Dark Memory
(edited)
BTS Fanfiction
JinV / KookV / KookMin
Rating : T
Pairing : Kim Seokjin (Jin) & Kim Taehyung (V) / Jeon Jungkook & Kim Taehyung / Jeon Jungkook & Park Jimin
OC : Kim Mingyu (Mingyu) Seventeen = jadi anaknya TaeJin ceritanya
Warning : Typo, bahasa absurd, BL, dan segala macam kejelekan
INI BARU AJA DIEDIT OKE... wkwk
.
Yok, semoga kalian suka.
.
.
Dark Memory Chapter 1
.
.
Daegu, 20 November 2025
Sebuah rumah teduh, nuansa putih-hitam. Halamannya luas dikelilingi tumbuhan perdu. Nampak dedaunan kering jarang-jarang terkulai di atas rumput hijau yang terpangkas rapi. Rumah itu tidak besar, juga tidak kecil. Suasanya begitu teduh menenangkan hati. Ada pula pohon cemara menjulang setinggi rumah itu. Dan, lihatlah! Ada sarang burung gereja di dahannya. Sesekali terlihat pula burung gereja mengintip dari sarang itu. Oh, dengarlah! Si mungil itu sedang bercicit ria – menyenandungkan lagu pengantar petang.
Burung gereja itu kini melompat ke tepi sarangnya. Sesekali dia menengok ke kanan-kiri, terlihat memastikan sesuatu. Mungkin ada predator sedang mengincarnya? Ah, yang benar saja.
Burung itu kini melompat dan mulai mengembangkan sayapnya, terbang. Sayap itu mengepak melewati angin sore yang dingin. Oh, lihatlah! Burung itu kini menuju rumah teduh itu. Ketika kepakan terakhir diayunkannya, akhirnya burung itu memijakkan cakarnya di depan sepasang kaki beralas sandal. Kaki siapakah itu?
Tidak lama kemudian teredengar suara anak kecil berusia tiga tahun terkikik diiringi suara tepuk tangan meriah. Ah, balita itu sedang senang rupanya. Oh, jangan lupakan sepasang tangan ramping yang melingkari perutnya – menopang protektif tubuh hiperaktif si balita – yang dibalut kaus polo motif biru-putih. Jangan lupakan kaki mungilnya – yang terpasang sepatu polo biru- yang sedari tadi menyepak kaki sosok yang memangkunya.
Balita itu berjenis kelamin laki-laki. Terlihat lucu dan menggemaskan. Tawa riangnya yang heboh membuat burung gereja yang sedari tadi memerhatikannya terkejut dan langsung melesat, terbang meninggalkan tempatnya. Gerakan bola mata kacang almond-nya itu mengikuti arah terbang si burung gereja. Kemudian balita bersurai karamel mulai menggeliat. Tangannya menunjuk-nunjuk arah terbangnya si burung gereja. Sudut bibir titpisnya turun ke bawah, sesekali terlihat bibirnya bergetar menahan tangis. Sosok yang memangkunya itu – yang sedari tadi memerhatikan balitanya – tidak dapat menahan senyum menawannya kala si balita mulai berkaca-kaca. Sosok itu sengaja untuk diam, ingin tahu apa yang akan dilakukan balitanya setelah ini. "Apa dia akan menangis atau merengek?" Begitulah isi pikirannya yang mulai menebak-nebak apa yang akan terjadi.
Balita itu kini mulai diam, menghentikan sejenak semua gerakan tubuhnya. Dengan gerakan cepat balita itu menolehkan kepalanya menatap penuh harap pada sosok itu, kemudian balita namja itu menjejakkan kakinya pada paha sosok itu - berdiri -, merentangkan kedua tangan mungil nan gemuknya, lalu melingkarkannya pada leher jenjang sosok tersebut untuk memeluknya erat-erat. Balita tampan itu kemudian meletakkan kepalanya di bahu sempit kiri sosok dewasa itu , menumpukan wajahnya di sana, hingga akhirnya menggesekkan wajahnya beberapa kali. Oh, lihatlah. Betapa menggemaskan balita itu.
Terkejut. Tingkah laku si balita berbaju polo itu membuat sosok itu terkejut. Tidak biasanya buah hatinya tidak menangis seperti sebelum-sebelumnya. Sosok itu – namja cantik – mulai membelai lembut kepala buah hati tersayangnya, lalu mengusap punggung kecilnya perlahan memberikan ketenangan. Oh, sosok itu kini tidak dapat menahan senyum lebarnya. Bagaimana tidak? Ibu mana yang tidak bangga mengetahui putranya mulai tidak melakukan kebiasaan menangis setiap kali hal buruk terjadi padanya. Dan kebahagiaan itu saat ini sedang menyeruak menyelimuti hati sosok yang tengah memeluk sayang balita itu.
"Mingyu-ya, wae?" tanya sosok itu pada balita yang ternyata bernama Mingyu. Balita itu hanya terdiam sambil sesekali mengusap wajahnya di bahu kiri sang ibu. Sosok itu merasakan kausnya basah. Oh, ternyata putranya sedang menangis. Tindakan Mingyu mengusap wajah pada tubuh sosok itu tadi merupakan usahanya untuk menghapus air mata yang menggenang di mata almond-nya. "Aigoo... Cup, cup, cup, sayang." Kata sang ibu sambil membelai lembut surai karamel Mingyu. Sekarang balita itu menatap lekat-lekat wajah ibu yang dipeluknya.
Sang ibu yang mendapat tatapan seperti itu bergegas mengangkat tubuh Mingyu dari pagkuannya, kemudian menggendongnya. Sang namja cantik berdiri sambil tetap mengusap punggung mungil Mingyu agar dia berhenti menangis. Bukan tangisan seperti kebanyakan balita yang biasanya akan menjerit-jerit dengan suara berisik, namun beda halnya dengan Mingyu. Balita tampan itu malah menangis 'dalam diam'.
Menangis dalam diam.
Begitu dewasa kedengarannya.
Tapi, hei, Mingyu benar-benar menangis dalam diam saat ini. Terdengar lucu serta aneh memang. Yah, walaupun begitu, meskipun masih dalam keterdiamannya, tapi tetap saja air matanya tidak mau berhenti mengalir dari mata kacang almondnya. Mengetahui hal itu, kini sang ibu memutuskan untuk membawa Mingyu masuk ke dalam rumah. Selain itu juga mengingat hari sudah mulai menggelap dan juga angin malam sangat tidak baik bagi tubuh Mingyu.
Kaki jenjang Ibu Mingyu melangkah anggun memasuki ruang tamu yang bernuansa putih abu-abu. Ukuran ruangan itu tidak terlalu luas tidak juga sempit. Sekitar 3x4. Di sisi kanan ruangan itu terdapat sofa L halus nan empuk berwarna abu-abu beserta bantal kursi yang berwarna hitam. Di sebelah nya terdapat stand lamp berdiri dengan anggunnya, letaknya sedikit memojok pada ruangan itu. Tepat di depan sofa L tersebut terdapat meja tamu yang di atasnya dipercantik dengan vas kecil tempat dua tangkai bunga chrysanthemum putih. Jangan lupakan dinding kokoh putih di ruang tamu ini ( yang fungsinya juga sebagai penyekat dengan ruangan keluarga) yang dipasang beberapa lukisan abstrak - sarat keartistikan. Wah, di atasnya, tepat pada plavon menggantunglah lampu kristal yang cantik sehingga memberi kesan mewah pada ruangan ini. Oh jangan lupa, ruangan ini tidak sepenuhnya dikelilingi dinding putih, namun tiga sisi ruangan ini dilingkupi jendela kaca besar, yang memberikan ruangan pencahayaan yang cukup. Jangan lupakan korden abu-abu yang bertengger manis di sisi kanan kiri jendela itu. Di sudut ruangan tamu itu terdapat nakas yang ditempati beberapa pernik souvenir, seperti souvenir dari luar negeri - karena salah satunya bertengger patung kecil berbentuk menara eiffel di sana. Oh, di dinding itu juga menempel dengan eratnya sebuah mesin kecil pengharum ruangan, yang sebelumnya alat itu telah di-setting setiap tiga puluh menit agar menyemprotkan parfum beraroma chamomile.
Aroma chamomile yang menenangkan menyeruak masuk menuju indera penciuman namja cantik yang berstatus sebagai Ibu Mingyu itu. Namja cantik itu lalu menutup pintu rumah, kemudian menekan beberapa saklar yang terdapat di sisi kanan pintu untuk menghidupkan lampu taman, lampu luar rumah dan lampu kolam taman. Selanjutnya namja itu membalikkan tubuhnya yang menggendong Mingyu, lalu bergegas melanjutkan perjalanan menuju ruang keluarga. Kini Mingyu yang sedari tadi diam mulai mengangkat wajahnya, mengusap kedua matanya dengan punggung tangannya, kemudian menoleh-nolehkan kepala bersurai karamelnya - seperti mencari sesuatu yang berharga dan menarik. Oh, benar saja, Mingyu langsung menunjuk seekor baby husky.
"Grey!" pekik Mingyu bersemangat kala melihat Greynya - baby husky - yang lucu sedang bermain bola hijau mainan. Grey yang merasa terpanggil kemudian berlari cepat menuju arah Mingyu yang masih dalam gendongan ibunya. Grey lalu berjalan mengitari kaki ibu Mingyu sambil menggerakkan ekor mungilnya. Uuhh... lucu sekali. Sesekali anjing itu menggonggong dengan suara kecilnya, mengundang Mingyu untuk terkikik melihat tingkah lucu anjing kesayangannya.
Ibu Mingyu yang menyaksikan gelagat putranya dengan mood yang akhirnya kembali membaik hanya bisa bernafas lega. Kemudian dia merencanakan untuk memberikan sesuatu untuk Mingyu agar mood putranya semakin membaik. Setelah menimbang ini-itu akhirnya keputusan jatuh pada satu pilihan yang pasti sangat menarik bagi Mingyu.
"Mingyu mau susu coklat?" tanya sang namja dengan suara seperti anak kecil yang dibuat-buat. "Kalau mau, janji pada eomma untuk tidak menangis lagi." Lanjut sang namja yang tetap menatap lekat-lekat manik coklat putranya. Mendengar tawaran menggoda sang ibu membuat Mingyu mengalihkan pandangannya dari Grey menuju wajah cantik ibunya. Matanya langsung berbinar begitu mendengar minuman favoritnya itu. Mingyu sedikit menjauhkan wajahnya dari wajah ibunya, berusaha menatap lekat, tepat pada mata sang ibu. Dirinya takut-takut ibunya akan berbohong seperti sebelum-sebelumnya.
Ya, tentu saja ibunya akan berbohong. Karena saat itu Mingyu sedang merajuk karena tidak boleh menonton tayangan favoritnya - Berita cuaca - karena sudah tengah malam. Jelaslah Mingyu pasti membuat ibunya jadi gemas sendiri karena kelakuan aneh anaknya. Karena itulah, ibunya mencoba untuk memancing (memaksa lebih tepatnya) Mingyu untuk segera pergi tidur dan sesuai janji ibunya (yang hanya bohongan) yang akan memberikan aneka permen coklat kesukaannya. Hahhh... Ya sudah pasti, orang dewasa mana yang mau membiarkan anaknya memakan aneka permen cokelat? Bisa-bisa gigi Mingyu habis sebelum waktunya.
"Cokelat?" tanyanya ragu dengan aksen anak kecil. Ibunya lalu menangapinya dengan anggukan mantap hingga membuat rambut halusnya bergoyang. Begitu tahu ibunya tidak berbohong, akhirnya Mingyu menganggukkan kepalanya antusias, "Mau… Mingyu mau susu cokelat!" jawabannya membuat ibunya kini menampilkan senyuman kotaknya.
"Baiklah, Mingyu tunggu di sini, ya." ujar sang ibu sambil meletakkan Mingyu pada karpet merah muda berbulu halus -bermotif polkadot putih- yang tergeletak manis di antara kursi malas dan sebuah televisi lima puluh inch yang bertumpu pada sebuah bufet minimalis berbahan kayu jati. Di bufet itu terdapat berbagai foto keluarga. Ada juga foto Mingyu dari lahir hingga berusia tiga tahun seperti saat ini. Ada juga foto pernikahan ibu Mingyu dengan laki-laki -yang merupakan ayahnya. Terlihat pancaran kebahagiaan dari keduanya. Ruangan keluarga ini bernuansa merah muda. Hal ini memang sengaja dipilih karena merah muda adalah warna kesukaan ayah Mingyu. Ibu Mingyu waktu itu (saat memilih desain dekorasi rumah) hanya bisa menyetujuinya dengan anggukan pasrah karena suaminya memohon-mohon padanya untuk memberikan warna merah muda pada ruangan keluarga. Oh, ruangan ini terlihat begitu rapi, tapi tetap saja ada beberapa mainan yang berserakan di lantai. Yah, sudah pasti Mingyulah yang memainkan mainan itu.
Hei, mainan Mingyu ini bukan mainan sembarangan. Mengapa demikian? Hal ini dibuktikan dengan koleksi mainan Mingyu yang semuanya seperti mainan khusus untuk melatih kecerdasan otak anak. Contohnya seperti puzzle, balok-balok kata, lego, peralatan dokter mainan, bola basket, bola voli, bola sepak, plastisin mainan, dan lain-lain. Semuanya adalah mainan yang memang benar-benar dipilih secara selektif oleh ayahnya, dengan tujuan agar Mingyu dapat mengembangkan skill kognitif, motorik, dan sosialnya.
"Ibu akan buatkan yang enak buatmu." Kata sang ibu sambil mencubit pelan hidung kecil tapi mancung milik putranya. Lalu namja yang merupakan ibu dari Mingyu itu dengan cekatan mulai membuatkan susu balita rasa cokelat untuk putra tercintanya. Sedangkan Mingyu kini asik bermain dengan Grey.
Setelah segelas susu coklat buatan ibunya jadi, Mingyu langsung berlari menuju arah dapur dengan pekikan girang. Bunyi derap langkah pendek-pendek kaki berlari serta teriakan heboh yang terdengar hingga dapur membuat ibu Mingyu khawatir, "Mingyu-ya, jangan lari-lari! Nanti jatuh, sayang!" Kata ibunya dengan suara agak tinggi agar suaranya dapat terdengar jelas. Kini Mingyu sudah ada di ruang makan. Ibunya yang menemukan Mingyu yang kesulitan menduduki kursi tingginya lantas membantu Mingyu agar bisa duduk nyaman di sana. Setelah duduk dengan tertib, akhirnya Mingyu mulai menyesap coklat hangatnya pelan-pelan.
"Eomma..." panggil Mingyu yang sedang asik mengaduk coklat hangatnya dengan sendok.
"Ne, chagi?" jawab ibunya -yang duduk di sebelahnya- sambil mengusap sayang kepalanya.
"Appa..." ada jeda di sana, "Appa juga suka susu cokelat atau tidak?" pertanyaan yang diajukan Mingyu membuat ibunya mengerjap beberapa kali. Masih mencerna apa maksud dari pertanyaan Mingyu. "Eomma~..."
"Ne... Appa-mu sangat menyukai susu coklat." Jawab namja cantik itu. Dirinya masih asik menatap putranya. Sesekali namja cantik juga menyesap cokelat hangat buatannya. "Wae? Kenapa Mingyu-ya bertanya seperti itu?"
"Uhm... Berarti Appa sama sepelti Mingyu?" tanya Mingyu lagi. Balita itu seperti ingin memastikan sesuatu. Lagi-lagi ucapan Mingyu membuat ibunya secara tidak sadar menautkan alisnya. "Apa mau anak ini sebenarnya?" batin ibu Mingyu.
"Ne..." jawab ibunya.
"Eomma..." panggil Mingyu lagi setelah menghabiskan segelas susu cokelatnya. "Eomma bantu Mingyu!" ucapnya semangat dengan gerakan meloncat kecil di kursinya.
"Ne?" kini ibu Mingyu benar-benar tidak paham isi pikiran dari putranya itu. "Eomma bisa bantu apa, sayang?"
"Bantu Mingyu membuatkan susu cokelat buat Appa..."
1
2
3
Oh, Astaga...
Bijaksana sekali putranya ini. Ibu Mingyu langsung memeluk Mingyu dengan penuh bangga. Dirinya terharu - sebagai ibu - karena kini Mingyunya sudah bisa berpikir sedikit bijak. Sungguh hal yang membahagiakan. "Ne... Eomma pasti akan membantu anak Eomma yang cerdas ini!" Ibu Mingyu mengecupi wajah tampan Mingyu. Tampak setitik air mata menggenang di pelupuk mata indahnya. Oh, begitu bahagia rasanya.
"Eomma kenapa menangis?" kata Mingyu dengan nada sedih. Lalu tangan mungilnya mengusap air mata yang sudah mengalir di pipi ibunya, "Eomma sedang sedih?" tanya Mingyu lagi. Kali ini balita itu juga hampir ikutan menangis. Oh, kenapa suasananya menjadi mendung begini...
"Ani... Eomma tidak sedang bersedih. Eomma sedang bahagia karena punya Mingyu yang tampan dan cerdas ini. Eomma bangga pada Mingyu!" Ujar ibu Mingyu sambil tetap menatap lekat manik coklat putranya. Mingyu akhirnya memberikan kecupan di pipi kiri ibunya.
"Ayo bantu Mingyu!" Kata Mingyu sambil menarik baju ibunya. "Nanti kalau Appa sudah pulang tidak bisa minum susunya."
"Ne... Ne..."
.
.
.
"Lalu, Peterpan membawa Windy menuju tempat rahasianya bersama para peri…" cerita dongeng Peterpan yang disenandungkan ibu Mingyu berhenti setelah mengetahui - melalui lirikan matanya yang melihat dan menyadari - bahwa Mingyu sudah tertidur. Lagi-lagi namja itu tersenyum. Lalu tangan rampingnya membenahi selimut merah marun Mingyu hingga sebatas dada. "Ah, kau cepat sekali kalau pergi tidur, sayang." Ujar namja itu lalu mengecup dahi dan pipi putranya. "Selamat malam, sayang. Mimpi indah. Aku mencintaimu."
Sang namja langsung bangkit dari duduknya, lalu dia berjalan menuju pintu kamar Mingyu dan mematikan lampu terang kamar yang saklarnya menempel dekat pintu dan menghidupkan lampu tidur di nakas samping kamar anaknya. Sesaat kemudian si namja cantik benar-benar meninggalkan kamar putranya.
.
.
.
Jam menunjukkan pukul 9 malam KST. Namja cantik itu sedang duduk di sofa empuk ruang tengah sambil menonton televisi yang menyiarkan tayangan drama romansa. Sesekali namja itu mengusap air matanya dengan tisu, dan membuang ingusnya dengan tisu yang baru pastinya.
"Oh, kasihan sekali gadis itu. Huhuhu…" Well, ternyata sang namja yang berstatus sebagai ibu itu sedang menonton drama menyedihkan yang menguras air mata. "Bagaimana bisa laki-laki itu meninggalkannya begitu saja. Dasar bejat!" oh, kini dirinya tidak dapat menahan emosi – yang terpancing karena drama – yang membuncah sehingga membuatnya mengomel seperti saat ini.
Saat sedang asyiknya mengomel, tiba-tiba saraf paccini-nya menangkap rangsangan berupa tekanan lembut di pipi kanannya. Bisa namja itu rasakan sensasi benda tebal dan lembut yang menempel selama tiga detik di pipi gembilnya. Sang namja terlonjak kaget sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang. Hei, degupan itu benar-benar karena keterkagetannya akan tindakan yang tiba-tiba orang yang ada di belakangnya. Sempat namja itu berpikir negatif tentang maling atau perampok mesum yang mungkin ingin memperkosanya. Oh, ayolah mungkin pikiran itu terlalu berlebihan. Tapi bisa saja, kan, hal itu terjadi. Apalagi mengingat dirinya saat ini sedang sendiri di rumahnya. Sendirian di rumah di tengah kejamnya dunia. Oh, hiperbola ini namanya.
"Aigoo… kau mengagetkanku." Kata sang namja sambil tetap mengusap dadanya, tempat jantungnya berdegup tidak normal karena hormon adrenalinnya yang saat ini sedang berlebihan.
"Apa itu ucapan yang didapatkan suami yang baru saja pulang kerja?" suara lembut namja yang lain – sang suami – menyeruak ke gendang telinganya. Suara itu begitu lembut dan menawan tentunya. "Hei, kenapa diam, Tae?" kata sang suami sambil berkacak pinggang dihadapan sang istri. Dirinya begitu gemas melihat tingkah aneh sang istri.
Tae- Taehyung tepatnya. Kim Taehyung – istri dari seorang Kim Seokjin, pengusaha sukses dan tentunya kaya, yang hartanya tidak akan pernah habis tujuh turunan – sedang berdiam diri menatap wajah sang suami dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. "Yeobo…" panggilnya Taehyung tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan.
"Wae?" tanya Seokjin yang turut membalas tatapan sang istri. "Ada apa, sayang?" kali ini tangannya terangkat dan membawanya untuk mengusap pipi kiri sang istri. Usapan yang begitu lembut dan menenangkan. Sejenak Taehyung memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut sang suami.
Taehyung membuka kelopak matanya. Menampilkan kembali manik kecoklatannya. Lalu dirinya meringis sambil berkata, "Maafkan aku…" ada jeda di sana. Seokjin mengangkat sebelah alisnya,
"… selamat datang kembali, sayang." Kata Taehyung lalu memberikan kecupan lembut pada bibir tebal Seokjin. Kini kepalanya menjauh kembali dari wajah Seokjin, "Kau lapar? Aku sudah buatkan jajangmyeon kesukaanmu." Kata Taehyung antusias. Seokjin yang mendengarnya lalu tersenyum. Menunjukkan senyum terbaiknya di wajah tertampannya pada sang istri. Kemudian mengecup balik dengan kilat tepat di bibir tipis merah muda sang istri,
"Suapi aku~" ucapan sang suami yang diselingi nada manja itu membuat Taehyung terkikik geli. "Baiklah…" jawabnya sambil membantu Seokjin melepaskan jas serta dasinya.
Kini mereka sedang berjalan menuju kamarnya di lantai dua.
"Mingyu mana?" kini Seokjin membuka kemeja Armani yang melekat di tubuh tegapnya. Terlihat samar-samar keringat di bagian punggung serta kerah kemeja abu-abunya.
"Sudah tidur…" kata Taehyung yang kini memasangkan hanger jas. "… lima belas menit yang lalu." Jemari lentik Taehyung kini meletakkan dasi Seokjin pada pengait dekat lemari. "Kau tahu? Mingyu tadi menangis." Seokjin yang mendengar putranya tadi habis menangis langsung tertarik untuk mendengar kisah Taehyung lebih lanjut.
"Kenapa menangis?" lanjut Seokjin. Kini dirinya sedang melepas kemejanya lalu bergegas menuju kamar mandi kamar dirinya dan Taehyung.
"Hanya karena ditinggal burung gereja. Ada-ada saja anakmu itu." Kata Taehyung sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Oh, tadi Mingyu membuatkan susu coklat untukmu."
"Membuatkanku susu coklat? Apa itu benar?" Kini tatapan Seokjin beralih menuju istrinya yang sedang sibuk menyiapkan piama untuknya. "Mingyu yang melakukannya?"
Taehyung mendengus sebal mendengar getaran suara Seokjin yang terdengar khawatir, "Ya tentu saja aku membantunya, Hyung. Semua itu adalah niat dari Mingyu, yaaa... sekalian saja aku mengajarinya bagaimana cara membuat susu coklat yang enak." Ujar Taehyung tanpa menatap Seokjin yang menatap dirinya, karena Ibu Mingyu itu sedang sibuk mencari handuk untuk suaminya. "Dia memaksaku. Kau tahu? Aku sungguh bahagia begitu tahu Mingyu kini sudah mampu berpikir seperti itu. Dia begitu menyayangimu." Lanjut Taehyung disusul decakan kagum. "Aku menangis tadi. Ah... uri Mingyu..."
Seokjin yang sedari tadi mendengar penuturan dari Taehyung secara tidak sadar mengangkat ke atas sudut bibirnya, menampilkan senyumannya yang menawan. "Kau senang?" Tanya Seokjin sambil membelai lembut kepala Taehyung. Taehyung yang menyadari kehadiran Seokjin di sebelahnya langsung menubruk tubuh suaminya itu, memeluknya erat-erat.
"Aku sangat bahagia... Terimakasih, yeobo..." Entah Taehyung mengucapkan kata terimakasih untuk hal apa. Seokjin hanya bisa mengangguk, mengiyakan, lalu mengecup puncak kepala Taehyung. "Aku juga bahagia, Tae. Mingyu memang anak cerdas sepertimu, dan tampan sepertiku."
Oh, mulai lagi sindrom narsis Kim Seokjin.
"Ya! Percaya diri sekali dirimu!" Taehyung memukul main-main bahu Seokjin. Seokjin hanya terkekeh,
"Lagi pula, orang di depanku ini sudah terjerat oleh diriku yang terlalu percaya diri ini." Oh, Seokjin mulai menggoda rupanya...
Wajah Taehyung langsung memanas. Oh, hentikan goda-godaan ini. Taehyung tidak suka... Demi Tuhan! Ketampanan Seokjin memang tidak bisa diragukan lagi. Jika Seokjin tetap melanjutkan godaannya, bisa-bisa Taehyung meleleh saat ini juga.
Seokjin tertawa renyah melihat gelagat istrinya yang salah tingkah itu, "Aku mandi dulu, Tae. Kita lanjutkan cerita Mingyu setelah aku sudah selesai." Kata Seokjin yang kini sudah topless. Namja tinggi tampan itu mengambil handuk yang sedari tadi bergelayut di tangan sang istri. "Kau mau ikut?" tanyanya penuh nada menggoda.
Taehyung lalu menoleh, melihat Seokjin yang sedang bersandar pada pintu kamar mandi. Oh, Seokjin mulai lagi. Tapi benar-benar tidak dapat diragukan lagi, suaminya itu benar-benar begitu menggoda saat ini. Tanpa disuruhpun pikiran Taehyung sudah kemana-mana. Tanpa disadarinya pula wajahnya kini kembali memanas hingga rasa panasnya menjalar sampai kupingnya.
"Ya! Hentikan!" kata Taehyung lalu melempar Seokjin dengan kemeja Armani mahal yang tadi Seokjin kenakan. Oh, Taehyung tidak suka jika dirinya sedang digoda seperti ini.
Bagaimana dengan Seokjin? Pria tampan itu secepat kilat masuk ke kamar mandi, dan tak berselang waktu lama terdengar tawa renyah Seokjin dari balik sana.
Taehyung hanya menggeleng lelah. Kelakuan Seokjin memang begitu. Selalu menggodanya. Tapi tetap saja, meskipun Seokjin menyebalkan, Taehyung tetap cinta padanya. Taehyung benar-benar mencintai seorang Kim Seokjin setulus hatinya.
Kini Taehyung berjalan mendekati meja rias. Taehyung mendudukkan dirinya di kursi khusus untuk meja rias di kamarnya. Dirinya kini mematut wajahnya yang tetap cantik seperti biasa. Jemarinya menelusuri dahi, kemudian mata, lalu turun ke hidung, kemudian ke samping menuju pipinya. Terasa sedikit kasar dibagian pipi kirinya. Samar-samar terlihat seperti luka jahit melintang. Pikiran Taehyung kini bagai menjelajahi waktu, menuju kejadian masa lalunya yang kelam. Masa lalu ketika dirinya mendeklarasikan bahwa dirinya tidak akan jatuh cinta selamanya, karena seorang namja kurang ajar berhati es, yang dulu sangat dicintainya.
Namja kurang ajar yang dengan beraninya menorehkan luka sayatan dipipinya, terlebih di hati dan jiwanya yang rapuh.
.
.
.
Seoul, 30 Desember 2020
Angin berhembus kencang membawa salju sedikit membelokkan arah jatuhnya ke bumi. Hari semakin gelap, begitu pula hati seorang pemuda manis yang tak kalah gelapnya.
Dia Kim Taehyung.
Ya, Taehyung. Kim Taehyung yang mendapat cinta sepihak itu kini nampak menyeret langkahnya menyusuri jalanan di sekitar sungai Han.
Namja manis itu membawa telapak tangannya ke dada.
Sakit.
Terasa sakit. Teramat sakit.
Langkahnya terhenti. Bibir tipisnya yang menggigil terkatup rapat dengan wajah menunduk dan mata terpejam erat. Sesekali bibir itu bergetar. Selanjutnya jatuh berlutut bagai kehilangan energinya. Kehilangan semangat hidup lebih tepatnya.
Sekali lagi, Taehyung mendengus geli dan disusul dengan isakan kecil. Selanjutnya, hanyalah nafas tidak teratur diselingi derai air mata yang tidak kunjung berhenti entah sampai kapan.
Kim Taehyung akhirnya sadar bahwa dirinya terlahir untuk sendiri. Hidup untuk dirinya sendiri. Tanpa ada orang lain dalam hidupnya. Tanpa ada cinta dan kasih sayang dalam kesehariannya. Kim Taehyung yang tidak pantas dicintai, tidak pantas menerima cinta dari seorang yang disayanginya. Dia hanyalah seorang pengagum ulung, tanpa harus bahkan tidak diijinkan untuk merasakan apa artinya cinta.
Kim Taehyung terdiam. Menatap langit jingga yang terpantul di air beriak sungai Han.
Dirinya menyerah.
Kim Taehyung berjanji, dirinya tidak akan jatuh cinta lagi-
-seumur hidupnya.
.
.
.
Taehyung merunduk. Tubuhnya serta hatinya terasa pegal. Namun, tiba-tiba tubuhnya bagai diselimuti sesuatu yang hangat. Oh, ini sungguh hangat. Taehyung tidak ingin mengangkat wajahnya hanya untuk menatap siapa yang ternyata kini tengah memeluknya dari belakang. Ia sangat berharap bahwa Jungkooklah yang memeluknya saat ini. Akan tetapi,
"Taehyungie… ayo pulang."
Suara itu. Suara bukan milik Jungkook, tapi sungguh familiar.
"Ayo pulang, nanti kau sakit." suara lembut itu menyeruak ke gendang telinga Taehyung. Taehyung lalu menolehkan wajahnya ke kanan, dan yang didapatnya adalah nafas hangat dari orang itu.
"Akan kubuat kau melupakannya."
.
.
.
.
.
TBC
chap ini baru aja aku edit. bela-belain pingin kasih maksimal buat kalian. wkwkwkw
Weh. Apaan nih. Wkwk. Entah tiba-tiba kenapa pingin ngelanjutin cerita kemaren dari kookv jadi jinV ah tau deh. Mungkin ada ide dari kalian?
Ohya, makasih buat yang udah mau review dan reader lainnya di fanfic pertamaku It Was Fated. Sebenernya aku buta genre, aku buta istilah-istilah fanfic juga. Tapi aku bisanya nulis apa yang ada dipikiranku wkwkwk. Ah curhat kan. wkwk
Btw aku lagi sibuk jadi koordinator dana nih. Sedih~ padahal udah kelas 12 juga. huweee…
Tolong kasih masukan-masukan yaaa kritik dan saran sangat dibutuhkan. Karena saya masih niyubi parah.
Okeee… sampai ketemu di Ch2!
Review please~
