A/N : Finally, that *piip*, *piiip*, *PIIIIIP* exam is over. Sekarang saya hanya merasa ingin membunuh tuh guru. Grrrh. Kenapa gak mati aja sih kau bu? Demi. Anda mau didoain apa bu? Ketabrak mobil? Kepala bocor? Ketancep pisau? Atau, mati kesetrum? Saya doain dengan senang hati. Atau mau saya kubur hidup-hidup? Biar anda teriak-teriak minta dilepasin dan kehabisan nafas didalam tanah secara pelan-pelan. Kan enak menderita pelan-pelan sebelum mati. Hahahaha…#curcoloranggamang #pletak
Disclaimer : Inazuma Eleven © Level-5
Warning :Alternate Universe, Out Of Character, Yaoi/Shounen-ai/BL/Slash, Gore, Death Chara(s), Bloody, Violence.
Pair : Up to you, tuan/nona reader yang terhormat. Kalau anda melihat hint-hint tertentu, atau mungkin adegan-adegan tertentu dan merasa itu menunjukkan pair yang ada, silahkan berasumsi sendiri. (Bilang aja males nulis)
Don't like don't read! Apalagi nge-flame. I've been warned you, guys…
.
.
Aku selalu sendirian, meskipun hanya perasaanku. Aku sendirian ditengah keramaian. Ditengah orang-orang yang menyayangiku, ditengah segala hiruk-pikuk yang ada. Sendirian–
–sampai orang itu menemaniku.
Aku menyayangi orang itu. Aku menghormati orang itu.
Maka dari itu, orang itu harus menemaniku selamanya.
.
.
#
With Me
.
©Akazora no Darktokyo
#
.
.
.
.
"Miyasaka-kun. Nani o suru?" seseorang bertanya kepadaku.
"Atashi wa matteru," begitu jawabku.
'Sebenarnya…'
"Matteru ka?"
'Siapa–'
"Haii."
'–yang kutunggu?'
"Aa, sou desu ne. Mata ashita."
Kau tahu jawabannya Ryou. Kau menunggu, menunggu orang yang akan menemanimu. Bukankah begitu?
"Dakara, atashi wa matteru."
.
.
.
"Orang itu anak baru kan?" sebaris pertanyaan keluar dari mulut seorang murid. Murid yang memakai kacamata tidak niat, karena kacamatanya ia biarkan bertengger manis menghiasi rambutnya.
"Yang itu ya? Yang rambut biru ponytail itu?" dan dilanjutkan oleh murid lainnya. Murid yang cantik dengan rambut coklat panjang bergelombang.
"Kirei na~" berlanjut lagi ke murid lainnya. Siswi yang berambut pendek hitam dengan jepit rambut.
"Dia laki-laki kan? Kok cantik ya? Bisa-bisa jatuh cinta nih…" canda seorang murid laki-laki. Laki-laki yang sedari tadi dikejar perempuan berambut biru. Meskipun sudah lolos dan bernafas lega sekarang.
"Aku baru tahu kau seorang gay. Jadi ngeri," kata siswa yang bertubuh gendut.
"Cuma bi aja kok. Bukan murni gay," kata siswa itu makin bercanda.
"Lebih maruk itu, apa aja diembat," kata siswa lain yang berambut merah. "Tapi, masih lebih imut Mamo-tan."
"Kalau tak mau, ya aku saja yang mendapatkan anak itu. Lagian kan manis, sayang kalau dibiarkan berkeliaran tanpa ada disclaimernya," sambung siswa rambut ponytail hijau.
"Dia bukan anime, manga atau game, Ryuuji," balas siswa rambut merah.
Ryuuji hanya tersenyum misterius.
.
.
.
Ichirouta's POV
.
Aku anak baru disini. Dan harus beradaptasi. Aku belum punya teman, sampai saat ini. Itulah aku. Sekarang aku disini, menaiki tangga menuju atap sekolah. Melihat langit dengan awan yang menari diatas terkadang dapat membantu masalahku.
Aku membuka pintu atap sekolah dan pergi keluar. Mataku terpancang kearah seseorang. Anak yang mungil, dengan wajah yang manis. Dia berdiri di depan pembatas atap. Angin berhembus menimpa tubuhnya yang mungil, orang itu terlihat seperti ingin jatuh saja.
Aku berjalan perlahan mendekatinya. Ketika jarakku sudah setengah meter dengannya. Dia melakukan sesuatu hal yang tidak kuduga.
Dia melompat.
Dia melompati pembatas atap dan membiarkan dirinya terjatuh begitu saja.
Terjun bebas ke tanah.
Tapi, tanganku menggenggamnya. Refleks. Saat dia melompat, seketika aku langsung berlari kearahnya dan mencoba menyelamatkannya.
"Hei, apa yang kau lakukan sih! Ayo cepat naik!" perintahku.
Kepala anak itu mendongak keatas, melihatku. Tanpa ekspresi.
"Cepat naik!" perintahku lagi. Tanganku mulai merasa kelu dan lelah untuk menahan tangannya.
Untungnya, ia naik. Perlahan. Kutarik tangannya juga, membantu. Dan sampai akhirnya ia sudah memijakkan kakinya ke atap sekolah.
"Kenapa? Kau bisa mati," kataku.
"Kalau ada alasan yang dapat dimengerti orang lain dengan begitu mudahnya, tidak perlu bersusah-payah," katanya dengan tenang tanpa dapat terbaca emosinya. "Temanku sudah membusuk, dan aku hanya ingin menyusulnya. Tidak dalam artian ikut membusuk, tentu."
"…"
"Tidak mengerti kan?" tanya orang itu seraya tersenyum. Tersenyum penuh arti. Arti mengejek. "Aku bosan menunggu."
.
.
.
Ryou's Second POV
.
"…Kenapa kau tidak mencari teman baru?"
"Itu sulit. Sampai sekarang aku masih menunggu 'orang itu'," jawab kau, masih tersenyum. "Orang yang bersedia menemani aku. Orang yang akan membuatku berhenti menunggu."
"Bagaimana kalau aku?" anak rambut biru itu menawarkan dirinya sendiri untuk menjadi temanmu. "Aku yang akan menjadi 'orang itu' untukmu."
"Simpati karena melihatku mencoba jatuh dari atap? Aku tidak suka dengan orang yang banyak bercanda," jawabmu meninggikan arogansi. Plus senyum sinis.
"Kau benar-benar bukan anak yang manis. Aku itu murid pindahan, dan aku belum punya teman. Meskipun aku tidak mengerti maksudmu tentang apalah itu, aku ingin berteman denganmu," katanya menjelaskan. "Apa itu cukup untuk membuatmu berhenti menunggu?"
Kau hanya terdiam. Senyummu menghilang. Mencoba membaca pikiran anak rambut biru yang ada di depanmu. Wajahmu kembali kosong dengan beberapa guratan serius.
"Kau menjadi temanku," ucapmu dengan nada yang tak jelas, tidak jelas mengucap pernyataan atau pertanyaan. Kepalamu ditundukkan..
Dan sebuah tangan menepuk lembut kepalamu. Saat kau mendongak keatas, kau melihat wajahnya. Tersenyum lembut.
Kau menepis tangannya. Mundur satu langkah.
Dia menggerutu, "Kau benar-benar tidak manis. Dasa–"
"Apa kau benar-benar ingin menjadi temanku?" kau memotong ucapannya dengan mengajukan pertanyaan baru. Dan mukanya hanya terkejut, heran.
"Tentu saja, lagipula aku akan langsung meninggalkanmu disini sendirian jika aku tidak mau menjadi temanmu," jelasnya seraya memasukkan tangannya ke kantung celana.
Kau mulai berjalan perlahan mendekatinya. Ketika jaraknya dengan kau cukup dekat, kau mengalungkan tanganmu di badannya. Memeluknya.
"Kalau kau mau menjadi temanku, aku bisa menjadi anak yang manis," katamu seraya menenggelamkan wajahmu. Menutupi mimik mukamu yang terpancang sebuah emosi.
Dan dia tersenyum.
.
.
.
Normal POV
.
"Midorikawa Ryuuji desu, dozou yoroshiku," kata Ryuuji hangat, sambil mengulurkan tangannya yang sudah terkait dengan tangan lain. Tangan seorang anak berambut biru ponytail.
"Kazemaru Ichirouta desu, yoroshiku onegaishimasu," jawab Ichirouta.
"Formal sekali. Bukannya kita teman?" kata Ryuuji sambil tersenyum. Ichirouta hanya memasang muka heran.
Baru kenalan, sudah bilang teman. Apakah anak ini tidak canggungan? Atau, aku yang ketinggalan zaman?
Kira-kira begitulah yang ada di batin Ichirouta yang heran.
"Kau anak baru kan? Pendiam sekali… Anak-anak disini memang agak bandel, tapi, mereka tidak jahat kok," jelas Ryuuji tenang, sambil melihat kearah segerombolan anak-anak yang tertawa-tertawa karena sudah menyangkutkan sesuatu yang disebut celana bersama pemiliknya yang bertubuh pendek itu ke paku yang ada disamping atas pintu.
Arti jahat mungkin sudah berubah selama beberapa tahun terakhir.
Ichirouta yang melihat itu hanya merinding. Dan ralatlah kata-kata diatas.
Arti jahat memang sudah berubah selama beberapa tahun terakhir.
"Kau pindahan darimana?" tanya Ryuuji.
"Yokohama."
"Haaah? Kenapa mau susah-susah datang ke kota yang kecil begini?"
"Kenapa ya? Mungkin aku hanya mencari ketenangan saja. Habis, kota ini terasa begitu tenang."
"Bukannya itu membosankan? Aku justru malah sangat ingin pergi ke tempat-tempat yang luas dan ramai, kelihatannya menyenangkan," balas Ryuuji sambil tersenyum senang.
"Tidak sesederhana yang terlihat," ucap Ichirouta juga sambil tersenyum.
"Memang setiap orang itu berbeda-beda ya…"
"Ya, begitulah. Kalau ada alasan yang dapat dimengerti orang lain dengan begitu mudahnya, tidak perlu bersusah-payah. Kata-kata itu memang benar," kata Ichirouta seraya melihat pemandangan yang ada diluar jendela.
"Bagus sekali kata-katamu tadi. Kelihatannya kata-kata itu punya nilai tersendiri ya?"
"Hn. Itu kata-kata orang aneh yang kutemui tadi," kata Ichirouta seraya tersenyum lembut. Matanya menerawang mengingat kejadian tadi.
"Orang aneh itu pasti punya nilai tersendiri juga di pandanganmu," terka Ryuuji.
"Yap, orang aneh itu temanku."
"Kalau begitu, apa aku boleh jadi satu orang aneh lagi?" tanya Ryuuji.
"Hah? Maksudmu?" balas Ichirouta dengan bertanya.
"Karena jika aku orang aneh, mungkin kau mau berteman denganku," jawab Ryuuji dengan terkekeh kecil.
Ichirouta menghela nafas, lalu berkata, "Sepertinya terlalu repot kalau terlalu banyak orang aneh," dan jeda sebentar, "tapi, kurasa dua orang aneh tidak terlalu banyak dan merepotkan."
Dan, mereka tertawa bersama.
"Lagipula, seperti katamu. Bukankah kita sudah berteman? Untuk apa jadi orang aneh? Dasar orang aneh…" lanjut Ichirouta
"Hehehe… Kalau tidak aneh, itu bukan aku. Bukannya jadi tidak seru?"
"Terserahlah, aku bingung kenapa aku mau berteman dengan orang aneh sepertimu."
Suara tertawa mereka berlanjut lagi.
.
.
.
Ryou's Second POV
.
"Hei, aku tidak memerlukanmu lagi," katamu kepada kepala itu.
"…"
"Apa kau dengar? Yah, aku yakin kau mendengarnya."
"…"
"Kau memang benar-benar sudah membusuk sih… Tadinya, aku mau menyusulmu. Tapi, aku sudah mendapat teman baru–" katamu sambil memainkan kepala itu.
Melemparnya. Menangkapnya. Berulang-ulang. Lalu, kau lihat pipi kanannya kepala itu. Bau amis dan busuk tercium dari sana. Kau membencinya.
Dan kau mencabut seonggok daging yang membusuk dari kepala itu.
"–yang menyenangkan. Bukan yang membusuk," ucapmu sambil melempar daging busuk itu ke sudut kamarmu.
Kau membuka kelopak mata kirinya mengambil mata itu dari tempatnya secara paksa. Tanpa mempedulikan urat-urat syaraf yang menempel kau tetap menariknya. Kau menaruh kepala itu diatas tempat tidur.
"Aku tidak mau repot menarik-narik mata. Kalau begitu, bagaimana kalau kupotong kulit sekitar matamu?"
Kau mengambil pisau yang terletak di meja belajarmu. Pisau yang terlihat dingin. Lalu, kau berjalan kembali kearah kepala itu. Dan meletakkan kepala itu ke pangkuanmu. Perlahan kau memotong permukaan kulit sekitar matanya. Berlanjut memotong dalamnya.
Sayangnya tanganmu terpeleset, pisau itu tanpa sengaja memotong mata kanan kepala itu. Menyisakan mata yang terbelah di tempatnya. Kau terdiam. Tubuhmu agak tergetar.
"Kenapa meski kau sudah mati, kau tetap melawanku?"
"…"
"Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. KENAPA?"
Dan kau banting kepala itu ke lantai membiarkan isi kepala itu pecah berantakan. Lalu kau melempar pisau kearah bangkai kepala itu. Membiarkan pisau itu tertancap di kepala dengan dinginnya.
Terdiam sebentar. Dan tertawa. Ya, kau tertawa.
"Tapi, tidak apa-apa. Aku tidak membutuhkanmu lagi. Aku sudah mempunyai teman sekarang. Dia akan menemaniku sekarang."
Kau melihat kearah kepala itu. Kau melihatnya dengan seksama meski matamu kosong.
Kepala itu tersenyum mengejek. Dan berkata bahwa kalau kau itu menyedihkan.
Kau berjalan kearah kepala itu dengan murka. Mencabut pisau dan menghujamkan pisau itu ke kepala yang teronggok di lantai. Berkali-kali. Seperti mencincang daging.
"Diam, diam, diam, diam…DIAM!"
"…"
Kau berhenti. Dan tersenyum sadis.
"Lebih baik kau berkumpul bersama sampah-sampah sial itu."
Kau turun dari kamarmu sambil membawa kepala itu. Menuju pintu yang menuju halaman belakang rumahmu. Dan keluar dari rumahmu. Kau geletakkan kepala itu begitu saja. Dan membongkar sepetak tanah yang sudah pernah digali sebelumnya.
Setelah tanah itu sudah tergali dan membentuk lubang yang menganga, kau memasukkan kepala itu kesana. Lalu, menuju dapur mengambil satu jerigen minyak tanah. Kembali ke halaman belakang.
Kau menyiramkan sedikit dari minyak tanah itu ke kepala itu. Lalu, mengambil korek api yang sudah ada sedari tadi di kantungmu, dan menyalakannya. Setelah itu, kau buang korek api yang menyala itu kearah kepala.
Dan api muncul dari lubang itu. Lubang itu seperti lubang neraka yang menganga dengan prominens menghiasinya.
"Lebih baik kau membusuk di neraka. Oh ya, titip salam sama orang tuaku ya."
Kau tersenyum. Dan membereskan barang-barang yang ada.
Mulutmu bersenandung riang.
"Aku punya teman."
.
.
To be Continued
.
.
A/N : Dan akhirnya saya kembali dengan fic baru, hehe… Fic ini mungkin hanya direncanakan sebagai twoshot, threeshot atau mungkin fourshot. Jangan mengganti shot jadi some, pokoknya jangan! Ehm…
Fic ini sebagai pelepas stress yang melanda saat ujian semester beberapa hari lalu. Jadi, kalau anda merasa fic ini gamang, itu memang benar. Hohoho…
Gajekah? Abalkah?
Jika anda bersedia, maukah anda mereview fic saya?
