Hari itu pun tiba. Hari yang paling menyedihkan yang harus kuhadapi dengan hati yang berat. Kedua mataku tertuju pada Lily-sensei yang memasuki kelasku dengan wajah sedih. Terlihat jelas bahwa ia akan memberitakan berita buruk pada kami sekelas.
"Minna-san, hari ini Kanaya Megumi tidak bisa masuk sekolah," Ujar Lily-sensei dengan kepala yang tertunduk ke bawah. Gumi hanya tidak bisa masuk sekolah sehari saja bisa membuat sensei sesedih itu. Aku pun berpikir, "Mungkin Gumi terkena penyakit demam atau yang lain..," tetapi apa yang ada di benakku ini salah. Sensei melanjutkan kalimatnya, "Pagi ini, ibunya menelpon sekolah dan menangis sambil berkata bahwa Kanaya-san sudah tidak ada, ia telah meninggal…,"
.
.
-Pelarian-
*Chapter 1*
Story by: Kirahana Yuki
Vocaloid belongs to Crypton Media and Yamaha Corp.
Pairing: MikuXMikuo
Genre: Romance, School Life, Horror (slight), Friendship
Warning: cerita gaje banget, banyak typo, dan bla…bla…bla…
Summary: Keputusanku memang aneh tapi, jika aku mau keinginanku terkabul maka aku harus melakukannya yaitu dengan melanggar janjiku sendiri.
Miku POV
"Apa ini?! Ini tidak mungkin! Kemarin kita berdua pergi ke park bersama dan keadaannya baik-baik saja!" Teriakku sembari mengepalkan tanganku. Lily-sensei pun mendatangiku dan berkata kepadaku untuk pergi ke rumah Gumi saat pulang sekolah.
.
.
Sepulang sekolah, aku pun melakukan apa yang disampaikan Lily-sensei padaku yaitu untuk pergi ke rumah Gumi. Aku menatap dari depan pagar, rumah yang berdiri di depanku, rumah Gumi. Aku memasuki rumahnya dan bertemu dengan ibu Gumi yang tampaknya seperti menunggu kedatanganku.
"Apakah ini semua benar? Apa Gumi telah tiada?" Tanyaku pada ibu Gumi yang memberiku sebuah anggukan sebagai jawabannya. Ia pun menuntunku menuju kamar Gumi, tempat kita berdua bermain setiap Sabtu. Aku melihat dari ujung kanan hingga ujung kiri kamar, mencoba mencari perbedaan di kamar Gumi. Ternyata tidak ada perbedaan sama sekali, semuanya sama. Boneka-boneka kelinci yang membawa wortel masih tersusun rapi di sekitar bantal Gumi yang berwarna hijau, bingkai foto kami berdua masih terletak di atas meja kecil di samping kasurnya. Begitu melihat bingkai itu, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Aku menghampiri bingkai itu dan menemukan kotak kecil di belakang bingkai itu. Ternyata itulah yang membuat posisi bingkai itu lebih maju dari biasanya. Aku mengambil kotak itu dan menaruhnya ke dalam saku seragamku.
Untuk menghabiskan waktu di rumah Gumi, aku hanya berbincang-bincang dengan ibu Gumi untuk menemani dan menghiburnya. Sehabis berbincang-bincang, aku pun segera pulang, tidak sabar untuk melihat isi dari kotak hijau kecil itu.
.
KEDIAMAN HATSUNE…
.
Kunaiki tangga lalu menuju ke kamarku. Saat itu, hari sudah malam dan aku pun sedang duduk di atas kasurku, menyiapkan diriku untuk membuka kotak dari Gumi untukku. Bagaimana caraku mengetahui bahwa kotak ini memang untukku? Jelas saja tertulis namaku di atas kotak itu. Dengan perlahan-lahan, aku mulai membuka kotak itu…Isinya merupakan suatu barang yang dibungkus oleh sapu tangan milik Gumi. Yang disembunyikan dibalik sapu tangan itu adalah kalung milik Gumi. Kalung itu merupakan tanda persahabatan kita. Milikku adalah kalung juga tetapi dengan bulan sebagai gantungannya sedangkan kalung milik Gumi gantungannya adalah sebuah bintang. Dalam sekejap, pipiku terasa lembab karena air mata yang mengalir keluar dari kedua mataku. Aku melepaskan gantungan bintang milik Gumi dari kalungnya dan memasukkannya ke kalungku. Dengan itu, kita akan selalu bersama, kita masih bersahabat.
"Gumi, mengapa kau bohong padaku? Mengapa kau tinggalkan aku sendirian? Hanya kau yang dapat mengerti perasaanku…," Ucapku sambil disela oleh tangisanku. Malam itu, akupun tertidur saat aku sedang menangis sambil memegang erat kalungku dengan gantungan bulan milikku dan gantungan bintang milik Gumi.
.
KEESOKAN HARINYA…
.
Hari esok pun tiba, inilah hari pertamaku ke sekolah sejak kematian Gumi, sahabatku. Berjalan di lorong sendirian terasa seperti hal yang baru untukku karena sejak aku masuk ke sekolah ini, Gumilah yang selalu menemaniku. Pagi hari, seperti biasa, murid-murid perempuan di kelasku berkumpul di satu meja dan melakukan hal yang selalu mereka lakukan, menggosip atau berbagi informasi atau cerita yang biasanya tidak kupercaya karena semuanya hanyalah rumor bagiku.
"Eh, kalian tau tidak? Ada sebuah sumur di dalam hutan dekat sebuah perumahan! Kudengar sumur itu milik dewa yang mengerikan dan aneh. Dewa itu suka mengoleksi hal-hal aneh yaitu janji dan nyawa manusia! Janji-janji dan nyawa-nyawa itu disimpan di dalam botol dan diletakkan di lemarinya. Jadi jika kita meminum air dari sumur itu, kita harus membuat janji pada dewa itu, janji apapun. Jika kita tidak menepati janji kita maka nyawa kita akan jadi miliknya untuk koleksi nyawa manusianya…Mengerikan bukan?"
Dengan tidak sengaja, aku mendengar percakapan para gadis yang berada di sampingku. Biasanya aku tidak tertarik pada topik mereka tetapi, kali ini entah bagaimana aku sanggup mendengarkan percakapan mereka hingga selesai. Percakapan mereka membuatku memikirkan sesuatu, "Mungkin inilah salah satu cara untuk bertemu dengan Gumi tanpa perlu menunggu lama. Aku bisa bertemu dengannya jika aku meminum air dari sumur itu. Aku harus ke sumur itu pulang sekolah!"
Karena tidak ada Gumi, aku menjadi gadis yang berbeda, aku selalu saja muram dan tidak membuka kesempatan pada gadis lain untuk menjadi sahabatku. Bagiku, hanya Gumilah gadis yang bisa menjadi sahabatku, tak ada yang lain. Di setiap pelajaran aku tidak pernah memperhatikan guru melainkan memperhatikan gantungan bintang milik Gumi pada kalungku. Hari sekolah ini berlalu begitu cepat sehingga aku tidak menyadari bahwa sekarang adalah saatnya untuk pulang atau bisa dikatakan waktuku untuk pergi ke sumur itu.
Aku menambah kecepatan langkahku keluar dari gerbang sekolah agar bisa segera sampai ke hutan dengan sumur itu. Di benakku sudah terungkap di mana keberadaan sumur itu. Ada satu perumahan yang aku selalu kulewati ketika pulang sekolah. Jauh di dalam perumahan itu terdapat sebuah hutan yang begitu sepi dan dingin. Dengan cepat, kulari menuju perumahan yang berada tak jauh di depanku sambil bergumam, "Inilah keputusanku. Aku tidak akan ragu lagi!"
Langkahku berhenti ketika mengetahui posisiku yang sekarang berada di depan hutan di dalam perumahan ini. Sepertinya aku berlari begitu kencang sehingga dalam waktu singkat, angin telah membawaku kemari, di depan hutan ini. Aku memasuki hutan itu tanpa ragu dan kedua mataku langsung mencari sumur di antara pepohonan di sekitarku. Karena tidak menemukan satu sumur pun di sekitarku, aku berjalan masuk ke dalam hutan itu lebih dalam lagi. Hari sudah sore ketika matahari hampir terbenam dan saat itu aku tau kalau mau menemukan sumur itu hari ini juga, aku harus menemukannya cepat sebelum sinar matahari menghilang dari pandanganku. Telah lama berjalan, akhirnya kutemukan dua sumur di hadapanku. Satu sumur telah kering karena tidak ada lagi air yang tersembunyi di dalamnya sedangkan yang satunya masih memiliki air di dalamnya akan tetapi, air itu berwarna hitam.
"Sejak kapan ada sumur dengan air berwarna hitam?" Tanyaku pada diriku sendiri dengan kedua mata yang masih mengamati air hitam dalam sumur. Tapi mungkin itulah yang membuat sumur itu beda dari yang lain, tidak ada sumur yang airnya berwarna hitam. Lamanya perjalanan menuju sumur ini membuat tenggorokanku kering dan haus akan air. Di sekitarku tidak ada air lagi kecuali air berwarna hitam yang ada di dalam sumur ini. Kulihat air itu sekali lagi dan mengambil setetes air itu dan menumpahkannya ke telapak tanganku.
"Sepertinya air ini tidak kotor. Mungkin hanya warnanya saja," Ucapku lalu mencicipi air yang ada di telapak tanganku. Rasa air itu seperti air biasa yang kuminum setiap hari, tidak ada yang beda. Karena itu, aku mengambil air lebih banyak lagi menggunakan gelas yang sepertinya sudah tersedia di samping sumur ini. Meneguk air itu pelan-pelan, kedua telingaku menangkap suara derap kaki yang menuju ke arahku. Seketika, aku meletakkan kembali gelas yang kugunakan di sebelah sumur. Di hadapanku, kulihat seorang laki-laki bersurai ungu panjang yang dikuncir menjadi ponytail di belakang kepalanya.
"Aku adalah sang dewa yang memiliki sumur ini. Kau telah meminum air dari sumur ini dan oleh karena itu, nyawamu ada di tanganku. Kau harus membuat perjanjian denganku, janji apapun dan kau harus menepatinya agar nyawamu takkan kuambil…," Ucap sang dewa kepadaku.
"Jadi sumur ini benar-benar ada! Justru aku mau dia mengambil nyawaku agar aku bisa bertemu dengan Gumi lagi. Berarti aku harus melanggar janjiku sendiri agar nyawaku diambil olehnya…," Batinku.
"Ettou…aku janji untuk mendapat satu sahabat…," Ucapku dengan yakin padanya. Aku memilih janji itu karena aku tau kalau tidak ada Gumi, aku tidak akan berteman dengan siapapun. Janji yang kuucapkan tadi sangat mudah untuk dilanggar. Aku bisa jamin aku tidak akan mempunyai satu sahabat pun tahun ini.
"Sepertinya kau yakin dengan janjimu. Kemari, masuklah ke rumahku untuk mempertimbangkan janjimu. Siapa tau kau akan mengganti janjimu setelah melihat koleksiku…," Ucapnya sambil tersenyum kecil padaku. Ia pun menuntunku masuk ke rumahnya yang terletak tak jauh dari sumur itu.
"Sebelum itu, kuperingati bahwa aku sekarang hanyalah wujud manusiaku dan rumahku ini bukan rumahku yang sebenarnya. Besok jika kau masuk ke rumah ini, tidak aka nada apapun kecuali debu. Ini, silahkan…kuperlihatkan koleksiku. Aku mengoleksi nyawa dan janji manusia yang dilanggar. Dan satu lagi, namaku adalah Gakupo,"
Kulihat barang-barang aneh di sekitarku mulai dari atas ke bawah. Semua yang dikatakan para murid perempuan di kelasku benar. Nyawa manusia yang berbentuk kristal disimpan di dalam botol kecil dan janji-janji yang terlarang dalam bentuk batu beraneka macam warna juga disimpan dalam botol. Tetap saja aku tidak akan mengganti janjiku karena inilah keputusanku agar dapat bertemu dengan Gumi lagi.
"Gakupo-sama, aku yakin dengan janjiku tadi. Jadi apa ada jangka waktu untuk menepatinya sebelum nyawaku diambil?" Tanyaku dengan penasaran. Ia pun membalikkan badannya dan menjawab, "Jangka waktumu adalah satu bulan! Jika kau tidak menepati janjimu maka nyawamu adalah milikku."
"Tidak bisakah jangka waktunya dikurangi? Karena sebenarnya aku ingin melanggar janjiku agar bisa bertemu dengan sahabatku bukan menepatinya…,"
"Hmm…tidak pernah ada satu orang pun yang ingin nyawanya diambil olehku sebelumnya. Baiklah, kalau begitu kuberi waktu satu minggu," Ucapnya padaku sambil tersenyum.
Setelah ia tersenyum padaku, kabut hitam menyelimutiku dan pandanganku menjadi buram. Seketika, aku menemukan diriku berada di depan pintu masuk perumahan. Aku mengangkat kepalaku menatap langit yang kini sudah gelap dan tersenyum karena aku tau setelah satu minggu ini, aku bisa bertemu kembali dengan Gumi, sahabatku.
.
.
.
KRING…KRING…
.
Bel sekolah telah berbunyi dan Lily-sensei pun memasuki kelas. Hari ini terlihat agak berbeda karena derap kaki yang kudengar bukan hanya derap kaki Lily-sensei tetapi ada seseorang lagi bersamanya entah itu murid yang telat atau kepala sekolah. Aku hanya memalingkan wajahku seperti biasa dan tidak tertarik untuk melihat siapa yang masuk bersama Lily-sensei.
"Minna-san, hari ini kita mempunyai murid baru. Hakune-kun, silahkan kenalkan dirimu," Ujar sensei.
"Hakune Mikuo desu. Yoroshiku onegaishimasu!"
"Hakune-kun bisa duduk di bangku kosong di belakang Hatsune-san."
Saaat ia menuju ke bangku di belakangku, aku mendengar beberapa jeritan kecil dari para perempuan di kelasku yang menunjukkan rasa suka mereka pada murid baru yang tak kukenal ini. Aku tetap tidak akan berbicara dengannya meskipun murid-murid perempuan lain mengaguminya karena aku tidak ingin berteman dengan siapapun. Jika aku berteman dengan satu orang saja, aku tidak akan bisa bertemu dengan Gumi lagi. Aku akan menghindar dari semuanya, dari kebaikan hati mereka hanya untuk seminggu agar bisa bertemu dengan Gumi.
Pelajaran pertama pun selesai dan dalam sekejap, semua murid perempuan di kelasku maupun di kelas lain menuju ke meja yang berada di belakangku. Ya, apalagi kalau bukan untuk bertemu atau menggoda murid baru di belakangku. Yang kutahu tentang dirinya hanyalah namanya, Hakune Mikuo dan gender nya yaitu laki-laki. Waktu istirahat ini, aku makan bentoku dengan cepat lalu meninggalkan kelas untuk menghindar agar aku tidak dapat berteman dengan siapapun. Sambil berjalan keluar, aku tetap memalingkan wajahku dari semua murid di gedung sekolah dan segera menuju ke tempat rahasiaku bersama Gumi di belakang gedung sekolah.
.
Mikuo POV
Gadis yang berada di depanku kalau tidak salah namanya Hatsune Miku. Ia adalah salah satu gadis yang tidak berkumpul di mejaku bersama murid perempuan lainnya. Mengapa dia selalu menyendiri? Dan dia ingin pergi ke mana sendirian begitu?
"Hmm…kalian ada yang alasan mengapa gadis di depanku ini selalu menyendiri sejak awal sekolah dimulai?" Tanyaku pada murid-murid perempuan yang mengelilingiku.
"Oh, Hatsune Miku…begini, satu-satunya sahabat yang dimilikinya bernama Kanaya Megumi telah meninggal dunia kemarin dan sejak itu, ia selalu menyendiri meskipun kita mencoba berteman dengannya."
"Oh begitu…Arigatou atas informasinya." Ucapku pada mereka sambil memikirkan gadis yang bernama Hatsune Miku itu.
.
Miku POV
Rasanya sudah lama sekali tidak berkunjung ke tempat ini, tempat rahasiaku bersama Gumi. Kumasuki sebuah gudang yang terletak di antara pepohonan di taman belakang gedung sekolah. Mungkin ini hanya sebuah gudang biasa bagi banyak murid tetapi, sebenarnya gudang ini memiliki pintu rahasia yang hanya diketahui oleh diriku dan Gumi. Pintu itu dikunci dan kuncinya ada padaku sekarang. Gumi memberiku kunci ini sehari sebelum ia meninggalkan dunia ini. Sepertinya ia tau bahwa hidupnya tak lama di dunia ini. Sebelum aku sempat memasuki pintu itu, bel sekolah sudah berbunyi, menandakan bahwa waktu istirahat telah selesai. Aku lari menuju kelasku dan seperti biasa, dalam perjalanan, aku memalingkan wajahku dari semuanya.
Tiba saatnya kumasuki kelasku sendiri. Wajahku tetap memalingkan dirinya dari semuanya termasuk murid baru yang bernama Hakune Mikuo itu. Aku merasakan pandangannya yang tertuju padaku dan aku pun menghiraukan pandangannya dan langsung duduk di bangkuku. Pelajaran dimulai dengan baik tetapi seperti biasa, aku memalingkan wajahku dari semuanya dan menghadap ke jendela yang berada di sebelah kiriku. Yang kulakukan saat menatap jendela itu hanyalah melihat ke arah awan-awan di langit dan melamun, mengingat masa-masa senangku bersama Gumi. Pada saat aku mencoba mengingat ultahku yang terakhir bersama Gumi, sesuatu membuat lamunanku buyar seketika. 'Sesuatu' itu adalah tepukan jari seseorang di bahuku. Sudah pasti orang yang melakukannya adalah Hakune Mikuo, murid yang duduk di belakangku.
"Apa?" Tanyaku dengan tegas dan singkat tanpa menoleh ke arahnya. Ia tidak menjawabku tetapi menyodorkan sebuah kertas kecil padaku. Aku membukanya dan membaca dalam hatiku.
"Kenapa ia bisa tau tentang hal ini?" Tanyaku pada diriku sendiri dengan curiga.
.
.
Yuki: Ha'i! Yuki publish fict baru lagi setelah lama tidak update! #plakk
Tugas akan menumpuk tapi tidak apa-apa deh... Ternyata The Mansion belum complete sudah publish lagi. Habis kalau tunggu selesai, terlalu lama...
Ok! Arigatou sudah membaca. Mohon reviewnya! XD
