MESSAGES [HIDE]
Mingyu x Halla (?)
Belum tidur? Sedang apa?
Mingyu mondar – mandir gelisah. Matanya berkali – kali melirik jendela yang masih benderang, pertanda si empunya belum lelap. Tiga menit ia berdiri dalam posisi seperti itu. Hanya bola matanya saja yang loncat dari satu objek ke objek lain. Objek pertama, jendela. Objek satunya lagi, layar ponsel. Keduanya sama – sama benderang dan Mingyu bisa merasakan hatinya makin menciut cemas. Kini hampir lima menit berlalu setelah pesan yang diusahakan sesingkat mungkin itu terkirim. Empat menit sejak tanda double checklist itu berubah warna menjadi biru. Pertanda sudah dibaca oleh penerima. Tapi kenapa tidak dibalas? Ingin Mingyu teriak memakai capslock, tapi lebay. Jadi ia berakhir menggigiti ujung benda segi empat dalam genggamannya. Ew, kuman.
Aku di depan rumahmu, loh. Bisa keluar sebentar?
Dicobanya peruntungan kedua. Siapa tahu tadi hanya tidak sengaja terbaca lalu lupa. Yeah, siapa tahu. Semoga saja. Semoga, semoga, semoga –sent. Kembali matanya melirik jendela di seberang jalan. Harap – harap cemas. Hingga menit kedua dan belum ada tanda – tanda keberadaan pemilik kamar, namun tanda double checklist lagi – lagi sudah berubah warna menjadi biru. Fix! Mingyu dicuekin. Hatinya nelangsa dan rasanya ingin menangis, tapi malu. Pasalnya tubuh bongsornya kini tengah berdiri di tikungan jalan, tepat di bawah lampu lima watt yang sempat membuat tengkuknya meremang. Horor! Meskipun masih lumayan banyak warga sekitar yang lalu lalang melewatinya. Hanya berdiri saja Mingyu sudah mengundang banyak tatap bingung dari orang lewat, bagaimana jadinya kalau ia meraung - raung? Ih. Tolong ya malu sedikit. Mingyu merengut. Inginnya sih langsung ketuk saja pintunya. Toh tinggal menyeberangi jalan komplek dan ia sudah menapaki halaman depan rumah pujaan hati. Tapi... katanya Kakak tertua di rumah itu galak sekali. Chan bilang bokongnya sering dipukul kalau ketahuan membuat onar di sekolah. Sebenarnya itu wajar, Mingyu sempat membatin ketika bocah ingusan itu curhat padanya beberapa waktu lalu. Chan kan memang nakal. Mingyu meringis sambil menggelengkan kepala. Terima kasih, tapi ia masih sayang pada bokongnya. Kalau bokongnya memar lantaran kena pukul, Mingyu jadi tidak punya objek garukan dong? Menggaruk kan asyik. Eh.
Sepersekian detik diamatinya layar ponsel yang kini meredup. Ikon baterai kecil di pojok kanan atas berkedip merah dan Minyu mengumpat dalam hati. Lowbat, astaga. Dengan ekspresi paling nelangsa yang ia punya dua jempolnya saling bahu membahu mengetikkan satu nama yang sedari tadi membuatnya mengurut dada.
Halla..?
Sent.
Ya sudah kalau tidak mau balas pesanku. Aku pulang sekarang. Besok pagi berangkat bersama ya? Kujemput pagi sekali. Dah~
Sent.
Mingyu membawa kaki jenjangnya berbalik dan menjauh dari tikungan lima watt. Dengan lutut lemas, hati nelangsa, dan ponsel mati dalam saku celananya ia pulang. Ingin segera memeluk kasur dan, kalau tidak malu, menuntaskan acara meraungnya yang tertunda? Jadi, ditolak rasanya begini ya? Maklum, Mingyu biasanya menolak, sih. Huhu, kok sakit.
