Dia Masa Lalu, Aku Masa Depanmu
Eyeshield 21 by Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata
This story by Rannada Youichi
Chapter 1 of 7
Warning: Typo (s), gaje, dan kekurangan-kekurangan lain
-DIA MASA LALU, AKU MASA DEPANMU-
Mamori POV
'Huh!', aku menghela nafas-gusar. Kualihkan pandanganku menuju jam dinding yang tergantung di sudut ruangan. Aku tersentak ketika melihat jarum jam menunjukkan pukul 5. Itu artinya aku telah berkelut dengan kertas-kertas berisi strategi, data-data tentang tim lawan, dan hal semacamnya. Sebenarnya aku tidak sendirian. Kapten Deimon Devil Bats yang terkenal dengan kekejamannya juga masih berkelut dengan laptopnya di ruangan yang sama denganku. Tapi, ada tidaknya dia itu sama saja. Tidak ada yang bicara atau mungkin tidak ada yang 'pantas' untuk dibicarakan. Diam-sunyi-sepi, itu yang mendominasi keadaan antara aku dan dia.
-Hiruma Youichi-
Itulah namanya. Tampan, genius, dan sifatnya yang misterius menjadi daya tariknya untuk mengikat hati lawan jenisnya. Aku tahu dia mempunyai banyak fansgirl di luar sana. Namun, mereka (aku yakin) takut untuk mengungkapkannya atau setidaknya menunjukkan batang hidungnya di depan quarterback itu. Aku tak heran. Siapa juga yang berani main-main dengan seseorang yang setiap waktu membawa AK-47 kemanapun dia pergi dan sigap untuk menembak kepala mereka yang berani bermain-main dengannya.
Jujur, aku tertarik padanya. Ketertarikanku itu muncul ketika aku masih duduk di kelas 1. Aku yakin, dibalik sifatnya yang keras, dia mempunyai sifat yang lembut. Aku melihat emosi yang berbeda di kedua mata emeraldnya ketika Musashi-kun pergi meninggalkannya, meninggalkan Kurita-kun, meninggalkan Deimon. Aku melihat mata emeraldnya meredup ketika dia tak bias melakukan apa-apa, tak bisa menahan Musashi-kun untuk tinggal, bahkan dengan akuma techounya. Dan aku tahu, dia kesepian. Semua sifat kerasnya adalah benteng dari pertahanannya yang lemah. Sejak saat itu, aku tahu aku tertarik padanya, menyukainya, dan pada akhirnya aku mencintainya.
'DUK"
"Argh!" aku sontak berteriak dan mengelus kepalaku yang sakit ketika aku merasakan sesuatu menimpa kepalaku.
"Heh." aku mengerjab ketika aku melihat sebuah buku berukuran cukup besar tergeletak di bawah kursi yang aku duduki. Aku menatap Hiruma-kun semengerikan mungkin ketika aku tahu apa yang ia lakukan padaku.
"Apa?" tantangnya.
Aku berusaha untuk tetap sabar. Aku benar-benar bingung dengan cara berpikir Hiruma-kun. Ok! Dia genius. Tetapi, apa dia tidak memikirkan kemungkinan terburuk atas 'tragedi pelemparan buku' itu. Bisa saja aku amnesia, kan?
"Kau tak akan amnesia, Baka!"
Aku menatapnya, kali ini tatapan kebingungan. Darimana dia tahu apa yang sedang aku pikirkan? Jangan-jangan dia nenek sihir yang menyamar menjadi anak sekolahan. Lihat saja sifatnya selama ini! Bengis, keji, kejam, dan sifat-sifat buruk lainnya. Hii! Aku bergidik memikirkannya.
"Apa yang kau pikirkan, Baka?" bentaknya.
Baka-baka-baka!
Sudah lebih 15 kali dia menyebutkan kata itu kepadaku seharian ini. Kalau aku memang baka, lantas kenapa dia mau aku menjadi managernya? Dasar baka!
"Hiruma-kun," aku memanggilnya. Aku ingin memastikan apakah dia tadi benar-benar melempar buku ke kepalaku. Tentu saja aku takut jika otakku yang 'pintar' ini akan menjadi baka karena dia. Jika memang itu benar-benar terjadi, aku tak akan memaafkannya. Tidak akan!
"Hemb," dia menggumam. Mungkin maksudnya dia memberitahuku bahwa dia mendengarkanku.
"Apa kau tadi melempar buku ini kepadaku?" tanyaku sambil mengangkat buku itu, bermaksud menunjukkannya.
Dia tidak menjawab, menoleh pun tidak. Aku berusaha keras untuk menahan diri melempar meja di depanku ini ke mukanya.
"Urgh!" akhirnya kesabaranku benar-benar habis. Kulemparkan sekuat tenaga buku itu ke arahnya. 'Semoga mengenai wajahnya,' aku berharap.
'HAP'
Hiruma-kun menangkapnya. Dia memperhatikan buku itu, kemudian menatapku. Kulihat mata emeraldnya berkilat marah. Aura hitam menguar kental dari tubuhnya. Tak ada seringai di bibirnya-datar, dan itu malah membuatku takut.
Aku segera mengalihkan pandanganku ke tempat lain yang penting tidak menatap wajahnya, apalagi mata emeraldnya. Ku berusaha mencari objek yang bisa mengeluarkanku dari situasi mengerikan ini. 'Ayo cari! Cari! Cari yang cepat, Baka!' suara dalam kepalaku berteriak-teriak, bahkan mengataiku baka, membuatku gila! Dan akhirnya-kutemukan! Menghela nafas-lakukan akting sebaik-baiknya-
"Eh, sudah jam 5 ya?" tanyaku pura-pura terkejut.
"Hahahaha! Aku baru tahu kalau ternyata sudah sore," lanjutku dengan disertai tawa garing. Aku tahu ini aneh, tetapi tak apalah.
"Ehm, Hiruma-kun, aku pu-pulang du-dulu, ya.." ujarku terbata-bata. Aku mendongakkan kepalaku yang memang sejak tadi agak menunduk.
DEG-DEG-DEG
Jantungku berdetak lebih cepat ketika Hiruma-kun berdiri dari posisi duduknya. Dia berjalan menghampiriku. Aku menahan nafasku ketika dia sudah berada di hadapanku. Kuberanikan wajahku menatap mata emeraldnya. Entah karena apa, menatap emeraldnya membuatku lebih tenang. Mata emeraldnya itu memang indah, teduh, dan terlihat menentramkan, kontras dengan sifatnya yang keras. Aku hampir saja menyunggingkan senyum-untung aku langsung ingat situasi apa yang aku hadapi saat ini-menegangkan dan menyeramkan. Ya-seperti di film-film horror. Lalu siapa hantunya?
Tentu saja –Hiruma Youichi-
"Manager Sialan," panggilnya dengan nada tajam dan berbahaya.
"I..iya." jawabku gugup atau takut?
Ku lihat dia menarik sudut bibibnya-menyeringai.
"Kau mau main-main denganku,eh? Melempar buku ini kepada seorang quarterback. Kau meremehkanku?" tanyanya dibuat semeremehkan mungkin. Aku paling benci situasi ini, situasi dimana seorang manager diinterogasi oleh sang kapten.
"Aku hanya membalas apa yang kau lakukan padaku, Hiruma Youichi!" ujarku tajam. Dalam hati, aku telah siap berperang. Perang dengan Hiruma Youichi adalah rutinitasku dan aku sudah terbiasa akan itu. Setiap selesai perang, aku biasanya menenangkan diri dengan makan kue sus Kariya. Entah kenapa, rasanya lebih nikmat jika dimakan saat kemarahanku meletup-letup. Dan setelah makan, keberanianku untuk melawannya akan bertam-
"Ayo pulang!"
'Eh'
Detik pertama-aku terdiam.
Detik kedua-mulutku sukses menganga.
Detik ketiga-
"Baka!"
-aku terkejut-
"Jangan memasang ekspresi menjijikkan seperti itu! Membuatku ingin muntah!" bentaknya.
Aku tersadar dari lamunanku. Jujur aku sangat heran. 'Ayo' adalah kata yang tabu bagi sosok di hadapanku. Biasanya, dia akan mengatakan, 'Pulang sana!' dengan nada mengusir dan mata emeraldnya memandang sinis, rendah, dan hal-hal lain yang terkesan buruk. Aku tersenyum dalam diam. Sore itu, dia mengantarkan ku pulang, walau dia berusaha meyakinkanku bahwa dia kebetulan akan pergi ke suatu tempat yang searah dengan rumahku. Namun, tetap saja-aku merasa bahagia-
End Mamori POV
^o^
Di Deimon.
Setiap pandangan Mamori-secara tak sengaja- tertumpu pada buku Matematika setebal 225 halaman yang tergeletak di mejanya, ia tak bisa menahan senyumannya. Buku itu mengingatkannya pada buku tebal yang Hiruma lempar ke kepalanya.
'Seandainya saat itu aku mengalami amnesia, apa Hiruma-kun akan tanggung jawab ya?' tanyanya dalam hati. 'Atau malah akan membuangku ke sungai?' sontak kedua mata sewarna biru laut itu membulat ketika menyadari bahwa kemungkinan kedua yang ia pikirkan lebih mungkin dilakukan Hiruma daripada kemungkinan yang pertama. 'Hiruma-kun tanggung jawab? Yang benar saja!' pikir Mamori.
"Mamo-Mamori!"
Mamori tersadar dari lamunannya. Menatap Anko yang menatapnya khawatir.
"Apa?" tanya Mamori.
"Kau aneh. Kau senyam-senyum sendiri. Kau juga malah memperhatikan Hiruma terus. Kau menyukainya?" tanya Anko, terlihat sekali dia mengharapkan jawaban 'tidak' dari bibir Mamori.
Mamori tersenyum, "Aku memperhatikan laptopnya,"
-Anko sweatdrop-
Secara tak sengaja, pandangan Mamori terjatuh pada Hiruma.
'Tampan' pikirnya.
DEG-
Mamori merasakan jantungnya berhenti sesaat ketika melihat bibir Hiruma menyunggingkan senyum tulus, membuat wajahnya terlihat lebih tampan. Pancaran mata emeraldnya memang lebih sesuai untuk senyuman Hiruma-bukan seringainya. Mamori melihat dan merasakan bahwa mata emerald Hiruma lebih terang dan bercahaya ketika tersenyum.
Namun, bukan itu yang membuat detak jantungnya serasa berhenti sesaat. Seyuman itu-Senyuman itu tidak ditujukan padanya, tetapi untuk sesuatu atau mungkin seseorang di laptopnya. Dan itu membuat Mamori takut-Hiruma akan meninggalkannya.
^o^
Di Ruang Klub.
"You-nii kemana sich?" tanya Suzuna. Wajahnya terlihat bingung karena sang kapten tidak dating-datang. Padahal, sang kaptenlah yang paling anti dengan kata 'terlambat'.
"Dia tidak akan datang," ujar Musashi yang baru saja memasuki ruang klub.
Mamori menyernyit, "Memangnya kenapa, Musashi-kun?" tanyanya.
"Anak itu menjemput seseorang,"
Seluruh anggota tim Deimon Devil Bats terdiam. Di dalam pikiran mereka terdapat pertanyaan yang sama, 'Siapa?'
Seperti tahu apa yang dipikirkan rekan-rekan satu timnya, Musashi melanjurkan,
"Kayaka Yotake-"
Mamori merasakan aka nada benda tajam menembus jantungnya-
"-perempuan masa lalu Hiruma,"
-dan benda tajam itu sukses menembus jantungnya.
To be Continue
Salam kenal!
Saya Rannada Youichi .
Ini fic kedua saya dan saya menyadari banyak sekali kekurangan-kekurangannya.
Hiruma OOC banget?
Memang itu untuk mendukung konflik yang mungkin akan mulai muncul di chapter 2 nanti.
Dan saya mengharapkan review dari senpai-senpai.
Terima kasih-
-Rannada Youchi-
