Title: Mimpi dan Harapan
Subtitle: Prologue―Mimpi
Genre: Friendship, Romance, Hurt/Comfort
Rated: T
Fandom: Vocaloid
Disclaimer: Vocaloid © Crypton Future Media, Internet Co, AH Software, Yamaha Corporation, Sony Music Entertainment Japan
Warning: OC-centric, slight OCXMiku
A/N: Nee, minna-san! Saya mem-publish multi-chapter nih! Semoga saya bisa menamatkannya, amin! Ini bakal OC-centric, maaf ya ;_; Saya pribadi sebenarnya agak ndak suka dengan OC-centric sih, tapi ntah kenapa ide ini nyasar ke otak saya dan saya pingin banget ngetik yang ini. Uh, ini ber-setting masa depan, tahun 2031. Oh iya, kalau memang ide FFic ini memang sudah pernah ada yang buat, segera beri tahu saya ya. Akan segera saya hapus ^^ Well, enjoy.
.
.
"Ibu... Aku ingin menjadi seorang penyanyi terkenal seperti ayah suatu hari nanti!"
"Kalau begitu, berjanjilah; kau akan rajin latihan menyanyi mulai sekarang."
"Ya! Tentu saja! Aku akan memperdengarkan suaraku pada dunia! Akan kubuat mereka tercengang oleh suaraku. Seluruh dunia akan mengenalku!"
"Baiklah. Ibu akan mendukungmu. Nah sekarang, sini ibu ajari bermain piano."
"Ya!"
Seorang pemuda pada umur 25 itu membuka mata secara tiba-tiba. Ia terduduk dari posisi baringnya dan nafasnya memburu. Keringatnya mengalir bebas, dan matanya menatap horor cermin di depannya. Ia mendesah setelah nafasnya sudah mulai teratur.
Ia mendekatkan lututnya ke dada dan membenamkan wajahnya, "Sial! Sampai kapan ini semua akan menjadi mimpi belaka?" ia menggertakkan giginya dan mengacak rambut hitam pekatnya. "Kalau saja semudah itu mewujudkan impian..." gumamnya dengan suara kecil
.
"Hei―paling tidak berikan aku kesempatan!"
"Tidak. Sudah saya katakan: tidak. Apa yang membuat Anda berpikir masih ada yang ingin mendengar suara itu di zaman seperti ini?" ucap wanita separuh baya dengan pakaian jas kelabunya. Ia mendecakkan lidahnya dan melipat tangannya di dada, "Sekarang, saya mohon pada Anda untuk keluar dari ruangan ini."
Lelaki itu mendengus kesal, "Kalau begitu, biarkan aku tinggalkan CD ini di sini. Kumohon, kau bebas untuk mendengarnya kapanpun, asal beri aku kesempatan." Ia mengangkat CD-nya dan mengisyaratkan bahwa CD itulah yang ia maksud.
Wanita itu memukul mejanya, "Tuan yang terhormat, saya sudah mencoba untuk menolak Anda baik-baik dari tadi. Namun Anda membuat kesabaran saya habis, maaf jika kami berlaku agak kasar kepada Anda," ia menghela nafas panjang, "Security, security! Bawa orang ini keluar dari hadapan saya!" teriaknya.
Dua orang lelaki tiba-tiba masuk ke ruangan dan menangkap pemuda itu. Pemuda itu mencoba melepaskan diri sebelum ia dilempar keluar dari gedung besar itu. Ia menatap mereka dengan pandangan tajam, seakan dendam. Tangannya ia kepal dengan erat, matanya menatap mereka dengan tidak puas. Kalau saja ia ditolak setelah CD-nya didengar, ia tidak akan sekesal ini. Masalahnya, setiap perusahaan produser lagu itu bahkan telah menolaknya sejak awal.
Ia mendesah dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Menatap mereka dengan tatapan kutukan selama berjam-jam pun takkan membuat mereka merasa menyesal atau apapun. Jadi, ia putuskan untuk mampir ke salah satu kafe favoritnya yang terletak di ujung jalan.
'Betapa sialnya aku, hidup di zaman ini di mana tugas manusia hanya duduk di depan komputer dan membuat lagu. Dan software aneh itu yang menyanyikan lagu. Yang benar saja, mereka bahkan menyanyikannya dengan buruk!' pikirnya dalam hati. Ya, pada tahun 2031 ini memang―sangat―sulit untuk menjadi penyanyi. Dari 1000 orang di dunia yang ingin menjadi penyanyi, mungkin hanya 1 yang diterima. Dunia permusikan sudah dikuasai oleh software bernama Vocaloid itu.
Semua orang di dunia ingin mendengar lagu-lagu para Vocaloid, penyanyi sekarang pun tidak akan bisa terkenal. Mungkin dalam satu kota hanya sekitar 8% orang yang tahu bahwa penyanyi itu ada di kota mereka. Maka, semakin lama para penyanyi manusia itu pun tidak diterima produser lagu manapun lagi.
Begitu pula dengan pemuda keturuna Jepang itu, mimpinya di masa lalu kini hanya menjadi mimpi belaka, tanpa ada tanda-tanda akan menjadi kenyataan.
Ia membuka pintu di depannya dan menghasilkan bunyi kericing menandakan adanya tamu. Pelayan di sana mengalihkan pandangannya dari panggung kecil di sana ke arah pemuda yang baru masuk itu. Sebuah senyum lebar terhias di wajah manisnya, "Eh, kau datang juga rupanya hari ini. Kupikir kau takkan datang. Jadi," ia menghentikan kalimatnya sejenak dan menatap pemuda itu seius, "apa kau berhasil?"
Ia mendecak kesal, "Menurutmu?"
"Tentu saja tidak!" ia tertawa, dan menyodorkan segelas minuman untuknya, "Ini, gratis untukmu agar kau tidak down." Ia meletakkan telunjuknya di bibir dan mengedipkan matanya, "Ssh, rahasiakan dari bos-ku ya! Aku tidak mau sampai dipecat!"
Lelaki ber-iris hitam itu menyunggingkan bibirnya membentuk senyuman tipis, "Ya, terima kasih."
"Ah, aku ke sana dulu ya. Aku mau melihat'nya' menyanyi!" serunya sebelum buru-buru berlari menuju bagian lain bar itu. Ia menaikkan sebelah alisnya, '...nya? Memangnya siapa yang mau menyanyi?' Ia membalikkan tubuhnya dan melihat seorang gadis manis dengan rambut twintail yang amat panjang sedang mengecek mic-nya. Ia membawa minuman gratisnya dan mencari tempat duduk yang lebih dekat.
Gadis remaja di atas panggung itu tersenyum lebar dan mulai menyanyi saat intronya selesai. Yang benar saja, suara gadis itu begitu lembut, halus, namun begitu beremosi dalam setiap lirik yang ia nyanyikan. Lelaki berambut hitam alami ini menatapnya dengan kagum, bibirnya terbuka sedikit, dan wajahnya sedikit merah (mungkin oleh cahaya lampu di sana?).
Selama kurang lebih 5 menit ia bernyanyi di depan panggung itu, menebarkan senyum di sana sini. Setelah musik berhenti, ia mendapat sambutan heboh dari penonton. Ia mengedipkan matanya beberapa kali, ia baru sadar bahwa hari ini kafe itu lebih ramai. Malah sangat ramai; biasanya hanya akan ada 3 atau 4 pelanggan yang berkunjung. Tapi hari ini kursi penuh, bahkan beberapa harus bediri. Apa mereka memang datang ke sini untuk melihat gadis itu?
Sebuah senyum tanpa sadar terlintas di wajahnya, apa ini benar-benar terjadi? Mereka semua ada di sini untuk melihat gadis itu? Seorang gadis? Pandangan iris berwarna gelap itu terus mengikuti langkah gadis itu yang telah turun panggung. Kakinya berlari menuju arah gadis, berusaha memanggilnya, "H―Hei, kau yang di sana!" serunya.
Gadis itu menoleh, rambut hijau tosca-nya jatuh lewat bahunya. Ia memiringkan kepalanya, "...Aku?"
Pemuda itu mengontrol nafasnya, ternyata berusaha melewati keramaian itu sangat menguras nafas, ya? Setelah ia sudah agak tenang, ia mengangkat wajahnya dan menatap iris berwarna senada dengan rambutnya. Manik yang begitu cantik dan hangat. Wajahnya mulus dan bibirnya berwarna merah muda. "Ah, kau..." ia berdiri dengan tegak dan menatapnya lebih jelas, "suaramu bagus!" serunya dengan senyum lebar di wajahnya.
Gadis itu sedikit terkejut dengan pernyataan pemuda itu, namun kemudian ia tersenyum manis, "Terima kasih..."
Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Hei, kau masih muda dan kau punya suara yang bagus. Maksudku―kau tahu, di tengah zaman seperti ini sulit sekali untuk menemukan manusia yang bertalenta hebat sepertimu! Dan k―kurasa kau punya penggemar yang kau butuhkan. Aku juga suka bernyanyi, tapi tak pernah ada produser yang bahkan mau mendengar suaraku. Jadi, bagaimana kalau kita bekerjasama? B―Bukan maksudku untuk memperalatmu hanya―"
"Aku mengerti maksudmu..." ia memotong, "aku mengerti jelas, kok. Memang susah untuk para manusia untuk mendapat pendukung di dunia permusikan sekarang."
"K―Kau mengerti?" ia membelalakkan matanya, menatapnya tak percaya. Benarkah semudah itu ia mendapat bantuan dari seseorang yang sudah terkenal ini. Yah, ia memang masih belum tahu gadis itu. Tapi, jelas ia punya banyak pendukung, kan? Itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa ia terkenal.
Gadis itu mengangguk kuat, membuat rambut twintail-nya ikut berayun. "Kurasa aku tentu perlu mendengar suaramu saat menyanyi dulu, baru kuputuskan mambantumu atau tidak. Bagaimana, kau setuju?" Pemuda itu menatapnya sejenak sebelum mengangguk.
Sang pemilik rambut hijau itu mengalihkan pandangannya ke seorang lelaki agak gemuk yang berpakaian vest coklat. Ia mendekatinya dan kelihatan sedang membicarakan sesuatu. Awalnya lelaki itu menggelengkan kepalanya berkali-kali dengan tegas. Namun gadis itu memohon terus, terlihat dari tangannya yang tertutup dan pandangan matanya yang terkesan puppy eyes. Tak lama kemudian, lelaki gemuk itu menghela nafas panjang dan melirik pemuda 25 tahun itu, lalu mengangguk.
Mereka berjalan mendekati pemuda itu, "Kau boleh bernyanyi di atas panggungku. Tapi...hanya satu lagu," ucapnya. Pemuda berambut hitam itu mengangguk dan naik ke atas panggung. Ia tersenyum mantap dan mengisyaratkan sesuatu pada para pemain musik di belakangnya. Mereka mengangguk mengerti.
Begitu intro dimulai, banyak mata kembali pada panggung kecil di kafe itu lagi. Beberapa berbisik satu sama lain ketika melihat siapa yang berada di depan. Namun pada akhirnya, semua terdiam dan mendengarkan lagu slow yang dinyanyikan itu. Suara yang berat dan pada saat yang sama begitu jernih. Kali ini masih ada yang saling berbisik, namun dengan sebuah senyum di wajah.
Ketika lagu itu selesai, beberapa penonton itu memberikan tepuk tangan pada penyanyi itu. Pemuda di depan tersenyum dan membungkuk hormat, membuat poninya yang ia ikat ikut jatuh. Ia turun dari panggung dan mendapat tepuk tangan lain―yakni dari gadis yang baru dikenalnya tadi. "Kau bernyanyi dengan baik. Sepertinya aku tertarik padamu."
Wajah pemuda itu sedikit memerah akibat kalimat gadis itu. Namun segera ia singkirkan prasangka salahnya itu jauh-jauh dan memasang sebuah senyum khas-nya, "Terima kasih. Jadi, kau mau membantuku?" Gadis itu menatapnya dengan tatapan penuh makna, "Tentu saja. Tidak ada alasan untuk menolak manusia berbakat sepertimu," ia mengulurkan tangannya, "Salam kenal, aku Hatsune Miku. Kuharap aku dapat membantumu."
.
.
A/N: Saya tahu, beberapa akan mulai bertanya, "Jadi, siapa nama OC ini?" Dan akan dengan sangat jujur saya katakan...dia belum punya nama *gets shot* Gomen, benar-benar ndak ada ide untuk namanya. Jadi, gini saja, berikan ide nama lewat review ya, saya benar-benar butuh! Thank you :3
