unedited


A Dad-Wannabe

Hal yang paling jelas dapat dilihat dari Jungkook adalah kenaifannya, keramahannya, dan ia buruk dalam bersandiwara. Hal-hal tersebut yang membuat Park Jimin, jatuh hati pada Jungkook. Kenaifannya yang paling disukai oleh Jimin. Jungkook begitu polos dengan senyum kecil yang diberikan tiap kali mereka berpapasan di pantry.

Berawal dari salam sapa formal, basa-basi soal pekerjaan yang menumpuk, kemudian obrolan mengenai film terkini yang membosankan, menjadi obrolan yang menyenangkan, keakraban pun tercipta.

"You look cute." Suatu hari kata Jimin, dengan raut wajah terlalu mengagumi ketika Jungkook menanyakan opini Jimin mengenai tampilannya dengan dasi baru. Meski sudah tak terhitung berapa kali Jimin memberikan petunjuk mengenai ketertarikannya pada Jungkook, sangat disayangkan Jungkook tidak pernah menyadarinya. Terkadang memang hal ini dapat membuat Jimin frustasi dengan kenaifan Jungkook, namun ia tidak pernah berhenti. Takkan pernah berhenti.

Jimin terlalu menyukai Jungkook. God, he's just so adorable, beautiful, and perfect.

Ada kala di mana rekan-rekan Jimin pun bertanya-tanya apakah Jungkook sebodoh itu untuk tidak menghiraukan tatapan kagumnya, sentuhan yang terlalu lama, dan kepedulian yang berlebih untuk dikatakan Jimin hanya melihat Jungkook sebatas teman.

Jimin pun jadi berpikir begitu, tidak mungkin Jungkook tidak menyadari tanda-tanda yang diberikan. Jungkook bisa jadi sangat naif, tapi ia tidak senaif dan sebodoh yang itu untuk tidak dapat menyadari perlakuan Jimin yang sedikit lebih istimewa.

Hingga suatu hari, sebuah percakapan yang sensitif bagi Jimin pun diangkatnya.

"Jungkook."

"Hm?"

"Kau tahu kan aku menyukaimu?"

Atmosfernya sungguh aneh, dan canggung. Mereka berdua seperti biasa, sedang menyantap makan siang, jauh dari rekan kerja yang lainnya. Orang-orang tahu bahwa keduanya ini memiliki hubungan yang rumit yang mendekati status sepasang kekasih. Dan Jimin adalah orang yang mengerikan di kantor, jadi sesungguhnya tidak ada yang begitu berani mendekati Jungkook karena Jimin.

"Tentu saja." Untuk beberapa saat, jantung Jimin berdegup kencang mendengar respon Jungkook. "Aku juga menyukaimu, Jimin."

Sempat akan terukir sebuah senyum di wajah Jimin, sampai akhirnya ia menyadari apa yang dimaksud Jungkook. Raut wajah naifnya itu, tatapan matanya yang selalu memancarkan ketakutan. Sebuah misteri yang belum terpecahkan.

"Bukan begitu. Bukan menyukai yang begitu." Jimin kini terdengar begitu frustasi. Mereka berdua mengabaikan santapan siang mereka. Orang-orang di sekitar masih mengabaikan mereka, sibuk pada obrolan masing-masing. Jimin tanpa ragu menarik tangan Jungkook di atas meja, menggenggamnya erat. Perlakuan tersebut terlalu tiba-tiba, karena meski memang Jimin ini touchy, Jimin masih memiliki batas ketika bersentuhan dengan Jungkook. Dan berpegangan tangan tentunya sudah melewati batas.

Jungkook membelalakkan kedua matanya, melenguh terkejut, ia hendak menarik tangannya dari genggaman Jimin, namun genggamannya terlalu kuat. Dan Jimin terlihat amat serius.

Jimin mengitari pandangannya untuk memeriksa rekan kerja yang lain yang masih sibuk dengan masing-masing. Ia menjilat bibirnya yang terasa kering, kemudian kembali menatap Jungkook di manik mata.

"I like you. A lot, Jungkook." Jimin membisikkannya, wajahnya mendekat pada Jungkook agar suaranya dapat didengar. "Lebih dari sebatas teman."

"Jimin—"

"Let's go somewhere else." Jimin sudah beranjak dari bangku, tangan tidak lepas dari Jungkook. Tanpa persetujuan Jungkook, mereka pun sudah berada di jalur tangga darurat.

Hening. Hanya ada deru napas lembut mereka berdua. Jimin melepaskan genggaman tangannya dari Jungkook. It feels weird. Hanya ada mereka berdua dikelilingi empat sisi dinding yang warnanya membosankan, dan sinar matahari yang menghangatkan wajah mereka. It feels nice, too.

Mudah saja membicarakan perasaan Jimin, ia sudah lama melatih dirinya untuk melakukan adegan ini. Skenario dari dulu sudah dibuat, ia sudah membayangkan harus bagaimana berucap untuk menjelaskan perasaannya pada Jungkook.

I like you a lot. Or maybe I fall in love with you.

Semuanya terasa dramatis, Jimin sudah membuat puluhan skenario dengan imajinasinya akan bagaimana Jungkook merespon ungkapan perasaan ini.

Namun tidak pernah Jimin terpikirkan seperti ini jadinya. Raut wajah Jungkook tidak memperlihatkan keterkejutan, kebahagiaan, atau ekspresi apa pun yang pernah Jimin bayangkan.

Jungkook terlihat amat serius namun tetap tenang. Ia membuka mulutnya, kemudian menutupnya kembali. Jungkook menghela napas berat, kemudian menatap Jimin dalam-dalam. Shit, Jimin is so in love.

"Jimin, aku ...,"

"It's fine. Kalau kau tidak menyukaiku, itu tidak masalah. Mungkin kau memang hanya menganggapku teman ...?"

"Jimin." Mereka tidak menghentikan kontak mata. "Aku sudah memiliki putra." Jeda. Hening yang panjang. "Bukannya aku tidak menyukaimu atau tidak meninginkanmu, hanya saja ..., semuanya begitu rumit untuk dijelaskan." Jungkook menelan ludahnya, kini malah dirinya yang terlihat gugup. "I'm sorry."

Atmosfernya sungguh aneh dan canggung. Jungkook pergi begitu saja, meninggalkan Jimin di tempat sendirian. Jimin yang masih terkejut dengan pernyataan singkat Jungkook tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

Ia pun menghabiskan waktu jam makan siang itu dengan duduk di salah satu anak tangga di sana, menyulut sepuntung rokok. Kepalanya disandarkan pada susuran tangga di sampingnya.

Jimin menyukai pria yang sudah terikat pada orang lain? tapi Jungkook tidak pernah menyebutkan dirinya yang sedang terikat hubungan romantis dengan siapa pun. Jungkook bahkan pernah membicarakan mengenai kesendiriannya. Berarti, ia memang tidak memiliki pasangan.

Jimin menyukai pria yang sudah memiliki seorang keturunan?

Well, shit. Jimin tidak pernah menghabiskan waktunya dengan anak kecil, ia tidak pernah mencoba untuk membayangkannya juga. Jimin bukan orang yang domestik maupun family-oriented.

Holy shit, dude. Jungkook is a single parent. And I'm in love with him?

Kalau Jimin memang serius dengan Jungkook, apakah ini artinya ia harus bersiap untuk menjadi seorang ayah juga ...?