"Love Scenario."

By : Amanda Lactis

Summary : Berawal dari kagum sampai patah hati karena kakak tingkat yang disukai sudah memiliki pacar, sepertinya Naruto memang tidak beruntung dalam hal percintaan. Belum lagi ada asdos angkuh yang suka sekali mengganggunya, membuat hidupnya semakin rumit. Two-shoot. SasuFem!Naru.

Inspired by : Love Scenario - iKON

.

.

.

Kalau tidak salah Naruto mulai mengagumi kakak tingkat yang sudah semester enam itu sejak jaman OSPEK. Jaman dimana dia mendapat masalah karena tidak mengerjakan tugas yang diberi, atau saat Naruto nyaris tidak pernah tidur nyenyak selama seminggu. Saat semua senior membentak dan mencari kesalahan mahasiswa baru, hanya dia yang diam saja.

Namanya Sabaku Gaara. Semester enam. Tampan sekali. Sikapnya dingin dan tidak banyak bicara, membuat Naruto kepalang yakin jika dia punya peluang besar untuk menjadi ehem pacarnya. Tapi semua khyalan indahnya hancur pagi ini. Benar-benar hancur sampai Naruto tidak sadar sudah menangis selama tiga pulun menit penuh.

Harusnya kagum tidak semenyedihkan ini, bukan? Batinnya lesu.

Uzumaki Naruto. Semester dua. Menyatakan diri sedang patah hati. Rasanya sakit sekali, bung.

.

.

.

"Ya Tuhan! Nar, apa-apaan dengan pakaianmu? Dan ugh, hawa suram apa ini?" Ino sontak menghampiri Naruto yang ajaibnya mengenakan aksesoris serba hitam. Naruto terkenal dengan pilihan pakaian nya yang mencolok, oranye tua. Namun hari ini? Kenapa mendadak setelah satu semester terlewati gadis itu mulai mengenakan warna lain?

"Aku sedang berduka." Naruto menyahuti pelan. Dia duduk di samping Sakura yang ikut mengkhawatirkannya. Tenten yang duduk di depannya memilih diam dan menunggu penjelasan dari Naruto.

"Yak! Siapa yang mati memangnya?"

"...Hatiku..."

Hening.

"Apa? Liver mu bermasalah? Kau kena Hepatitis?" Tenten membalas agak panik.

"Bukan, bodoh. Dia sedang patah hati! Benar, kan Nar?" Ino mendapat anggukkan pelan dari Naruto. Rambutnya jadi berantakan dan senyumnya tidak lagi terlihat. Sakura tersenyum prihatin. Dia bangkit dari tempatnya dan merangkul sahabatnya erat.

"Sudah, lupakan Gaara-senpai, ne? Nanti bisa dapat yang lebih baik." Nasehat Sakura lembut. Ia merapikan beberapa helai surai Naruto yang sempat menutupi wajah manisnya. Naruto menatap Sakura, dia melingkarkan tangannya ke pinggang gadis pink itu, sekadar meminta kekuatan.

"Ya ampun, serius deh, Nar! Gaara-senpai juga tidak mau dengan gadis sepertimu."

"Hoi, baka!" Tenten menutup mulutnya secara refleks. Setelahnya Ino mengutuk mulut temannya itu yang tidak melihat kondisi. Naruto sebenarnya kesal, dia tersinggung mati-matian, tapi marah juga tidak membuat Gaara putus dengan pacarnya.

"Aku mau naik duluan saja. Tolong bawakan kotak praktikum ku ya?" Naruto berjalan gontai, dia beberapa kali nyaris tertabrak dan jatuh. Ino berdecak, seluruh wanita di dunia juga tahu.

Rasanya pasti sakit menyukai orang yang tidak akan membalas perasaanmu.

.

.

.

Depan Laboratorium. Pukul 9.15

Naruto menghela nafas panjang. Harusnya hari ini adalah hari yang paling dia tunggu, tentu saja karena tidak ada mata kuliah lain untuk dijalani. Naruto biasanya bahagia sekali kalau hari Selasa. Dia bisa melanjutkan tidur sampai sore.

'Aku yang mengaguminya selama delapan bulan tapi aku tidak dapat apa-apa.' Naruto membatin kecewa. Well, dia tidak berhak kecewa, sih. Toh dia tidak seberani anak kelas sebelah yang kabarnya pernah menembak Gaara seminggu usai OSPEK, dan ditolak mentah-mentah. Ingat itu rasanya Naruto ingin mengubur diri saja.

"Hoi, kuning! Sedang apa di situ?"

Naruto malas menoleh. Tidak. Dia bukannya mengalami masalah pada lehernya, cuman dia hafal betul siapa pemilik suara bass yang barusan memanggilnya dengan nada congkak.

"Cantik saja tidak tapi kau juga tuli, Uzumaki?"

"Uchiha-senpai…." Naruto berdesis rendah. Dia luar biasa tersinggung akan ucapan senior yang berdiri di samping kirinya. Oh, itu Uchiha Sasuke. Asisten dosen yang hobby memotong nilai karena kesalahan sepele. Alasannya agar disiplin, tapi Naruto sempat melihat senyum kepuasan di wajah sombong Sasuke saat ia membuat beberapa mahasiswi menangis karena nilainya dipotong secara tidak manusiawi.

"Moodku sedang bagus. Tidak berniat memotong nilaimu. Tenang saja." Tentunya Naruto harus pura-pura terlihat bersyukur. Karena Sasuke memang brengsek pangkat tiga. Dia adalah senior yang paling dibenci di Universitas Konoha. Bukan saja karena sikapnya yang sinis, tapi juga mulutnya yang jago melontarkan sarkasme. Kalau tidak salah, Sasuke memecahkan rekor mendapat surat hitam dari mahasiswa baru saat OSPEK.

Surat hitam itu untuk senior yang tidak disukai, sekadar informasi untukmu. Sasuke sama sekali tidak mendapat surat biru, termasuk Naruto yang mencurahkan isi hatinya berupa keluhan terhadap sikap Sasuke yang dinilai keterlaluan. Keterlaluan jahatnya.

"Aku membencimu, senpai."

"Ya ya ya, seratus kali aku dengar ucapan itu tiap minggu." Sasuke tersenyum meremehkan dan mengacak surai pirang Naruto sebelum membuka pintu. Hanya saja, sosok asing justru muncul.

"Uchiha."

"Sabaku? Apa yang kau lakukan di sini?"

Demi Dewa. Apa tadi Sasuke bilang Sabaku? Karena Naruto yang tadinya sempat fokus mempelajari jurnalnya, kini mendongak dan mendapati Gaara berdiri tegap di depan pintu Laboratorium. Jangan lupa wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Menggantikan Sasori. Dia bilang tidak bisa membantumu."

Ada yang mendengar suara sesuatu yang pecah? Itu hati Naruto. Dia merasakan hatinya semakin tidak karuan karena membayangkan Gaara yang nantinya akan berkeliling mengecek kinerja mahasiswa di kelas, dan tentu saja tubuhnya yang dibaluti jas lab pasti terlihat seksi. Apa yang kau pikirkan bodoh! Dia sudah punya pacar! Naruto menggeleng kuat, beberapa kali merapikan rambut nya yang berantakan dan melanjutkan kegiatannya. Sasuke yang melihat aksinya tertawa kecil, ia mempersilahkan Gaara masuk dan membicarakan mengenai tugas-tugas mereka.

Sakura, Ino dan Tenten baru memunculkan diri dua menit kemudian. Dari wajahnya, Ino sudah siap memaki Naruto yang seenaknya pergi begitu saja. Namun niatnya diurungkan saat mendapati sosok sahabatnya malah menguarkan aura menyedihkan.

"Kenapa lagi sih, Nar? Kau tidak bosan galau begitu?" sahut Ino mencoba sabar.

Sakura menyikutnya pelan. Ia meletakkan kotak praktikum berwarna oranye milik Naruto di lantai. "Naru? Bisa ceritakan padaku? Kita sahabat, kan?"

Naruto menghela nafas. Dia menunjuk ke dalam Lab. Sakura dan Ino mengikuti gesturenya dan terkejut bukan main setelah melihat sosok Gaara yang berdiri di samping Sasuke, bukan Sasori seperti biasanya.

"Dia mau apa di Lab? Jangan bilang menggantikan Sasori-senpai?!"

Naruto mengangguk membenarkan ucapan Tenten. Gadis bercepol itu memasang senyum simpatik terbaiknya dan menepuk bahu Naruto. Berharap dia mau bersemangat kembali meski terdengar mudah namun sulit dijalani.

'Move on. Hanya itu yang harus aku lakukan.'

.

.

.

Laboratorium.

Praktikum berjalan lebih lambat. Entah itu sugesti Naruto saja atau bagaimana. Namun jarum jam baru bergerak dari angka dua belas ke angka tiga. Baru jam sepuluh lewat lima belas menit. Naruto melirik malas ke arah belakang. Ia bisa melihat Gaara kerap berhenti di satu titik ketika teman-temannya bertanya mengenai hal-hal yang sesungguhnya tidak berhubungan.

Tahu istilah modus? Mungkin tidak banyak yang menyadari bila Gaara sudah melepas tittle jomblonya beberapa hari lalu. Naruto saja tidak jamin akan tahu kalau dia tidak sengaja curi dengar percakapan Sasori dan Gaara tadi pagi, sebelum teman-temannya datang.

"Timbanganmu belum setara, cek lagi."

Naruto memejamkan matanya. Dia mencengkram erat sisi mejanya dan menatap nyalang pada asdos di sampingnya.

"Senpai, timbanganku tidak akan setara kalau kau tidak berhenti memainkannya!" ia sedikit berseru karena kekesalannya menumpuk sejak tadi. Sementara Sasuke malah memasang senyum sinisnya, di tangannya ada lembar penilaian.

"Mau nilaimu ku potong, Uzumaki?" suaranya jadi lebih angker. Naruto menggeleng kuat.

"Sebenarnya salahku padamu apa sih, senpai?" gumamnya merana. Sasuke yang mendengar hal itu tersenyum tipis. Dia berjalan ke belakang, mengancam beberapa mahasiswi sesekali mengusili mereka dengan menyenggol bahan yang mau di timbang. Naruto sudah menyumpahi Sasuke berkali-kali karena asisten dosen brengsek itu tidak berhenti memainkan timbangannya secara brutal. Kalau rusak pokoknya Naruto mau mengadu pada Dekan saja.

Untungnya, meski kehilangan fokus selama beberapa kali, Naruto sanggup menyelesaikan resep dan jurnal nya satu setengah jam lebih cepat dari yang lain. Keuntungan tersendiri karena dia bisa lebih cepat pulang. Setelah mengumpulkan jurnal dan sediaan yang tadi dia garap sepenuh hati, Naruto memutuskan untuk membersihkan mejanya dan mengunci lemari berisi alat praktikum, baru menunggu giliran untuk di eval oleh dosen penguji.

Sejujurnya, kalau Sasuke tidak memiliki sifat sinis dan hobby memotong nilai, Naruto yakin pasti lelaki yang lebih tua dua tahun darinya itu akan memiliki banyak fans. Apalagi senyumnya tampan. Postur tubuhnya proporsional, Sasuke juga terdaftar sebagai atlet Basket di Universitas Konoha dengan segudang prestasi lainnya. Dia nyaris sempurna. Kenapa jadi membahas Sasuke sih, Naruto membatin dongkol. Tatapan matanya tidak sengaja bertabrakan dengan manik jade milik Gaara, namun Naruto segera mengalihkan pandangan karena mendadak hatinya berdenyut nyeri.

"Cepat seperti biasanya, Nar?" Ino menurunkan maskernya hingga dagu. Dia baru menyelesaikan resepnya lima menit yang lalu. Naruto mengangguk singkat.

"Tadi aku sempat melihatmu berdebat dengan Uchiha-senpai, kau tidak diapa-apakan?"

"Dia mengancam akan memotong habis nilaiku. Menyebalkan, memang."

Hening.

"Uzumaki Naruto." Kurenai memanggil nama Naruto tidak selembut biasanya. Padahal semua juga tahu Naruto adalah mahasiswi kesayangan Kurenai-sensei. Ino sampai terkejut beberapa detik.

Naruto sudah siap mendapat nilai rendah. Senyum memuakkan Sasuke masih terbayang dalam pikirannya. Semoga saja dia tidak remed.

Kurenai mengernyitkan alisnya heran, ia beberapa kali mengecek jurnal di tangannya dan menyocokkan dengan lembar penilaian yang diberi asistennya.

"Tumben. Tidak biasanya Sasuke memberikan nilai sebagus ini."

Wait, what? Tadi Kurenai-sensei bilang apa?

"Naruto, kau mendapat persen kesalahan paling sedikit di antara yang lainnya. Nilaimu juga yang tertinggi. Sesuatu terjadi denganmu dan Uchiha Sasuke?" yang ditanya saja tidak tahu apa-apa. Naruto melihat Sasuke melipat kedua tangannya dan tersenyum sinis.

"S-saya tidak tahu, sensei. Memangnya ada apa?"

"Ini aneh. Sasuke menyetorkan nilai sembilan puluh di lembar penilaianmu."

JDUAAARRRRR!

Nilai sembilan puluh? Mustahil! Bahkan mitosnya, Sasuke tidak pernah memberikan nilai di atas tujuh puluh lima! Keajaiban macam apa ini? Kenapa Naruto justru ketakutan? Apa Sasuke mau balas dendam dengannya? Atau mungkin setelah memberi nilai tinggi Sasuke akan menghajarnya? Menyeretnya ke gang terpencil lalu membunuhnya? Naruto menolehkan lehernya patah-patah, melihat jelas ketiga sahabatnya bertanya lewat isyarat mata.

'Kau kenapa?'

'Sasuke-senpai memotong nilaimu?'

Kira-kira itu yang ditangkap Naruto. Dia menerima jurnal praktikumnya dan memasukkannya ke dalam map biru muda. Sasuke berjalan menghampirinya sambil memasang senyum yang anehnya terlihat jauh lebih baik dari biasanya.

"Kau pikir aku sejahat itu? Tenang saja, kuning. Kau 'favoriteku' di kelas ini."

Hah?

Naruto gagal paham. Dia seperti kehilangan kemampuan berpikir bahkan ketika Sakura dan Ino menarik tangannya keluar dari Laboratorium.

'Apa penurunan serotonin bisa menular ya?'

Meanwhile…

"Kau suka sekali menggoda mahasiswi itu. Siapa dia?" tanya Gaara, tangannya melipat jas lab lalu dimasukkan dalam tas. Sasuke tersenyum miring.

"Kesukaanku. Wajahnya lucu, bukan?"

"Kau naksir dengannya, Uchiha?"

Sasuke tertawa kecil. Agak sinis, tapi Gaara sudah terbiasa. Mereka sering tergabung sebagai anggota di Organisasi yang sama sejak semester satu.

"Definisi naksir yang kau maksud itu bagaimana, Sabaku?"

"Menyukainya, apa lagi?"

Sampai kedua asdos itu berpisah karena jadwal yang berbeda, Sasuke masih memikirkan ucapan Gaara. Menyukai? Seperti apa? Bagaimana rasanya? Sasuke belum merasakan rasa suka selama dua puluh satu tahun dia hidup di dunia. Kakaknya saja sudah bertunangan, tapi dia masih santai menjomblo.

.

.

.

Halte 1 (Pukul 6.15 pagi)

Naruto berhasil bangun setelah alarm ke delapan yang dipasang berdering kencang. Kushina sampai membanting pintu kamar putrinya itu dan mengguncang kedua bahu Naruto agar dia segera bersiap-siap. Kelas pagi memang menyusahkan. Sudah harus bangun pagi, tubuh terguyur air dingin dan kekuatan gravitasi pada ranjang sedang memuncak di jam-jam itu. Sungguh. Kalau bukan karena Praktikum, Naruto berani sumpah dia memilih bolos. Atau titip absen. Dasar mahasiswi kurang ajar.

"Sial, kenapa juga bisnya belum beroperasi? Aku mau tidur di kelas saja!" Naruto menggerutu sebal.

"Baru semester dua saja sudah berani tidur di kelas. Aku prihatin dengan masa depanmu, Uzumaki."

Tuh,kan. Sepertinya Naruto kebanyakan konsumsi caffeine deh, sampai berdelusi begini.

'Bodoh, sejak kapan caffeine berefek delusional?' Naruto menertawakan pemikiran bodohnya.

Sasuke yang yakin jika Naruto berpikir terlalu jauh malah tersenyum. Dia mendudukkan diri di samping gadis yang membuat har-harinya menjadi sedikit lebih baik. Kali ini pakaiannya jauh lebih baik dari kemarin. Sasuke sampai heran ada apa dengan Naruto karena tiba-tiba memakai pakaian serba hitam. Untungnya hari ini gadis itu kembali normal. Kemeja oranye tua dan celana jins hitam. Tidak buruk.

"Sasuke-senpai kelas pagi ya?"

"Hn. Praktikum steril sampai jam satu siang."

Naruto menatap seniornya itu agak ngeri. Praktikum enam jam? Manusia mana yang bisa bertahan?

"Jangan pikirkan. Kau masih semester dua."

Hening.

Naruto bingung mau membahas apa. Lima belas menit saling diam dan akhirnya bis yang dia tunggu pun datang, kebetulan masih sepi, jadi Naruto mendapat tempat duduk di bagian depan.

"Geser. Aku mau duduk di sampingmu." Sasuke berujar ketus. Tasnya di taruh di bawah kaki, sementara Naruto hampir berteriak emosi lantaran sikap Sasuke tidak pernah baik padanya.

"Senpai, tahun depan sudah skripsi ya?"

Sasuke melirik Naruto. "Kenapa? Kau ingin aku lulus cepat? Agar tidak ada yang mengganggumu begitu?" tukasnya datar. Naruto menghembuskan nafasnya panjang.

"Aku cuman bertanya, kenapa senpai sinis sekali sih?"

"Hn."

Karena masih pagi, jalanan sedang sepi, tidak terlalu macet dan bis sampai di halte lebih cepat. Naruto menunggu Sasuke yang berbenah. Mereka berjalan beriringan, namun Sasuke tidak melontarkan sepatah kata pun.

"Ano, aku beli kopi dulu, ya senpai? Semangat praktikumnya."

Sasuke mengecek jam tangannya. "Aku ikut."

Dan Naruto, hanya bisa mengiyakan pasrah. Tidak mau cari gara-gara dengan Sasuke.

.

.

.

Sasuke dan Naruto kebetulan berjalan ke gedung yang sama. Dengan ruang praktikum yang berbeda. Naruto di lantai satu, sedangkan Sasuke di lantai tiga.

"Jadi, Kuning."

"Hm, ya senpai?" Naruto menyahuti sambil membaca modul Praktikum Farmakologinya. Agaknya dia mulai terbiasa dipanggil kuning panggilan dari asdos menyebalkan bernama Sasuke.

"Sejak kapan kau suka dengan Sabaku?"

Krik. Krik.

"H-HAH?! Senpai bicara apa? Suka apanya?" Naruto salah tingkah. Kelihatan sekali dia mengelak. Namun Sasuke masih berwajah datar dan menunggu jawaban pasti dari mulut Naruto.

"Jadi benar kau suka dengannya?"

"Aku hanya kagum! Beda, tahu!"

Kagum, ya? Sasuke bisa melihat rona merah samar terpampang jelas di kedua pipi Naruto. Lucu, tapi hatinya mendadak kesal, kira-kira kenapa? Sasuke tidak punya riwayat gangguan jantung, tapi kenapa jantungnya berdetak tidak nyaman?

'Palpitasi, kah?'


Note : Btw, fanfic ini based on true story lo guys xD jadi emang ada kejadiannya dan itu terjadi sama saya, cuman bedanya asdos saya gak senyebelin Sasuke, dan gak ada istilah potong-memotong nilai. Di sini saya sengaja buat dramatis aja. Ada beberapa istilah asing yang saya masukin, itu juga topik yang kemarin dijelasin sama Dosen saya, hoho. Oh ya, ini ada dua part ya guys, chapter selanjutnya bakal jadi penutup.

Penjelasan. Boleh dibaca kalo mau, hehe.

Jadi, depresi itu punya beberapa faktor ada yang genetik, biologis dan Psikososial. Untuk faktor genetik, penyebab depresi pada dasarnya ada yang bersifat genetik seperti gangguan keseimbangan monoamin biogenik. Apa saja monoamin biogenik itu? Ada serotonin, dopamin dan norepinefrin. Jadi penurunan serotonin itu bisa menjadi etiologi depresi.

Nah sekarang lanjut caffeine, jadi caffeine punya efek samping pada tubuh, guys. Apa efeknya? Relaksasi otot polos. Loh, kok bisa? Nah, coffeine ini menyebabkan inhibisi enzim fosfodiesterase sehingga hidrolisis nukleotida siklik di hambat. Karena itu juga terjadi peningkatan kadar cAMP dan cGMP intrasel dan kosekuensi yang terjadi ialah relaksasi otot polos.

Bahasan selanjutnya adalah palpitasi, apakah itu? Palpitasi adalah jantung berdebar atau istilah lainnya deg-degan. Kalau kalian deg-degan kan detak jantungnya beda dari normal, ya kan? Rasanya agak gak nyaman, nah itu namanya palpitasi, guys. Penyebabnya apa aja? Banyak. Bisa karena obat-obatan, penyakit jantung, faktor dari luar dan sebagainya.

Banyak ya hehe. Setelah Praktikum Farmakologi saya jadi mendadak pinte *jduak* jadi tau banyak hal *plak* kalo kalian masih ragu dengan penjelasannya bisa dicek sendiri, sih. Kan saya menjelaskan dengan bahasa sendiri. See you di next chapter ya!

Regards,

Amanda Lactis.