sebenarnya bukan hal yang asing lagi buat Atem.

Ketika roda Limousine mulai menggelinding meninggalkan area apartemen, Kaiba yang sibuk dengan laptop dan Mokuba yang telpon entah dengan siapa, Atem mulai mengorek-ngorek ingatan masa lampaunya.

Pasalnya, seharusnya ia duduk di tahta berlimpahruakan permata. Berlapis emas, menerima laporan ini dan itu, mengatur sana-sini. Ia ada di masa 3000 tahun yang lalu. Kenapa jadi nyasar ke masa di mana… Partner, teman-teman… Ada?

Oh iya…

Harusnya aku senangkan, bisa berada di sini? Berarti harapanku… Terkabul. Senyum mulai mengembang di wajah yang harus diakui ketampanannya.

"Atem…" Panggil Kaiba tanpa menoleh, masih terfokus pada laptopnya.

"Hm?"

"Ingat, banyak yang mengincar nyawamu."

"Tak perlu kau ingatkan, aku sudah tahu."

"Di luar… Kau dipanggil Yami saja, yah?" tanya Kaiba, terkesan seperti meminta.

Atem berpikir sejenak, "sama saja menurutku. Tapi, terserahlah."

'Kaiba tak mengingatku… Ia hanya ingat aku sepupunya. Begitupun Mokuba dan Ayah. Sementara… Bagaimana teman-teman? Apa mereka mengingatku? Bagaimana dengan… Partner? Apa ia… Melupakanku?'

Sepanjang perjalanan, Atem–tidak, Yami, mulai berpikir… Macam-macam hal, pada awalnya, ia berusaha menggali ingatannya tentang negosiasi dengan ketiga dewa. Tapi nihil, lagi pula, semakin kesini, ia berpikir tentang masa lalu, duel terakhir waktu itu, saat-saat sepi di masa lampaunya… Sepupunya yang menyebalkan itu bahkan juga ia pikirkan, lalu, teman-teman selama di sini… Dan…

Partner.

Seperti apa ia sekarang? Masih imut dan manis? Bertambah tinggikah? Masihkah senyum mengukir wajahnya? Masih bisakah ia mendengar tawa riang sang Partner? Apa nanti yang harus dikatakannya kalau ia bertemu Partner?

Inilah yang dinamakan rindu, kangen kasarnya. Sebuah perasaan yang sangat menyiksa pemeluknya.

Waktu senggang itu memang cocok sekali yah digunakan untuk memikirkan orang yang dicintai… Yami, biarpun mukamu stoic begitu, tapi Sutradara fict ini mengetahui perasaanmu!

Rindu itu menyakitkan tidak sih?

Terima kasih pada perasaan rindu yang mendera, karena dengan memikirkan seseorang yang dicintai, dapat membunuh waktu yang terasa membosankan.

Dengan rem yang pakem, kecepatan luar biasa Limousine, terhenti begitu saja, mobil mentereng itu sudah mejeng di depan sebuah gedung bernuansa modern nan elite.

"Mokuba… Kau diantar Isono. Tidak apa-apa kan?" tanya Kaiba sesudah menuruni limousine

"Ya! Kak Atem, Kakak… Hati-hati yah!" Mokuba melambai dari jendela mobil.

"Ya," sahut pendek Yami dan Kaiba.

Mata merah Yami mulai meneliti yang tertangkap pandangannya, ya benar. Ini Domino University, ia pernah sekolah di sini. Beberapa kali waktu berada di tubuh partnernya.

Tunggu. Ada yang berbeda.

Sejak kapan ada barisan perempuan seperti ini? Siapa yang mereka elu-elukan?

Yami dan Kaiba berjalan berdampingan memasuki gedung Universitas yang mewah, mewah di sini merupakan akronim dari MEpet saWAH. Terima kasih. Tapi kalau elit, itu sih memang benar.

"Kaiba, kau terkenal juga yah di sini? Aku kasihan dengan bodyguard yang melindungimu…" Komentar Yami, dimasukkannya kedua tangan ke dalam kantong celana berwarna biru tua. Cool sangat kelihatannya.

Kaiba tertawa licik, ia dapat merasakan seluruh mata yang menghujam pandang ke arah mereka, kini tak lagi terpusat padanya. Mendengar tawa sinis si Sepupu, mata beriris semerah darah itu menyipit dalam kecurigaan.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Yami tajam.

"Lihat saja nanti… Kuucapkan terima kasih padamu, Atem. Lepaslah penderitaanku…" Jawab Kaiba, sukar menyembunyikan nada senang yang tersirat dari kesinisan.

Yami berdecak kesal. "Tch."

Kaiba berhenti berjalan, membuat Yami ikut menghentikan langkahnya. "Ada apa?"

"Yami, kau tunggu di ruang guru sini, nanti guru piket akan memberitahukan kelasmu. Aku duluan ya…" Tanpa menunggu respon Yami, Kaiba melenggang pergi begitu saja.

Yami berdecak kesal, ia memandang sekelilingnya, ada sebuah plang aneh menurutnya–papan bertuliskan "Meja Piket". Aneh karena… Penuh hiasan norak bin ajaib. Dan ada seseorang duduk dengan wajah bosan di sana. Sepertinya orang ini yang dimaksudkan Kaiba.

Yami menghampiri meja piket, "Selamat pagi… Permisi," ucapnya sopan. Yami tentu masih mengingat tata krama sebagai Putra Mahkota, walaupun identitas itu harus disembunyikan untuk keselamatannya sendiri.

Orang itu menatapnya, "ah, kau pasti anak baru… Duduk saja dulu di sini, tunggu bel masuk, dan Dosenmu masuk kelas."

Orang itu tak sadar, tatapan apa yang diberikan Yami padanya. Tatapan itu pertanda Shock.

'Kami-sama… Kenapa Bandit Keith jadi… Alim seperti ini?' tanya Yami dalam hati. 'Kalau memang benar… Bandit Keith juga tidak ingat padaku? Hm… Kucoba sesuatu…'

"Pak Keith," panggil Yami datar.

Orang di hadapannya menoleh. "Ya? Oh, kau duduk saja di kursi sebelahku sini…" Keith menepuk-nepuk kursi di sebelahnya, Yami pun mendudukkan diri di sampingnya.

"Pak Keith, jadi dosen juga yah?" tanya Yami sopan.

Guru piket tersebut mengangguk. "Tapi bukan di fakultasmu…"

Selagi pembicaraan berlanjut, Yami mulai merasa miris dalam hati, nanti… Apalagi yang akan didapatkannya? Kejutan apalagi yang tengah menunggunya?

#~**~#

"Hei, pagiiii!" sapa seorang gadis pada ketiga sahabatnya.

"Pagiiii!" balas ketiganya manis.

"Ngobrol apa sih? Kayaknya seru banget…" Tanya gadis itu seraya menduduki bangkunya sendiri.

"Anzu, kau kan tadi melewati meja piket? Lihat ada anak baru nggak? Kata para perempuan yang-sepertinya-teman-gosipmu, katanya tampan…" Tanya temannya yang berambut lancip. *?*

Anzu menggeleng, "Nggak. Meja piket dipenuhi para senior perempuan yang ganas, ternyata benar dugaanku, ada anak pindahan yang keren rupanya. Memang kenapa sih dengan anak baru itu? Seistimewa itukah, Honda?"

"Nggak tahu deh, hanya… Pas masuk kelas bersama Jounochi dan Yugi, banyak siswi yang berbisik-bisik dan tertawa melihat Yugi…" Jawab Honda heran.

"Padahal aku rasa, nggak ada yang salah sama penampilanku…" Yugi menambahkan.

Jounochi menggebrak meja, mendapatkan omelan Honda yang kaget, serta pelototan Anzu. "Mereka itu aneh. Ada yang mencurigakan dengan para gadis cantik itu. Terutama di kelas ini. Aku nggak tahu kenapa, tapi kurasa, itu sangat mengerikan… Dibandingkan daripada sekedar fans."

"Ya kalau begitu, jangan pakai pukul meja dong!" omel Honda, "Tanganku sakit nih karena kena meja…"

Anzu tersenyum licik, sungguh sangat mengerikan di mata ketiga sahabatnya, "kalian tidak akan mengerti…"

Seseorang yang ingin ketenangan, awalnya hendak lewat dengan dingin di antara Yugi dan kawan-kawan. Tapi ketika menatap Yugi, langkahnya terhenti, dipandanginya Yugi lekat-lekat.

"Heh, Jamur! Kenapa kau melihat Yugi seperti itu?" tanya Jounochi kasar.

"Diamlah, puppy. Ck, nanti kalian juga tahu kenapa aku melihat Yugi seperti ini…" Gerutu Kaiba. Lalu berjalan menuju tempat, wilayah kekuasaannya.

"Dasar kepala Jamur aneh!" umpat Jounochi sekilas.

"Jangan begitu, Joey," kata Yugi, seulas senyum menghias wajahnya. "Jangan terlalu membencinya… Nanti malah jadi cinta lho…"

"APA?" Jounochi menggerak-gerakkan kepalanya patah-patah, menatap Yugi, "jangan berkata seperti itu dong, Yuuggiii! Kau tega sekali padaku!" matanya mulai berkaca-kaca.

Yugi terkekeh kecil, "aku cuma teringat pepatah saja kok!"

"Yugi, kalau kau ingin memasangkan seseorang dengan puppy ini, silahkan saja, tapi berikan pengecualian padaku," sahut Kaiba yang duduk di belakang Yugi, sarkastik.

"Aku juga tidak mau dipasangkan denganmu, jamur!" sembur Jounochi.

"Siapa juga yang mau denganmu…" Ketus Kaiba.

"Maaf, Kaiba… Hanya, kalian lucu saja menurutku…" Yugi kembali terkekeh-kekeh.

Tak lama kelas dalam keributan, tiba-tiba lantunan nada-nada mengerikan yang sangat tidak merdu, melebihi bunyi kecelakaan antara truk kaleng dan truk bebek, menggema sampai ke ujung-ujung kelas, bahkan Kaiba bergidik mendengarnya.

Dosen mereka telah hadir. Matanya bersinar dalam ketajaman palsu. Yang sukses menipu semua muridnya, "selamat pagi… Anak-anak."

"P-pagiii, Pak!" balas anak-anak keder.

Tak lama, dengan anggunnya–tapi sutradara sendiri meragukan, sang dosen menghampiri singgasananya.

"Hari yang cerah, matahari bersinar hangat, kicauan merdu para burung…" Dimulailah acara homeroom atau yang dikenal seisi kelas dengan "neraka", acara racauan tidak jelas sang Dosen. (0.0)b

(TOT) para murid menangis dan meronta dalam hati. *?*

Sebenarnya, ini bukan fakultas sastra, kelas yang ditempati Yugi dan kawan-kawan serta Kaiba, adalah sebuah kelas Akselarasi. Kelas ini merupakan himpunan dari semua anak-anak yang berbakat menjadi pemimpin. Bisa dibilang, fakultas ini merupakan fakultas untuk mendidik calon-calon kepala Negara. Karena murid-murid di dalamnya yang sangat potensial dan mampu menguasai minimal di tiga bidang.

Kembali ke neraka, halusnya sih homeroom.

Kita bisa mendengar suara helaan napas lega, dari para mahasiswa dan mahasiswi, pasalnya, si dosen mulai kelelahan dengan 'homeroom'-nya yang sangat dahsyat *?* dan mengetuk pintu hati para muridnya. (^__^) Untuk lain kali menyumpal telinga mereka dengan sesuatu yang lebih bermanfaat, daripada mendengar ceramah maha dahsyat yang super mengerikan itu…?

"Oh iya, anak-anak… Kita kedatangan murid baru, bo'!" (^O^)b

Mulai deh 'logat' asli si dosen. Fakultas akselarasi ini hanya bisa sweatdrop mendengarnya. (-.-")a

"Come here~~ Boy yang ada di luar sana! Hihihi…" Satu pertanyaan terlintas di pikiran para mahasiswa dan mahasiswi yang bergidik ngeri, gender dosen tak waras mereka yang satu ini apa sih?

Pintu tergeser, seseorang melangkah masuk dengan muka datar. Tanpa membalik, tangan kanannya menggeser pintu untuk menutupnya.

"Waaaah! Tampan! Sini-sini! Berdiri di depan kelas!" kata dosen mereka.

Mungkin, hampir semua orang terpukau kagum karena paras tampannya, Yak. HAMPIR SEMUA! Pengecualian untuk Kaiba yang tersenyum puas dan Yugi yang terbelalak shock.

Siapa yang sebenarnya, memasuki ruangan kelas?

Mulutnya ternganga, mata amethyst itu melebar dalam keterkejutan. Tubuhnya bergetar seiring dengan kehampaan meniupinya.

Bahkan, saking kagetnya, Yugi sampai berdiri dari bangkunya. Memastikan matanya tak salah pandang. Memastikan bahwa sosok yang berdiri di depan kelas dengan muka datar dan kilat mata tajam itu… Memang benar-benar Yami-nya.

Yami yang merasa ditatap dengan intens, menoleh ke sudut kiri, sinar matanya melembut, akhirnya… Setelah sekian lama, merasa terkurung dalam masa 3000 tahun yang lalu, ia kembali bertemu dengan dia…

Dia… Partnernya.

#~**~#

To be continue

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Maafkan atas semua kegajean… Gomenasai! Wah, chapter yang full of gajeness. *sigh*

Terima kasih atas waktunya untuk menyempatkan membaca! Kritik dan sarannya selalu ditunggu!

Sweet smile,

Light-Sapphire-Chan