A Fanfiction Project for TVXQ's 10 Anniversary
Sebuah FF berantai dengan lima pair utama TVXQ yang akan dipublish dari tanggal 21-25 Des 2013 dan ditutup dengan satu FF All Cast pada tanggal 26 Des 2013.
Setiap ff dengan pair berbeda ini tidak memiliki hubungan satu sama lainnya hanya sebuah alur berbeda dengan setiap copelnya. Serta mengambil beberapa line dari lagu TVXQ tanpa ada sedikit pun keterkaitan dengan isi lagunya. Mizu hanya pemilik FF ini tanpa lainnya. So please enjoy it.
.
Part 1: YooSu Couple
.
"I'm still waiting for you like I've always done, see you once again my love" (Unforgetable)
.
Akise Mizuno Present
for My Treasure Second Family
.
Don't Like Don't Read
.
.
"Park YooChun berhenti kau jidat lapangan bola!"
"Siapa yang mau berhenti, Baby Su. Jauhkan sapu di tanganmu itu dulu, Sayang. Kau bisa menyakiti tubuh kekasih tampanmu ini."
"Jangan menggombaliku Park. Berhenti kubilang."
"Tidak mau Baby~"
Beberapa orang yang melihat aksi drama kejar-kejaran ala film india itu hanya menggeleng pelan saja. Sudah biasa melihat seorang Park YooChun cassanova kelas musik dikejar sapu oleh kekasih montoknya yang merupakan kapten tim sepakbola Cassiopeia Campus. Bahkan sampai sekarang mereka masih memasang tanda tanya besar bagaimana playboy kampus bisa jatuh pada seorang namja bertubuh montok dengan wajah polosnya—Kim Junsu.
Kim Junsu namja imut yang tengah memegang ganggang sapu sembari berlari mengejar namja yang mulai kewalahan itu tidak sepenuhnya polos bak pemikiran orang-orang. Bahkan wajah imutnya bisa bertransformasi menjadi namja mengerikan bak Shinigami neraka bagi Park YooChun.
"Sudah Baby aku lelah," ujar YooChun mengatur napasnya yang mulai tak beraturan. Bersandar pada salah satu tiang latihan club sepak bola.
Plok
YooChun meringis kecil merasakan hantaman kecil dikepalanya. Tersenyum manis pada namja yang kini memasang wajah imut padanya walau YooChun tahu sang namja bisa membuatnya mati kutu kapan saja.
"YooChunie~ bukankah sudah kukatakan berhenti menggombali para gadis di depan kampus pagi-pagi. Dimana kata-kataku yang tidak kau mengerti?" ujar Junsu menepukkan sapunya pada YooChun yang mencoba berkelit dengan memutari tiang. Menjauh dari sang kekasih yang bagai istri habis menangkap suaminya berselingkuh.
"Itu bukan salahku, Baby Su. Gadis-gadis itu saja yang terperangkap pada feromon seorang Park YooChun yang tampan ini."
Junsu menggeleng mendengar kalimat narsis milik YooChun. Memijit kepalanya yang bertambah sakit dengan rengekan YooChun kini dibahunya.
"Baby, jangan marah janji lain kali akan kuacuhkan saja, Ok?" ujar YooChun tersenyum sembari mencuri satu ciuman kecil dari bibir Junsu dan melarikan diri sebelum ada bebek imut mengejarnya lagi.
"Dasar Park YooChun Mesum!"
Kapten tim sepakbola itu menghentakkan kakinya kesal pada kekasihnya yang sudah menjauh dan kini melempar flying kiss sembari mengedipkan mata padanya. Bila di lapangan Junsu bisa menyarangkan gol dengan mudah tapi entah mengapa ia bisa luluh dengan sesuatu yang selalu dilakukan YooChun padanya.
Sesuatu yang dijanjikannya untuk tidak dilakukan tapi namja itu pasti akan melakukannya lagi keesokan harinya. Bukan salah YooChun juga sebenarnya, salahkan gadis-gadis yang menyukai kekasihnya walau mereka tahu YooChun sudah memiliki Junsu. Suara husky dan senyum dari bibir manisnya membuat banyak yang mendekat dan YooChun tak pernah bisa menolaknya.
"Ini sudah ke enam puluh empat kali kau melanggar janjimu padaku, Chunnie-ah. Dan akan genap enam puluh lima." Junsu menyandarkan tubuhnya pada tiang pembatas dengan maniks yang kini berada di ujung sana. Dimana seorang Park YooChun tengah berkumpul dengan teman-temannya termasuk dua gadis yang berada di kiri dan kananya—memeluknya erat.
"Walau aku sudah biasa. Kenapa di sini sakit?" bisik Junsu pelan sebelum ia membalikkan tubuhnya menjauh. Menyeret sapu di tangannya kembali ke ruangan klub. Sembari menahan sesuatu yang semakin sakit dihatinya.
.
.
.
Hari sudah semakin beranjak sore saat satu persatu manusia yang berada di lapangan itu melambaikan tangan pada sang kapten yang tersenyum ke arah mereka.
Junsu baru saja selesai berlatih bersama anggotanya. Tubuhnya terasa lelah sat sebelumnya ia malah ditarik anak-anak kelas musikal untuk ikut bermain di pentas drama mereka bulan depan. Itulah kenapa sejak pagi tadi ia tak bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena kelas musik berada di gedung berbeda, Junsu tak sempat menggunakan ponselnya. Benda manis yang tak bergerak menandakan tak ada satu pun pesan di sana.
Menghela napasnya sejenak, Junsu memasuki ruang ganti. Mengganti pakaiannya yang sudah basah karena keringat dengan pakaian baru yang lebih baik. Ia tak punya banyak waktu untuk sekedar berbasuh diri karena hari sudah semakin berajak gelap dan Junsu tak menyukai hal itu.
Berjalan pelan dengan satu tas di bahunya, Junsu menelusuri lorong-lorong kampus. Sengaja berjalan sedikit memutar menuju gedung sebelah sekedar melihat apakah kekasihnya masih berada di sana.
Suara dentingan piano membuat Junsu merekahkan senyumannnya. Suara piano itu terdengar merdu khas seorang Park YooChun. Itulah mengapa Junsu bisa menebaknya, dua tahun bersama bukan waktu yang singkat untuk mereka saling mengenal satu sama lain bukan.
Junsu semakin mempercepat langkahnya menuju satu ruangan yang masih terbuka. Berpikir kalau mereka bisa pulang bersama. Namun langkah Junsu terhenti saat tangannya yang membuka perlahan pintu mendengar tawa dari dua orang yang berbeda. Suara kekasihnya dan seorang gadis entah siapa.
"Chunnie?" Junsu berbisik pelan pada pemandangan di depannya. Dimana seorang Park YooChun tengah tersenyum manis dengan jarinya bergerak di atas tuts piano memainkan sebuah melody indah. Junsu tersenyum pasi melihatnya. Mengapa ia bisa lupa kalau YooChun sangat tak pernah bermain seorang diri. Pasti selalu bersama seseorang—dan itu bukan dirinya saat ini.
"Junsu?" YooChun tersadar pasa maniks seseorang yang kini basah dan berkaca melihatnya. Menjauhkan tangan seoran gadis yang sedari tadi berada di bahunya. YooChun mengejar Junsu yang kini berlari menjauh dari tempatnya. Perlahan tapi pasti sosok itu menghilang dari matanya.
"Aishh … bebek montok itu pasti salah paham," bisiknya pelan melirik pada sang gadis yang menatapnya tak mengerti. YooChun menekurkan kepalanya pada pintu ruangan musik mengatur napasnya yang mulai tak beraturan.
"Kenapa kambuh di saat tak tepat begini?" bisik YooChun pelan berjalan dengan pelan sembari memegang dadanya. Tak memperdulikan panggilan seseorang dibelakangnya. Yang YooChun tahu ia harus mengejar kekasihnya. Walau mungkin dengan langkah yang kini semakin berat.
"Kumohon jangan menghilang tanpa kata begini, Baby Su."
.
.
.
YooChun tahu ia sudah berulang kali menyakiti seseorang yang baik hati seperti Junsu dengan semua kebiasaanya selama ini—berkumpul dengan gadis-gadis penggemarnya.
Tangan YooChun meraih botol berlabel biru bertuliskan namanya dan menenggaknya dengan sebotol air mineral di tangan kirinya. Duduk di halte di dekat kampus mereka.
Malam sudah beranjak dan YooChun tak bisa menemukan dimana Junsu berada. Dan namja itu masih belum sampai di rumahnya sesaat YooChun menelpon ke kediaman Kim. Itu berarti Junsu masih berada di sekitar area kampus.
"Mungkini di sana," bisik YooChun pelan kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju satu tempat di mana Junsu kemungkinan besar berada. Namja itu terlalu mudah ditebak tapi tak pernah bisa dimengertinya.
Duak
Duak
Suara tendangan bola di malam gelap membuat YooChun semakin yakin kalau Junsu ada di sana. Mempercepat langkahnya YooChun mendorong pintu tua yang merupakan satu-satunya jalan masuk ke dalam.
YooChun menyipitkan matanya saat ia masuk ke dalam di sambut dengan silauan lampu lapangan yang menyala sangat terang. Tersenyum tipis pada sosok yang tengah menendanga puluhan bola tanpa tahu ada dirinya.
"Jangan mendekat Park YooChun."
Tertegun YooChun tak tahu kalau Junsu mengetahuinya. Menghela napasnya YooChun memeluk tubuh Junsu dari belakang tak peduli kalau ia mungkin akan dibanding oleh kapten tim sepakbola tersebut.
"Maaf. Seharusnya kau tak meragukan perasaanku, Baby."
"…"
"Hanya kau satu-satunya yang kucintai seberapa banyak pun gadis di sisiku."
"…"
"Jangan mengacuhkanku Kim Junsu."
"Kalau aku melakukan hal yang sama apa kau bisa menerimananya?" ujar Junsu tanpa menolehkan kepalanya. Hanya terus menatap ke depan dimana gawang yang menjadi tujuannya sedari tadi berada.
"…"
"Tak bisa kan? Kau egois Park YooChun." Junsu menepis kasar tangan YooChun. Berbalik dengan maniks yang terlihat tajam menatap namja cassanova itu.
"Aku—"
"We are done." Junsu menjangkau tas selempangnya yang berada di tanah. Junsu tersenyum miris pada tangan YooChun yang menahan lengannya untuk pergi.
'Kau tak bisa melepaskanku tapi kau menahanku untuk terluka, Chunnie-ah.'
Junsu tersenyum pada YooChun yang kini menatapnya bingung. Berjalan mendekati YooChun, Junsu menarik bagian depan pakaian milik YooChun hingga wajahnya menyentuh bibir YooChun. Mengecup singkat bibir sang namja yang kini masih terpaku tanpa bisa mengatakan apa-apa.
"Selamat tinggal Chunnie-ah. Kalau perasaanmu tak berubah di saat upacara kelulusan kita nanti temui aku di sana," bisik Junsu pelan membuat jarak dengan bibir YooChun. Melepaskan perlahan tangan YooChun yang masih berada di lengannya. Junsu sudah memutuskannya, mereka butuh waktu untuk mengembalikan arah hubungan mereka, "aku mencintaimu Park Jidat Yoochunie."
YooChun tahu seharusnya ia menahan namja imut itu untuk tetap tinggal. Tapi ia tak bisa saat melihat Junsu tersenyum padanya untuk terakhir kali. Tanpa tangisan tanpa kesedihan, namja itu melepaskannya dengan senyuman. Meminta mereka untuk berpikir ulang akan semuanya. Kemana hubungan mereka akan dibawa. Ini masalah perasaan bukan sebuah pengisi cerita hidup mereka.
"Maafkan aku, Baby Su."
.
.
.
Junsu tahu sejak malam itu ia merasakan tatapan kerinduan dari seorang Park YooChun padanya. Melihat perhatian yang kini tertuju padanya dari jauh. Namun Junsu sudah berjanji walau dengan membuat satu luka panjang dihatinya.
"Bebek~ ayo latihan lagi jangan menatap bola bundar itu saja." Junsu yang gelagapan ditarik seorang namja cantik menuju gedung utara bahkan tak bisa protes saat namja itu mendeathglarenya.
"Haiisss hyung. Kenapa kau ada di sini kelasmu bukan di gedung ini bukan?" protes Junsu pada sang namja yang tertawa manis padanya dengan menutup mulutnya sendiri—kebiasaan.
"Salahmu sendiri yang tak datang ke latihan kelas musikal sampai mereka meminta tolong padaku untuk menyeret bebek montok ini."
"Yah gajah centil jangan bawa-bawa bokong seksiku," ujar Junsu mencubit tangan sang namja yang baru saja menepuk bagian tubuh belakangnya. Namun hanya tawa yang didengarnya saat sang namja mendorongnya ke kelas musikal yang langsung disambut riuh.
"Terima kasih sudah membawa Junsu kemari"
"Ne sama-sama. Kalau kalian butuh bantuanku katakan saja. Aku akan dengan senang hati menyeret kapten montok ini kemari," ujarnya berlari meninggalkan kelas musikal sebelum sang obyek yang sedari tadi disindirnya menunjukkan tendangan terbaiknya sebagai kapten sepakbola.
"Haisssh bukankah lebih baik kalian langsung memberitahuku saja daripada melibatkan Jaejoong hyung. Kekasihnya yang pencemburu itu bisa membuatku jadi bebek bakar kalau tahu kekasih centilnya itu bermain di gedung ini," ujar Junsu pada seorang gadis ketua musikal mereka. Menunjuk pada seorang namja cantik yang terlihat tertawa bersama para namja yang merupakan penggemar terselubungnya.
"Kami sudah mengabarimu Su-ie. Bahkan menghubungi tapi tak ada jawaban."
Junsu menepuk kepalanya saat sadar kalau ia sudah membuang ponselnya ke sungai Han beberapa hari yang lalu. Membuang ponsel pemberian YooChun berikut sim-cardnya. Ia ingin memulai semuanya dari awal lagi. Menjaga perasaanya pada YooChun walau mungkin suatu hari nanti hanya akan berakhir percuma.
"Maafkan aku. Ayo latihan lagi."
Junsu naik ke atas panggung dimana teman-temannya sudah bersiap dan menyambutnya dengan senyuman. Walau ia tidak berada di kelas musikal Junsu sedikit tertarik pada drama klasik yang tengah dimainkan kelas tersebut bahkan ia tak menolak tawaran yang diberikan padanya. Sembari mengisi waktu kosongnya di kelasnya sendiri juga tim sepakbola menghabiskan waktu yang tersisa untuk sedikit meredakan rasa rindunya pada seorang namja yang kini terlihat jauh padahal berada di depan matanya.
.
.
.
Waktu bergulir begitu cepat saat semua terasa berlalu dengan sendirinya. Hampir dua tahun Junsu menghabiskan waktunya tanpa ditemani YooChun. Bahkan ia tak pernah bersua secara langsung dengan namja Park itu terlebih kabar yang diterima Junsu. YooChun mendapatkan tawaran bermain piano di Virginia dan melakukan sebuah pertukaran pelajar di sana sejak setahun yang lalu.
"Tak terasa besok sudah wisuda, Chunnie-ah. Apa kau akan datang melihatku dan memenuhi janji yang kita buat? Ah aku lupa kalau gadis barat terlihat lebih menarik bukan?" Junsu mengelus pelan stelan jas yang tergantung di kamarnya. Pakaian yang akan dikenakannya besok.
Junsu sudah ditarik sebuah PH untuk bermain di sebuah teater besar dan menandatangi sebuah kontrak eklusif. Seseorang dari sana melihat aktingnya bermain bersama anak-anak kelas musikal beberapa kali. Walau Junsu berasal dari kelas tarik suara kemampuannya bermain peran tak bisa diremehkan.
"Aku akan pergi ke Seoul lusa, bisakah kita bertemu lagi Chunnie-ah?" bisik Junsu pelan. Memegang dadanya sendiri dimana perasaanya terkunci rapat hanya untuk satu orang. Tersenyum dan tertawa bersama teman-temannya tak membuat Junsu bisa menerima orang lain. Ia hanya menjawab dengan senyuman tulus saat beberapa namja dan yeoja mengajaknya dalam sebuah hubungan serius. Perasaanya masih tak bisa melupakan dia.
"Aku menunggumu di sana, Chunnie."
.
.
.
Junsu meniup tangannya berkali-kali saat udara dingin menerpa tubuhnya. Mantel hangatnya tak sepenuhnya memberikan rasa hangat. Udara dingin lebih kuat bertiup tapi Junsu tak peduli. Setelah hari ini ia melarikan diri dari pesta kelulusan yang diadakan teman-teman dan tim sepakbolanya Junsu langsung terbang ke tempat ini.
Junsu tak tahu kalau sedang musim salju di sini. Beruntung satu mantel yang salah dimasukannya ke koper berguna saat ini. Mengeratkan pelukannya ke dalam tubuhnya Junsu berjalan pelan dengan derap langkah yang terdengar berat. Sepatunya membuat jejak di salju putih.
Taman yang biasanya memberikan warna warni pepohonan rindang kini terlihat sama. Putih tertutup salju sejauh mata memandang.
"Dingin~" ujar Junsu tertawa pelan saat butiran lembut salju mengenai wajahya. Sepertinya hujan salju mulai turun dengan perlahan walau tak deras. Dan Junsu menyukainya.
Hokkaido, Jepang. Disinilah Junsu berada saat ini. Tempat dimana ia pertama kali bertemu sang namja saat acara pelepasan kelulusan sekolah menengah mereka di Jepang. Tak menyangka kalau seseorang yang membantunya yang tengah kehilangan rombongan akan menjadi pemilik hatinya saat ini.
"Apa kau ingat tempat ini, Chunnie?" bisik Junsu pelan. Tak tahu apakah tempat kenangan ini akan sama berharganya diingatan YooChun. Nyatanya ia tak secara gamblang memberikan tempat pertemuan mereka.
"Uhmpp … kalau jidat lapangan itu tak datang kemari ya sudah. Aku bisa menikmati kepiting lezat di sini," ujar Junsu saat ia memasuki sebuah hutan lindung yang terlihat memutih. Menuju ke satu penginapan yang tersedia di sana. Sebuah penginapan yang bila dimusim semi dikelilingi pohon momiji yang sangat indah.
"Kenapa lama sekali, Baby. Apa kau tak tahu seberapa lama aku menunggumu?"
Tubuh Junsu terdiam merasakan seseorang yang menariknya ke dalam sebuah pelukan hangat. Memeluknya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi.
"Apa kau tahu kalau aku terpaksa main kucing-kucingan dari mereka hanya untuk bertemu denganmu di sini. Cukup kau mengacuhkanku selama ini, Kim Junsu."
Junsu masih tak bersuara saat terpaan hangat dari bibir YooChun mengenai telingnya. Udara dingin yang berhembus membuat tubuhnya ikut membeku. Tapi ada satu yang terasa mulai mencair. Perlahan berhembus hangat di dalam dadanya—perasaannya.
"Kau benar-benar kembali?"bisik Junsu menaikkan tangannya untuk melingkarkannya pada tubuh namja yang mengangguk dibahunya. Air matanya perlahan mengalir merasakan betapa ia merindukan tubuh ini. Junsu merindukan dekapan hangat miliknya.
"Maafkan kebodohanku selama ini Baby, maukah kau menerimaku kembali?" tanya YooChun menghapus titik air mata yang mengalir di pipi Junsu. Mengutuk dirinya sendiri yang membuat pipi sang namja terlihat lebih tirus sejak terakhir ia melihatnya.
"PARK JIDAT PABBO!" seru Junsu kesal pada namja yang terlalu lama menyadarinya. Bahkan sampai ia yang harus melakukan pertaruhan bodoh ini, "hiks … kupikir kau tak akan ingat tempat ini."
"Jangan menangis lagi. Kau bisa membuatku masuk penjara karena membuat seorang bocah menangis, Su-ie."
"Ya Park YooChun aku bukan bocah," ujar Junsu menghapus air matanya. Tersenyum manis pada YooChun yang tertawa padanya. Haruskah ia mengatakan betapa ia merindukan tawa dari bibir YooChun ini.
"Hahaha … maafkan aku Baby Su. Aku merindukan wajah imutmu ini. Merindukan saat bibir ini memarahiku," ujar YooChun memeluk tubuh Junsu erat.
"Tak mungkin aku melupakan tempat ini, Baby Su. Tempat berharga dimana aku menemukan seorang bebek imut dengan bokong montoknya."
"Aissshhh … Park Mesum kenapa otakmu hanya mengingat hal itu?" ujar Junsu memukul kepala YooChun dengan tangannya. Tertawa bersama seakan apa yang sudah terjadi meleleh seperti salju. Mencair dengan sendirinya dengan hangatnya cinta yang mereka jaga.
"Tapi aku tahu aku sudah lama jatuh cinta padanya," ujar YooChun menahan tangan Junsu dan menatap jauh ke dalam maniks yang kini terlihat gelisah menghindari tatapan matanya, "dan aku hanya akan mencintainya selamanya."
Junsu memejamkan matanya saat bibir YooChun menyentuh lembut bibirnya. Mengecup dengan bias perasaan yang mengalir hangat ke tubuhnya. Mengalahkan dinginnya cuaca yang tak bersahabat. Tapi siapa yang peduli kalau mataharinya kembali dan kini menggenggam tangannya untuk kembali berjalan bersama.
"Terima kasih sudah kembali, Chunnie-ah." Junsu tesenyum manis dengan pipi yang mulai memerah. Napasnya terlihat berembun setiap tarikan katanya.
"Terima kasih sudah menjaga hatimu untukku, Baby Su." Sekali lagi bibir itu mengecup bibir Junsu lembut dengan tangan yang tak lepas bertaut. Semakin mengeratkannya dengan tubuh yang kini semakin menempel erat.
Diringi tetesan lembut salju yang kembali turun. Junsu menyambut benang ikatan mereka yang dikembalikan YooChun. Merangkai indahnya masa dimana mereka bertahan untuk kembali. Menunggu bukanlah hal yang mudah saat ia harus menjaga perasaanya sendiri. Menetapkan hatinya untuk bertahan menjaga sebuah kepercayaan dihatinya. Kalau semua akan kembali untuk bersama. Dengan ikatan yang bahkan lebih kokoh dari sebelumnya.
Penantian bukan hal omong kosong saat kau percaya masa itu akan menjadi sebuah kenyataan. Kepercayaan dihatimulah yang akan membuka pintu keraguan dan membiaskannya ke dalam sebuah masa depan yang lebih dari apa yang kau harapkan.
.
THE END
.
Fict One Done.
.
"Kurasa hal yang terbaik adalah saat lima member bekerja bersama." Kim Junsu
.
"Saya ingin memegang microphone, berdiri di atas panggung, bernyanyi dan menciptakan kenangan indah bersama-sama." Park YooChun
.
ALWAYS KEEP THE FAITH
.
Repost from queenofcliffhanger (titik) wordpress (titik) com / 21 Des 2013
