Condor of Bisque Tale

Prologue

Pagi yang cerah di kediaman Kaiba. Seto, sang kakak sedang berusaha menikmati pagi itu dengan cara yang adiknya inginkan.

Berlibur.

Bagi seorang workaholic sepertinya, ini merupakan hal yang benar-benar baru. Begitu bertolak belakang. Pagi itu sembari duduk di sofa ruang tengah, ditangan kanannya ada secangkir coklat hangat dan di tangan satunya lagi ada koran pagi.

Tanpa laptop, tanpa kertas kerja, tanpa telepon dari kantor. Benar-benar berlibur. Entahlah, tapi Seto tidak merasa nyaman dengan otaknya yang diam beristirahat.

" Haah," helanya pelan. Yah, mungkin ini baik juga baginya. Semenjak kepulangannya dari Amerika untuk membangun Kaiba Land, ia tak memiliki untuk bersantai. Dan juga karena ia selalu menolak apabila ada waktu tersebut. Lebih baik bekerja, pikirnya.

Matanya mengereling ruangan dimana ia berada. Mencari-cari sesuatu untuk menghilangkan kejenuhannya. Pandangannya tertuju pada hiasan di buffet kecil di bawah tangga.

" Itu...: katanya seraya bangkit dan menaruh coklat dan korannya. Ia mendekati buffet dan mengambil hiasan itu sebelum kembali duduk lagi. Perlahan ia mengamatinya. Ia heran, ada suatu perasaan deja-vu ketika matanya tertuju pada hiasan tersebut. Tak lama setelahnya terdengar dering bel pintu depan.

" Biar aku saja !" teriak adiknya, Mokuba dari atas tangga yang menuju ke ruangan tengah. Seto mengangguk perlahan.

// Semoga itu dari kantor.// pikirnya ketika menaruh hiasan itu di atas meja di depannya. // Aku hampir gila tak melakukan apapun //. Namun, harapannya sirna ketika adik kesayangannya itu berteriak senang.

" YAMI ! Kakak, lihat siapa yang datang !"

" Oh, akhirnya..." Ia menghela napas lega.Tak buruk juga,walau bukan pekerjaan setidaknya seseorang akan membuat harinya tak begitu membosankan. // Mungkin aku bisa mengajaknya berduel //.

Tak sampai semenit, ia melihat adiknya dengan semangat menarik tangan sang ex-Pharaoh. Yami memakai t-shirt putih lengan pendek dipadu dengan celana jeans. Tapi, kalung kulit dan buckle tetap tak lepas darinya. Kaiba mengereyit sedikit.

"Selera pakaianmu berubah?.Sudah terbiasa dengan jaman modern ini rupanya." Ia menyeringai jahil

" Yah, selamat pagi juga Kaiba ."Yami tak menanggapinya, walau dalam nada sapaannya agak kesal. Kaiba hanya mengangkat bahu.

" Kenapa kau kemari? Tidak bersama grup pemandu sorak itu ?"

" Mereka temanku, Kaiba. Dan aku kemari karena kupikir justru kau yang mengundangku makan siang." jelasnya singkat.

" Makan siang ? Rasanya aku tidak...Oh!" Ia sadar ini perbuatan siapa. Dan seseorang menatapnya dengan pandangan 'itu'.
Puppy dog eye
dengan kekejaman di dalamnya.// Mokie...//.

" Kakak, sambil menunggu kita mengobrol saja ya? " Mokuba bicara antusias.

" Terserahlah ,"

" Yay! Ayo duduk Yami ! Aku akan minta coklat lagi pada pelayan di dapun. Tunggu ya!" Ia lalu berlari pergi meninggalkan keduanya dengan suasana 'dingin'.

" Ung,permisi ya." Ia lalu duduk di sofa di seberang Seto. Saat ia menatap mata delima Yami, ia menyadari perasaan deja-vu apa tadi.

// Oh, ya...//

"Ada apa ?"

" Tidak." jawabnya sambil pura-pura mengamati boneka itu lagi.

"Oh."

"..."

"..."

" Kaiba?"

" Hn?"

" Kau suka boneka ya?" tanyanya polos

" APA?! Kata- UPS!," Ia nyaris menjatuhkan boneka keramik ditangannya. Nyaris saja. "Fuh..kau." ia menggeram kesal.

" Apa ? Aku hanya bertanya," Yami mengangkat bahunya. // Lucu sekali // " jadi...itu apa ? Tenang aku tak akan mengejek." bujuknya.

" Bukan apa-apa hanya hiasan." Seto menjawab singkat.

" Hei kakak, itu bukannya hiasan yang ada di bawah tangga?" Mokuba yang baru kembali dari dapur langsung ikut bicara dan mengambil tempat duduk di sebelah Yami.

" Ya.."

" Oh! Kau mau menceritakan kisahnya pada Yami, ya Kak?" tebaknya.

" Tidak."

" Tentang apa?" sang duelist mungil itu mulai penasaran.

" Kakak mendapatkan boneka porselain itu dari rekan kerjanya di Paris. Rekan kerjanya menceritakan tentak kisah boneka itu. Aku membujuknya lumayan lama agar dia menceritakannya padaku." Mokuba menyeringai bangga.

" Aku keceplosan bicara waktu ia bertanya dari mana aku memperolehnya." Seto menambahkan agak kesal. Ia punya firasat buruk soal ini...

" Wah,aku ingin mendengarnya. Seto, bolehkah?" pertanyaan ini agak mengejutkannya.

" Kau memanggilku Seto."

" Ah! Maaf...aku tidak sengaja."

" Tak apa, kau boleh memanggilku dengan nama itu ." Ia merasa nyaman namanya dipanggil dengan suara tenor itu. // Hei, hei! Kaiba, ayo sadar! Kau tak berpikir soal itu.//

" EHM! Aku merasa dikucilkan," Mokuba tersenyum jahil. " Nah, kakak kalau ia boleh memakai namamu maka kau tak keberatan untuk menceritakannya pada tamu kita kan, Kak ?" (sembari mengambil coklat pesanan yang dibawa pelayan di sebelahnya ) "Thanks." katanya pada pelayan itu lalu kembali lagi ke topik utama, "Bagaimana, Kak?"

" Kau sajalah." Ia malas sekali berurusan dengan hal seperti ini. Lebih baik berduel.

" Oo..tidak. Aku sudah lupa tuh!"

// Anak ini..//

" Aku ingin kau yang cerita, Seto" Yami tiba-tiba meminta.

" Kakak,"

" Ugh.."// Sang Raja dan adikku. Aku sial sekali.// "...Hah...baiklah." Ia menyerah setelah sekitar semenit berpikir.

" YAY!!!!"

" Tapi, aku tak ingin kalian memotongku bicara."

" OK !"

" Dan jangan tertidur.Aku tak mau membuang suara sia-sia."

" Ya !"

// Mereka seperti anak kecil yang akan dibacakan dongeng baru. --; // Seto menyeruput coklatnya yang sudah dingin. //Lebih cepat lebih baik. Tapi, sebelumnya...// Ia lalu, membuat boneka itu menghadap ke arah Yami dan Mokuba.

" Mokie, kau merasa deja vu sewaktu melihat boneka ini ?"

"Ya,.tapi..a- OH! Ya ampun!"

Boneka itu bermata delima, berkulit peach, berambut pirang ber gelombang, bibirnya kecil bagai kuncup mawar. Dengan gaun renda lengan panjang berwarna merah velvet berhiaskan bordir berbentuk mawar di bawah roknya.

" //blush// "

" Itu kau Yami! Hanya saja berambut pirang panjang seperti Mai." Kaiba tersenyum jahil.

"Aku bukan seorang gadis." Ia tersipu. Tapi, memang boneka itu sangat mirip dengannya.

" Nah, karena kau minta aku menceritakannya, aku juga ingin minta sesuatu." // Oh yeah, ini akan menyenangkan. //

"Kak.."

"Tenang, Mokie."

" Lalu, apa itu? Kartu dewa?" tebak Yami.

" Bukan."

" Ung, gelarku?"

" Nope."

" Uh, Sennen Puzzle?"

Geleng.

" Toko mainan?"

" Aku sudah punya itu."

" Ur, uang ?"

" Kau bercanda."

" Uhm, aku?" godanya sambil tersipu.

" Ya- ah! BUKAN! " // Nyaris saja...// Tapi, Seto tak melihat adiknya tersenyum seolah tahu sesuatu.

" Eh? Lalu apa?" ia benar-benar kehabisan ide.

" Kau berpakaian seperti boneka ini."

..1..2..3..

" APA? KAIBA! Kau maniak!"

" HEY! Aku tidak begitu!"

" Apalagi kalau bukan?!"

" Aku hanya ingin pertukaran yang seimbang.." (Yeah, FMA stuff !)

" Ayolah Yami!...aku juga penasaran,"

"Aa...Mokuba ? Tapi,"

// Oo, sekarang mata itu beraksi dan...//

"Er, baiklah...tapi jangan didepan umum." Ia tersipu lagi, membayangkan dirinya dalam gaun renda.

// tak ada yang bisa menolaknya. Adikku memang mengerikan//

" HORE!!"

" Tapi, bajunya..."

" Urusan mudah. Aku akan telepon penjahitku nanti."

"Kau benar-benar menyebalkan."

" Hm." Kaiba sungguh puas bisa menjahili Yami seperti ini.

"Huff...Ya, sudah. Kau mulai ceritanya sana.."

" Kadang rasa penasaran bisa menjatuhkanmu ya?"

" hmph.."

"Kau manis sekali kalau cemberut." //Oh, cukup dengan ja'im itu..//

" Aa...Seto //blush// " suaranya memperingatkan agar Kaiba tak macam-macam lagi. Sayang, buatnya tak mempan.

" Yam-yam,"

" Jangan panggil aku begitu!"ia memerah lagi.

" Yam-yam..."

" KAIBA!!"

" Oi! Aku disini !!!" // Mereka bertengkar seperti orang pacaran saja...oo..apa mungkin ya ?//

" Ah, maaf Mokuba."

"Sorry, Mokuba."

"Nah, Ga papa. Kak, ayo mulai !"

"Nah, beginilah ceritanya," dan Seto pun memulai.

End of Prologue

Ehehe...jangan bosan nunggu ya...