Aku, seorang idola paling tersohor di sekolah ini. Wajah berkilau, tubuh proporsional, otak jenius, senyum tipis dingin yang selalu memukau para gadis. Semuanya ada pada diriku. Nyaris sempurna, bukan? Sayang seribu sayang, rasa tak peduliku akan sesama diruntuhkan oleh seorang gadis pemalu nan culun. Kuakui, parasnya memang menawan, dan surai panjangnya memperlihatkan sosok putri raja yang anggun. Hanya saja, kebiasaan buruknya menciptakan sifat yang sering menampakkan rona merah di wajahnya. Jujur saja, sebenarnya itu… hal yang manis.
Dan di sinilah aku. Pupil onyx beradu dengan pupil kosongnya yang melebar. Tepat di belakangnya telah berjaga dinding yang memisahkan koridor dengan sebuah ruang kelas. Tanpa ragu dan bimbang, aku melangkah mendekatinya yang sehadap denganku. Dia perlahan mundur seiring langkah kakiku. Jarak kami menipis saat aku mulai menempelkan telapak tangan kananku pada beton bercat biru muda ini.
Oke, bola matanya bergerak-gerak cepat, seperti panik. Mungkin dia takut kalau-kalau napasku sampai menyapu daerah sekitar wajahnya, apalagi jika itu di hidungnya. Seringai terlukis di bibirku, begitu pun bola mata indah hasil pewarisan klanku yang menatap tajam tanpa takut sedikit pun pada gadis berfisik lemah ini.
Masih dengan bola mata yang seakan bergetar, aku menambahkan aksi, menguncinya di tembok dengan kedua telapak tangan yang menempel di dinding. Dia benar-benar sudah terkurung olehku sekarang.
Aku berpikir. Jika dia bukan dia, seharusnya semburat merah di wajah mulusnya terlihat. Mungkin sudah semenit lebih berlalu sejak sebelah telapakku saja yang terentang. Hmm, apakah jantungnya berdebar-debar saat ini, karena seorang idola tertampan di sekolah sedang berdiri di hadapannya hampir tanpa jarak dengan tatapan tajam?
Aku akan menunggu.
"… Sasuke-kun,"
"Hn?"
"Maaf," Dia tertunduk. Hinata Hyuuga, dia bukan memalingkan wajah, tapi… bersedih? Segera kulepaskan 'kurungan'-ku dan berdiri dengan normal. "Kalau Sasuke-kun mungkin aku memang tidak punya rasa apa-apa."
Onyx-ku menatap heran. "Jadi, bagaimana?"
Setelah menggaruk pipi pelan, ia tersenyum manis. "Terima kasih sudah membantu," ucapnya riang. "Dari beberapa orang itu, memang ada satu orang yang tepat."
"Oh, ya? Siapa?"
"Naruto-kun."
Ada blush-on buatan di wajahnya saat ini. Bingo! Berarti memang benar Naruto orangnya.
"Baguslah." sahutku dengan nada tenang dan cool seperti biasa. Andai ada penggemar, mereka pasti sudah menyerbuku dengan heboh. Minimal, berteriak-teriak histeris.
Misi selesai. Berakhir sudah perjuanganku membantu si Hyuuga ini mendapatkan gebetan, orang yang benar-benar mampu memikat hatinya. Naruto Uzumaki, mampu mengubah penampilan culun Hinata berbeda drastis menjadi gadis elegan nan anggun. Benar-benar putri bangsawan, sama seperti klannya.
Aku menyunggingkan senyum tipis. Lega sekali. Juga senang. Dan sedikit bangga.
Hinata berjalan mendekat ke arahku. Masih dengan senyumnya, ia berkata, "Sekali lagi, terima kasih," Dia berjinjit sedikit, kemudian mendaratkan tangannya di puncak kepalaku—ini sangat terhina! "Jangan sok narsis lagi, ya! Kimi wa sono mama ga ichiban."
Punggung Hinata menjauh dari pandanganku. Refleks, aku menyentuh bagian kepalaku yang disentuh oleh gadis Hyuuga itu barusan. Samar-samar, terpancar aura putih berkilau dari tubuhnya yang sudah mengecil karena jarak—eh, setelah mengucek mata, ternyata ada sayap membentang di punggungnya.
—Kuso. Barusan aku berhadapan dengan malaikat? Beruntung sekali si Dobe itu digebet sama malaikat. Oi, oi, aku mau—B-bukannya aku mau menikungmu, t-tapi… Duh, kenapa akhir ceritanya jadi tsundere begini?! Dasar, penulis sialaaan!
. Selesai .
Naruto (C) Masashi Kishimoto
- Sedang jenuh dengan bimbel dan les tambahan di sekolah mode: ON -
Sas, maaf, ya. Pfftt. Sasuke lucu deh kalo tsuntsun gitu, aww. *diChidori*
