Hujan menyapu bersih Kota. Osomatsu terpaksa pulang hujan-hujanan, sial sekali. Ia menyesal tidak mengindahkan ucapan Choromatsu kalau hari ini akan hujan. Sampai rumah ia pasti akan diomeli adiknya yang satu itu. Salahkan sifat keras kepalanya yang membuat ia menolak membawa payung tadi.
"Deras sekali." Osomatsu menengadah ke langit. Pakaiannya basah, memperlihatkan lekuk tubuhnya. Para gadis yang melihatnya saat ini pasti akan histeris kalau saja tubuhnya atletis. Sayang sekali tubuhnya standar.
Osomatsu mempercepat langkahnya, membayangkan omelan macam apa yang akan Choromatsu berikan. Mungkin kalau Osomatsu beruntung ia akan dihadiahi sebuah pukulan. Ia menyeringai, sepertinya otaknya mulai korslet.
.
.
.
Osomatsu-san © Akatsuka Fujio
Mama Choro © undeuxtroisWaltz
Saya tidak menngambil keuntungan apapun dari penulisan fanfic ini selain kepuasan pribadi.
.
.
.
Suara derit pintu digeser, menampakkan seorang pemuda dengan tubuh basah kuyup dan tersenyum kikuk.
"Aku pulang" Osomatsu berdiri, menyapa adik-adiknya.
"Oh, selamat datang." Balas kelima—ralat, keempat adiknya. Ia tidak melihat tanda-tanda Choromatsu di sana. Adik-adiknya melanjutkan kegiatannya masing-masing, tak peduli.
Baru saja ia akan melangkah masuk, suara seseorang menginterupsinya—
"Jangan masuk, berdiri di situ saja. Kau akan mengotori lantainya."
—Choromatsu.
Hei, kakakmu ini sedang kedinginan loh. Masa kau tega membiarkannya berdiri di depan pintu begini? Baru saja Osomatsu akan protes, Choromatsu melangkah mendekatinya. Oh, ya ampun. Osomatsu merapal mantra.
Choromatsu sudah berada di hadapannya, Osomatsu memalingkan wajah. Tidak berani menatapnya.
"Keringkan tubuhmu dulu baru masuk. Sudah kusiapkan air hangat, baju gantimu ada di atas meja." Choromatsu memberikan selembar handuk ke Osomatsu.
Osomatsu mematung, antara terkejut campur senang. Sepertinya telinganya bermasalah. Tangannya terjulur untuk menerima handuk dari Choromatsu.
"Choro—" ucapannya terpotong.
"Oh ya, jangan lupa minum coklat panasnya. Kurasa kau membutuhkannya." Lanjut Choromatsu seraya berbalik pergi.
Entah refleks atau sengaja, Osomatsu malah menerjang adiknya itu. Membuat tubuh mereka terpelanting menghantam lantai.
Perempatan tercetak jelas di pelipis Choromatsu, ingin sekali ia memaki kakak tertuanya itu. Bonus pukulan penuh cinta kalau perlu.
"Senangnyaaa~" Bukannya bangun, ia malah bermanja-manja pada adiknya itu. Menimbulkan tatapan jijik dari kelima adiknya. Sadar umur dong, batin mereka.
"Nii-san, bajuku basah karenamu." Choromatsu masih mencoba bersikap kalem.
Osomatsu berhenti sejenak lalu menyeringai. "Kalau begitu ayo mandi bersama, kau bisa masuk angin."
Hening.
Kemudian terdengar suara pukulan cukup keras disusul bunyi pukulan lainnya. Osomatsu tergeletak tak berdaya sehabis dipukuli kelima adiknya. Padahal dia hanya menggoda Choromatsu, kenapa yang lain ikut memukilinya?
Keempat adiknya masih menatap tajam tubuhnya yang tergeletak tak berdaya. 'Kenapa?' Batin Osomatsu sembari menatap punggung adik yang digodanya tadi menjauh. Jelas saja mereka marah, karena—
—Choromatsu itu seperti sosok Ibu bagi Matsuno yang lain.
.
.
Fin
.
.
A/N : Saya jatuh cinta dengan Choromatsu karena sifat keibuannya, tolong. Seharusnya ini fluff—tapi sepertinya enggak ya 8")) Entah kenapa saya suka tema hujan, lebih nostalgik. Well—mind to review?
