Another Fanfic:)
Sadly, Fairy Tail didn't belong to me. It belong to Mashima Hiro
Enjoy^^
Saat pertama bertemu dengannya aku masih berumur 12 tahun.
Saat itu musim panas, dan aku tersesat di sebuah hutan.
Penduduk desa berkata, hutan itu adalah tempat tinggal hantu dan siluman.
Aku tidak menyangka aku akan bertemu dengannya disana...di hutan itu.
Haiirookami present :
Fireflies Forest
.
.
.
"Aku dimana?" Gadis itu menatap sekelilingnya. Jika bukan karena kunang-kunang, ia tidak akan tersesat di hutan itu. Sendirian.
"Aku mau pulang.." Erza, nama gadis itu—mulai merasakan air matanya akan mengalir. Sadar akan hal itu, ia menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya. Ia berjalan entah kemana, Erza sendiri juga tidak tahu.
Takut?
Erza Scarlett adalah gadis pemberani. Ia tidak mungkin takut, tidak mungkin—setidaknya itulah yang ia pikirkan.
"Kaaakk! Kaaakk!" Suara gagak mulai terdengar.
"Kyaaaa!" Gadis itu berlari ketakutan. Berlari semakin dalam ke hutan. Pasrah, akhirnya Erza kecil duduk, meringkukkan tubuhnya. Gadis kecil itu berharap orang tuanya—ibunya menemukannya dan memeluknya. Yah, seandainya mereka masih hidup.
5 menit berlalu dengan sunyi. Air mata Erza mulai mengalir deras.
"Kenapa kau menangis?"
Erza terkejut, "siapa?" Ia berdiri, berjalan mendekati sebuah sosok di balik pohon. Tangannya bergerak untuk meraih sosok tersebut.
"Wa!" Kaget karena tindakan Erza, sosok itu melompat dan membuat Erza terjatuh.
"Maaf gadis manis, tapi kumohon jangan menyentuhku."
"He? Kenapa?! Memangnya aku salah apa?!"
"Te-tenanglah,"sosok itu sweatdrop(?) "Kalau aku menghilang, nanti tidak ada yang menuntunmu keluar," ucapnya.
"Hilang?" Erza memiringkan kepalanya. "Jangan-jangan kau.."
"Siluman. Ya."
"Kerennya..." mata Erza berbinar.
"..."
"Jadi aku tidak boleh menyentuhmu?" Tanya Erza. Sosok itu mengangguk.
Tangan Erza bergerak, mencoba menyentuh sosok itu. Tapi dengan gesit sosok itu menghindar.
Sekali lagi.
Sekali lagi.
Sekal—
Bletak.
"Me-memukul kepala seorang wanita...dengan kayu pula! Siluman macam apa yang memukul kepala wanita?!" Erza mengelus kepalanya. "Ma-maaf," ucap sosok itu.
"Lagi pula kau masih anak-anak bukan wanita," ucapnya lagi. Erza hanya mendengus kesal.
"Jellal.."
Erza menoleh, "itu namamu?"
"Ya."
"Namamu aneh...nama yang aneh, untuk siluman."
"Terimakasih." Ucap Jellal.
"Erza," ucap gadis itu. "Itu namaku.."
Erza POV
Kami berbincang.
"Kenapa kau memakai topeng aneh?" Tanyaku. Yah, memang tidak sopan sih, tapi aku penasaran. Topengnya menutupi semua wajahnya, kecuali mata kanannya yang bertato.
"Supaya aku terlihat keren."
Urgh.
"Kau siluman yang aneh."
"Dan kau gadis yang aneh."
Aku tidak merasa kesal, seandainya itu Natsu atau Gray yang berkata seperi itu, pasti sudah kuhabisi. Berbicara dengan silu—Jellal, terasa menyenangkan. Kurasa dia bukan siluman yang jahat. Aku merasa nyaman berada di dekatnya.
Jellal membawa menuju gerbang masuk sekaligus keluar hutan. Hamparan rumput terbentang luas.
"Waah!" Aku berlari senang. "Terimakasih banyak Jellal!" Aku tersenyum. Jellal menganggguk pelan.
"Erza..." saat aku melangkah keluar gerbang, Jellal memanggilku.
"Ya?" Aku menatapnya.
"Musim panas tahun depan—"
Aku menatapnya, menunggu ia menghabiskan kata-katanya.
"—Datanglah lagi kemari."
Aku tidak bisa menahan senyumanku. "Ya! Aku pasti datang lagi!"
NORMAL POV
Jellal tersenyum, walaupun Erza tidak bisa melihatnya. "Janji?" Tanya Jellal.
Erza terdiam untuk beberapa saat. "Apakah kau akan menungguku sampai musim panas tahun depan?"
Jellal mengangguk, "tentu saja. Kau kan temanku."
Senyum terpasang di wajah Erza. Jellal menganggapnya teman.
"Baiklah, tahun depan aku pasti datang! Aku berjanji!"
Musim panas, 3 tahun kemudian...
"Jellal! Tahun ini aku datang lagi," ucap Erza. 3 tahun lalu, ia bertemu siluman yang menuntunnya pulang, Jellal. Erza berjanji untuk menemuinya setiap musim panas, dan Erza masih terus menepati janjinya hingga saat ini.
"Oh..kau datang lagi bocah." Ucap Jellal.
Perempatan kecil muncul di dahi Erza, "aku bukan bocah! Aku sudah 1 SMA, aku seorang gadis!"
"1 SMA tapi kau masih terlihat bocah bagiku."
"Aku pulang saja deh!" Ucap Erza kesal. Jellal berdiri menghalangi Erza, "jangan pulang.."
Erza tersenyum. "Bercanda!"
"Boleh kupinjam sapu tanganmu?" Tanya Jellal. Erza mengangguk, "untuk apa?"
Jellal mengikatnya di pergelangan tangannya, dan memberikan sisi yang lain pada Erza. "Ikat di pergelangan tanganmu." Dan Erza melakukan apa yang dikatakan Jellal.
Jellal mulai berjalan memasuki hutan. Kini Erza mengerti, Jellal melakukan hal ini untuk menuntun Erza agar tidak terpisah. Baru pertama kali Jellal melakukan hal ini, dan itu membuat jantung Erza berdebar.
"Sudah 3 tahun aku mengenalmu.." Jellal membuka pembicaraan. "Aku..ingin bercerita sesuatu padamu Erza. Tapi kau juga harus menceritakan sesuatu padaku."
Erza terdiam 'sesuatu?' batinnya. "Aku harus menceritakan sesuatu?"
"Ya. Seperti masa lalumu sebelum mengenalku. Aku ingin tahu tentang itu." Ucap Jellal. "Tapi..kau tidak perlu memaksakannya." Ucapnya lagi.
Erza tersenyum, "Jellal kau itu sahabatku. Aku janji aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi kau harus menceritakan kisahmu dulu."
"Ya. Memang itu niatku."
Kemudian Jellal duduk. Kini mereka berada di tepi sungai di dalam hutan. Tangan Jellal meraih topengnya, dan jantung Erza berdebar lebih cepat dari biasanya.
Jellal melepas topengnya.
Debaran yang Erza tidak bisa, dan ia akui—tidak mau ia pelankan. Jantungnya berdebar cepat, saat melihat wajah asli Jellal setelah 3 tahun mengenalnya. Wajah Jellal tidak menyeramkan, melainkan tampan, tato di mata kanannya terlihat lebih jelas.
"Ini..wajahku." Ucap Jellal. "Ahaha, aku jelek ya?" Jellal tertawa.
'Tidak. Kau sangat tampan,' batin Erza. "Tidak..wajahmu tidak buruk kok!"
"Hahaha," Jellal tertawa. "Nah, sekarang aku ingin menceritakan semuanya padamu.."
Erza menarik napas, semua tentang Jellal.
"Kau tahu kan aku bukan manusia?" Ucap Jellal, Erza mengangguk. "Tapi aku juga bukan siluman..jadi seperti hantu penasaran, saat masih bayi aku dibuang ke hutan ini, seharusnya saat itu aku meninggal. Dewa gunung merasa iba, dan memakai ilmunya untuk menyelamatkanku. Tanda di mata kananku adalah buktinya." Jellal bercerita dengan tenang. Dan Erza hanya diam mendengarkan.
"Erza... selain menjadi bukti, tanda di mata kananku adalah sumber kekuatanku." Ucap Jellal. "Aku diberikan satu kesempatan untuk meminta permohonan. Hanya satu kesempatan." Ucapnya lagi.
'Satu kesempatan?' batin Erza. "Kenapa tidak jadi manusia saja?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut Erza begitu saja. Jellal tersenyum, "aku ingin berhati-hati dengan permohonanku."
Erza tersenyum, "baiklah..sekarang giliranku ya?"
Erza menarik napas dalam-dalam. "Aku...hanya bisa bersama orang tuaku selama 8 tahun, tahun-tahun selanjutnya, aku diadopsi oleh kakek Makarov. Orang tuaku meninggal dalam kecelakaan beruntun. Natsu, Gray, dan Lucy adalah ketiga anak yang orang tuanya meninggal dalam kecelakaan beruntun itu, dan juga diadopsi oleh kakek Makarov. Dia orang yang sangat baik hati, bagiku dia sudah seperti orang tuaku sendiri. Ia mau menyekolahkan kami, hingga sekarang. Aku menyayanginya. Yah, lalu hari-hari berlalu dengan biasa dan aku bertemu denganmu 3 tahun lalu."
"Makarov nama yang aneh.." Ucap Jellal.
"Hei!"
"Bercanda..bercanda.."
"Hei, Jellal?"
"Hm?"
"Aku bersyukur bisa bertemu denganmu.."
"..."
"Aku juga Erza. Aku bersyukur pernah menolongmu saat itu."
Wajah Erza memerah, jantungnya berdebar dengan keras. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. "Be-begitu ya.." ucap Erza gugup.
"Eh..umm.. ngomong-ngomong kau terlihat sama seperti 3 tahun yang lalu ya.." Erza membuka pembicaraan. Jellal menatap Erza, "aku tumbuh lebih lambat dari manusia." Erza mengangguk-angguk.
"Kalau dilihat-lihat, kau tidak terlihat seperti anak-anak lagi ya." Ucap Jellal.
"Iya kan!" Gadis berambut scarlett itu menatap Jellal bangga.
"Ya..da—"
"Kalau kau berani mengatakannya, aku tidak segan-segan memukulmu."
"—maaf. Tapi memang benar-benar tumbuh lho,"
"Jellal..." perempatan kecil muncul di dahi Erza.
"Ma-maaf."
Angin berhembus dengan lembut. Erza menatap pergelangan tangannya yang masih terikat dengan sapu tangan, entah Jellal menyadarinya atau tidak tetapi tangan mereka hampir bersentuhan.
'dekat.' Wajah Erza memerah. "Jellal, sapu tanganku masih terikat di pergelangan mu..tidak apa-apa tuh?"
"...ya." Ucap Jellal. "Aku memang mau seperti ini." Ucapnya lagi.
Wajah Erza kian memerah. 'mau seperti ini?' batinnya. Gadis itu merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya.
"Jellal..."
Srek. Srek. Tibat-tiba Erza mendengar suara mendekati mereka berdua.
"Gyaaaaaaa!" Teriakkan keras dari sebuah sosok, sosok itu memiliki rambut dan leher yang memanjang, dan berjalan dengan badannya yang hanya setengah.
"Ah..." mata Erza membelalak, ini pertama kalinya ia melihat makhluk menyeramkan seperti itu. Tubuhnya terkulai lemas. Ia tidak bisa bergerak.
"Jangan sentuh Erza!" Jellal berdiri, mata kanannya berubah menjadi warna merah...
"Gyaaaaaaakh!" Sebuah jeritan kesakitan terdengar dari sosok itu. "Aku akan kembali untuk tubuh gadis itu Jellal!" Lalu makhluk itu pergi menjauh.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Jellal. Wajahnya terlihat cemas, tangannya bergerak untuk menyentuh wajah Erza, tapi terhenti. "Ma-maaf,"
Erza hanya diam. "A-aku baik-baik saja.." baru pertama kalinya ia melihat Jellal seperti itu.
"Syukurlah," Pemuda itu menghela napas lega. "Aku benar-benar takut jika terjadi sesuatu denganmu,"
"Takut?" Tanya Erza, jantungnya berdebar cepat.
"Ya. Tenang saja, aku akan menjagamu. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu." Ucap Jellal.
Wajah Erza memerah, ia tahu hal aneh yang sedang ia rasakan..
Erza mencintai Jellal.
Erza POV
"Wuaahh! Sebentar lagi ujian semester ya!" Ucap sahabatku, Lucy—ia juga tinggal di rumah yang sama denganku.
Waktu berlalu sangat cepat, musim panas yang lalu aku mengunjungi Jellal, dan dia menceritakan banyak hal tentang dirinya. Tentang bagaimana ia bisa menjadi siluman, tentang tato di matanya, dan tentang 1 permohonan.
1 permohonan...Jellal menderita, kenapa dia tidak memohon untuk kebahagiannya sendiri? Kenapa dia tidak memohon untuk dilahirkan kembali? Kenapa dia tidak memohon untuk menjadi manusia lagi?
Seandainya Jellal seorang manusia...
"Erza-san?" Lucy melambaikan tangannya di hadapanku. Ah, sepertinya aku melamun.
"Ne~ kalau ujian sudah selesai, kau mau pergi berlibur kemana?" Tanya Lucy. Kemana?
"Okinawa."
"He? Setiap musim panas kan kita kesana! Kenapa kesana lagi?" Tanya Lucy. Lucy tersenyum lebar, "hooo~ pasti kau bertemu cowok yang kau suka ya! Makanya kau mau kesana terus!"
Yang aku suka..
Jellal.
Wajahku memerah, "Yah...mu-mungkin be-be-begitu"
"Mou~ Erza-san kalau sudah bicara tentang cinta pasti jadi begitu deh!" Ucap Lucy. "Ya sudahlah, kalau gitu liburan nanti kita semua kesana! Kalau kau dan cowok idamanmu itu jadian, jangan lupa traktir aku ya!"
Aku tersenyum, Jellal bukan manusia. Dia siluman, jadi aku tidak mungkin pacaran dengannya. Seandainya dia manusia.
Seandainya..
Time skip-ujian semester hari terakhir.
Erza menaruh kotak pensilnya di dalam tas. Ujian sudah selesai, dan besok sudah mulai libur.
"Erza-san! Ayo pulang, kau mau ke Okinawa kan?" Natsu memanggilnya. "Ya!"
Hari ini, keluarga Makarov akan berlibur ke Okinawa. Kereta berangkat pukul 2 siang, dan akan memakan waktu sekitar 3 jam untuk sampai kesana.
"Itakimasu!" Lucy berteriak semangat ketika kereta mulai meninggalkan stasiun.
'Walaupun sekarang bukan musim panas, tapi aku ingin bertemu Jellal' batin Erza.
Dan kereta terus melaju, seiring berjalannya waktu
-To be continued-
Author Note : -Mind to review my fanfic? Thank you so much^^-
Chapter 1 selesai:') Tadinya ngga mau dibikin chapter, tapi karena terlalu panjang, jadinya ada 2 chapter.-. hehe._.v
Ah, maaf kalo misalnya Jellal atau Erza-nya OOC._.
Terima kasih banyak sudah mau baca sampai sini *hormat* :''D
Silahkan baca chapter selanjutnya yaaa^^
