HELLO

TITLE : HELLO

PAIRING : 2JUN/ONESIDED, DOOSEOB

GENRE : ANGST, ROMANCE

RATING : PG-13

LENGTH : TWOSHOT

NOTE :

Sebuah fic yang terinspirasi dari MV Hello by Huh Gak yang dibintangi oleh Junhyung Beast. Setelah ngeliat mv ini author langsung punya ide bikin fic sederhana ini. Author ngebayangin aja kalo seandainya Doojoon yang jadi pemeran mv ini bareng Junhyung. Si Doojoon gantiin posisinya mas-mas yang di heartstring itu. Trus si Yoseob gantiin posisinya Kang Sora. Ok deh basa-basinya, langsung aja ke ficnya.

.

.

.

Beberapa orang berpakaian rapi dan berjas hitam keluar dari sebuah mobil sedan yang berhenti di depan apartemen kami. Seorang laki-laki yang kelihatan seperti bos dari orang-orang itu tiba-tiba saja keluar dan langsung memukul kepala salah satu anak buahnya yang berdiri di dekatnya.

Sambil mengumpat dan meludah, laki-laki itu berkata,"Yah! Bodoh sekali kalian! Hanya mencari alamat orang macam itu saja tidak bisa! Kalian ini benar-benar tidak bisa diandalkan! Bodoh! Tolol!"

Ditendangnya orang yang ada di hadapannya itu sehingga jatuh tersungkur dan dari sudut bibirnya dapat dilihat darah segar mulai keluar. Sambil meringis menahan sakit, orang itu berusaha berdiri, namun naas, dia kembali ditendang dan jatuh dengan posisi memegangi perutnya yang mulai terasa sangat sakit.

"Mianhae tuan," ucap laki-laki yang masih tersungkur di tanah dan mulai menggunakan kedua telapak tangannya untuk menahan berat tubuhnya sehingga ia bisa berdiri. Teman-temannya hanya memperhatikan nasib teman mereka yang naas karena dimarahi oleh bos. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena jika mereka melakukan hal yang macam-macam, kesialan seperti itu juga akan mereka dapatkan.

Doojoon yang berada di sebelahku berusaha memfokuskan pandangannya pada situasi di bawah kami. Ya, kami sedang berada di atap gedung apartemen sehingga kami bisa memperhatikan dengan jelas apa yang dilakukan oleh segerombolan orang berpakaian hitam itu.

"Aku ingin kalian menemukan orang itu secepatnya!" bos itu pergi diikuti oleh semua anak buahnya untuk melanjutkan pencarian mereka. Saat bos mafia itu hendak mendongakkan kepalanya ke atas menatap langit atau lebih tepatnya menatap tempat keberadaan kami, Doojoon segera meraih bahuku dan secepat kilat kami menunduk.

"Hm, orang macam apa yang mau tinggal di tempat seperti ini?" si bos menghina gedung apartemen yang kami tinggali ini dan berlalu begitu saja.

Syukurlah, ia tidak tahu kalau kami ada disini.

"Doojoon-ah, hampir saja kita tertangkap," aku menyelonjorkan kedua kakiku merasa lega karena mafia itu tidak berhasil menemukan kami.

Pemuda yang berada di sebelahku juga ikut menyelonjorkan kakinya dan menghela napas lega. Bagaimana tidak, kami berdua telah terhindar dari mafia yang mengejar-ngejar kami beberapa tahun ini. Dia tersenyum dan menatap ke arahku,"Ne, sebaiknya kita harus lebih berhati-hati mulai dari sekarang."

"Arraseo," dengan membalas senyumnya, aku juga turut mengangguk memastikan bahwa aku juga akan berhati-hati agar persembunyian kami bisa bertahan lama.

Deru suara mesin mulai menjauh dari jalan di bawah tempat kami duduk. Mereka telah pergi. Saat ini, kami berhasil menghindar. Tapi entah, kami tidak tahu berapa lama lagi kami bisa bertahan seperti ini. Seperti buronan yang sedang dicari-cari polisi. Ya, sebenarnya kami bukan buronan polisi. Kami adalah buronan mafia karena tidak berhasil membayar hutang pada mereka.

Sebelumnya, perkenalkanlah aku Yong Junhyung. Aku seorang yatim piatu yang secara kebetulan bertemu dengan Yoon Doojoon yang sangat baik hati. Keluarganya juga sangat baik padaku, bahkan mereka juga menganggapku seperti anak sendiri. Mulai saat aku sudah tidak memiliki keluarga dan terlunta-lunta di jalan, keluarga Yoon mengajakku tinggal bersama mereka. Memang, aku tidak seberuntung Yoon Doojoon, yang hidup serba berkecukupan. Karena aku hanya anak dari keluarga miskin yang bahkan ketika meninggal kedua orangtuaku tidak meninggalkan warisan sepeserpun padaku, hal itu disebabkan karena semua harta benda orang tuaku habis untuk melunasi hutang pada negara.

Sekali lagi aku sangat beruntung karena bertemu keluarga Yoon. Mereka menganggapku anak dan tidak pernah membuatku bersedih. Bahkan mereka tidak berusaha untuk mengungkit-ungkit asalku dan orangtuaku yang sudah meninggal. Mereka membuatku mempunyai kehidupan baru. Namun, kebahagiaan tetap tidak bisa bertahan lama.

Suatu hari, perusahaan ayah Doojoon bangkrut dan tidak hanya itu, mereka juga terjerat hutang yang sangat besar. Sebenarnya, rekan bisnis ayah Doojoon menjebaknya sehingga semua aset perusahaan beralih tangan ke tangan laki-laki jahat yang secara pura-pura menawarkan bantuan kepada ayah Doojoon. Walaupun Mr. Yoon sudah berusaha sekuat tenaga, ternyata perusahaan mereka tetap tak bisa diselamatkan dan hutang mereka semakin menumpuk.

Dari yang tadinya hidup dalam kemewahan, keluarga Yoon beralih menjadi keluarga sederhana yang hidup apa adanya. Hebatnya, keluarga ini tidak pernah mengeluh. Saat itu umurku lima belas tahun. Karena merasa sangat berhutang budi pada keluarga yang sudah kuanggap keluargaku sendiri ini, aku berusaha sekuat tenaga membantu perekonomian mereka. Semua pekerjaan kujalani. Lebih tepatnya aku dan Doojoon. Kami berdua selalu bekerja setelah pulang sekolah. Ya, walaupun hasilnya tak seberapa, tapi hal ini sudah cukup untuk meringankan beban mereka. Karena dari hasil bekerja paruh waktu itu, aku dan Doojoon bisa membiayai sekolah kami hingga tamat High School.

Dan lagi-lagi kebahagiaan tidak bisa berpihak pada kami. Ayah Doojoon yang sekarang membuka warung makan keliling menemukan kendala besar. Suatu hari, rekan bisnis ayah Doojoon yang baru kami ketahui kedoknya sebagai seorang mafia mendatangi lapak tempat kami menggelar dagangan. Tepat pada saat itu kami berdua ada di sana untuk membantu berjualan.

"Yoon Sang Hyun, lama tidak berjumpa," pria bertubuh tinggi dengan mata menakutkan itu menyalami paman Yoon kemudian duduk di salah satu tempat duduk di depan kami.

"Hm, lama tidak bertemu," kulihat paman hanya tersenyum melihat temannya ini.

"Baiklah, aku akan langsung berbicara ke inti. Aku kesini untuk menagih hutangmu yang sudah lama tidak kau bayar itu," rokok yang baru saja disulutnya sekarang menebarkan aroma tembakau yang mulai merebak kemana-mana.

"Bisakah kau memberikanku waktu lagi Mr. Yang?"

"Sang Hyun-ah, kau sudah mengatakan hal itu berulang-ulang kali. Baiklah, aku akan memberimu waktu satu minggu lagi. Saat aku kemari, sebaiknya kau sudah menyiapkan semuanya. Aku tidak mau tahu bagaimana caranya. Kau tahu, aku sedang membutuhkan uang itu," dia menatap paman dan mulai berdiri dari tempatnya duduk.

"Mr. Yang, tidak bisakah kau memberiku waktu satu atau dua tahun? Aku tidak yakin dalam waktu satu minggu bisa mengumpulkan uang sebanyak itu," sekarang paman menunjukkan wajahnya yang sangat sedih.

"Aniya, aku akan datang satu minggu lagi," dengan begitu pria menakutkan itupun pergi meninggalkan kami semua.

Seandainya hutang itu tidak terlalu banyak, mungkin kami bisa mengusahakannya sekuat tenaga. Tapi jumlah hutang dan bunganya sekarang adalah tujuh ratus lima puluh juta. Bagaimana bisa kami mencari uang sebanyak itu dalam waktu seminggu. Sedangkan usaha kami hanya berdagang makanan dan beberapa pekerjaan paruh waktu yang tidak seberapa gajinya. Kalau kami merampok bank, mungkin saja hal itu bisa terpenuhi. Atau kalau kami bisa mencuri beberapa mobil mewah, mungkin kami bisa mendapatkan tujuh ratus lima puluh juta itu dengan mudah. Masalahnya, kami menantang maut kalau mau melakukan hal gila seperti itu.

Aku tidak pernah membayangkan seseorang yang hidupnya begitu menderita selain keluarga Yoon. Pantas saja saat perusahaan ayahku bangkrut dan semua asetnya disita pemerintah, beliau langsung terkena serangan jantung dan langsung meninggal. Ibuku juga bernasib sama. Karena merasa bahwa semua yang ia miliki sudah lenyap, ia memilih bunuh diri. Mereka pasti sudah tenang sekarang karena tidak perlu lagi memikirkan hutang dan kehidupan yang berat seperti ini. Tapi, itu orangtuaku, lain halnya dengan paman Yoon. Dia tidak akan melakukan perbuatan gila seperti itu.

Sejak saat itu kami menghilang atau lebih tepatnya kabur. Kami berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang kami kira aman. Paman Yoon bukannya tidak mau membayar hutangnya, tetapi ia berjanji akan membayarnya saat telah berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang pantas untuk dibayarkan. Kami hanya mencoba mengulur waktu untuk membayar, bukannya menghindar dan berusaha mengelak untuk membayar.

Jadi, beginilah kehidupan kami sekarang. Selalu waspada saat keluar dari rumah sekalipun. Kami selalu mengawasi gerak-gerik orang asing yang tiba-tiba saja ada di sekitar apartemen kami. Walaupun hidup seperti ini sangat tidak nyaman, tapi ini sudah resiko.

Sekarang kami berada di salah satu distrik di pinggiran Seoul. Kami tidak ingin mencari masalah dengan tetap memilih tinggal di Seoul. Karena semakin kami berada di keramaian, kami akan semakin mudah terdeteksi. Dan kami tidak mau hal itu terjadi.

Sudah hampir tiga bulan kami berada di distrik ini tanpa ada masalah. Sampai pada siang ini. Saat kami melihat pria itu lagi. Tepat di depan apartemen kami.

.

.

.

"Doojoon-ah, lihat itu!" aku mengarahkan telunjukku ke arah seorang pemuda yang sedang berdiri di tepi atap apartemen. Apa dia akan bunuh diri?

Doojoon mengkuti arah telunjukku dan langsung berdiri saat melihat pemuda itu menangis tertahan. Dia berlari meninggalkan aku yang masih menunjuk pemuda itu.

Kulihat Doojoon menarik tangan pemuda yang lebih pendek yang ada di hadapannya itu. Karena aku tidak ingin berada di sini sendirian, maka aku segera berlari ke arah mereka berdua. Sesampainya di sana, aku mendengar Doojoon berteriak.

"YAH! KAU BILANG ITU BUKAN URUSANKU? BAGAIMANA KALAU KAU MATI DAN KAMI DIMINTAI KETERANGAN OLEH POLISI? SELAIN ITU AKU TIDAK INGIN ADA HANTU DI APARTEMEN KAMI," Doojoon mengeraskan suaranya sehingga pemuda imut di hadapannya itu sedikit ketakutan.

Beberapa saat kemudian pemuda itu balas menjawab sembari tersenyum,"Gomawoyo."

Doojoon mengusap airmata yang mengalir di pipi pemuda imut itu. Aku hanya berdiri di kejauhan. Entah mengapa hatiku sakit. Apa yang sebenarnya terjadi?

Mulai hari itu, kami mengetahui bahwa pemuda yang mencoba bunuh diri itu bernama Yang Yoseob. Walaupun dia tidak mengatakan alasannya ingin bunuh diri, tapi kami tidak pernah mendesaknya. Mungkin suatu saat nanti, ia akan menceritakannya pada kami.

Kalau sebelumnya aku dan Doojoon selalu bersama kemanapun kami pergi, maka sekarang pemandangan seperti itu sudah berubah. Karena ada Yoseob di antara kami. Awalnya aku masih bisa menoleransi keberadaan Yoseob di antara kami, namun setelah beberapa lama, aku merasa bahwa keberadaannya membuat Doojoon tidak lagi peduli padaku.

Mungkin orang akan mengatakan bahwa aku sakit kalau aku berkata jujur bahwa aku menyukai Doojoon. Dia adalah satu-satunya orang yang ada di hatiku. Aku selalu berada di dekatnya, sehingga jika ada orang lain yang berada di dekatnya selain aku, aku merasa cemburu. Pernah waktu Middle School, seorang gadis menyatakan perasaannya pada Doojoon dan tanpa sengaja aku melihatnya. Sejak saat itu aku marah dan ngambek padanya. Aku menolak berbicara padanya dan lebih memilih untuk tidak menghiraukannya. Karena melihat perubahan sikapku itu, Doojoon menjadi khawatir, maka ia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama denganku seperti semula dan akhirnya melupakan gadis itu. Aku tidak pernah berpikir bahwa kejadian seperti itu akan terulang lagi sekarang. Dan sekarang bukan saja pengganggu itu adalah seorang gadis, tapi pemuda yang memiliki senyum yang sangat manis, wajah imut dan perilaku yang kekanak-kanakan dan manja.

Doojoon memang pemuda yang tampan, tinggi dan memiliki kepribadian yang baik. Dia sangat jujur dan berjiwa kesatria serta sangat bertanggung jawab. Dia tipe pekerja keras dan tipe pemimpin yang baik. Tak heran, banyak yang tertarik padanya. Bukan hanya fisiknya saja yang keren, tetapi hatinya juga baik.

Hari ini sangat panas. Aku dan Doojoon keluar dari apartemen untuk membeli es krim. Kalau cuaca panas seperti ini kami memang paling senang makan es krim di atas atap apartemen. Setelah menemukan toko langganan kami, aku langsung menyeruak menuju kulkas yang berada di depan toko. Karena ingin mendinginkan kepalaku, aku memasukkan kepala dan sebagian tubuhku ke dalam kulkas, dan hal ini membuat Doojoon tertawa. Dia menarik pintu penutup kulkas sehingga langsung menjepit tubuhku. Kedua tanganku yang berada di luar langsung mencoba menarik kemeja yang dipakai Doojoon sehingga akhirnya ia membukakan juga pintu itu untukku.

"Yah! Kau mau aku mati?" aku berkacak pinggang di depannya. Tapi dia terus tertawa.

"Kau tidak akan mati karena masuk ke dalam kulkas," ujar Doojoon sambil mengacak-ngacak rambutku. Aku sangat senang saat ia melakukan hal itu padaku. Aku merasa menjadi anak kecil kembali. Tanpa sepengetahuannya, pipiku merona dan aku berusaha untuk menghindari tatapannya. Aku tidak ingin ia melihatku dalam keadaan seperti ini.

Setelah mengambil es krim favorit kami, Doojoon membawanya ke kasir. Tanpa disadari seseorang ikut mengulurkan es krimnya ke tempat kasir. Dan lagi-lagi kulihat Doojoon tersenyum. Dia tersenyum dan bukannya tertawa. Saat melihat Yoseob dia akan tersenyum, mengeluarkan senyum terbaiknya. Namun, saat bersamaku ia akan tertawa. Kenapa kau seperti itu Doojoon-ah.

Langsung saja aku menunjukkan muka tidak senangku. Kami bertiga menuju atap apartemen dan kedua orang di sebelahku seolah tidak menyadari bahwa aku ada di antara mereka, karena mereka berdua terus-terusan mncuekiku. Yoseob dan Doojoon berjalan beriringan sedangkan aku terpisah agak jauh di seberang. Mereka berdua terus bercerita tentang hal-hal lucu yang mereka alami dan aku hanya bisa mendengarkan sambil menunjukkan senyum palsu saat sesekali pandangan Doojoon menangkap wajah tidak senangku.

Aku mengguncangkan kakiku dan menatap langit biru saat kedua orang itu masih sibuk dengan dunia mereka. Aku merasa sangat sakit. Belum pernah seumur hidupku Doojoon mencuekiku seperti ini. Bahkan saat seorang gadis yang menyatakan cintanya itu ada di dekatnyapun, ia masih mengajakku bicara. Tidak seperti saat ini. Dia sibuk dengan Yoseob.

Aku tahu bahwa Yoseob benar-benar menarik. Dia imut, lucu dan yah, boleh dibilang cantik. Semua orang yang berbicara dengannya pasti akan langsung menyukainya. Dia benar-benar memiliki sifat yang berkebalikan denganku. Kepribadianku yang buruk sama sekali tidak seperti pemuda imut yang sekarang sedang menyuapkan es krimnya pada Doojoon sambil tertawa itu. Aku benar-benar bukan tandingannya.

Dalam hati aku ingin menangis. Apakah sekarang saatnya aku kehilangan Doojoon? Apakah aku akan sendirian dan tersakiti? Aku tidak ingin semua itu terjadi. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu gengsi untuk menyatakan cintaku pada Doojoon. Bahkan aku juga takut bahwa ia akan menolakku. Selama ini aku berusaha menyembunyikan perasaanku sebaik-baiknya karena aku takut bahwa Doojoon bukan gay. Tapi setelah aku melihat Doojoon dan Yoseob, aku baru menyadari bahwa ia gay. Tapi sekarang aku telah terlambat. Sudah tidak ada kesempatan untukku.

.

.

.

Malam ini tepat dua bulan Doojoon dan Yoseob saling mengenal. Selama dua bulan juga aku dan Doojoon jarang bertemu. Dia selalu menghabiskan waktunya bersama Yoseob setelah menyelesaikan kerja paruh waktunya. Dia masih mengunjungi Yoseob walaupun ia tahu bahwa keluarganya sedang berada dalam masalah besar.

Tadi siang Mr. Yang berhasil menemukan kami. Dia membawa anak buahnya dan mengobrak-abrik lapak tempat kami berjualan. Anak buahnya yang kejam itu melempar dan mematahkan serta merusak kursi dan meja lipat yang sudah tertata rapi. Mereka juga membuang semua makanan yang akan kami jual ke tanah. Hal ini sungguh keterlaluan.

Bukan hanya itu saja, Mr. Yang juga mengancam paman Yoon sambil mencengkeram kerah kemeja yang dipakai paman dan berkata keras di hadapannya. Dia akan kembali seminggu lagi.

Sambil menghentakkan cengkeramannya di kerah paman, dia pergi dan menendang beberapa kursi yang sudah teronggok tidak berdaya di tanah. Kami tidak bisa melakukan apa-apa karena anak buah paman memegangi kedua lengan kami dan menahanya di belakang.

Paman jatuh menabrak meja yang sudah patah kakinya sehingga menimbulkan suara BRUK yang keras. Kami langsung berlari menyelamatkannya saat semua orang jahat itu pergi meninggalkan lapak kami yang sekarang lebih terlihat seperti puing-puing bekas terjangan tsunami.

"Appa, gwaencahana?" tanya Doojoon. Ia tahu bahwa keadaan ayahnya tidak baik-baik saja, tapi apa lagi yang bisa ia katakan dalam keadaan seperti ini.

"Gwaenchana," sambil berusaha berdiri dibantu oleh Doojoon dan aku yang memegangi sisi tubuh paman.

Paman membersihkan sisa makanan yang menempel pada apron hitam yang dikenakannya dan berkata,"Sebaiknya kita membereskan ini semua. Dan jangan katakan pada ibumu mengenai hal ini. Appa tidak ingin ibumu terlalu banyak pikiran."

"Ne," kami berdua hanya menuruti perintah paman tanpa berkata-kata.

Malam ini, aku akan keluar untuk menghilangkan penat dan pikiran-pikiran negatif yang selama ini bersarang di kepalaku karena Doojoon. Namun, apa yang kutemui? Segerombolan orang berpakaian hitam kembali berada di depan apartemen kami. Mereka sekarang sudah mengetahui bahwa kami tinggal di sini. Apa yang harus kami lakukan? Sekarang kami tidak bisa kabur lagi.

Aku bersembunyi di balik tdinding yang kebetulan ada di dekat pintu apartemen. Anak buah Mr. Yang tidak berani berjaga terlalu dekat dengan apartemen kami karena akan menimbulkan kecurigaan yang besar dari para tetangga. Sehingga mereka memilih jarak aman sepeuluh meter dari tempatku berdiri. Walaupun dari jarak itu, mereka masih bisa mengamati gerak-gerik kami dengan leluasa. Dan aku tidak yakin bisa meninggalkan apartemen dalam keadaan selamat.

Samar-samar kudengar salah seorang dari anggota mafia itu berkata,"Apa yang akan bos lakukan kalau orang ini tidak mau membayar hutang itu?"

"Kau sudah tahu jawabannya," jawab salah seorang lagi yang sedang menyulut rokok.

"Benar. Pasti bos akan langsung membunuhnya. Dia selalu begitu," kini pria yang memegang kaleng soda ikut menyahut.

"Aku heran, kenapa bos masih menginginkan Mr. Yoon membayar hutangnya. Padahal, kebangkrutan peruasahaan Mr. Yoon juga bos yang mengaturnya. Bukankah bos sudah mendapatkan banyak keuntungan? Apalagi yang ia cari?" pria pertama kembali bertanya pada teman-temannya.

"Molla. Pikiran orang kaya memang sulit ditebak," pria penghisap rokok berkata sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

Apa? Jadi selama ini Mr. Yang yang telah membuat hidup keluarga Doojoon menderita. Tapi kenapa? Benar kata penjaga tadi, bahwa pikiran orang kaya memang sulit ditebak. Atau lebih tepatnya, pikiran orang jahat selalu sulit ditebak. Aku mengepalkan tangan kananku dan merasa sangat marah pada Mr. Yang. Dia biang keladi semuanya.

Aku merogoh saku celana dan kukeluarkan handphone. Langsung kutekan nomer satu. Nomer satu di list kontakku. Doojoon.

Tidak ada jawaban.

Kucoba lagi. Ya Tuhan, Doojoon dimana kau sekarang? Apa kau begitu sibuk hingga tak punya waktu untuk mengangkat panggilanku?

Tidak ada jawaban.

Sekali lagi kutekan tombol dial. Ayolah Doojoon! Ayahmu sedang dalam bahaya, kenapa kau tidak mengangkatnya juga?

Kembali tidak ada jawaban.

Untuk keempat kalinya aku kembali menekan tombol dial. Kutunggu dengan seksama.

Tetap tidak ada jawaban.

Kuputuskan ini yang terakhir kalinya. Kutekan tombol dial dan aku sangat berharap bahwa Yoon Doojoon akan segera mengangkatnya. Namun, harapkanku patahlah sudah saat tidak dia tidak menjawab panggilanku. Aku merasa sedih, sakit, marah dan patah hati.

Kumasukkan handphone kembali ke dalam saku celanaku dan kueratkan genggamanku pada tongkat pemukul yang baru beberapa saat lalu kuambil. Kututup mataku sesaat dan dengan tegar aku keluar dari tempat persembunyian kemudian berjalan ke segerombolan pria berpakaian hitam yang kini setengah mabuk. Kuayunkan tongkat pemukul di genggamanku pada punggung seorang pria di depanku.

"FUCK!" pria itu berbalik dan menatapku tajam. Tapi aku kembali memukulkan tongkat ke wajahnya sehingga ia jatuh terjungkal. Rekan-rekannya langsung bereaksi dan mencoba memburuku. Tapi aku terus mengayunkan tongkatku seperti orang gila kesana kemari tanpa arah yang jelas. Sesekali aku melancarkan tendangan pada tubuh di hadapanku. Dan akibatnya beberapa orang roboh. Tapi, tidak berapa lama seseorang berhasil memukul dadaku dan membuatku jatuh tersungkur. Tongkatpun lepas dari genggamanku. Darah segar mulai mengalir dari sudut bibirku. Tapi, sakit ini tidak sesakit hatiku yang merasa dikhianati oleh Doojoon.

Tiga atau empat orang di hadapanku mulai melancarkan tendangan mereka ke semua bagian tubuhku. Sisi kanan, kiri bahkan dadaku menjadi sasarannya. Aku tidak tahan. Aku hanya menunjukkan senyum sedih saat mereka secara terus menerus menendangku. Seseorang bahkan menendang sangat keras hingga kurasakan sakitnya sampai ke tulang pahaku. Kaos yang kupakai sudah berlumuran darah sekarang, tapi mereka belum menghentikan pemukulan.

Doojoon-ah, dimana kau sekarang? Kenapa kau tidak menjawab panggilanku? Kenapa kau tidak peduli lagi padaku sekarang? Aku benci padamu. Rasa sakit ini tidak sebanding dengan sakit hatiku Doojoon-ah. Haruskah aku mati demi kau? Haruskah aku memberikan kebahagiaan untukmu? Haruskah aku mati dengan sakit hatiku ini?

Aku Yong Junhyung, benar-benar membencimu Yoon Doojoon. Rasa cintaku padamu membuatku rela melakukan semua perbuatan gila bersamamu, tapi kau tak pernah sedikit pun melihatku. Aku muak dengan semuanya. Biarkan aku mati dengan tenang. Kuremas kaos yang kupakai di bagian dadaku. Karena semua sakit ini berasal dari sini. Dadaku terasa sesak.

Karena serangan bertubi-tubi pada tubuhku, aku mulai kehilangan kesadaran. Mataku mulai mengatup rapat dengan sendirinya. Aku tak tahu apakah aku masih bisa bangun setelah ini atau tidak.

.

.

.

Doojoon POV

Yoseob mengirim sms padaku, bertanya apakah aku bisa ke apartemennya hari ini. Tadinya aku ragu apakah aku akan pergi atau tidak, tapi setelah kupertimbangkan akhirnya aku menyetujui tawarannya. Aku datang kesana tepat setelah aku menyelesaikan tugasku membersihkan semua kekacauan yang disebabkan oleh anak buah Mr. Yang. Aku benar-benar tidak tahu bahwa akhirnya Mr. Yang berhasil menemukan kami setelah hampir setengah tahun kami tidak ketahuan. Setelah memastikan bahwa ayah baik-baik saja dan Junhyung pergi mengendarai mobil kembali ke rumah, aku memacu sepeda motorku menuju apartemen Yosoeb.

Akupun mengembangkan senyum dan menyembunyikan wajah khawatirku saat kulihat Yoseob di pintu apartemen. Memang sudah beberapa kali aku ke sini, sehingga aku sudah tidak merasa asing dengan tempat ini. Entah kenapa, saat melihat Yoseob aku akan langsung tersenyum.

Kami berdua makan malam bersama dan setelah itu, seperti biasa kami berbaring di depan apartemen Yoseob. Kedua tanganku menopang daguku dan kuperhatikan Yoseob yang serius membaca majalah yang membahas tentang seorang artis yang sedang naik daun "AJ". Dia mengeluhkan betapa ia ingin seperti AJ, memiliki tubuh atletis dan suara yang bagus. Aku hanya tersenyum mendengar celotehannya. Aku sibuk memperhatikan wajahnya yang berubah-ubah ekspresi dari sedih, senang, iri dan lain-lain dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Aku heran, aku betah memperhatikannya selama ini tanpa mengeluh sedikitpun.

Ketika sibuk berbicara mengenai bintang bernama AJ ini, tiba-tiba ia menatapku dan sontak pandangan kami langsung bertemu. Tanpa kuketahui, dia mendekatkan wajahnya pada wajahku dan mengecup bibirku. Ya Tuhan, entah sudah berapa lama aku ingin merasakan bibir itu. Sekarang aku bahagia. Ini berarti, dia juga menyukaiku. Selama ini cintaku padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Karena apabila cintaku bertepuk sebelah tangan, maka betapa sakitnya aku tidak akan bisa bertahan.

Aku sangat senang bersama Yoseob sehingga aku melupakan semua dilema yang sedang terjadi pada keluargaku. Aku bahkan tidak merasakan bahwa Junhyung telah meneleponku sampai lima kali. Apa yang sebenarnya terjadi?

TO BE CONTINUED

Author note:

Mian kalo ceritanya ancur. Hm, buat yang baca, please REVIEW. Ini Cuma ide yang tiba-tiba nongol saat nonton MV. Buat yang pengen tahu lebih jelasnya gimana jalan ceritanya, bisa dilihat di MV Huh Gak. OK, buat chap lanjutannya judulnya I TOLD YOU I WANNA DIE.

Mian kalo ada typo, hehehe abis bikinnya ngebut si.